Anda di halaman 1dari 24

1

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.(4) 2.2 Epidemiologi Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan lakilaki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah (5,6): 1. Ras atau suku bangsa Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat perkembangbiakan P. falciparum. 2. Kekurangan enzim tertentu Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi

terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada wanita. 3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.

2.3 Etiologi Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.(6,7) Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria

kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.(3,7)

2.4 Siklus Hidup Plasmodium Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.(7)

2.4.1 Silkus Pada Manusia Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivak dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahuntahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).(3,7) Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.(3,7) 2.4.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian

menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(3,7) Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit

masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(3,7) 2.5 Patogenesis Malaria Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan

permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.(6) Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.(6) Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung

parasit

mengalami

perubahan

struktur

danmbiomolekular

sel

untuk

mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting(8). Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. (4). Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.(4,8) Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Penghancuran eritrosit Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal(9).

2. Mediator endotoksin-makrofag

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa(9). 3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan(9).

2.6 Patologi Malaria Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi(4,10).

2.7 Manifestasi Klinis Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali(4,8,10,11). Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut: 1. Masa inkubasi Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual)(4,12). 2. Keluhan-keluhan prodromal Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas(12). 3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara berurutan: Periode dingin Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur(4,11,`2). Periode panas Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntahmuntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan

berkeringat(4,11,12). Periode berkeringat Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa(4,12). Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis(4,12).

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:(4,12) 1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11. 2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/l. 3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%. 4. Edema paru. 5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%. 6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC. 7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. 8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis. 9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L). 10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat

Dehidrogenase.

10

11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.

2.8 Diagnosis Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat. 1. Anamnesis Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal. Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria. Riwayat sakit malaria. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir. Riwayat mendapat transfusi darah. Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini: Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat. Keadaan umum yang lemah. Kejang-kejang. Panas sangat tinggi. Mata dan tubuh kuning.

11

Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna. Nafas cepat (sesak napas). Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum. Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman. Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada. Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik Demam (37,5oC) Kunjunctiva atau telapak tangan pucat Pembesaran limpa Pembesaran hati Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut: Temperature rectal 40oC. Nadi capat dan lemah. Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg pada anak-anak. Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1 tahun. Penurunan kesadaran. Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

12

Tanda-tanda dehidrasi. Tanda-tanda anemia berat. Sklera mata kuning. Pembesaran limpa dan atau hepar. Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria. Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.

3. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan dengan mikroskopik Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi(13). Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan: Ada/tidaknya parasit malaria. Spesies dan stadium Plasmodium Kepadatan parasit - Semi kuantitatif: (-) (+) (++) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB (++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB - Kuantitatif Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau sediaan darah tipis.

13

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik. c. Tes serologi Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.

2.9 Pengobatan Malaria Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi. Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis, pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.(14).

14

Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus di Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah diujicoba sebagai profilaksis dan pengobatan malaria diantaranya adalah derivate tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, sulfametoksazol-trimetoprim dan

siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat anti malaria yang bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan kina(14).

a. Pengobatan malaria falciparum Lini pertama: Artesunat+Amodiakuin+Primakuin dosis artesunat= 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin= 10 mg/kgBB (dosis tunggal), primakuin= 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal). Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis makasimal penderita dewasa yan dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masingmasing 4 tablet, 3 tablet untuk primakuin. Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur(3). Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis obat Artesunat Amodiakuin Primakuin Artesunat Amodiakuin Artesunat Amodiakuin 0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th 15 th

I II

1 1 1 1 1 1

2 2 1 2 2 2 2

3 3 2 3 3 3 3

4 4 2-3 4 4 4 4

III

15

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria falciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan gametosit yang berada di dalam darah(3). Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan lini pertama tidak efektif. Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4 mg/kgBB/hr (dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin= 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari). Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th * Kina 3x 3x1 3x Doksisiklin 2x1** I Primakuin 1 2 * Kina 3x 3x1 3x Doksisiklin 2x1** II-VII * : dosis diberikan per kgBB ** : 2x50 mg doksisiklin *** : 2x100 mg doksisiklin untuk membunuh

15 th 3x2-3 2x1*** 2-2 3x2-3 2x1***

b. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale Lini pertama: Klorokuin+Primakuin

16

Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan malaria vivax dan ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadium aseksual dan seksual. Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuh hipnozoit di sel hati, juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit(3). Dosis total klorokuin= 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB/hr (selama 14 hari). Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan tabel. Tabel 4. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale Hari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal) 0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th Klorokuin 1 2 3 Primakui I n Klorokuin 1 2 3 Primakui II n Klorokuin 1/8 1 1 Primakui III n IV-XIV Primakui n Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh(3). Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:(3) Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

15 th 3-4 1 3-4 1 2 1 1

17

Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali setelah hari ke-14.

Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

Pengobatan malaria vivax resisten klorokuin Lini kedua: Kina+Primakuin Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB (selama 14 hari). Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur sebagai berikut: Tabel 5. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin
Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th
*

15 th

* 1-7 Kina 1-14 Primakuin * : dosis diberikan per kgBB

3x

3x1

3x2

3x3 1

Pengobatan malaria vivax yang relaps Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang

ditingkatkan. Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur(3).

Tabel 6. Pengobatan Malaria vivax yang Relaps


0-1 bln Hari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th 15 th

18

Klorokuin Primakui n Klorokuin Primakui

1/8 -

2 1 2 1 1 1 1

3 1 3 1 1 1 1

3-4 2 3-4 2 2 2 2

2 n Klorokuin Primakui 3 14-14 n Primakui n c. Pengobatan malaria malariae Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB. Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae. Pengobatan dapat juga diberikan berdasarkan golongan umur penderita(3). Tabel 7. Pengobatan Malaria Malariae Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur 0-1 bln 2-11 1-4 th 5-9 th 10-14 Hari I II III Jenis obat Klorokuin Klorokuin Klorokuin 1/8 bln 1 1 2 2 1 th 3 3 1 3-4 3-4 2 15 th

d. Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu

19

yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-lain(3). Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali.(3). Tabel 8. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin Golongan umur (thn) <1 1-4 5-9 10-14 >14 2.10 Prognosis 1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan(3). 2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu) 1 1 2

20

3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ(3). 75%. yaitu: Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%. Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%. Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

21

Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditandai dengan demam, anemia dan pembesaran limpa. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu P. falciparum, P. ovale, P. vivax, dan P. malariae. Malaria juga melibatkan hospes perantara yaitu nyamuk anopheles betina. Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual dalam tubuh nyamuk anopheles betina dan fase aseksual dalam tubuh manusia. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Pada malaria berat berkaitan dengan mekanisme transport membrane sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob, sitoadherensi, resetting, dan lain-lain. Manifestasin klinik dari penyakit malaria ditandai dengan gejala prodromal, trias malaria (menggigil-panasberkeringat), anemia dan splenomegali. Diagnosis malaria ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gold standard adalah menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Pengobatan untuk malaria falsiparum, lini lini pertama: kedua:

artesunat+amodiakuin+primakuin,

kina+dosksisiklin/tetrasiklin+primakuin. Pengobatan malaria vivak dan ovale, lini pertama: klorokuin+primakuin, jika resistensi klorokuin: kina+primakuin, jika relaps: naikkan dosis primakuin. Pengobatan malaria malariae diberikan klorokuin. Untuk profilaksis dapat digunakan dosksisiklin dan klorokuin. 3.2 Saran Perlunya dilakukan program pemberantasan malaria melalui kegiatan: 1. Menghindari atau mengurangi kontak atau gigitan nyamuk anopheles. Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunkan berbagai insektisida.

22

Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida) maupun biologik (ikan, dan sebagainya). Mengurangi tempat perindukan. Mengobati penderita malaria. Pemberian pengobata pencegahan.

2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien kepada pasien yang meliputi diagnosis secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 3. Menganjurkan kepada masyarakat yang akan bepergian ke daerah endemis malaria agar mengkonsumsi kemoprofilaksis malaria.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.

23

2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX, tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615. 3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68. 4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60. 5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 1-15. 6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 249-60. 7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52. 8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26. 9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W (editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2000, Hal: 171-97. 10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2000;Hal:504-7.

24

11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16. 12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 151-55. 13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 185-92. 14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 194-204.

Anda mungkin juga menyukai