Anda di halaman 1dari 9

Macam - macam kasus hukum di Indonesia

KASUS CENTURY
Golkar Minta KPK Baru Menuntaskan Sabtu, 10 Desember 2011 JAKARTA (Suara Karya): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih harus menuntaskan berbagai kasus korupsi yang sebelumnya gagal diselesaikan KPK periode sebelumnya, termasuk kasus Bank Century. Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, tidak alasan bagi KPK untuk menunda penuntasan kasus Bank Century. "Partai Golkar memiliki visi dalam koalisi itu ingin membentuk pemerintahan yang bersih. membongkar bank century sama berarti memperkuat visi pembentukan pemerintahan yang bersih. Kita tunggu satu tahun ini," tegas Idrus di Kantor DPP Partai Golkar, Jumat (9/12). Hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Sekjen DPP Syamsul Bachri, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Lalu Mara Satriawangsa, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Leo Nababan, dan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Azhar Romli. Desakan tersebut, ujar Idrus, mengingat hasil kerja KPK periode sebelumnya dalam membongkar kasus Bank Century yang belum memuaskan. Bahkan, dia juga menyayangkan pernyataan dari pimpinan KPK yang mengundang kontoversial terkait belum ditemukannya bukti-bukti sehingga sulit untuk menuntaskan kasus yang sempat menyeret nama mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani itu. Menurut Idrus, pernyataan tersebut sama dengan melecehkan sejumlah fakta dan data hasil dari audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Bank Century Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Karena itulah, dia berharap terpilihnya pimpinan KPK sekarang juga dapat menjadi momentum untuk meningkatkan citra KPK di mata publik. "Terlebih lagi ada kesepakatan dari seluruh fraksi di DPR, pertimbangan utama dari memilih anggota KPK saat ini karena anggota tersebut mampu membuat pernyataan untuk kesiapan menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang berskala besar, termasuk Bank Century. Ini menjadi tugas utama yang harus dilakukan anggota KPK saat ini," ujarnya. (Tri Handayani)

Audit Kasus Bank Century Terkendala Banyaknya Rekening


Jumat, 09/12/2011 - 20:56 JAKARTA, (PRLM).- Audit forensik kasus Bank Century yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkendala banyaknya rekening yang harus diteliti. Namun demikian, BPK sudah bisa melaporkan hasil kerjanya ke DPR meski belum keseluruhan. Kami akan usahakan dalam bulan ini laporan tahap pertama sudah bisa kita sampaikan pada DPR, KPK, dan aparat penegak hukum lainnya. Itu komitmen kami, kata Wakil Ketua BPK Hasan Bisri usai memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia di Gedung KPK Jakarta, Jumat (9/12). Ia menjelaskan, lembaganya mengalami beberapa kesulitan dalam mengaudit kasus ini. Pertama, karena BPK harus meneliti sekitar 20 ribu rekening. Dari sekitar 80 juta transaksi perbankan yang diduga terkait dengan kasus ini, BPK akhirnya menyaring sampai 20 ribu rekening yang akhirnya ditelusuri. Sekarang anda bayangkan bank itu kan masih aktif, uang masuk tiap hari. Nasabah setor (uang) setiap hari. Nah ini yang kita saring kira-kira ada 20 ribu yang kita dalami. Jadi ini bisa dibayangkan seperti mencari kuku di dalam jerami, tidak mudah, katanya. Hambatan kedua, beberapa aktor penting yang dibutuhkan keterangannya sampai saat ini masih berstatus buron. Misalnya saja Dewi Tantular dan Hesyam Al Warouq. Karena buron kan kami buntu. Tidak bisa minta keterangan sama mereka, padahal mereka tokoh kunci. Ini juga persoalan, beda sama yang dulu audit pertama). Yang dulu kita lebih banyak berhubungan dengan Kemenkeu (Kementrian Keuangan), BI (Bank Indonesia), LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), kemudian manajemen bank. Tapi sekarang ini kita harus meminta keterangan grupnya Robert Tantular yang sekarang buron. Sampai sekarang ini persoalan, dan keluarga dan teman-teman Robert Tantular itu sudah buron, tutur Hasan. Meski BPK belum merampungkan audit forensiknya, BPK masih berpendapat sama. Dalam kasus pengucuran dana talangan untuk Bank Century itu telah ditemukan setidaknya tiga jenis tindak pidana, yaitu tindak pidana umum, perbankan, dan korupsi. Audit yang pertama BPK sudah final. Kita sudah presentasikan pada mereka, pada kejaksaan, kepolisian , dan KPK, katanya. Meski demikian, BPK tidak ingin mempengaruhi sikap dan proses hukum yang kini sedang berjalan di KPK.

Sekarang saya menghormati KPK. Silakan KPK menyikapi laporan kami. Kami tidak dalam posisi mendorong dan ikut campur. Tapi kalau KPK mau meminta penjelasan dari kami, kami siap utuk menjelaskan, presentasi dan menyamakan persepsi, ucap Hasan. Sampai saat ini KPK masih menyelidiki kasus ini. Belum ada tersangka yang ditetapkan oleh KPK. Wakil Ketua KPK BIbit Samad Rianto beberapa waktu lalu menyatakan, KPK masih terus menyelidiki aliran dana dalam kasus ini. Kami masih menyelidiki, katanya. (A-170/A-89)*** Kasus Century hanya Mewakili Kepentingan Kelompok Penulis : Hillarius U Gani Kamis, 08 Desember 2011 17:37 WIB Komentar: Masa Kerja Timwas Century Kemungkinan Diperpanjang Audit BPK Soal Century sudah Final Kasus Century hanya Mewakili Kepentingan Kelompok JAKARTA--MICOM: DPR khususnya para pengusung kasus Bank Century telah mengabaikan pelaksanaan fungsi politik yang merepresentasikan publik. Mereka justru hanya mempraktikkan politik yang mewakili kepentingan politik golongan tertentu. "Para pengusung kasus Century di DPR telah abai menjadi representasi kepentingan publik karena telah menjadi representasi kepentingan kelompok saja. Fungsi representasi publik pada ujungnya apapun yang dilakukan harus punya keterkaitan dan akuntabilitas, sementara yang dilakukan para pengusung jauh dari hal itu, tidak ada akuntabilitas yang diperlihatkan," ujar Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri, di Jakarta, Kamis (8/12). Para pengusung kasus Bank Century, tambah Ronald, juga hanya menunggangi hak-hak yang mereka miliki seperti hak angket untuk kepentingan kelompok mereka saja. Mereka pun hanya menerapkan penggunaan hak-hak yang mengikat kepada mereka sebagai anggota DPR secara prosedural tetapi sama sekali tidak substansial. Menurut Ronald, masyarakat sudah bisa sadar bahwa yang menyasar kasus Century itu hanya mementingkan kelompok saja. "Mereka hanya menyasar satu hal saja, padahal banyak kasus yang rakyat inginkan untuk dituntaskan seperti kasus Lapindo, BLBI, pajak dan sebagainya yang seharusnya mereka usung juga sebagai representasi politik rakyat. Tidak ada juga keinginan untuk menyelesaikan hanya untuk menyandera saja, tegasnya. Kasus Century ini juga murni politik, tapi politik kelompok bukan politik

keberpihakan pada masyarakat. Yang diangkat juga sepertinya hanya satu bidang tugas DPR saja, yaitu pengawasan. Padahal di bidang lainnya seperti anggaran dan legislasi masih banyak juga yang harus dibenahi. Ini, menurut Ronald, merupakan penampakan di permukaan dari agenda tersembunyi, yang sebenarnya sah saja digunakan tapi harus digunakan untuk dikomunikasikan dengan baik. DPR seharusnya menjalankan praktik ketatanegaraan untuk melindungi konstitusi tidak terkait dengan objek tertentu yang subjektif, imbuhnya. Konsekuensi dari semua ini menurut Ronald sama sekali tidak membawa dampak pada pelaksanaan ketatanegaraan yang baik karena hanya menciptakan suasana yang ramai dan riuh tanpa kejelasan penyelesaian. "Sulit bagi masyarakat mencerna di mana kaitannya kepentingan pemenuhan hak masyarakat dengan kasus Century. Tak ada fasilitator bahwa penggunaan hak DPR terkait kasus century memberikan sebuah pembelajaran politik yang cerdas, kepastian hukum, penyelamatan aset negara," imbuhnya. (Hil/OL-10)

Kasus City bank , Melinda dee


Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menyerahkan barang bukti dalam kasus dugaan pembobolan dana nasabah Citibank dan pencucian uang dengan tersangka Melinda Dee ke kejaksaan. Penyerahan tersangka ke kejaksaan direncanakan dilakukan Rabu besok. Demikian disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, di Jakarta, Selasa (13/9/2011). "Penyidik hari ini baru menyerahkan bukti-bukti terkait kasus Melinda Dee kepada kejaksaan," kata Anton. Penyerahan barang bukti itu, lanjut Anton, memerlukan waktu untuk pengurusan administrasi. Oleh karena itu, penyidik kemungkinan baru dapat menyerahkan tersangka kepada kejaksaan tanggal 14 September. Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Arief Sulistyanto pernah mengungkapkan, dana dari tiga nasabah yang diduga digunakan tersangka adalah Rp 16,06 miliar. Selain itu, penyidik antara lain menyita tiga mobil mewah milik Malinda Dee, yakni dua Ferrari dan satu Mercedez (Kompas, 5 April).

Tersangka kasus perbankan dan penggelapan uang nasabah Citibank Cabang Landmark, Inong Malinda alias Melinda Dee (MD), sudah lima hari menjalani perawatan di Rumah Sakit Siloam Lippo Karawaci, Karawaci, Tangerang, sejak Rabu (15/6/2011) sampai Senin (20/6/2011) ini. "Beliau (MD) sudah masuk sejak Rabu (15/6/2011) malam lalu," kata staf bagian Humas RS Siloam Lippo Karawaci, Hepi, kepada Kompas, Senin siang. "Mungkin iya. Saya sendiri tidak diberitahu oleh tim dokter di sini," jelas Hepi saat ditanya rencana operasi plastik pada Senin siang atau sore ini, seperti yang dinyatakan oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Boy Rafli Amar di sela-sela rapat dengar pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (20/6/2011). Kapan operasi MD, Hepi mengatakan, "Sejauh ini pihaknya belum mendapat kabar apa pun dari tim medis. "Tidak ada kabar dari tim dokter Siloam Village untuk tindakan medis. Di kamar berapa pasien dirawat juga saya tidak pernah di-update sampai saat ini," kata Hepi. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima surat permohonan dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) terkait penyakit radang payudara yang dialami tersangka kasus penggelapan uang nasabah, Malinda Dee. "Sampai sekarang tidak ada permintaan ke saya," kata Endang kepada wartawan di Gedung Kementerian Kesehatan, Jumat (10/6/2011). Menteri Kesehatan (Menkes) mengaku agak kaget mendengar kabar yang beredar bahwa sebagian biaya pengobatan Malinda ditanggung dengan fasilitas Jamkesmas yang sebenarnya ditujukan untuk kalangan miskin. "Jadi begini, kami memang punya MOU antara Kementerian Kesehatan serta Kementerian Hukum dan HAM. Namun sebetulnya isinya adalah kami membantu para penghuni lapas-rutan yang tidak mampu. Sebetulnya begitu," ucapnya. Menkes mengatakan, dia belum bisa memutuskan apakah akan memberikan dana Jamkesmas tersebut atau tidak karena masih harus menunggu surat dari kepala lapas. Surat tersebut, kata Menkes, harus menjelaskan, apakah benar pihak yang memohon dana Jamkesmas merupakan orang yang tidak mampu sehingga perlu untuk ditolong.

"Bagaimana kita tahu, dia mampu atau tidak? Belum ada surat dari kepala lapas. Berarti kan kalau dia ngasih surat, artinya dia menjamin bahwa orang itu tidak mampu. Kita lihat saja," tandasnya.

Kasus Wisma Atlet


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memberi petunjuk siapa sosok yang akan menjadi tersangka baru terkait penyidikan kasus suap dalam pembangunan Wisma Atlet. Namun demikian, petunjuk itu tetap tak menjawab teka-teki siapa sebenarnya sosok tersebut. Pasalnya, KPK, melalui Wakil Ketua Bidang Pencegahan M Jasin hanya mengungkap jika orang yang akan ditetapkan sebagai tersangka baru dalam penyidikan kasus tersebut, bisa berasal dari kalangan anggota DPR yang sudah pernah diperiksa sebagai saksi. "Bisa iya , tapi bisa juga tidak," katanya saat ditanya apakah calon tersangka baru itu berasal dari anggota DPR yang pernah diperiksa, Senin (14/11/2011). Jasin mengatakan, pihaknya baru akan mengumumkan kepada publik siapa tersangka yang dimaksud tersebut jika penetapan atas hal tersebut sudah ditandatangani. Dalam kasus ini, sejumlah anggota DPR pernah diperiksa KPK. Di antaranya adalah Benny K Harman, Angelina Sondakh, dan I Wayan Koster. Di antara mereka, Angelina menjalani pemeriksaan sebanyak dua kali. Ketua KPK, Busyro Muqoddas ketika ditanya apakah calon tersangka baru itu adalah Angelina Sondakh, menolak membenarkannya.
Angelina Sondakh, politikus Partai Demokrat kembali jadi pemberitaan. Bukan saja soal namanya yang terseret kasus suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang, tapi lantaran isu kedekatannya dengan seorang perwira penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Dicari di ruang kerjanya di DPR sejak Jumat, 9 Desember 2011, Angelina tak terlihat. Pun ketika Tempo menyambangi kediaman Angie--sapaan Angelina-di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Seorang lelaki yang mengaku sopir

Angie menolak menjawab di mana sang tuan rumah berada. "Bu Angie hanya bisa ditemui jika sudah mengatur janji." Namun di jejaring sosial Twitter, Angie "mengaku" sedang berada di Manado. Ia menulis, "Swim and Dive Siladen Manado is Wow! So beautiful..." Kafi, manajer Angie, saat dikonfirmasi, tak bersedia membenarkan info tersebut. "Saya cuma tahu dia lagi di luar kota sejak kemarin," ujarnya. Menjelang siang, sekitar pukul 11.45, lewat akunnya @sondakhangelina, tiba-tiba mantan Puteri Indonesia itu menulis sejumlah kata-kata. Ia menandai tweet-nya dengan hastag, #pelajaran. Anggota Komisi IX DPR itu menulis pandangannya soal hubungan manusia. "#pelajaran1 smua ujian hrs dihadapi & dilewati dgn kjrnihan hati& pikirn, keikhlasan, kekuatan doa+usaha agr lbh matang sbg makhluk Allah." Lima belas menit kemudian, Angie menulis tweet keduanya, "#pelajaran2: bhwa derajat hub dgn ssama tdk ad yg bs menakar kcuali Allah & stp pribdi, shg sgt mustahil bila smua bs paham dgn psti akn hal tsb," tuturnya. Kabar kedekatan Angelina dengan penyidik KPK diakui Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas, Jumat, 9 Desember 2011. Busyro mengaku juga sedang menyelidiki salah seorang perwira menengah berpangkat komisaris polisi itu apakah melanggar kode etik. Pengusutan itu, menurut Busyro, karena posisi Angelina Sondakh adalah salah satu saksi dari kasus suap yang melibatkan rekan Angie, Muhammad Nazaruddin. "Ada indikasi, sedang kami periksa dan dalami," kata Busyro di kantor KPK, Jakarta, Jumat, 9 Desember 2011. Namun Busyro tidak mengungkapkan informasi lebih jauh mengenai identitas penyidik KPK yang dimaksud dan seperti apa hubungan itu? "Ya, hubungan ala anak-anak mudalah." Tetapi dia menegaskan bahwa penyidik tersebut tidak terkait dengan kasus suap Wisma Atlet. "Dia tidak ikut periksa kasusnya." Menurut Busyro, KPK sudah melihat indikasi hubungan asmara antara mantan Puteri Indonesia tahun 2001 itu dengan si penyidik. KPK berupaya keras agar tidak ada kepentingan apa pun di balik hubungan asmara antara penyidik dan janda mendiang Adjie Massaid itu. "Kami sudah mencegah semua itu. Kami cegah secara maksimal," kata Busyro yang tak lama lagi menanggalkan jabatannya sebagai Ketua KPK.

Dalam pekan ini, Angie memang jadi sorotan. Rabu, 7 Desember 2011 lalu, Angelina berulang kali disebut Nazaruddin, terdakwa kasus suap Wisma Atlet. Saat membacakan nota keberatan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Nazar menyatakan Angelina terlibat dalam sejumlah upaya memuluskan anggaran. Angelina bahkan pernah dipanggil petinggi Partai Demokrat pada 12 Mei 2011 di ruangan Ketua Fraksi Demokrat dari pukul 16.00-19.00 WIB. "Saya mendengar dari Angie kalau dalam pertemuan yang dihadiri Benny K. Harman, Jafar Hafsah, Edi Sitanggang, Max Sopacua, Ruhut Sitompul, M. Natsir, dan saya sendiri. Angie mengakui menerima uang Rp 9 miliar dari Menpora dalam hal ini Andi Mallarangeng dan Wafid Muharram (Sekretaris Menpora)," kata Nazaruddin. Dalam pertemuan itu, Angie kemudian menyerahkan uang tersebut ke Mirwan Amir (politikus Demokrat) sebesar Rp 8 miliar. "Dan di forum itu, Mirwan juga mengakui telah menerima Rp 8 miliar dari Angelina," ujar Nazaruddin.

Nama : wasiatu asfia inak Kelas : 8 B

Anda mungkin juga menyukai