Anda di halaman 1dari 14
MENINGKATKAN KUALITAS PERADILAN TUN DENGAN PERSAMAAN PERSEPS! DALAM PENERAPAN HUKUM PROF. Dr. PAULUS EFFENDI LOTULUNG, SH. Tuada Uldiltun Mahkamah Agung RI “Meningkatkan Kualitas Peradilan TUN Dengan Persamaan Persepsi Dalam Penerapan Hukum” Paparan Ketua Muda Mahkamiah Agung Ri Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Rapat Kerja Nasional di Palembang ‘Tanggal 6 -10 Oktober 2009 - Yth, Saudara para Hakim Agung Tim C; - Yth, Saudara para Ketua Pengadilan Tinggi TUN; - Yth. Saudara para Wakil Ketua Pengaditan Tinggi TUN; - Yth, Saudara para Panitera/Sekretaris Pengadilan Tinggi TUN; dan - Yth. Hadirin Sekatian. Assalamualaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Dalam pertemuan di Komisi Lingkungan Peradilan TUN fokus materi yang akan saya sampaikan dalam kesempatan ini mengenai bagaimana menyamakan persepsi dalam penerapan hukum untuk meningkatkan kualitas peradilan. Penerapan hukum erat kaitannya dengan tugas pokok Hakim di dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara. Dalam proses tersebut Hakim menerapkan hukumn terhadap kasus konkrit yang dipersengketakan oleh pihak- pihak di depan pengadilan. Di dalam penerapan hukum, Hakim bukan sekedar alat atau substansi automat Undang-undang, karenanya Hakim harus menemukan hukum yang tepat dan memenuhi rasa keadilan terhadap kasus atau perkara yang diadilinya. Seringkali jika di dalam peraturan perundang-undangan tidak mengatur atau tidak ditemukan hukumnya, maka Hakim menciptakan hukum. Dalam kaitan dengan proses penemuan hukum tersebut, Hakim harus menguasai benar metode penemuan hukum melalui interpretasi dan juga penguasaannya di dalam proses penciptaan hukum. Hakim dianggap mengetahui hukumnya (jus curia novit), maka Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan oleh pihak-pihak dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas, metainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (pasal 16 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman). Konsekuensi asas ius curis novit bagi Hakim adalah di dalam memutus perkara selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga harus memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tek tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili (pasal 25 Undang-undang kekuasaan kehakirnan). Saudara-saudara sekalian Persamaan persepsi di dalam penerapan hukum akan mewujudkan kepastian hukum. Terwujudnya kepastian hukum akan mencegah atau menghindarkan disparitas dan inkonsistensi putusan disebabkan Hakim telah menerapkan standar hukum yang sama terhadap kasus atau perkara yang sama atau serupa dengan perkara yang telah di putus atau diadili oleh Hakim sebelumnya, sehingga putusan terhadap perkaranya dapat diprediksikan oleh pencari keadilan. Kepastian hukum akan memudahkan proses penegakan hukum, disebabkan dengan telah terwujud konsistensi penerapan hukum maka putusan akan mudah dilaksanakan eksekusinya. Konsistensi penerapan hukum juga dapat menumbuhkembangkan yurisprudensi sebagai sumber hukum dan pengembangan hukum, sebab Undang-undang (hukum tertulis) tidak selalu lengkap dan tuntas mengatur segalanya. Peranan Hakim dalam hal ini menjadi pengisi kekosongan hukum ketika Undang-undang tidak mengatur dengan cara menciptakan hukum baik hukum formil maupun hukum meter. Hakim mempunyai peranan yang besar untuk membentuk yurisprudens’ sebagai sumber hukum dan pengembangan hukum. Dalam kaitannya dengan hal itu, peningkatan profesionalitas dan integritas Hakim perlu senantiasa dilakukan dan berkesinambungan, baik melalui pendidikan maupun pelatihan- pelatihan. : Dalam kesempatan ini saya ingatkan kepada para Hakim senior dan pimpinan pengadilan untuk membimbing dan membina serta menularkan pengetahuannya di bidang hukum dan praktek peradilan secara berjenjang dan bertahap kepada para Hakim yunior yang belum banyak pengalamannya menangani perkara, Diharapkan melalui proses tersebut terwujud persamaan kemampuan dan pengetahuan mereka, sehingga kesenjangan kemampuan dan pengetahuan praktek peradilan tidak terjadi Kondisi tersebut akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap peradilan. Terwujudnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan merupakan salah satu indikator keberhasilan di dalam mewujudkan peradilan yang unggul atau berkualitas. Memang tidak mudah untuk mewujudkan peradilan yang berkualitas. Dalam kaitannya dengan hal itu, Mahkamah Agung sedang menyusun indikator- indikatomya beserta upaya-upaya untuk mewyjudkannya melalui tahacan- tahapan selama 25 (dua puluh lima) tahun, dimulai tahun 2010 sampai dengan

Anda mungkin juga menyukai