Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK THT RSUD SEMARANG

Pembimbing : Dr. Bambang Agus Soesanto Sp. THT

Penyusun : George Tirtadihatmo 030.06.101 Intan Telani Oktaviana 030.07.119 Nina Sania 030.07. 187 Tesa Aditya Yosvara 030.07.255

Kepaniteraan Klinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah Semarang Periode 21 November 2011 24 Desember 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

REFLEKS AKUSTIK

Salah satu fungsi telinga tengah adalah pengubah impedansi suara. Fungsi tersebut memperbaiki transmisi suara ke kokhlea. Struktur telinga tengah yang dapat menyebabkan perubahan impedansi terhadap suara, salah satunya melalui kontraksi m. tensor timpani dan muskulus stapedius. Muskulus tensor timpani dan stapedius menimbulkan kontraksi pada osikula saat telinga terpapar suara dengan intensitas tinggi. Muskulus stapedius akan menarik stapes menjauhi tingkap oval dari kokhlea,sementara muskulus tensor timpani menarik maleus pada membran timpani. Hal ini disebut refleks akustik telinga tengah. Refleks ini suatu respon kontraksi otot bersifat involunter dan reflektif, yang terdapat pada telinga tengah mamalia apabila telinga terpapar oleh suara dengan intensitas tinggi. Refleks akustik menurunkan transmisi energi getaran yang diteruskan ke kokhlea, dimana energi getaran diubah menjadi impuls listrik untuk diproses di otak. Refleks akustik normal terjadi pada paparan suara dengan intensitas relatif tinggi. Aktivasi refleks karena rangsangan suara dengan intensitas rendah menunjukkan disfungsi dari telinga, sementara ketiadaan refleks menandakan sensorineural hearing loss.

1. Anatomi dan Fisiologi Refleks Akustik 1.1 Anatomi Refleks Akustik Struktur anatomi telinga tengah yang terlibat pada refleks akustik ini meliputi muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius. Kedua muskulus ini melekat pada rantai osikula dan merupakan otot terkecil tubuh, dari kedua otot tersebut muskulus tensor timpani berukuran lebih besar dibandingkan muskulus stapedius (gambar 1).3,5 Kedua muskulus ini tediri dari dua bagian yaitu serat bergaris dan serat otot polos yang menyebabkan kontraksi involunter selama stimulasi akustik. Refleks kontraksi dimulai pertama kali pada serat otot bergaris dan dipertahankan tonusnya oleh serat polos.5 Muskulus tensor timpani dan stapedius secara embriologi berasal dari perkembangan mesenkim arkus brankialis pertama dan kedua.

1.1.1 Muskulus stapedius Muskulus ini berukuran panjang 6 mm dan luas penampang melintang 5 mm2. Muskulus ini seluruhnya berada dalam kanal tulang di pyramid eminence yang teletak pada dinding posterior kavum timpani. Tendon dari muskulus stapedius ini keluar dari puncak pyramid eminence menuju ke depan untuk berinsersio pada permukaan posterior kolum stapes, sedikit diatas krus posterior. Kontraksi dari muskulus stapedius akan menarik stapes ke arah posterior. Inervasi motorik muskulus ini oleh nervus kranialis VII (gambar 3).

1.1.2 Muskulus tensor timpani Muskulus ini berukuran kurang lebih panjang 25 mm dan luas penampang melintang 5.85 mm2 dan terletak dalam semikanal muskulus tensor timpani, dimana kanal ini berada pada dinding anterior kavum timpani, sedikit diatas tuba Eustachius. Tendon m. tensor timpani keluar dari dinding telinga tengah, berjalan turun mengelilingi prosesus kokhleariformis untuk menyusuri sisi lateral puncak manubrium maleus. Maleus ditarik ke anteromedial saat m. tensor timpani berkontraksi. Muskulus tensor timpani di inervasi oleh nervus kranialis V (Trigeminal) ramus mandibula.

1.2 Fisiologi Refleks Akustik 1.2.1 Muskulus stapedius Muskulus ini berkontraksi oleh aktivasi suara dengan intensitas tinggi dan berfungsi membatasi amplitudo stapes. Kontraksi m. stapedius tidak menyebabkan pergerakan membran timpani yang dapat diamati tetapi dapat meningkatkan impedansi akustik telinga tengah sehingga dapat dicatat dengan mengukur perubahan impedansi telinga. Kontraksi ini disebut sebagai refleks stapedius yang merupakan refleks akustik telinga tengah.

1.2.2 Muskulus tensor timpani Suara keras secara langsung menimbulkan aktivasi m. tensor timpani sehingga membran timpani tertarik ke dalam kearah kavum timpani. Kontraksi muskulus ini disebut refleks muskulus tensor timpani dan merupakan bagian dari refleks akustik

telinga tengah. Hasil kontraksi kedua muskulus ini menggerakan struktur telinga tengah (maleus dan stapes) kearah yang berbeda atau bersifat antagonis tetapi merupakan sistem kerja yang sinergis karena kekuatan kontraksi digunakan pada osikula tegak lurus terhadap axis rotasi primer dari rantai osikula. Efek utama kontraksi ini menjadikan sistem transmisi telinga tengah lebih sulit dan tidak seefektif transmisi pada suara normal.Transmisi suara berfrekuensi rendah (< 2 Hz) dilemahkan oleh kontraksi kedua muskulus telinga tengah dan fungsi melemahkan dari m. stapedius lebih baik dari pada m. tensor timpani. Kontraksi dari kedua muskulus ini diaktivasi oleh suara keras, sebelum dan selama vokalisasi (berbicara ataupun berteriak), mengunyah dan menguap sama seperti kontraksi yang dikarenakan respon terhadap aktivasi bersifat akustik yang dihasilkan suara dengan intensitas tertentu, rangsangan taktil pada wajah dan kepala, serta flight behavioral response. Kontraksi ini mirip dengan stimulasi pada telinga dan bagian dari wajah (the nonacoustic reflex). Refleks Akustik Telinga Tengah Kontraksi muskulus stapedius mengurangi transmisi di telinga tengah, sehingga berperan menjaga input suara yang melebihi ambang batas refleks kurang lebih konstan terhadap kokhlea. Refleks yang baik penting untuk perlindungan terhadap kerusakan pendengaran karena paparan suara. Pengukuran refleks akustik bermanfaat untuk diagnosa neurotologi karena melibatkan telinga, sistem saraf auditori asenden menuju nukleus superior olivary complex (SOC) dan arcus efferent reflex yang melibatkan motonukleus nervus kranialis serta sebagian besar bagian sentral nervus kranialis. Pengurangan intensitas oleh karena kontraksi muskulus ini kurang lebih sekitar 5-14 dB (sampai 20 dB) pada kebisingan dengan intensitas tinggi dan 2-5 dB untuk suara dengan intensitas rendah.2,10 Fungsi lain dari kontraksi ini melemahkan suara frekuensi rendah (bersifat masking). Refleks bertindak mensupresi suara pelan sehingga transmisi suara yang mengalami perubahan intensitas cepat tidak berpengaruh. Fungsi ini bersama-sama dengan fungsi N. VIII. Respon terjadi pada kedua telinga saat satu telinga terpapar oleh suara dengan intensitas tertentu, dimana respon oleh telinga yang mendapat stimulasi lebih kuat dibandingkan respon telinga kontralateral. Refleks akustik sebagai respon adaptasi terhadap stimulasi terus-menerus selama 15 menit. Penurunan refleks secara bertahap terjadi pada paparan kebisingan dengan waktu lama. Teori refleks akustik telinga tengah Beberapa teori mengenai refleks akustik telinga tengah yaitu : protective intensity control,

accommodation or frequency selection, prevention of aural harmonic, fiksasi, perceptual, desensititation, interference dan injury protection. Teori protective intensity control Efek refleks akustik pada kemampuan telinga adalah mereduksi transmisi pada frekuensi rendah (< 2 kHz). Mekanisme refleks ini menyediakan proteksi terhadap koklea dari stimulasi berlebihan oleh suara bising yang keras (>4 kHz).

Pemeriksaan Fungsi Refleks Akustik Telinga Tengah Penilaian refleks akustik melibatkan paparan stimulus suara bising atau nada murni untuk menimbulkan refleks muskulus stapedius. Perubahan immitance pada telinga dimonitor menggunakan alat timpanometri.

2.3.1 Pengukuran refleks akustik telinga tengah Refleks akustik telinga tengah dinilai melalui pemeriksaan impedance audiometri dan acoustic immittance.12 Kontraksi muskulus telinga tengah menjadikan peningkatan derajat kekakuan telinga (stiffness) yang mengarah pada refleks akustik telinga tengah diukur melalui electroacoustic bridge.14 Refleks akustik dapat pula dipelajari menggunakan pemeriksaan elektromiogram, perubahan tekanan pada external canal dan perubahan impedance. a. Pemeriksaan refleks akustik telinga tengah kontralateral dan ipsilateral Kekuatan diagnosis refleks akustik dimaksimalkan dengan mengkombinasikan pemerikasan refleks ipsilateral dan bilateral/kontralateral. Pemeriksaan refleks kontralateral mempunyai tiga kelebihan yaitu :3 1) Refleks kontralateral sensitif terhadap kelainan yang melibatkan jalur refleks yang menyilang. Kelainan retrokoklear bisa terlewatkan bila hanya menggunakan pemeriksaan refleks ipsilateral. 2) Pemeriksaan refleks ipsilateral memiliki kecenderungan terdapat artefak pemeriksaan dari pada pemeriksaan kontralateral. Hal ini dikarenakan sinyal stimulus dan probe tone dipaparkkan pada satu telinga. 3) Pemeriksaan kontralateral mampu menyediakan data normatif yang lebih lengkap.

Kelebihan refleks ipsilateral yaitu : 1) Sensitivitas lebih baik dari kontralateral berhubungan dengan proses patologis pada telinga tengah. Sensitivitas yang tinggi disebabkan karena pemeriksaan ini dipengaruhi efek stimulus telinga dan efek probe pada telinga dari gangguan konduksi. 2) Telinga yang diperiksa tidak saling mempengaruhi. Stimulus dan probe pada telinga yang sama, sehingga kelainan dari telinga berlawanan tidak mempengaruhi hasil pemeriksaan.

b. Respon tes refleks akustik Respon refleks akustik sebagai peningkatan impendance atau penurunan dari admittance selama pemeriksaan digambarkan berupa respon monophasic. Respon normal dapat berupa biphasic dengan penurunan singkat pada awal onset respon diikuti peningkatan impedance. Gambaran lain yaitu penurunan impedance pada awal dan akhir onset respon. Gambaran ini merupakan respon biphasic abnormal yang dijumpai pada otosklerosis terutama pada tahap awal, sindroma Cogans, fiksasi stapes kongenital, osteogenesis imperfecta. Respon double biphasic tidak normal dihubungkan dengan perubahan elastisitas dari stapes dan ligamen anular yang berpengaruh terhadap fiksasi parsial dari basis stapes pada tingkap oval. Pada kondisi tertentu respon biphasic pada awal dan akhir respon dianggap normal apabila didapatkan respon ini pada probe tone dengan frekuensi 600 s/d 700 Hz. Pada otosklerosis pola abnormal terjadi di semua frekuensi.

Pola hasil pengukuran refleks akustik yaitu: 1) Normal Acoustic reflex threshold (ART) ipsilateral normal menggambarkan tidak ada gangguan komponen konduksi pada telinga yang mendapat stimulus. ART kontralateral normal menggambarkan tidak ada gangguan komponen konduksi pada telinga yang mendapat stimulus dan yang di ukur. Refleks positif baik ipsilateral maupun kontralateral terjadi pada sensorineural hearing loss derajat ringan sampai sedang dan menunjukkkan kedua jalur refleks sebagian besar utuh. Jalur kontralateral yang terukur tidak menyediakan informasi yang mengarah pada sensorineural hearing loss pada telinga yang

tidak mendapat stimulus (telinga kontralateral).

2) Refleks akustik negatif Refleks akustik negatif dapat dijumpai pada penderita dengan timpanogram tipe B, beberapa penderita dengan timpanogram tipe A dan sensorineural hearing loss berat.

Pola refleks akustik telinga tengah yang tidak normal meliputi : 15 a) Efferent pattern Pada pola ini refleks akustik selalu tidak normal pada telinga yang diukur (disebut telinga kedua, telinga yang tidak di stimulus), tanpa melihat telinga mana yang di stimulus. Kelainan pada telinga ini dapat dijumpai pada kelainan telinga tengah (mild conductive hearing loss) dan kelainan nervus fasialis pada telinga kedua. Gambaran efferent pattern yaitu : (1) Telinga pertama kontralateral : normal (2) Telinga kedua kontralateral : tidak normal (3) Telinga pertama ipsilateral: normal (4) Telinga kedua ipsilateral : tidak normal b) Afferent pattern Pada pola ini refleks akustik selalu tidak normal pada telinga yang di stimulus (disebut telinga kedua) tanpa memperhatikan telinga mana yang diukur. Kelainan ini terdpat pada sensorineural hearing loss dan akustik schwanoma pada telinga pertama. Gambaran afferent pattern yaitu : (1) Telinga pertama kontralateral : normal (2) Telinga kedua kontralateral : tidak normal (3) Telinga pertama ipsilateral : tidak normal (4) Telinga kedua ipsilateral : normal c) Central pathway pattern Pada kelainan tipe ini didapatkan kelainan pada refleks akustik yang menyilang dan normal pada ipsilateral. Pola ini didapatkan pada kelainan pada brainstem atau adanya kolaps MAE. Gambaran central pathway pattern yaitu : (1) Telinga pertama kontralateral : tidak normal

(2) Telinga kedua kontralateral : tidak normal (3) Telinga pertama ipsilateral : normal (4) Telinga kedua ipsilateral : normal d) Unilateral/ipsilateral pattern Pada pola ini dijumpai semua refleks tidak normal kecuali pada sisi ipsilateral yang diukur pada telinga kedua. Pola ini terdapat pada kelainan telinga tengah (moderate conductive hearing loss) dan kelainan pada brainstem yang mengenai jalur menyilang dan jalur ipsilateral telinga pertama. Gambaran unilateral/ipsilateral pattern yaitu : (1) Telinga pertama kontralateral : tidak normal (2) Telinga kedua kontralateral : tidak normal (3) Telinga pertama ipsilateral : tidak normal (4) Telinga kedua ipsilateral : normal e) Global pattern Pola ini dijumpai kelainan refleks pada jalur kontralateral maupun ipsilateral. Pola ini terdapat pada kelainan sensorineural hearing loss bilateral yang berat, kelainan conductive hearing loss bilateral, neuropati auditori atau kelainan neural yang mengenai jalur ipsilateral maupun kontralateral. Gambaran global pattern yaitu : (1) Telinga pertama kontralaetral : tidak normal (2) Teling kedua kontralateral : tidak normal (3) Telinga pertama ipsilateral : tidak normal (4) Telinga kedua ipsilateral : tidak normal

2.3.2 Acoustic reflex threshold Acoustic reflex threshold (ART) merupakan level terendah stimulus suara yang dapat memunculkan respon refleks akustik berupa perubahan dari acoustic immittance yang dapat diukur. Paparan stimulus diatas ART juga menghasilkan respon refleks akustik. Secara klinis refleks akustik di periksa pada frekuensi 500, 1000 dan 2000 Hz, kadang menggunakan Broad Band Noise (BBN). Pemeriksaan pada frekuensi 4000 Hz tidak direkomendasikan karena pada usia muda dengan pendengaran normal, akan terjadi elevasi ART dan kemungkinan mengarah pada adaptasi cepat (rapid adaptation). Untuk kepentingan skrening pemeriksaan biasanya menggunakan frekuensi 1000 Hz. Instrumen

yang dipergunakan sebaiknya cukup sensitif untuk mendeteksi respon refleks yang dimunculkan oleh BBN kurang lebih 60 dB SPL (sound pressure level). ART normal rata- rata berkisar antara 60- 100 dB SPL (rata-rata 70-90 dB) untuk stimulasi dengan nada murni dan kurang lebih 20 dB untuk stimulasi dengan BBN. Tidak didapatkan perbedaan signifikan antara ART pada laki-laki dan wanita. Magnitudo refleks kontralateral pada usia muda (20-an) lebih besar dibanding usia lanjut (70-an).

2.3.3 Acoustic reflex decay Acoustik reflex decay (Adaptation) merupakan pengurangan magnitudo dari respon refleks akustik selama paparan dari stimulus terus menerus sampai 50 % selama paparan 10 detik. Acoustic reflex decay lebih sering diukur pada jalur kontra lateral karena pada jalur ipsilateral lebih sedikit terjadi. Acoustic reflex decay dihubungkan dengan kelainan retrokokhlea misalnya pada vestibuler schwanoma.

2.3.4 Acoustic reflex latency Acoustic Reflex Latency merujuk pada lama waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya refleks akustik setelah paparan stimulus. Penundaan pemunculan respon diukur dari onset stimulus sampai awal munculnya respon. Pengertian awal respon adalah saat dimana immittance berdeviasi dari prestimulus baseline atau pada saat perubahan immittance mencapai 10 % dari nilai maksimum.. Acoustic reflex latency normal pada kelainan kokhlea dan usia 50 th-an serta memanjang (lebih dari 200 ms) pada kelainan retrokokhlea dan usia 60 th-an. Acoustic reflex latency normal adalah 12 ms apabila kontraksi muskulus stapedius diukur langsung dengan elektromiografi dan pengukuran tidak langsung kurang lebih 107 ms (40-180 ms).

3. Artiklinis Perubahan Refleks Akustik Telinga Tengah 3.1 Kelainan Konduksi Kelainan konduksi menyebabkan peningkatan dari ART atau respon refleks akustik negatif. Refleks akustik negatif muncul sebagai respon yang tidak dapat dihasilkan pada level stimulus tertinggi, khususnya pada 125 dB HL untuk pemeriksaan kontralateral. Prinsip stimuli telinga pada kelainan konduksi adalah pengurangan level

stimuli yang mencapai kokhlea oleh sejumlah air-bone gap. Sebagai hasilnya, ART menjadi naik oleh besaran air-bone gap tersebut dan negatif bila peningkatannya melebihi level stimulus maksimum. Gangguan pada refleks akustik tergantung pada jenis kelainan konduksi dan struktur konduktif telinga yang terlibat. 3.2 Kelainan Sensorineural Pada kelainan sensorineural, ART mengalami perubahan yang bervariasi dan tergantung pada letak lesi. 3.3 Kelainan Retrokokhlea ART pada kelainan retrokokhlea berhubungan dengan peningkatan refleks akustik telinga tengah, biasanya refleks menghilang pada stumulus maksimum. Didapatkan pula acoustic reflex decay dan acoustic reflex latency. 3.4 Kelainan Susunan Saraf Pusat Kelainan refleks akustik dihubungkan dengan kelainan intra-axial brainstem, karena kelainan pada tempat ini seringkali merusak salah satu atau kedua jalur refleks akustik yang menyilang. Kelainan ART, magnitudo (acoustic reflex decay) dan waktu aktivasi dilaporkan pada penyakit demyelinisasi seperti multiple sclerosis dan kelainan neuromuskular (misalnya : Miastenia Gravis), vestibular schwanoma, acoustic neuroma. Kelainan diatas jalur refleks (cortical lession) tidak menimbulkan perubahan pada refleks akustik telinga tengah . 3.5 Kelainan nervus facialis Jalur N. VII dimulai dari brainstem melalui internal auditory canal dan keluar melewati bagian telinga dalam sebelum berakhir pada daerah wajah. Lokasi cedera tersering adalah pada foramen stilomastoid, dimana sebelum pada tempat inilah N. VII masuk memberi cabang inervasi untuk muskulus stapedius. Perjalanan anatomi ini dapat menjelaskan apabila kelainan N. VII berupa Bells palsy (idiophatic peripheral facialis nerve palsies) maka refleks akustik bisa normal. Kelumpuhan nervus fasialis yang berhubungan dengan akustik neurinoma pada daerah sebelum telinga dalam maka terdapat kelainan refleks akustik telinga tengah.

10

Anda mungkin juga menyukai