Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) mencakup berbagai penyakit yang dicirikan oleh ketinggian tingkat glukosa darah dan menyebabkan penurunan kualitas hidup dan harapan hidup, dengan resiko lebih besar penyakit jantung, stroke, neuropati perifer, penyakit ginjal, kebutaan dan amputasi. Tergantung pada etiologi, DM dapat dibagi menjadi dua bentuk utama, tipe 1 (T1D) dan diabetes tipe 2 (T2D). T1D terjadi di masa kecil dan terutama disebabkan oleh kerusakan autoimun-dimediasi pulau -sel pankreas, sehingga kekurangan insulin absolut. Orang dengan T1D harus mengambil insulin eksogen untuk kelangsungan hidup untuk mencegah perkembangan ketoasidosis. Frekuensi T1D rendah relatif terhadap T2D, yang menyumbang lebih dari 90% kasus global. T2D yang lebih menonjol di masa dewasa, meskipun hal ini menjadi lebih umum pada anak-anak dan remaja. T2D ditandai dengan resistensi insulin dan / atau sekresi insulin abnormal. Individu dengan T2D tidak tergantung pada insulin eksogen, tapi mungkin memerlukannya untuk kontrol kadar glukosa darah jika hal ini tidak dicapai dengan diet saja atau dengan agen hipoglikemik oral. Diabetes mellitus telah lama dianggap sebagai penyakit penting minor untuk kesehatan dunia, namun kini berkembang menjadi salah satu tantangan kesehatan utama masyarakat untuk abad 21. Dua dekade terakhir telah melihat peningkatan meledak dalam jumlah orang yang didiagnosis dengan DM di seluruh dunia. Epidemi DM ini terutama berkaitan dengan T2D, yang berlangsung baik di negara maju dan berkembang. Sosok global orang dengan DM akan meningkat dari perkiraan arus 300 juta pada tahun 2025. Biaya kesehatan langsung dari penyakit ini juga cukup besar, dan telah diperkirakan sekitar 5% dari total pengeluaran tahunan kesehatan di masyarakat Barat.

BAB II PEMBAHASAN

DEFINISI Diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat dari kerusakan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya, hiperglikemi kronis diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan organ lain, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. (American Diabetes Association, 2011) Diabetes adalah penyakit kronis dimana terdapat defisiensi terhadap produksi insulin yang disebabkan oleh faktor turunan atau yang didapat. Defisiensi tersebut mengakibatkan konsentrasi dari glukosa dalam darah untuk meningkat yang bisa merusak sistem organ dalam tubuh kita, terutama pembuluh darah dan saraf. (WHO, 2011)

EPIDEMIOLOGI Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta.

FAKTOR RESIKO Diabetes tidak menular. Namun, faktor tertentu dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Faktor-faktor resiko meliputi:

Riwayat keluarga (ibu, ayah, atau saudara). Anggota kelompok etnis berisiko tinggi (African American, Hispanik, Asia, atau Melahirkan bayi dengan berat lebih dari 9 pon (4 gram) atau mengalami diabetes selama Tekanan darah 140/90 mm/Hg. Kadar lemak darah abnormal - high density lipoproteins (HDL) kurang 35 mg/dl atau Gangguan toleransi glukosa dan / atau tinggi nilai-nilai glukosa puasa Menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia

American India).

kehamilan.

trigliserida 250 mg/dl.

2006, faktor resiko diabetes sama dengan faktor resiko intoleransi glukosa, yaitu: a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :

Ras dan etnik Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes) Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir

meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. menderita DM gestasional (DMG). dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.
b. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :

Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2). Kurangnya aktivitas fisik. Hipertensi (> 140/90 mmHg). Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
4

Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan

meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2. c. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :

Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang Penderita sindrom metabolik Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, PAD (Peripheral Arterial Diseases).

terkait dengan resistensi insulin

terganggu (GDPT) sebelumnya.

KLASIFIKASI 1. Diabetes melitus tipe 1 Tipe 1 diabetes (sebelumnya dikenal sebagai Insulin Dependent Diabetes MellitusIDDM) di mana pankreas gagal memproduksi insulin yang penting untuk kelangsungan hidup. Terjadi destruksi sel , umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Terjadi melalui proses imunologik atau idiopatik. Kekerapan di negara barat 10%, di negara tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran klinik biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa. 2. Diabetes melitus tipe 2 Diabetes tipe 2 (dahulu disebut Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus-NIDDM) yang dihasilkan dari ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan baik aksi insulin yang dihasilkan oleh pankreas. Tipe 2 diabetes jauh lebih umum dan mewakili sekitar 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia. Hal ini sering terjadi pada orang dewasa. Timbul makin sering setelah umur 40 tahun,tapi tercatat semakin banyak pada remaja juga. 3. Diabetes melitus tipe lain
5

Defek genetik fungsi sel , defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dansindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, chorea Hungtinton, porfiria, dan lain-lain). 4. Diabetes melitus gestasional Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat (TGT, GDPT, DM) yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung. Penilaian adanya risiko DMG perlu dilakukan sejak kunjungan pertama untuk pemeriksaan kehamilannya. Faktor risiko DMG antara lain: obesitas, adanya riwayat pernah mengalami DMG, glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram, dan adanya riwayat preeklamsia. Pada pasien dengan risiko DMG yang jelas perlu segera dilakukan pemeriksaan glukosa darah. Bila didapat hasil glukosa darah sewaktu 200 mg/dL atau glukosa darah puasa 126 mg/dL yang sesuai dengan batas diagnosis untuk diabetes, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada waktu yang lain untuk konfirmasi. Pasien hamil dengan TGT dan GDPT dikelola sebagai DMG. Diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan TTGO dilakukan dengan memberikan beban 75 g glukosa setelah berpuasa 8 14 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban. DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa 95 mg/dL, 1 jam setelah beban 180 mg/dL dan 2 jam setelah beban 155 mg/dL. Apabila hanya dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah 155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis sebagai DMG. Hasil pemeriksaan TTGO ini dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya DM pada ibu nantinya. Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakit dalam, spesialis obstetri ginekologi, ahli diet dan spesialis anak. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu, kesakitan dan kematian perinatal. Ini hanya dapat dicapai apabila keadaan normoglikemia dapat dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan. Sasaran normoglikemia DMG adalah
6

kadar glukosa darah puasa 95 mg/dL dan 2 jam sesudah makan 120 mg/dL. Apabila sasaran kadar glukosa darah tidak tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani, langsung diberikan insulin. Tabel Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus

PATOFISIOLOGI Pankreas Pankreas adalah suatu kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon peptida insulin, glukagon, somatostatin, dan suatu kelenjar eksokrin yang menghasilkan enzim pencernaan. Hormon peptida disekresikan dari sel-sel yang berlokasi dalam pulau-pulau langerhans ( atau sel-B yang menghasilkan insulin, 2 atau sel-A yang menghasilkan glukagon, dan 1 atau sel-D yang menghasilkan somatostatin). Hormon hormon ini memegang peranan penting dalam pengaturan aktivitas metabolik tubuh, dengan demikian membantu memelihara homeostasis
7

glukosa darah. Hiperinsulinemia dapat menyebabkan hipoglikemia berat. Sebaliknya kekurangan insulin relatif ataupun absolut (seperti pada diabetes melitus) dapat menyebabkan hiperglikemia berat. Mekanisme Kerja Insulin Target utama insulin dalam mengatur kadar glukosa darah adalah di hepar, otot dan adiposa. Peran utama insulin dalam sel adalah peran efek anabolik (uptake, utilisasi dan penyimpanan nutrien di sel) sedangkan proses katabolisme (pemecahan glikogen, lemak, dan protein) dihambat. Terdapat 2 (dua) kerja insulin yang utama, pertama adalah pengaturan transpor glukosa yang masuk ke dalam sel dan kedua, mengatur metabolisme glukosa dalam sel. a) Pengaturan transport glukosa Insulin memperantarai masuknya glukosa ke sel, pertama insulin masuk ke sel dengan cara berikatan reseptor insulin yang ada di membran sel, kemudian Insulin akan merangsang atau mengaktifkan transporter glukosa (GLUT) yang ada dalam sel, lalu transporter glukosa (GLUT) tersebutlah yang memperantarai masuknya glukosa ke dalam sel. Jadi kerja insulin dalam membantu masuknya glukosa dalam sel dengan cara tidak langsung. GLUT yang telah mengangkut glukosa masuk kedalam sel akan kembali ke pool intrasel saat insulin tidak bekerja lagi. Gangguan proses regulasi ini dapat menjadi sebab DM tipe 2. b) Pengaturan metabolisme glukosa Setelah ada di dalam sel maka dimulailah Konversi glukosa menjadi glukosa-6-fosfat terjadi dengan bantuan enzim heksokinase. Dan insulin yang mengaktifkan enzim heksokinase, sama spt GLUT jenisnya ada empat. Dimana heksokinase IV dan II diregulasi oleh insulin. Diabetes Melitus Tipe 1 DM tipe 1 merupakan hasil interaksi antara faktor genetik, lingkungan dan imunologi, yang ujungnya menyebabkan kerusakan sel beta pankreas dan defisiensi insulin. Diabetes melitus Tipe 1 adalah hasil dari kehancuran sel beta secara autoimun dan pada sebagian besar, tapi tidak semua individu memiliki bukti adanya reaksi autoimun. Individu dengan kerentanan genetik memiliki massa sel beta yang normal pada waktu lahir namun mulai kehilangan sel beta secara sekunder karena kerusakan autoimun yang terjadi selama bulan-bulan hingga tahun. Proses autoimun diduga dipicu oleh stimulus infeksi atau lingkungan dan didukung oleh molekul
8

spesifik sel-beta. Dalam mayoritas, penanda imunologi muncul setelah peristiwa yang memicu tapi sebelum diabetes terlihat secara klinis. Massa sel beta kemudian mulai menurun, dan sekresi insulin mengalami gangguan, meskipun toleransi glukosa normal masih dipertahankan. Fitur diabetes tidak menjadi jelas sampai sebagian besar sel beta yang rusak (~ 80%). Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes tipe 2 ditandai dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, produksi glukosa hati yang berlebihan, dan metabolisme lemak yang abnormal. Obesitas, khususnya visceral atau pusat, adalah sangat umum pada tipe 2 DM. Pada tahap awal kelainan, toleransi glukosa masih dalam batas normal, meskipun ada resistensi insulin, karena sel-sel beta pancreas mengimbanginya dengan mengeluarkan insulin lebih banyak. Seiring dengan peningkatan resistensi insulin dan kompensasi lewat hiperinsulinemia, pankreas pada individu tertentu tidak dapat mempertahankan keadaan hyperinsulinemic. TGT, ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial, dan kemudian memburuk. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik menyebabkan diabetes dengan hiperglikemia puasa. Pada akhirnya, kegagalan sel beta mungkin terjadi.

DIAGNOSIS Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah, tapi tidak dapat ditegakkan berdasarkan adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler digunakan untuk melihat angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Diagnosis diabetes melitus Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
9

Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. 1. 2. DM. 3. Dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 Dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis

ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Langkah diagnostik DM

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
10

TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
-

didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L).

Kriterian diagnosis DM

Pemeriksaan penyaringan Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Kadar GDS & GDP sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)

11

Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. Nilai diagnostik lain C-peptida Sebuah produk sampingan dari produksi insulin, biasanya oleh pankreas. Tingkat C-peptida adalah ukuran dari berapa banyak insulin yang diproduksi dalam tubuh. C-peptida terdiri dari senyawa kimia yang disebut asam amino. Bila pankreas memproduksi insulin, ia melepaskan Cpeptida ke dalam aliran darah dengan cara yang sama seperti produksi panas dari pembakaran batu bara. Jumlah C-peptida dalam darah dapat menunjukkan ada atau tidak adanya penyakit. Sebagai contoh jumlah tang rebdah dari C-peptida dalam darah menunjukan produksi insulinterlalu rendah (atau tidak terjadi) karena tipe I diabetes, juga dikenal sebagai diabetes anak-anak atau insulin-dependent. Jumlah tinggi yang abnormal dari C-peptida menunjukan adanya tumor bernama insulinoma yang mensekresi insulin.Kadar normal C-peptida biasanya menandakan bahwa semuanya baik-baik saja. Namun, padaorang dengan diabetes, kadar normal dari C-peptida menunjukkan tubuh memproduksi banyak insulin, tetapi tubuh tidak bisa merespon dengan baik terhadapnya. Ini adalah ciri khas diabetestipe 2. Oleh karena itu, Cpeptida, memainkan peran penting dalam diagnostik. Nilai C-peptidayang normal (0,5-2 ng/ml).

Glycosilated hemoglobin
12

Pada usia 120 hari yaitu kehidupan normal sel darah merah, molekul glukosa bereaksi dengan hemoglobin, membentuk hemoglobin terglikasi. Pada individu dengan diabetes kurang terkontrol, kuantitas hemoglobin terglikasi jauh lebih tinggi daripada orang sehat. Setelah terglikasi molekul hemoglobin, tetap seperti itu. Sebuah penumpukan hemoglobin terglikasi dalam sel merah, oleh karena itu, mencerminkan tingkat rata-rata glukosa bahwa sel-sel telah terpapar selama siklus hidup mereka. Mengukur hemoglobin terglikasi untuk menilai efektivitas terapi dengan memantau regulasi jangka panjang dari glukosa serum. HbA1c tingkat sebanding dengan konsentrasi glukosa darah rata-rata selama empat minggu sebelumnya sampai tiga bulan. Menurut standar pelayanan medik 2010 menurut American Diabetes Association disebut bahwa HbA1c 6,5% sebagai salah satu kriteria untuk diagnosis diabetes. Nilai normal HbA1c <6%.

PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi untuk tipe 1 atau 2 tipe DM adalah untuk: 1. Menghilangkan gejala yang berhubungan dengan hiperglikemia 2. Mengurangi atau menghilangkan komplikasi mikrovaskuler dan makrovascular diabetesmellitus jangka panjang 3. Memungkinkan pasien untuk mencapai gaya hidup sewajar mungkin. Untuk mencapai tujuan tersebut, dokter harus mengidentifikasi tingkat target kontrol glikemik untuk setiap pasien, menyediakan pasien dengan sumber daya pendidikan dan farmakologi diperlukan untuk mencapai tingkat ini, dan memantau / mengobati komplikasi diabetes-terkait. Penatalaksanaaan Diabetes Melitus mencangkup: A. B. C. D. Edukasi Terapi Gizi Medis Latihan jasmani Intervensi farmakologis

A. Edukasi
13

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang : Perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM Penyulit DM dan risikonya Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan. Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri(hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia.

Pentingnya latihan jasmani yang teratur. Pentingnya perawatan diri. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
B. Terapi Gizi Medis

Medical Nutritional Therapy (MNT) atau Terapi Gizi Medis adalah istilah yang digunakan oleh ADA untuk menggambarkan koordinasi optimal asupan kalori dengan aspek lain dari terapi diabetes (insulin, olahraga, penurunan berat badan). Untuk masyarakat umum, diet yang meliputi buah-buahan, sayuran, makanan yang mengandung serat, dan susu rendah lemak dianjurkan. Sebagaimana dengan aspek-aspek lain dari terapi diabetes, MNT harus disesuaikan untuk memenuhi tujuan masing-masing pasien. Selanjutnya, pendidikan MNT merupakan komponen penting dari perawatan diabetes yang komprehensif dan pendidikan harus diperkuat dengan edukasi pasien secara reguler. Secara umum, komponen MNT optimal sama bagi individu dengan DM tipe 1 atau tipe 2. Tujuan MNT dalam individu dengan DM tipe 1 adalah mengkoordinasikan dan sesuai dengan asupan kalori, dengan jumlah yang sesuai insulin. MNT dalam DM tipe 1 dan pemantauan glukosa darah penderita harus terintegrasi untuk menentukan regimen insulin yang optimal.

14

American Diabetes Association mendorong pasien dan penyedia layanan untuk mengambil keuntungan dari menghitung karbohidrat untuk memperkirakan kandungan gizi dari suatumakanan. Berdasarkan perkiraan kandungan karbohidrat pada makanan, rasio insulinkarbohidratmenentukan dosis insulin bolus untuk makanan. MNT harus cukup fleksibel untuk memungkinkan untuk latihan, dan regimen insulin harus memungkinkan penyimpangan dalamasupan kalori. Salah satu komponen penting dari MNT dalam tipe 1 DM adalah untuk meminimalkan kenaikan berat badan yang sering dikaitkan dengan manajemen diabetes intensif. Tujuan MNT pada DM Tipe 2 sedikit berbeda dan mengarah terhadap faktor risiko kardiovaskular (hipertensi, dislipidemia, obesitas) dan penyakit pada populasi ini. Kebanyakan orang mengalami obesitas, dan penurunan berat badan sangat dianjurkan dan harus tetap menjadi tujuan penting. MNT pada DM tipe 2 harus menekankan pengurangan kalori, mengurangi asupan lemak, meningkatkan aktivitas fisik, dan pengurangan hiperlipidemia dan hipertensi. Peningkatan konsumsi serat dapat memperbaiki kontrol glikemik pada orang dengan diabetes tipe 2. Menurunkan berat badan dan olahraga meningkatkan resistensi insulin. Perhitungan jumlah kalori: Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur ada tidaknya faktor stres akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat diapakai indeks mass tubuh (IMT) atau rumus

15

Brocca.

M ica ed
C.

Latihan jasmani

Prinsip latihan jasmani bagi penderita diabetes, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas, durasi dan jenis. Frekuensi: jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu Intensitas: ringan dan sedang (60-70% Maximum heart rate) Durasi: durasi 30-60 menit Jenis: latihan jasmani endurans(aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardirespirasiseperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda

Untuk menentukan intensitas latihan, dapat digunakan Maximum heart rate (MHR) yaitu 22 umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan Target heart rate (THR).

III . S m er u b p rsi /p o en p rsi /p o en


16

D. Intervensi Farmakologis 1. Obat hipoglikemik oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
a. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid b. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

c. penghambat glukoneogenesis (metformin) d. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. e. DPP-IV inhibitor a. Pemicu Sekresi Insulin 1. Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang. 2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. b. Penambah sensitivitas terhadap insulin Tiazolidindion Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
17

Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. c. Penghambat glukoneogenesis Metformin Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. e. DPP-IV inhibitor Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat pelepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. 2. Suntikan a. Insulin b. Agonis GLP-1/incretin mimetic

18

a. Insulin Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetic Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

b. Agonis GLP-1 Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pelepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfunilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat pelepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.
19

3. Terapi kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja. Alogaritma pengobatan DM tipe 2 tanpa dekompensasi

20

KOMPLIKASI Diabetes mellitus atau DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah, kaki dan syaraf. Sejak ditemukanya insulin gambaran komplikasi DM bergeser dari komplikasi akut seperti koma ketoasidosis dan infeksi ke arah komplikasi kronik. Penyakit jantung koroner (PJK) dan penyakit pembuluh darah otak 2 x lebih besar, 50x lebih mudah menderita ulkus atau gangren, 7x lebih mudah mengidap gagal ginjal terminal dan 25x lebih cenderung mengalami kebutaan akibat kerusakan retina daripada pasien non DM. Komplikasi DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik). A. Akut Ketoasidossis diabetic Hiperosmolar non ketotik Hipoglikemia
21

B. Kronik Makroangiopati : 1. Pembuluh koroner 2. Vaskular perifer 3. Vaskular otak Mikroangiopati : 1. Kapiler retina 2. Kapiler renal Neuropati Gabungan : Kardiopati : PJK, Kardiomiopati Rentan infeksi Kaki diabetik Disfungsi ereksi

22

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN Diabetes adalah sebuah penyakit yang sangat luas disebabkan oleh faktor genetik maupun lingkungan yang saling berinteraksi. Sehingga penatalaksanaanya mesti dihimbau dari berbagaisegi, misalnya gaya hidup dan pengobatan farmako maupun non farmako. Oleh karena penyakit ini tergolong kronis maka mesti selalu diingat untuk memberi dukungan supportif kepada pasien melalui edukasi dan target dari terapi yang mereka ikuti.

23

DAFTAR PUSTAKA

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011 http://www.who.int/diabetesactiononline/diabetes/en/ http://www.who.int/diabetes/facts/en/diabcare0504.pdf http://care.diabetesjournals.org/content/34/Supplement_1/S62.full.pdf http://www.diabetesnd.org/whatis.html Harrisons online[Internet].Chapter 338 Diabetes Mellitus. Available from:

http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx? aID=2891108&searchStr=diabetes+mellitus#2891108 http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003701.htm

24

Anda mungkin juga menyukai