Anda di halaman 1dari 10

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HARTA

Oleh :
Kurnia Ilahi (111070662)
Moch. Gabriel (111070461)





Yayasan Pendidikan Fatahillah, Jakarta
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
Semester Ganjil
2011







PENDAHULUAN


Adalah Iitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah
maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh
segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan lahiriyah identik dengan
terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) berupa sandang, pangan dan papan. Tapi
manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang kebutuhan-
kebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah-olah bisa terselesaikan
dengan dikumpulkannya harta sebanyak-banyaknya.
Dewasa ini, dalam realitas masyarakat di sekitar kita kepemilikan atas harta
merupakan standardisasi dalam menentukan kebahagiaan hidup seseorang, harta yang
melimpah menunjukkan bahwa ia adalah orang yang berbahagia. Kesenangan manusia
terhadap harta bahkan disamakan kedudukannya dengan kebutuhan hidup manusia terhadap
anak atau keturunan yang merupakan kebutuhan yang mendasar.
Aktivitas bisnis yang dilakukan oleh manusia salah satu tujuannya adalah untuk
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya berupa harta. Dalam ajaran Islam
diperbolehkan bagi manusia untuk bekerja mencari harta, akan tetapi telah pula dijelaskan
cara-cara yang baik atau benar dalam memperoleh harta tersebut, sehingga manusia tidak
bisa seenaknya, dengan menghalalkan segala cara untuk memperkaya dirinya yang mungkin
saja baik sengaja ataupun tidak akan merugikan orang lain.
Untuk itu, dalam makalah ini penulis akan memaparkan konsep Islam berkaitan
dengan harta yang antara lain meliputi deIinisi, unsur-unsur harta, kedudukan harta,
pembagian harta, dan Iungsi harta, sehingga para mahasiswa dalam kelas Ekonomi Syariah
dapat mengerti dan memahami konsep harta dalam Islam dengan lebih jelas.

.









PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta

Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal. Berbagai macam pendapat tentang
pengertian harta:
1. Menurut Imam HanaIiyah (hal. 9, Fiqh Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.)
harta ialah sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk
disimpan hingga dibutuhkan.
2. Menurut HanaIiah (hal. 9, Fiqh Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.) harta
adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan,
dalam penggunaannya bisa dicampuri oleh orang lain, maka menurut HanaIiah yang
dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a`yan).
3. Menurut MusthaIa Ahmad al-Zarqa, harta adalah setiap materi yang mempunyai
nilai yang beredar di kalangan manusia
4. Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy (hal. 10, Fiqh Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi,
M.Si.), harta adalah :
a). Nama selain manusia, yang diciptakan ALLAH untuk mencukupi kebutuhan
manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat dan dikelola (tasharruI) dengan
jalan ikhtiar.
b). Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia
maupun oleh sebagian manusia.
c). Sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan.
d). Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga), seperti sebiji beras
dapat dimiliki oleh manusia, dapat diambil kegunaannya dan dapat disimpan,
tapi sebiji beras menurut urI tidak dapat bernilai (berharga), maka sebiji beras
tidak termasuk harta.
e). Sesuatu yang berwujud, maka sesuatu yang tidak berwujud sekalipun walaupun
dapat diambil manIaatnya tidak termasuk harta, seperti manIaat, karena manIaat
tidak berwujud maka bukan termasuk harta.
I). Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat
diambil manIaatnya ketika dibutuhkan.
5. Menurut Muh. Syalabi, harta adalah sesuatu yang dapat dikuasai, dapat disimpan
serta dapat diambil manIaatnya menurut kebiasaan.


B. Unsur-unsur harta

Menurut para Fuqaha bahwa harta bersendi pada dua unsur, yaitu:
Unsur aniyah adalah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a`yan), maka
manIaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk
milik atau hak.
Unsur urI adalah segala sesuatu yang dipandang harta oleh manusia atau sebagian
manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manIaatnya, baik
manIaat madiyah maupun manIaat ma`nawiyah.

C. Kedudukan Harta

Dijelaskan dalam Al-Quran terdapat beberapa kedudukan mengenai harta,
diantaranya terdapat dalam beberapa ayat berikut :
1. 'Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia(Al-KahIi :46)
2. 'Jadikan indah menurut pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi ALLAH lah tempat kembali yang baik (surga) (Ali Imran :14)
Pada Al-Quran surat Al-KahIi :46 dan An-Nisa :14 dijelaskan bahwa kebutuhan
manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia
terhadap anak atau keturunan, maka kebutuhan manusia terhadap harta merupakan
kebutuhan yang mendasar.
3. 'Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan dan di sisi ALLAH lah
pahala yang besar (Al-Taghabun :15)
Dalam ayat tersebut, dijelaskan bahwa harta berkedudukan sebagai amanat, karena
harta merupakan titipan, maka manusia tidak memiliki harta secara mutlak, karena
itu dalam pandangan tentang harta, terdapat hak-hak orang lain, seperti zakat harta
dan yang lainnya.

4. 'Apa-apa yang ada di langit dan di bumi adalah milik ALLAH (Al-Baqarah :284)
5. 'Dan kepunyaan ALLAH lah kerajaan di langit, di bumi dan di antara keduanya, dan
kepada ALLAH lah kembali segala sesuatu (Al-Maidah :18)
6. 'Kepunyaan ALLAH lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara bumi
dan langit dan ALLAH Maha Kuasa atas segala sesuatu (Al-Baqarah :120)
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa manusia bukanlah pemilik mutlak atas harta,
tetapi dibatasi oleh hak-hak ALLAH, maka wajib baginya untuk mengeluarkan
sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya. Cara-cara pengambilan
manIaat harta mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanaannya dapat diatur
oleh masyarakat melalui wakil-wakilnya.
Berkenaan dengan harta, Al-Quran juga menjelaskan mengenai larangan-larangan
yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi produksi, distribusi,
dan konsumsi harta, dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk larangan tersebut
sebagai berikut :
1. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa:
a). Memakan harta sesama manusia dengan cara yang batil sesuai dengan Iirman
ALLAH dalam surat Al-Baqarah :188 :
'Dan janganlah sebagian kamu memakan sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil.
b). Memakan harta dengan jalan penipuan sesuai dengan Iirman ALLAH dalam
surat Al-An`am :152 :
'Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
c). Dengan jalan melanggar janji dan sumpah sesuai dengan Iirman ALLAH dalam
surat An-Nahl :92 :
'Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antara kamu.
d). Dengan jalan pencurian sesuai dengan Iirman ALLAH dalam surat Al-Maidah
:38 :
'Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah kedua tangannya.
2. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau
keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga, sesuai dengan
Iirman ALLAH dalam surat Ali Imran :130 :
'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertaqwalah kepada ALLAH agar kamu beruntung.
3. Penimbunan harta dengan jalan kikir, dan menimbun harta dengan maksud untuk
meninggikan (menaikkan) harga, sehingga memperoleh keuntungan yang berlipat
ganda, sesuai dengan Iirman ALLAH dalam surat At-Taubat :34 :
'Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak dan tidak menaIkahkannya pada
jalan ALLAH, maka berilah mereka kabar gembira dengan siksa yang pedih.
4. Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubazir), baik pemborosan yang
menghabiskan harta pribadi, perusahaan, masyarakat atau negara maupun yang
siIatnya mengeksploitasi sumber-sumber alam secara berlebihan dan tidak
memperhatikan kelestarian lingkungan (ekologi), sesuai dengan Iirman ALLAH
dalam surat Al-Isra : 26 :
'Dan berilah kerabat, orang-orang miskin dan ibn sabil akan haknya, dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros.
5. Memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi barang-barang yang terlarang
seperti narkotika dan minuman keras, kecuali untuk kepentingan ilmu pengetahuan
dan kesehatan.

D. Pembagian Harta

1. Mal Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim
a). Harta Mutaqawwim adalah sesuatu yang boleh diambil manIaatnya menurut
syara`. Atau semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan
penggunaanya. Contohnya adalah kerbau yang dagingnya halal untuk di
konsumsi oleh umat Islam, tetapi apabila disembelih dengan cara yang tidak sah
menurut syara`, dipukul misalnya, maka daging kerbau tidak bisa dimanIaatkan,
karena cara penyembelihannya batal menurut syara`.
b). Harta Ghair Mutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh diambil manIaatnya,
baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaanya. Seperti babi
adalah termasuk harta ghair mutaqawwim, karena jenisnya. Sepatu yang didapat
dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim karena cara memperolehnya
yang haram. Uang yang disumbangkan untuk membangun tmpat pelacuran
termasuk harta ghair mutaqawwim karena penggunaannya.



2. Harta Mitsli dan Harta Qimi
a). Harta Mitsli adalah harta atau benda tersebut mudah atau tidak sulit dicari
keberadaannya di pasaran. Oleh karena itu harta ini bersiIat relatiI dan
kondisional. Contoh : susu onta akan mudah sekali didapatkan di negara-negara
Arab karena banyak yang menjualnya, tetapi akan sulit dicari di Indonesia.
b). Harta Qimi adalah harta atau benda tersebut sulit untuk mendapatkannya di
pasaran. Meskipun ada tetapi jumlahnya sangat terbatas. Contoh : ketika kita
berada di negara-negara Eropa, kita akan kesulitan untuk mendapatkan tempe
atau tidak semudah mendapatkan tempe di Indonesia.

3. Harta Istihlak dan harta Isti`mal
a). Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaanya dan
manIaatnya secara biasa kecuali dengan menghabiskannya.
Harta Istihlak terbagi menjadi dua, yaitu:
1). Istihlak Haqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas
(nyata) zatnya habis sekali digunakan. Contohnya yaitu korek api kayu,
bila digunakan maka habislah harta berupa kayu.
2). Istihlak Huquqi adalah suatu harta yang sudah habis nilainya bila telah
digunakan tetapi zatnya masih tetap ada. Contohnya yaitu uang yang
digunakan untuk membayar hutang, secara hukum sudah habis karena
berpindah kepemilikan, tetapi Iisik uangnya masih ada.
b). Harta Isti`mal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya
tetap terpelihara. Harta isti`mal tidaklah habis dengan satu kali menggunakan
tetapi dapat digunakan lama menurut apa adanya.
Contohnya yaitu sepatu, pakaian, tempat tidur.

4. Harta Manqul dan Harta Ghair Manqul
a). Harta Manqul (harta bergerak) adalah segala harta yang dapat dipindahkan
(bergerak) dari satu tempat ke tempat lain seperti mas, perak, perunggu,
pakaian, kendaraan termasuk harta yang bisa dipindahkan (manqul).
b). Harta Ghair Manqul (harta tidak bergerak) adalah sesuatu yang tidak bisa
dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain seperti kebun, rumah,
pabrik, sawah termasuk harta ghair manqul karena tidak dapat dipindahkan.

5. Harta Ain dan Harta Dayn
a). Harta ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras,
kendaraan. Harta ain terbagi menjadi dua, yaitu:
1). Harta ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang
sebagai harta karena memiliki nilai yang dipandang sebagai harta.
2). Harta ain ghayr dzalti qimah, yaitu benda yang tidak dapat dipandang
sebagai harta, karena tidak memiliki harga.
b). Harta Dayn adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab, seperti uang
yang berada dalam tanggung jawab seseorang.

6. Mal al-ain dan al-naI`i (manIaat)
a). Harta aini adalah benda yang memiliki nilai dan bentuk (berwujud), seperti
rumah, ternak, dll.
b). Harta naIi` adalah a`radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut
perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naI`i tidak berwujud dan tidak
mungkin disimpan.
7. Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur
a). Harta Mamluk adalah sesuatu yang masuk ke bawah milik (berada dalam
penguasaan), milik perseorangan maupun milik badan hukum seperti
pemerintah atau yayasan. Harta mamluk (yang dimiliki) terbagi kepada dua
macam, yaitu:
1). Harta Perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan pemilik,
seperti rumah yang dikontrakkan.
2). Harta Perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan
hak yang bukan pemiliknya, seperti mobil yang dimiliki oleh 2 orang,
disewakan kepada orang lain.
b). Harta Mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti
air pada mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-pohon di hutan. Tiap
manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang
yang mengambilnya maka ia menjadi pemiliknya.
c). Harta Mahjur adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan
memberikan kepada orang lain menurut syari`at. Contoh : jalan raya, masjid.


8. Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
a). Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah) ialah harta yang tidak
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta itu dibagi-bagi.
Contoh : beras, tepung.
b). Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al qismah) ialah harta yang
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta tersebut dibagi-bagi.
Contoh : mesin, kursi, meja.

9. Harta pokok dan harta hasil (buah)
a). Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain. Harta
pokok bisa juga disebut modal, seperti uang, emas, dan lainnya.
b). Harta hasil adalah harta yang terjadi dari harta yang lain. Harta hasil contohnya
adalah bulu domba dihasilkan dari domba.

10.Harta khas dan harta am


a). Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh
diambil manIaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
Contoh : pakaian, kendaraan.
b). Harta am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh mengambil
manIaatnya. Contoh : sungai, jalan raya.

E. Fungsi Harta

Adapun Iungsi harta dalam kehidupan manusia banyak sekali, antara lain :
1. Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk
ibadah memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan
shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah dan yang
lainnya.
2. Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah, sebab keIakiran
cenderung mendekatkan diri kepada kekuIuran, maka pemilikan harta dimaksud
untuk meningkatkan ketaqwaan kepada ALLAH.
3. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
4. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
5. Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut ilmu tanpa
modal akan terasa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi bila ia
tidak memiliki biaya.
6. Untuk memutarkan (mentasharuI) peranan-peranan kehidupan seperti adanya
pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga antara pihak saling
membutuhkan karena itu tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.
7. Untuk menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan
sehingga terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling
mencukupi kebutuhan.







KESIMPULAN

Dari uraian tentang konsep harta dalam Islam diatas dapat disimpulkan beberapa hal, antara
lain :
1. Bahwa harta hanyalah perhiasan di kehidupan dunia karena semua yang ada di dunia ini
termasuk harta yang dimiliki manusia dan bahkan manusia itu sendiri adalah milik
ALLAH SWT.
2. Karena harta manusia yang ada di dunia sejatinya adalah titipan dari ALLAH SWT,
maka dari itu manusia sebagai makhluk ALLAH SWT yang diamanatkan, tidak berhak
untuk berbangga diri apalagi sombong jika memiliki banyak harta.
3. Islam mengajarkan bahwa dari harta yang kita miliki terdapat hak orang lain, yang dapat
kita salurkan melalui zakat, inIaq, sadaqoh.
4. Di dalam Al-Qur`an juga telah diberikan petunjuk-petunjuk atau cara-cara yang benar
dalam mendapatkan harta agar harta yang didapatkannya itu akan membawa berkah dan
bukannya membawa musibah.
5. Harta selain sebagai simbol kemakmuran seseorang, harta juga dapat diIungsikan
sebagai alat seseorang untuk bermu`amalat dengan manusia lainnya sehingga harta itu
akan mendatangkan nilai tambah berupa berkah dari ALLAH SWT bagi orang tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

O Suhendi, Hendi. 2008. Fiqih Muamalah, Jakarta: Raja GraIindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai