Anda di halaman 1dari 4

ETIKA PROFESI

(Yasmi Nur Masfufah 3.A)


P17334109040

Kasus :Pelanggaran kode etik jurnalistik

Kasus "Silet, DPR Akan Panggil KPI Komisi I DPR RI berencana memanggil Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menjelaskan perkembangan penanganan kasus pidana tayangan program Silet yang hingga kini terkesan lamban dan kurang serius. Jika mengalami kendala di Mabes Polri, Komisi I akan mendukung dan membantu mendesak polisi melanjutkan kasusnya ke pengadilan. Wakil Ketua Komisi I DPR-RI, Hayono Isman mengatakan, terkait kasus tayangan program Silet yang telah meresahkan warga Yogya pada 7 Nopember 2010. "Kita dukung KPI dan kita ingin tahu sampai dimana prosesnya, bagaimanapun, kami di Komisi I akan berusaha semaksimal mungkin mengawal kasus ini demi kepentingan penyiaran nasional, ujar anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini. Hayono secara tegas mengecam munculnya berita bohong, bernuansa SARA dan meresahkan masyarakat, seperti program Silet di stasiun televisi swasta nasional pada 7 November 2010. Berita tersebut tak hanya berakibat pada kian tingginya trauma korban bencana, juga telah menjadi pemicu konflik bernuansa SARA. Dari aspek kepentingan nasional, lanjut dia, langkah yang diambil Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah tepat. Tidak hanya menghentikan programnya, jika memang ada indikasi pelanggaran pidana harus dilaporkan ke pihak berwajib. Kepolisian juga didesak lebih tegas merespon permasalahan yang dianggap merugikan masyarakat luas, terkhusus masyarakat Yogyakarta. Sebelumnya, dalam kasus ini Mabes Polri sudah melakukan gelar perkara dan memeriksa dua saksi korban. Namun hingga kini polisi belum menetapkan tersangkanya. Bahkan tersiar kabar kemungkinan polisi akan menghentikan kasus ini. Padahal KPI telah mengajukan bukti kuat dan aduan masyarakat.

KPI Berharap Kasus "Silet" Dilanjutkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap kasus tayangan infotainmen "Silet" pada 7 November 2010 tentang Gunung Merapi tetap dilanjutkan hingga ke persidangan di pengadilan. Anggota KPI Pusat, Iswandi Syahputra, kepada pers di Jakarta, Kamis, juga berharap Mabes Polri netral dan tidak cenderung mengalihkan kasus itu menjadi bukan kasus pidana. "Kami berharap Mabes Polri netral dalam kasus ini dan kami juga berharap penyidik mau memeriksa 11 orang saksi, bukti tayangan dan aduan masyarakat yang kami ajukan sebelum memeriksa kami," katanya. KPI telah mengajukan 9 saksi ahli dan 2 saksi korban di bawah sumpah yang "shock" dan panik setelah melihat tayangan Program Silet itu yang antara lain berisi ramalan tentang Gunung Merapi yang akan meletus. KPI juga berharap Mabes Polri mengusut tuntas hingga melimpahkan kasus tayangan Program Silet ke pengadilan. "Karena ini bukan delik aduan, tapi ini sudah delik pidana, masa` kami malah yang sibuk cari bukti dan saksi, harusnya polisi yang pro aktif karena saksi dan bukti sangat jelas dan kasus ini telah meresahkan masyarakat," kata Iswandi. Dia mengatakan, aparat penegak hukum perlu lebih serius dalam menangani kasus tayangan Program Silet. Mabes Polri telah melakukan gelar perkara terkait kasus "Silet" yang menghadirkan penyidik Bareskrim, unsur dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), selaku pelapor dan kuasa hukum RCTI selaku terlapor di Gedung TNCC Lantai 12 Mabes Polri Jakarta, Rabu (2/2). Dalam pertemuan tersebut, Iswandi Syahputra mengaku KPI dimintai keterangan oleh tim penyidik Mabes Polri. Namun pertanyaan yang diajukan penyidik Mabes Polri ke KPI ada kecenderungan akan menghentikan kasus ini. Melalui kuasa hukumnya, penanggung jawab program Silet membantah tayangan mereka soal Bencana Merapi sengaja hanya mencari keuntungan bisnis semata dan bermotif sensasional. Namun menurut Iswandi bantahan itu tidak sesuai fakta yang ada. "Masyarakat Yogya saat itu sedang ditimpa musibah bencana. Dalam pengungsian mereka tercekam akibat gempa tremor tiap saat dan hujan abu lebat. Namun dalam ketakutan tiba-tiba disuguhi tayangan Silet yang menakutkan, apa nggak syok juga," ujar Iswandi.

Iswandi Syahputra mendesak Mabes Polri segera menuntaskan kasus itu dengan segera melimpahkan ke kejaksaan. "Kalau memang pihak penanggung jawab Program Silet merasa tidak bersalah biarlah pengadilan yang menentukan, tapi usut kasusnya," ujar Iswandi. Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN Teguh Juwarno mendukung langkah KPI. "Kita secara politik mendukung tegas upaya KPI untuk mengusut tuntas kasus penayangan Program Silet yang tidak sesuai kaidah sosial masyarakat. Kita akan terus pantau penanganannya oleh Mabes Polri," ujar Teguh Juwarno. Bahkan Komisi I DPR RI siap meminta mitra kerjanya Komisi III untuk mempertanyakan ke Kapolri dalam rapat kerjanya jika dirasakan aparat polri tidak serius menangani kasus. "Kita akan mendesak rekanrekan kita di Komisi III untuk mempermasalahkan hal ini," ujar Teguh. KPI melaporkan Program "Silet" ke Badan Reserse dan Kriminal Polri di Jakarta, Selasa 30 November 2010. Pengaduan KPI tersebut karena masuknya 1.000 pengaduan dari masyarakat tentang program Silet. Program infotainment "Silet" pada 7 November 2010, menayangkan materi ramalan tentang akan meletusnya Gunung Merapi, yang isinya mengandung sifat bohong dan menyesatkan publik.

Komentar : Menurut saya dari penjabaran di atas sudah jelas silet melanggar kode etik jurnalistik, karena menyajikan berita yang belum diketahui secara pasti kebenarannya, sehingga menyebabkan keresahan di masyarakak setempat. Seharusnya media penyiaran itu menjadi sarana kita untuk memeroleh informasi yang berguna dan dapat diketahui secara pasti kebenarannya . Sebenarnya masih banyak tayangan-tayangan di media penyiaran yang seharusnya di hentikan penayangannya . Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah , dan yang berwenang dalam hal ini ialah Komisi Penyiaran Indonesia. Semoga ke depannya media penyiran di Indonesia menjadi sarana yang memang dapat bermanfaat bagi masyarakat karena menyiarkan program-program bermutu yang tidak mementingkan keperluan pribadi semata.

Anda mungkin juga menyukai