Anda di halaman 1dari 34

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Sistem keuangan di Amerika saat ini berada di persimpangan jalan.

Keadaan itu tidak lepas dari krisis keuangan 2008 yang dipicu oleh sistem perbankan, terutama akibat subprime mortgage, yang menimbulkan berbagai intervensi pemerintah melalui bailout, suntikan modal, swap, penutupan, akuisisi, dan pemberian stimulus untuk mendorong ekonomi yang stagnan atau terkontraksi. Sejauh ini kebijakan yang ditempuh Presiden Barack Obama baru pada tahap memperbaiki secara jangka pendek sistem keuangan dan perbankannya. Sistem keuangannya sudah terlalu bebas dikendalikan oleh pemburu rantai ekonomi secara tidak halal (dysfunctional) dengan berbagai rekayasa keuangan yang merugikan ekonomi. Kegiatan-kegiatan spekulatif yang ribawi telah mendominasi para pelaku sistem liberalis. Namun, keuntungan yang diperoleh hanya untuk memuaskan pribadi dan tidak banyak memberikan dampak pada ekonomi nasional, apalagi kesejahteraan rakyat. Hal tersebut justru menyebabkan sistem keuangan konvensional terganggu, lembaga bisnis mereka bangkrut dan justru

meninggalkan sisa-sisa bom ekonomi yang diharapkan dapat dibantu oleh pemerintah. Jadi, sistem keuangan Amerika menyebabkan suatu ketidakadilan yang nyata yang melanda ekonomi dunia yang memengaruhi sistem keuangan internasional. Krisis ekonomi ini merupakan salah satu bukti yang nyata bagi orang yang berakal bahwa akal manusia tidak mampu mengatur sistem kehidupan manusia. Akal tidak mampu menentukan baik-buruk, halal-haram, hasan-qabih. Andaikan akal mampu menentukan hal-hal tersebut dan mampu mengatur sistem kehidupan manusia, tentu Allah SWT tidak akan menurunkan Al-Quran dan mengutus Rasulullah Muhammad SAW untuk manusia. Seiring dengan terjadinya krisis global dalam sistem keuangan kapitalis, kini para ekonom Barat mulai mengadopsi sistem keuangan syariah. Banyak dari

mereka yang melakukan kajian mendalam terhadap perekonomian yang berlandaskan prinsip-prinsip syariat Islam. Sistem yang bersumber dari ajaran Allah SWT ini terbukti tetap tangguh menghadapi hempasan serangan krisis bertubi-tubi, baik yang terjadi tahun 1998 maupun 2008 dan hingga kini. George Soros, seorang ekonom Amerika, mengemukakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai dari ekonomi syariah yakni keadilan, keseimbangan, dan kemaslahatan juga sama dengan yang digagas oleh Adam Smith tentang moral sentiment (sentiment moral). Prinsip awal suatu etika moral merupakan sebuah tatanan dalam masyarakat. Tatanan dapat terwujud selama pasar dibiarkan bebas dan para pelakunya memiliki rasa simpati. Walaupun begitu, mereka harus tahu batas-batas dimana kepentingan diri ini tidak merugikan kepentingan diri orang lain. Syarat dapat berjalannya pasar bebas dan rasa merasa ini harus didukung oleh beberapa institusi, termasuk pelayanan publik seperti sekolah, kesehatan, dan tentunya regulasi negara dan finansial terhadap si miskin. Hal ini perlu ada untuk mengurangi instabilitas, ketidakseimbangan, dan ketidakadilan. Hal tersebutlah yang meletakkan perbedaan antara ekonomi Islam yang lebih trend dengan sistem syariah dengan sistem keuangan konvensional. Sistem keuangan ekonomi syariah lebih lebih cenderung bersifat konservatif, yakni adanya unsur kehati-hatian, dengan mengharuskan adanya berupa aset yang akan dijaminkan. Oleh karena itu, sistem keuangan Islam ini tidak gampang terkena badai krisis dan gonjang-ganjing dalam dunia moneter. Sistem keuangan ini membagi risiko baik di masa untung maupun rugi, bahkan nasabahnya tidak ada yang dirugikan. Berbeda dengan sistem keuangan konvensional, yang dalam istilah perbankan perbedaan tersebut adalah transaksi yang tidak didukung oleh aset yang riil, aset yang dijadikan transaksi perbankan konvensional tidak jelas, di mana dan dalam bentuk apa. Sistem keuangan syariah merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh para

ulama, adalah memperkenalkan sistem nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini, maka keuangan dan perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim

sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam Sistem keuangan syariah harus tetap sejalan dengan konsep ekonomi kemanusiaan yang dimaksud, bukan hanya mengkambinghitamkan konsep kapitalis namun merupakan konsep ekonomi Islam yang betul-betul murni memperhatikan aspirasi masyarakat Indonesia dan dunia secara universal untuk mencapai masyarakat madani yang berbasis kemanusiaan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa seharusnya kita lebih mengenal sistem keuangan syariah tersebut karena sistem keuangan syariah lebih banyak memberikan kebaikan bagi umat di dunia. Sebagai warga Indonesia dan salah satu mayoritas Islam terbesar, sudah sepantasnya kita menerapkan dan memahami sistem keuangan syariah yang berlandasakan hukum Islam dan nilai-nilai agama. Oleh karena itu, melalui makalah yang berjudul Akuntansi Syariah di Indonesia : Sistem Keuangan Syariah ini penulis bermaksud membahas mengenai sistem keuangan syariah yang meliputi konsep hingga jenis-jenis dari akadnya.

1.2.

Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep memperoleh, memelihara, dan menggunakan harta dalam syariah? 2. Apa yang dimaksud dengan akad/kontrak/transaksi dan jenis-jenis akad/ kontrak/transaksi tersebut? 3. Apakah transaksi-transaksi yang dilarang oleh Allah SWT? 4. Apa yang dimaksud dengan riba dan apa saja jenis-jenis riba? 5. Bagaimana prinsip sistem keuangan syariah? 6. Apa saja jenis-jenis instrumen keuangan syariah?

1.3.

Tujuan Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai tujuan-tujuan antara

lain: 1. Untuk memahami konsep memperoleh, memelihara, dan menggunakan harta dalam syariah. 2. Untuk memahami pengertian akad/ kontrak/ transaksi dan jenis-jenis dari akad/ kontrak/ transaksi tersebut. 3. Untuk mengetahui transaksi-transaksi yang dilarang Allah SWT. 4. Untuk memahami pengertian riba dan jenis-jenis riba. 5. Untuk memahami prinsip sistem keuangan syariah. 6. Untuk mengetahui jenis-jenis instrumen keuangan syariah.

1.4.

Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan dari makalah ini antara lain:

1. Bagi penulis, dapat menambah pemahaman dan memperluas pengetahuan tentang akuntansi syariah khususnya mengenai sistem keuangan syariah. 2. Bagi pembaca, diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu dan pengembangan ilmu mengenai pemahaman akuntansi syariah mengenai sistem keuangan syariah dan sebagai literatur untuk penulisan selanjutnya. 3. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah (ASY).

BAB II PEMBAHASAN

2.1.

Konsep Memelihara Harta Kekayaan Memelihara harta, bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia

diperoleh dan digunakan sesuai dengan syariah sehingga harta yang dimiliki halal dan sesuai dengan keinginan pemilik mutlak dari harta kekayaan tersebut yaitu Allah SWT.

2.1.1. Anjuran Bekerja atau Berniaga Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk memenuhi sebagian perintah Allah seperti infak, zakat, pergi haji, perang (jihad), dan sebagainya. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS 62:10) Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Harta yang paling baik, menurut Rasulullah SAW, adalah yang diperoleh dari hasil kerja atau perniagaan, sebagaimana diriwayatkan oleh hadis-hadis berikut.

Ketika Rasulullah ditanya oleh Rafi bin Khudaij: Dari Malik bin Anas r.a Wahai Rasulullah, pekerjaan apakah yang paling baik? Rasulullah menjawab Pekerjaan orang dengan tangannya sendiri dan jual beli yang mabrur. (HR Ahmad dan Al Bazzar At Thabrani dari Ibnu Umar)

Harta yang paling baik adalah harta yang diperoleh oleh tangannya sendiri... (HR. Bazzar At Thabrani) ...sesungguhnya Allah suka kalau Dia melihat hambaNya berusaha mencari barang Dailami) Orang yang meminta minta padahal dia tidak begitu membutuhkan (tidak terdesak) sama halnya dengan orang yang memungut bara api (HR. Muslim) Barang siapa membuka bagi dirinya satu pintu meminta-minta (yakni membiasakan diri meminta-minta meski belum benar-benar terpaksa) niscaya Allah akan membukakan baginya tujuh puluh pintu kemiskinan. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) dengan cara yang halal. (HR.Ath-Thabrani dan Ad-

2.1.2. Konsep Kepemilikan Harta yang baik harus memenuhi dua kriteria, yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan benar (legal and fair), serta dipergunakan dengan dan untuk hal-hal yang baik di jalan Allah SWT. Allah SWT adalah pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di dunia ini (QS 57:2), sedangkan manusia adalah wakil (khalifah) Allah di muka bumi ini yang diberi kekuasaan untuk mengelolanya. Jadi, menurut Islam kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan atas manfaat selama masih hidup di dunia, dan bukan

kepemilikan secara mutlak. Saat dia meninggal, kepemilikan tersebut berakhir dan harus didistribusikan kepada ahli warisnya, sesuai ketentuan syariah. Milik Nya lah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 57:2)

2.1.3. Penggunaan dan Pendistribusian Harta Islam mengatur setiap aspek kehidupan ekonomi penuh dengan pertimbangan moral, sebagaimana firman Allah sebagai berikut. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan

bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS 28:77)

Dari ayat di atas dapat kita simpulkan, dalam pengunaan harta, manusia tidak boleh mengabaikan kebutuhannya di dunia, namun disisi lain juga harus cerdas dalam mengunakan hartanya untuk mencari pahala akhirat. Ketentuan syariah berkaitan dengan penggunaan harta, antara lain: 1. Tidak boros dan tidak kikir Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihlebihan.(QS 7:31) Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS 17 : 29) Disini kita dapat melihat bahwa Allah SWT sebagai sang pencipta mengajarkan kepada kita suatu konsep hidup pertengahan yang luar biasa,

untuk hidup dalam batas-batas kewajaran, tidak boros/berlebih-lebihan dan tidak kikir. 2. Memberikan infak dan shadaqah Membelanjakan harta dengan tujuan untuk mencari rida Allah dengan berbuat kebajikan. Misalnya, untuk mendirikan tempat peribadatan, rumah yatim piatu, menolong kaum kerabat, memberikan pinjaman tanpa imbalan, atau memberikan bantuan dalam bentuk apa pun yang dipeerlukan oleh mereka yang membutuhkan. "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS 2:261) Allah SWT mendorong manusia agar peduli kepada orang lain yang lebih membutuhkan sehingga akan tercipta saling tolong menolong antar sesama. Sesungguhnya, uang yang diinfakkan adalah rezeki yang nyata bagi manusia karena ada imbalan yang dilipatgandakan Allah (di dunia dan akhirat), serta menjadi penolong di hari akhir nanti pada saat di mana tidak ada sesuatu pun yang menolong kita. 3. Membayar zakat sesuai ketentuan Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS 9:103) Setiap manusia beriman yang memiliki harta melampaui ukuran tertentu, diwajibkan untuk mengeluarkan sebagian hartanya (zakat) untuk orang yang tidak mampu, sehingga dapat tercipta keadilan sosial, rasa kasih sayang dan tolong menolong. 4. Memberi pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan)

Memberikan pinjaman kepada sesama muslim yang membutuhkan, dengan tidak menambah jumlah yang harus dikembalikan (bunga/riba). Bentuk pinjaman seperti ini, bertujuan utama untuk mempermudah pihak yang menerima pinjaman, tidak memberatkan sehingga dapat menggunakan modal pinjaman tersebut untuk hal-hal yang produktif dan halal. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. 5. Meringankan kesulitan orang berutang Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS 2:280) 2.1.4. Memperoleh Harta Memperoleh harta adalah aktivitas ekonomi yang masuk dalam kategori ibadah muamalah (mengatur hubungan manusia dengan manusia). Kaidah fiqih dari muamalah adalah semua halal dan boleh dilakukan kecuali yang haram/dilarang dalam Al-Quran dan As-Sunah. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semua (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir. (QS 45:13) Yang halal ialah apa yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitabNya, dan apa yang haram ialah apa yang diharamkan Allah di dalam kitabNya; sedangkan apa yang didiamkan oleh Nya berarti dimaafkan (diperkenakan) untukmu. (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majab) Dapat disimpulkan bahwa hukum dasar muamalah adalah boleh, karena tidak mungkin Allah menciptakan segala sesuatu dan menundukkannya bagi manusia kalau akhirnya semua itu diharamkan atau dilarang. Oleh karena itu,

ruang lingkup yang dihalalkan jauh lebih luas dari yang dilarang. Secara pasti, hal yang dilarang pada hakikatnya adalah untuk kebaikan umat manusia itu sendiri. Harta dikatakan halal dan baik apabila niatnya benar, tujuannya benar dan cara atau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan as-sunah. Barang siapa mengumpulkan harta dari jalan haram, lalu dia menyedekahkannya, maka dia tidak mendapatkan pahala, bahkan mendapatkan dosa. (HR. Huzaimah dan Ibnu Hiban disahkan oleh Imam Hakim) Islam tidak memisahkan ekonomi dan agama, sehingga manusia tetap harus merujuk kepada ketentuan syariah dalam beraktivitas ekonomi, termasuk dalam memperoleh kekayaan. Konsekuensinya, manusia dalam bekerja, berbisnis, ataupun berinvestasi dalam rangka mencari rezeki harus memilih bidang yang halal walaupun dari sudut pandang keduniaan memberikan keuntungan yang lebih sedikit dibanding dengan bidang yang haram. Katakanlah (Muhammad), Tidak sama yang buruk dan yang baik meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung. (QS 5:100) Perhitungan untung atau rugi harus berorientasi jangka panjang, yaitu mempertimbangkan perhitungan untuk kepentingan dunia akhirat. Kita akan diminta pertanggungjawaban atas semua yang kita lakukan pada hari di mana tidak seorang pun atau apa pun juga dapat menolong kita. Pada hari itu mereka semuanya Dibangkitkan Allah, lalu Diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitungnya (semua amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu (QS 58 :6)

10

2.2.

Akad/Kontrak/ Transaksi Akad dalam bahasa arab Al-aqad, jamaknya al-uqud, berarti ikatan atau

mengikat (al rabth). Menurut terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan ( ijab) dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukumnya terhadap objeknya. Menurut Abdul Razak Al-Sanhuri dalam Nadhariyatul aqdi, akad adalah kesepakatan dua belah pihak yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut.

2.2.1. Jenis Akad Akad dari segi ada tidaknya kompensasi (imbalan) Karim

mengelompokkan akad menjadi dua yaitu sebagai berikut: 1. Akad Tabarru (grotuitus contract), yaitu perjanjian yang merupakan transaksi yang tidak ditujukan untuk memperoleh profit. Tujuannya tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Tabarru berasal dari kata birr dalam bahasa Arab yang berarti kebaikan. Ada 3 bentuk akad tabarru: a. Meminjamkan Uang Meminjamkan uang termasuk akad tabarru karena tidak boleh melebihkan pembayaran atas pinjaman yang kita berikan, karena setiap kelebihan tanpa iwad adalah riba. Ada 3 jenis pinjaman, yaitu: 1) Qardh: merupakan pinjaman yang diberikan tanpa mensyaratkan apa pun, selain mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu. 2) Rahn: merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu. 3) Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara mengambil alih piutang dari pihak lain. b. Meminjamkan Jasa

11

Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan termasuk akad tabarru. Ada minimal 3 jenis pinjaman, yaitu: 1) Wakalah: memberikan pinjaman berupa kemampuan kita saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain. Pada konsep ini maka yang kita lakukan hanya atas nama orang tersebut. 2) Wadiah: merupakan bentuk turunan akad wakalah, di mana pada akad ini telah dirinci/ didetailkan tentang jenis pemeliharaan dan penitipan. Sehingga, selama pemberian jasa tersebut kita juga bertindak sebagai wakil dari pemilik barang. 3) Kafalah: juga merupakan bentuk turunan dari akad wakalah, di mana pada akad ini terjadi atas wakalah bersyarat (contingent wakalah) c. Memberikan Sesuatu Dalam akad ini , pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Ada minimal 3 bentuk akad ini: 1) Waqaf : merupakan pemberian dan penggunaan pemberian yang dilakukan tersebut untuk kepentingan umum dan agama, serta pemberian itu tidak dapat dipindahtangankan. 2) Hibah, shadaqah: merupakan pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain Akad tabarru tidak bisa dipindahkan menjadi akad tijarah, dan tidak juga bisa digunakan untuk memperoleh laba karena sifatnya yang khas. Gambar 1: Ilustrasi Akad Tijarah dan Tabarru

Diperbolehkan

Tijarah

Tabarru'

Tidak Diperbolehkan

12

2. Akat Tijarah/muawalah (compensantional contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi untuk laba (for profit transaction). Akad ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari keuntungan, karena itu bersifat komersial. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa. Akat tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

Gambar 2 : Jenis Akad dalam Syariah

Kontrak

Profit (Tijarah)

Non Profit (Tabarru')

Certainty

Uncertainty

Meminjamk an Uang

Meminjamk an Jasa

Memberika n Sesuatu

Jual Beli

Bagi Hasil

Qardh Rahn Hiwalah

Wakalah Wadi'ah Kafalah

Waqaf Hibah

Murabahah Salam Istishna' Ijarah

Mudharabah Musyarakah Sukuk (obligasi Syariah) Saham Syariah

a. Natural uncertainty contract, adalah satu jenis kontrak transaksi yang secara alamiah mengandung ketidakpastian dalam memperoleh

keuntungan. Contoh akad dalam kelompok ini adalah musyarakah, mudharabah, muzaraah, musaqamah, dan mukhabarah, bentuknya adalah akad kerja sama untuk melakukan bisnis. b. Natural certainty contract, adalah satu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatnya, baik dari segi jumlah dan waktu penyerahannya. Hal yang dimaksud memiliki kepastian adalah masing-masing pihak yang terlibat dalam kontrak dapat melakukan prediksi terhadap jumlah maupun waktu pembayarannya. Dengan demikian, sifat transaksinya pasti dan dapat ditentukan 13

besarannya. Contohnya adalah murabahah, salam, istishna, dan ijarah; bentuknya adalah akad pertukaran (jual-beli ,sewa-menyewa, upah mengupah).

2.2.2. Rukun dan Syarat Akad Dalam akad harus memenuhi ketentuan rukun dan syarat sahnya suatu akad ada tiga yaitu: 1. Pelaku yaitu para pihak yang melakukan akad (penjual dan pembeli, penyewa dan yang menyewakan, karyawan dan majikan, shahibul maal dan mudharib, mitra dengan mitra dalam musyarakah, dan lain sebagainya). Pihak yang melakukan akad harus memenuhi syarat yaitu orang yang merdeka, mukalaf dan orang yang sehat akalnya. 2. Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu transaksi tertentu. Objek jual beli adalah barang dagangan, objek mudharabah dan musyarakah adalah modal dan kerja, objek sewa menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan dan seterusnya. 3. Ijab kabul merupakan kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan mereka saling rida. Tidak sah suatu transaksi apabila ada salah satu pihak yang terpaksa melakukannya, berdasarkan firman Allah SWT (QS 4:29), dan oleh karenanya akad dapat menjadi batal. Dengan demikian bila terdapat penipuan (tadlis), paksaan (ikhrah) atau terjadi ketidaksesuaian objek akad karena semua hal tersebut dapat menimbulkan ketidakrelaan salah satu pihak maka akad dapat menjad batal walaupun ijab kabul telah dilaksanakan. Hai orang orang yang beriman , janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu

14

2.3. Transaksi yang Dilarang Sebagaimana yang telah dijelasakan sebelumnya, hukum asal dalam muamalah adalah semua diperbolehkan kecuali ada ketentuan syariah yang melarangnya. Larangan ini dikarenakan beberapa sebab antara lain dapat membantu berbuat maksiat/ melakukan hal yang dilarang Allah, adanya unsur penipuan, adanya unsur menzalimi pihak yang bertransaksi dan sebagainya. Dasar hukum yang dipakai dalam melakukan transaksi bisnis (QS 4:29) Hai orang orang yang beriman , janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu Jadi, setiap transaksi bisnis mengacu pada prinsip rela sama rela

(antaraddim minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi ( la tazhlimuna wa tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya ( al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama resiko ( al ghunmu bi al ghurmi). Hal yang termasuk transaksi yang dilarang adalah sebagai berikut: 1. Semua aktifitas investasi dan perdagangan atas barang dan jasa yang diharamkan Allah 2. Riba 3. Penipuan 4. Perjudian 5. Transaksi yang mengandung ketidakpastian/ Gharar 6. Penimbunan Barang/Ihtikar 7. Monopoli 8. Rekayasa Permintaan (Bai An najsy) 9. Suap (Risywah) 10. Taalluq 11. Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (bai al inah) 12. Talaqqi al-Rukban

15

Aktivitas Bisnis Terkait dengan Barang dan Jasa yang Diharamkan Allah Aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa yang diharamkan Allah seperti babi, khamar atau minuman yang memabukkan, narkoba, dan sebagainya. Walaupun ada kesepakatan dan rela antara para pelaku transaksi, namun jika objek transaksi tidak dapat diambil manfaat darinya karena dilarang oleh Allah maka akad tersebut tidak sah. Sesungguhnya Allah mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah, tetapi barang siapa terpaksa (memakannya) bukan karena

menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka Allah sungguh Maha Pengampun, dan Maha Penyayang. (QS 16: 15) Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga

mengharamkan harganya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud) Riba Riba berasal dari bahasa arab yang berarti tambahan (Al Ziyadah), berkembang (An Nuwuw), meningkat ( Al-Irtifa) dan membesar (Al uluw). Menurut Imam Sarakhzi, riba sebagai tambahan yang diisyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Dalam Al Quran secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang riba. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Quran secara berturut-turut. Larangan riba sebenarnya tidak hanya berlaku untuk agama Islam, melainkan juga diharamkan oleh seluruh agama samawi selain Islam. Yahudi melarang pengambilan bunga (riba). Baik dalam Old Testament (Perjanjian

Lama) maupun undang-undang Talmud. Dan dalam kalangan Kristiani dalam Kitab Perjanjian Baru dalam ayat Lukas 6:34-35 merupakan ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga (riba). Larangan riba dalam Al-Quran dilakukan melalui 4 (empat) tahap yaitu: a. Tahap 1: QS 30: 39

16

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak menambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa Zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).

Ayat periode Makkah ini, manusia diberi peringatan bahwa pada hakekatnya riba tidak menambah kebaikan disisi Allah, belum berupa larangan yang keras. b. Tahap 2: QS 4:161 Dan karena mereka menjalan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (bathil). Dan kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih. Ayat periode Madinah ini memberikan pelajaran kepada kita mengenai perjalanan hidup orang yahudi yang melanggar larangan Allah berupa riba kemudian diberi siksa yang pedih. c. Tahap 3: QS 3: 130 Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. Walaupun pelarangan masih terbatas pada riba yang berlipat ganda, ayat di atas memberikan pelajaran kepada kita tentang pengharaman riba secara lebih jelas. d. Tahap 4: QS 2: 278-280 Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-NYA. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas 17

pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak pula dizalimi (dirugikan). Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Ayat di atas merupakan tahapan terakhir riba yaitu ketetapan yang menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa semua praktek riba itu dilarang (haram), tidak peduli pada besar kecilnya tambahan yang diberikan karena Allah hanya membolehkan pengembalian sebesar pokoknya saja. Dalam ayat-ayat Al-Quran, riba dan shadaqah dipertentangkan. Kecaman ancaman keras dan pengharaman riba dipertentangkan dengan seruan shadaqah sebagai tindakan terpuji. Praktik riba yang dapat memberikan keuntungan secara berlipat ganda dipertentangkan dengan pahala shadaqah yang spektakuler. Riba karena pinjaman kepada manusia dipertentangkan dengan shadaqah yang dinyatakan sebagai pinjaman kepada Allah yang pasti akan diganti secara berlipat ganda. Tujuan Allah dari semua itu sangat jelas, yaitu menghapus praktik tradisi jahiliyah (meminjamkan uang dengan harapan imbalan/riba) dan menggantinya dengan tradisi baru, yakni tradisi shadaqah (meminjamkan dengan mengharap rida Allah dan pahala akhirat). Al-Quran mengecam keras dan mengharamkan tradisi riba dan mengancam keras pelakunya. Shadaqah (termasuk zakat) yang diserukan Al-Quran, merupakan konsep taawun (pertolongan) kepada pihak yang membutuhkan, khusunya fakir miskin. Seruan ini merupakan solusi terhadap penindasan dan ketidakadilan ekonomi riba yang diharamkan Al-Quran. Riba terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu: 1. Riba Nasiah Riba Nasiah adalah riba yang muncul karena utang piutang, riba nasiah terjadi dalam segala jensi transaksi kredit atau utang piutang di mana satu pihak harus membayar lebih besar dari pokok pinjaman. 18

Kelebihan tersebut dapat berupa tambahan atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang. Untuk kelebihan jenis ini disebut riba qard. Contohnya adalah bunga bank atas peminjaman atau bunga atas deposito. Kelebihan tersebut dapat juga berupa suatu tambahan yang melebihi pokok pinjamannya karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan, disebut dengan riba jahiliyyah. Misalnya, pengenaan bunga katrtu kredit. 2. Riba Fadhl Riba Fadhl adalah riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter. Riba ini dapat terjadi jika ada kelebihan/penambahan pada salah satu dari barang ribawi/ barang sejenis yang dipertukarkan baik pertukaran dilakukan dari tangan ke tangan (tunai) atau kredit. Contoh: pertukaran antara uang perak (dirham) senilai 3 gram dengan perhiasan perak seberat 40 gram. Riba ini juga dapat terjadi akibat transaksi jual beli valuta asing.

Imam Razi menyebutkan alasan mengapa bunga dalam Islam dilarang, antara lain: 1. Riba merupakan transaksi yang tidak adil dan mengakibatkan peminjam jatuh miskin karena dieksploitasi, karena riba mengambil harta orang lain tanpa imbalan. Seperti orang yang menjual senilai satu rupiah tetapi mendapat bayaran dua rupiah, berarti dia mendapatkan tambahan satu rupiah tanpa ada pengorbanan. Sedangkan harta seseorang merupakn hal miliknya yang harus dihormati/dihargai. 2. Menghalangi orang untuk melakukan usaha karena pemilik dapat menambah hartanya dengan transaksi riba baik secara tunai maupun berjangka. 3. Terputusnya hubungan baik antar masyarakat dalam bidang pinjam meminjam. 4. Memberikan jalan bagi orang kaya untuk menerima tambahan harta dari orang miskin yang lemah. Sehingga orang kaya bertambah kaya dan orang miskin bertambah miskin. Riba menimbulkan bencan besar bagi umat manusia, karena riba manusia menjadi sengsara, baik secara pribadi, individu, negara dan bangsa. Semua itu,

19

hanya menguntungkan kepentingan segelintir orang dari kalangan lintah darat (pemungut riba). Riba merusak moral dan jiwa manusia. Riba mengganggu perputaran harta dan pertumbuhan sekonomi secara adil. Riba, sebagaimana terjadi di abad modern ini, menyebabkan terpusatnya kekuasaan dan otoritas riil pada tangan segelintir orang yang sangat bejat dan keji, tidak pernah memikirkan kepentingan orang lain dan tidak pula menghormati nilai-nilai moral. Mereka itulah yang memberikan pinjaman kepada orang-orang, baik secara individu, kelompok, negara maupun bangsa di dalam dan di luar negeri. Kemudian mereka mendapat keuntungan berkat usaha jerih payah keringat orang lain. Hal itu mereka dapatkan dalam bentuk bunga dan mereka sendiri tidak melakukan apa-apa untuk itu. Dalil- dalil mengenai riba: Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah Menghalalkan jual beli dan

Mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhan-NYA lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.............. (QS 2:275) Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan seorang yang melakukan zina dengan ibunya. (Ibnu Masud) Jabir berkata : bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, mereka itu semua sama. (HR Muslim). Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, maka dapat disimpulkan ada perbedaan antara keduanya. Perbedaan tersebut antara lain:

20

Tabel 1. Perbedaan Jual Beli dan Riba N No Jual Beli Riba

1 Dihalalkan Allah SWT

Diharamkan Allah SWT

Harus ada pertukaran barang atau Tidak ada pertukaran barang dan 2 2 manfaat yang diberikan sehingga keuntungan ada keuntungan/manfaat manfaat hanya

yang diperoleh penjual

diperoleh pembeli dan penjual Karena ada yang ditukarkan, harus Tidak ada beban yang ditanggung 3 3 ada beban yang ditanggung penjual Memiliki 4 4 sehingga resiko untung penjual

rugi, Tidak memiliki resiko sehingga usaha, tidak diperlukan usaha,

diperlukan

kesungguhan dan keahlian

kesungguhan dan keahlian

Berdasarkan perbedaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jual beli diperbolehkan karena ada iwad (pengganti atau penyeimbang) yang

menyebabkan penjual boleh mengambil tambahan keuntungan. Tanpa adanya iwad, maka jika ada tambahan yang diterima maka hal tersebut termasuk riba. Iwad tersebut dapat berupa: 1. Usaha yang harus dilakukan dalam rangka menambah nilai dari barang dan jasa. 2. Risiko dalam menjalankan usaha ( Al-Ghurm) 3. Beban yang harus ditanggung terkait dengan pengadaan barang dan jasa.

Penipuan Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui pihak lain dan dapat terjadi di dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan. Penipuan dalam kualitas, misalnya dengan mencampur barang baik dengan yang buruk atau barang yang dijual memiliki cacat tapi disembunyikan. Penipuan dalam kuantitas, misalnya mengurangi timbangan. Penipuan dalam harga

21

(ghaban), misalnya menjual barang dengan harga yang terlalu tinggi pada orang yang tidak mengetahui harga wajar barang tersebut. Penipuan dalam waktu, misalnya seorang penyedia jasa menyanggupi mnyelesaikan pesanan pada waktu tertentu, sementara dia sangat sadar bahwa dengan sumber daya dan kendala yang dimilikinya tidak mungkin dapat menyelesaikan pada waktu yang dijanjikan.

Dan janganlah kamu campur adukan kebenaran dan kebathilan, dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedang kamu mengetahui. (QS 2:42) (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa apa yang tidak kamu kerjakan.(QS 61:3) Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itu pembohong.(QS 16:105) Empat jenis penipuan tersebut membatalkan akad transaksi karema tidak terpenuhinya prinsip rela sama rela. Para pihak yang bertransaksi tidak memiliki informasi yang sama. Barulah di kemudian hari, ketika memperoleh informasi yang lengkap, pihak yang menyadari dirinya tertipu tidak akan rela dengan keadaan tersebut.

Perjudian Berjudi atau Maisir dalam bahasa Arab arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu atau mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras. Transaksi penjudian adalah teransaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, di mana mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, atau media lainnya. Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Sebaliknya, bila dalam undian itu kalah, maka uangnya pun harus direlakan untuk diambil oleh yang menang.

22

Wahai orang-orang yang beriman, sesunguhnya minuman keras, berjudi, berkorban (untuk berhala) dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung. (QS 5:90) Semua bentuk perjudian itu dilarang, dengan nama apa pun misalnya lotre, kuis sms, taruhan maupun bentuk spekulasi lainnya.

Gharar/Transaksi yang Mengandung Ketidakpastian Gharar terjadi terdapat incomplete information, sehingga ada

ketidakpastian antara dua belah pihak yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para pihak dan ada pihak yang dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan dan akad. Bagaimana pendapatmu jika Allah mencegah biji untuk menjadi buah, sedang salah seorang dari kamu menghalalkan (mengambil) harta saudarannya? (HR. Bukhari)

Ikhtikar/Penimbunan barang Ikhtikar dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan

melangkannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi. Dengan ikhtikar orang dapat memperoleh keuntungan yang besar dibawah penderitaan orang lain. Tidak menimbun barang kecuali orang yang berdosa. (HR. Muslim, Turmudzi dan Abu Dawud) Siapa yang merusak harga pasar, sehingga harga tersebut melonjak tajam, maka Allah akan menempatkannya di neraka pada hari kiamat. (HR. At-Tabrani)

23

Siapa yang melakukan penimbunan barang dengan tujuan merusak harga pasar, sehingga harga naik secara tajam, maka ia telah berbuat salah. (HR. Ibnu Majah dari Abu Jurairah)

Monopoli Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang (ihtikar), walaupun seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi. Wahai Rasulullah saw, harga-harga naik, tentukanlah harga untuk kami. Rasulullah lalu menjawab: Allah yang sesungguhnya penentu harga, penahan, pembentang dan pemberi rizeki. Aku berharap agar bertemu dengan Allah, tak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kezaliman dalam urusan darah dan harta. (HR. Ashabus sunan) Para ulama mengambil istinbath dari hadis di atas, bahwa penguasa haram untuk melakukan intervensi di dalam menentukan harga barang karena hal itu dianggap sebagai kezaliman. Manusia bebas menggunakan hartanya dan membatasinya berarti menafikan kebebasan. Namun demikian, melindungi kemaslahatan pembeli sama pentingnya dengan melindungi kemaslahatan penjual. Ketentuan syariah hanya membolehkan intervensi harga pada kondisi mendesak dengan pengawasan ketat. Misalnya, intervensi ole pemerintah untuk penetapan harga ata suatu barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak untuk menghindari tindakan ambil untung berlebihan. Baian Najsy/Rekayasa Permintaan An-Najsy termasuk dalam kategori penipuan (tadlis), karena merekayasa permintaan, di mana satu pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi, agar calon pembeli tertari dan membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi.

24

Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran barang tanpa maksud untuk membeli. (HR. Tirmidzi)

Suap Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidak adilan sosial dan permasalahan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar . ... dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim ... (QS 2:188) Rasulullah SAW melaknat penyuap, penerima suap dan orang yang menyaksikanpenyuapan. (HR. Ahmad, Thabrani, Al-Bazar dan AlHakim) Taalluq/Penjual Bersyarat Taalluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua, sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun (suatu yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad. Misalkan, A bersedia menjual barang X ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A; atau A bersedia menerima pesanan B asalkan C dapat memenuhi pesanan A.

Bai Al Inah/Pembelian Kembali Oleh Penjual Dari Pihak Pembeli Misalnya, A menjual secara kredit pada B kemudian A membeli kembali barang yang sama dari B secara tunai. Dari contoh ini, kita lihat ada dua pihak yang seolah-olah melakukan jual beli, namun tujuannya bukan untuk mendapatkan barang melainkan A mengharapkan untuk mendapatkan uang tunai sedangkan B mengharapkan kelebihan pembayaran.

Jual Beli Dengan Cara Talaqqi Al- Rukban

25

Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas barang yang dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan ketidak tahuan mereka. Cara ini tidak diperbolehkan secara syariah sesuai sabda Rasulullah: "Janganlah kamu mencegat kafilah/rombongan yang membawa

dagangan di jalan, siapa yang melakukan itu dan membeli darinya, maka jika pemilik barang tersebut tiba di pasar (mengetahui harga), ia boleh berkhiar. (HR. Muslim) Kita lihat di sini, larangan tidak membuat transaksi menjadi tidak sah, karena bisa menjadi sah apabila ada hak khiyar al-ghabn atau hak opsi/ memilih untuk membatalkan atau melanjutkan transaksi dari pihak penjual setelah mengetahui harga pasar.

2.4. Prinsip Sistem Keuangan Syariah Pada sistem keuangan syariah telah dilakukan sejak zaman kejayaan

Islam. Namun seiring dengan melemahnya sistem khalifah, pada akhir abad ke19, Dinasti Ottoman memperkenalkan sistem perbankan barat kepada dunia Islam. Hal ini mendapatkan kritikan dari para ahli fikih bahwa sistem tersebut menyalahin aturan syariah mengenai riba, dan berujung pada keruntuhan kekhalifahan Islam 1924. Perkembangan selanjutnya, pada akhir 1970-an mulailah berdiri bank yang mengadopsi sistem syariah, kemudian berkembang pesat dan saat ini banyak negara telah melakukan kegiatan perdagangan dan bisnis. Bahkan Inggris telah memosisikan diri sebagai gateway untuk keuangan Islam di dunia. Perbankan besar seperti : Citicorp dan HSBC telah membuka diri untuk mengadopsi sistem syariah tersebut. Sistem keuangan syariah bukan hanya berbicara mengenai larangan riba yang juga telah dilarang pada agama samawi seperti di agama Yahudi dan Kristen. Sistem ini juga mengatur mengenai larangan tindakan penipuan, pelarangan tindakan spekulasi, larangan suap, larangan transaksi yang melibatkan barang haram, larangan menimbun barang (ihtikar) dan larangan monopoli.

26

Konsep sistem keungan syariah diawali dengan pengembangan konsep ekonomi Islam. Pengembangan konsep ekonomi Islam dimulai pada tahun 1970an dengan membicarakan isu-isu ekonomi makro. Pihak yang terlibat dalam diskusi tersebut adalah para ekonom dan juga para ahli fikih. Mereka yakin bahwa konsep ekonomi Islam harus didukung oleh sistem yang dapat menghindari riba bagi muslim. Usulan yang muncul pertama kali adalah sistem kerja sama untuk membagi laba rugi yang diperoleh dari kegiatan usaha. Filosofi sistem keuangan syariah bebas bunga (larangan riba) tidak hanya melihat interaksi antara faktor produksi dan perilaku ekonomi seperti yang dikenal pada sistem keuangan konvensional, melainkan juga harus

menyeimbangkan berbagai unsur etika, moral, sosial dan dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan menuju masyarakat yang sejahtera secara menyeluruh. Melalui sistem kerja sama bagi hasil maka akan ada pembagian resiko. Resiko yang timbul dalam aktivitas keuangan tidak hanya ditanggung penerima modal atau pengusaha saja, namun juga akan diterima oleh pemberi modal. Pemberi modal maupun penerima modal harus saling berbagi resiko secara adil dan proporsional sesuai dengan kesepakatan bersama. Dalam sistem keuangan syariah pemberi dana lebih dikenal sebagai investor daripada kreditor, oleh karena itu pemberi modal juga harus menanggung resiko yang biasanya sesuai dengan modal yang ditanamkan. Sebagai investor, pemberi modal tidak hanya memberikan pinjaman saja lalu menerima pengembalian pinjaman dari hasil aktivitas perdagangan. Akan tetapi, antara investor dan pengusaha secara bersama-sama bertanggung jawab atas kelancaran aktivitas perdagangan untuk mencapai tingkat pengembalian yang optimal. Prinsip-prinsip sistem keuangan Islam sebagaimana diatur melalui AlQuran dan As-Sunah adalah sebagai berikut: 1. Pelarangan riba. Riba (dalam bahasa Arab) didefinisikan sebagai kelebihan atas sesuatu akibat penjualan ataupun pinjaman. Riba merupakan pelanggaran atas sistem sosial, persamaan hak atas barang. Riba hanya menguntungkan para pemberi pinjaman/pemilik harta, sedangkan merugikan peminjam bahkan mempersulit si peminjam.

27

2.

Pemberian risiko. Hal ini konsekuensi logis dari pelanggaran riba yang menetapkan hasil bagi pemberi modal di muka. Sedang melalui pembagian risiko maka pembagian hasil akan dilakukan di belakang yang besarnya tergantung dari hasil yang diperoleh. Hal ini juga membuat kedua belah pihak akan saling membantu untuk bersama-samamemperoleh laba, selain lebih mencerminkan keadilan.

3.

Tidak menganggap uang sebagai modal pontensial. Dalam masyarakat industri dan perdagangan yang sedang berkembang sekarang ini (konvensional), fungsi uang tidak hanya sebagai alat tukar saja, tetapi juga sebagai komoditas (hajat hidup yang bersifat terbatas) dan sebagai modal potensial. Dalam fungsinya sebagai komoditas, uang dipandang dalam kedudukan yang sama dengan yang dijadikan sebagai objek transaksi untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam fungsinya sebagai modal nyata (kapital), uang dapat menghasilkan sesuatu bersifat produktif) baik menghasilkan barang maupun jasa. Sistem keuangan Islam memandang uang boleh dianggap sebagai modal kalau digunakan bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh laba.

4.

Larangan melakukan kegiatan spekulatif. Hal ini sama dengan pelangaran untuk transaksi yang memiliki tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, judi dan transaksi yang memiliki resiko yang sangat besar.

5.

Kesucian kontrak. Islam menilai perjanjian sebagai suatu yang tinggi nilainya sehingga seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak harus dilakukan. Hal ini mengurangi resiko atas informasi yang asimetri dan timbulnya moral hazard.

6.

Aktivitas usaha harus sesuai syariah. Seluruh kegiatan usaha tersebut haruslah merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut syariah. Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu pada prinsip rela sama rela

(antaraddim minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi ( la tazhlimuna wa tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya ( al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama resiko ( al ghunmu bi al ghurmi).

2.5.

Instrumen Keuangan Syariah

28

Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut: a. Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih, di mana pihak pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka, sedang apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau kelalain oleh mudharib. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. b. Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara pemilik modal untuk mengabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedang kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang dagangan,, kewiraswastaan, kepandaian, kepemilikan, peralatan, atau hak paten/goodwill, kepercayaan atau reputasi, dan lainnya. c. Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah. d. Saham syariah produknya harus sesuai dengan syariah. Syarat lainnya : 1) perusahaan tersebut memiliki utang dagang yang relatif kecil dibanding total asetnya (kurang dari 45% menurut Dow Jones Islamic), 2) perusahaan tersebut memiliki utang yang kecil dibandingkan nilai kapitalisasi pasar (Dow Jones Islamic : kurang dari 33%), 3) perusahaan memiliki pendapatan bunga kecil (Dow Jones Islamic: kurang dari 5%). 2. Akad jual beli/sewa menyewa yang merupakan jenis akat tijarah dengan bentuk certainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut: a. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Harga disepakati antara pembeli dan penjual pada saat transaksi dan tidak boleh berubah.

29

b. Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai dengan kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. c. Istishna memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam istishna pembayaran dapat dilakukan di muka cicilan dalam beberapa kali (termin) atau ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu. Biasanya Istishna diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi dengan kontrak pembelian barang melalui pesanan (order khusus). Pembeli menugasi produsen (al sani) untuk menyediakan al mashnu (barang pesanan), sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli (al-mustasni) dan menjualnya dengan harga yang disepakati. d. Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapakan manfaat atas objek sewa yang disewakan. 3. Akad lainnya meliputi: a. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. b. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut. Wadiah terbagi dua: (1) Wadiah Amanah, di mana uang/barang yang dititipkan hanya boleh disimpan dan tidak boleh didayagunakan. (2) Wadiah Yadhomanah, di mana uang/barang yang dititipkan boleh didayagunakan dan hasil pendayagunaan tidak terdapat kewajiban untuk dibagihasilkan pada pemberi titipan. c. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan, waktu pengambilan pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman. Biaya administrasi, dalam jumlah yang terbatas, diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam. d. Al-Wakalah adalah jangka pemberian kuasa dari satu pihak kepihak yang lain. Untuk jasanya itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee sebagai imbalan.

30

e. Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran utang atas suatu pihak atau pihak lain. f. Hiwalah adalah pengalian utang atau piutang dari pihak pertama (almuhil) kepada pihak lain (al-muhal alaih) atas dasar saling mempercayai. g. Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan pinjaman aset. Berupa penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.

BAB III PENUTUP

31

3.1.

Kesimpulan Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah kami adalah sebagai

berikut: 1. Sebagai pihak yang diberi amanah (titipan), pengelolaan harta titipan tersebut disesuaikan dengan keinginan dari pemilik mutlak atas harta kekayaan Allah SWT. Untuk itu, Allah menetapkan ketentuan syariah sebagai pedoman bagi manusia dalam memperoleh dan membelanjakan/menggunakan harta kekeyaan tersebut. 2. Akad dalam bahasa Arab al-aqd,jamaknya al-uqud berarti ikatan atau mengikat (al-rabth). Menurut terminologi hukum islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Menurut Abdul Razak Al-Sanhuri dalam Nadhariyatulaqdi, akad adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut. Jenis-jenis akad : a. Akad Tabarru Meminjamkan Uang Meminjamkan Jasa Pmemberikan Sesuatu

b. Akad Tijarah/Muwadah Natural uncertainly contract Natural certainly contract

3. Transaksi yang dilarang oleh Allah SWT adalah sebagi berikut: a. Semua aktifitas investasi dan perdagangan atas barang dan jasa yang diharamkan Allah b. Riba c. Penipuan d. Perjudian e. Transaksi yang mengandung ketidakpastian/ Gharar

32

f. Penimbunan Barang/Ihtikar g. Monopoli h. Rekayasa Permintaan (Bai An najsy) i. Suap (Risywah) j. Taalluq k. Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (bai al inah) l. Talaqqi al-Rukban 4. Riba berasal dari bahasa arab yang berarti tambahan (Al Ziyadah), berkembang (An Nuwuw), meningkat ( Al-Irtifa) dan membesar (Al uluw). Menurut Imam Sarakhzi, riba sebagai tambahan yang diisyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Riba terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu riba nasiah dan riba fadhl. 5. Prinsip keuangan syariah mengacu pada prinsip rela sama rela ( antaraddim minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi ( la tazhlimuna wa tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya ( al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama resiko ( al ghunmu bi al ghurmi). Prinsip sistem keuangan syariah antara lain: a. Pelarangan riba. b. Pemberian risiko.. c. Tidak menganggap uang sebagai modal pontensial. d. Larangan melakukan kegiatan spekulatif.. e. Kesucian kontrak f. Aktivitas usaha harus sesuai syariah. 6. Jenis-jenis instrumen keuangan syariah, meliputi, akad investasi yang

terdiri atas Mudharabah, Musyarakah, Sukuk (obligasi syariah), Saham syariah. Akad jual beli/sewa menyewa yang merupakan jenis akat tijarah dengan bentuk certainty contract. meliiputi Murabahah, Salam, Istishna, dan Ijarah. Akad lainnya meliputi Sharf, Qardhul Hasan, Al-Wakalah, Kafalah , Hiwalah, dan Rahn.

3.2.

Saran

33

Saran dari penulis bahwa sistem keuangan syariah harus tetap sejalan dengan konsep ekonomi kemanusiaan yang dimaksud, bukan hanya mengkambinghitamkan konsep kapitalis namun merupakan konsep ekonomi Islam yang betul-betul murni memperhatikan aspirasi masyarakat Indonesia dan dunia secara universal. Untuk mencapai masyarakat madani yang berbasis kemanusiaan ini, seyogyanya tidak boleh ada percampuran antara ekonomi dan politik. Selain itu, kita sebagai umat muslim yang baik yang telah memahami konsep sistem keuangan syariah hendaknya beramai-ramai menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal-hal yang kecil. Pemerintah pun harusnya lebih giat dalam usaha meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia untuk membantu perkembangan akuntansi syariah di Indonesia karena yang menjadi kendala utama adalah kurangnya sumber daya yang paham dan mengerti tentang akuntansi berbasis syariah.

34

Anda mungkin juga menyukai