Anda di halaman 1dari 23

PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS BANGSA Identitas nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan

berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas. Dengan ciri-ciri khas tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan kehidupannya. Diletakkan dalam konteks Indonesia, maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang sebelum masuknya agama-agama besar di bumi nusantara ini dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang kemudian dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan Nasional dengan acuan Pancasila dan roh Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kata globalisasi diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan. Munculnya arus globalisme yang dalam hal ini bagi sebuah Negara yang sedang berkembang akan mengancam eksistensinya sebagai sebuah bangsa. Sebagai bangsa yang masih dalam tahap berkembang kita memang tidak suka dengan globalisasi tetapi kita tidak bisa menghindarinya. Globalisasi harus kita jalani ibarat kita menaklukan seekor kuda liar kita yang berhasil menunggangi kuda tersebut atau kuda tersebut yang malah menunggangi kita. Mampu tidaknya kita menjawab tantangan globalisasi adalah bagaimana kita bisa memahami dan malaksanakan Pancasila dalam setiap kita berpikir dan bertindak. Persolan utama Indonesia dalam mengarungi lautan Global ini adalah masih banyaknya kemiskinan, kebodohan dan kesenjangan sosial yang masih lebar. Dari beberapa persoalan diatas apabila kita mampu memaknai kembali Pancasila dan kemudian dimulai dari diri kita masing-masing untuk bisa menjalankan dalam kehidupan sehari-hari, maka globalisasi akan dapat kita arungi dan keutuhan NKRI masih bisa terjaga. Suatu bangsa harus memiliki identitas nasional dalam pergaulan internasional. Tanpa national identity, maka bangsa tersebut akan terombang-ambing mengikuti ke mana angin membawa. Dalam ulang tahunnya yang ke-62, bangsa Indonesia dihadapkan pada pentingnya menghidupkan kembali identitas nasional secara nyata dan operatif.Identitas nasional kita terdiri dari empat elemen yang biasa disebut sebagai konsensus nasional. Konsensus dimaksud adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. revitalisasi Pancasila harus dikembalikan pada eksistensi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara. Karena ideologi adalah belief system, pedoman hidup dan rumusan cita-cita atau nilai-nilai (Sergent, 1981), Pancasila tidak perlu direduksi menjadi slogan sehingga seolah tampak nyata dan personalistik. Slogan seperti Membela Pancasila Sampai Mati atau Dengan Pancasila Kita Tegakkan Keadilan menjadikan Pancasila seolah dikepung ancaman dramatis atau lebih buruk lagi, hanya dianggap sebatas instrumen tujuan. Akibatnya, kekecewaan bisa mudah mencuat jika slogan-slogan itu tidak menjadi pantulan realitas kehidupan masyarakat. Karena itu, Pancasila harus dilihat sebagai ideologi, sebagai cita-cita. Maka secara otomatis akan tertanam pengertian di alam bawah sadar rakyat, pencapaian cita- cita, seperti kehidupan rakyat yang adil dan makmur, misalnya, harus dilakukan bertahap. Dengan demikian, kita lebih leluasa untuk merencanakan aneka tindakan guna mencapai cita-cita itu. Selain perlunya penegasan bahwa Pancasila adalah cita-cita, hal penting lain yang dilakukan untuk merevitalisasi Pancasila dalam tataran ide adalah mencari maskot. Meski dalam hal ini ada pandangan berbeda karena dengan

memeras Pancasila berarti menggali kubur Pancasila itu sendiri, namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak salah jika kita mengikuti alur pikir Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila, Gotong Royong. Mungkin inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan guna penerapan Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan Pancasila, Gotong Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia hidup tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, manusia senantiasa membutuhkan orang lain. Pada akhirnya manusia hidup secara berkelompok-kelompok. Manusia dalam bersekutu atau berkelompok akan membentuk suatu organisasi yang berusaha mengatur dan mengarahkan tercapainya tujuan hidup yang besar. Dimulai dari lingkungan terkecil sampai pada lingkungan terbesar. Pada mulanya manusia hidup dalam kelompok keluarga. Selanjutnya mereka membentuk kelompok lebih besar lagi sperti suku, masyarakat dan bangsa. Kemudian manusia hidup bernegara. Mereka membentuk negara sebagai persekutuan hidupnya. Negara merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh kelompok manusia yang memiliki cita-cita bersatu, hidup dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang sama. Negara dan bangsa memiliki pengertian yang berbeda. Apabila negara adalah organisasi kekuasaan dari persekutuan hidup manusia maka bangsa lebih menunjuk pada persekutuan hidup manusia itu sendiri. Di dunia ini masih ada bangsa yang belum bernegara. Demikian pula orang-orang yang telah bernegara yang pada mulanya berasal dari banyak bangsa dapat menyatakan dirinya sebagai suatu bangsa. Baik bangsa maupun negara memiliki ciri khas yang membedakan bangsa atau negara tersebut dengan bangsa atau negara lain di dunia. Ciri khas sebuah bangsa merupakan identitas dari bangsa yang bersangkutan. Ciri khas yang dimiliki negara juga merupakan identitas dari negara yang bersangkutan. Identitas-identitas yang disepakati dan diterima oleh bangsa menjadi identitas nasional bangsa. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas asional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD kita, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi, bahasa, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional. Perlu dikemukaikan bahwa nilai-nilai budaya yang tercermin sebagai Identitas Nasional tadi bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka-cenderung terus menerus bersemi sejalan dengan hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinyaadalahidentitas nasional juga

sesuatu yang terbuka, dinamis, dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan funsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat. Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat kita menyadarkan bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam Pembukaan, khususnya dalam Pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu : Kebudayan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat ebagi puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia . Kemudian dalam UUD 1945 yang diamandemen dalam satu naskah disebutkan dalam Pasal 32: 1. Negara memajukan kebudayan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memeliharra dan mengembangkan nilai-nilai budaya. 2. Negara menghormatio dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Dengan demikian secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk membina dan mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya, terlepas dari apa dan bagaimana kebudayaan itu dipahami yang dalam khasanah ilmiah terdapat tidak kurang dari 166 definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952. 1.2 Rumusan Masalah Apa pengertian Identitas Nasional? Apa saja unsur-unsur Identitas Nasional? Apa saja faktor-faktor pendukung kelahiran Idetitas Nasinal? Apa pengertian pancasila sebagai kepribadian dan Identitas Nasional?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Untuk megetahui pengertian Identitas Nasional. Untuk mengetahui unsur-unsur Identitas Nasional. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung kelahiran Identitas Nasional. Untuk mengetahui pengertian pancasila sebagai kepribadian dan Identitas Nasional. 1.4 Sistematika Penulisan KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.4 Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Identitas Nasional 2.2 Unsur-Unsur Identitas Nasional 2.3 Faktor-Faktor Kelahiran Identitas Nasional 2.4 Pancasila Sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Identitas Nasional Istilah identitas nasional dapat disamakan dengan identitas kebangsaan. Secara etimologis , identitas nasional berasal dari kata identitas dan nasional. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau . sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Kata nasional merujuk pada konsep kebangsaan. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identiti yang memiliki pengerian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Jadi, pegertian Identitas Nsaional adalah pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai Ideologi Negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk disini adalah tatanan hukum yang berlaku di Indonesia, dalam arti lain juga sebagai Dasar Negara yang merupakan norma peraturan yang harus dijnjung tinggi oleh semua warga Negara tanpa kecuali rule of law, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban warga Negara, demokrasi serta hak asasi manusia yang berkembang semakin dinamis di Indonesia. Identitas Nasional Indonesia : 1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia 2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih 3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya 4. Lambang Negara yaitu Pancasila 5. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika 6. Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila 7. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 8. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat 9. Konsepsi Wawasan Nusantara 10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional 2.2 Unsur-Unsur Identitas Nasional Unsur-unsur pembentuk identitas yaitu: 1. Suku bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialeg bangsa. 2. Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yan tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong H Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan. 3. Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. 4. Bahasa: merupakan unsure pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahsa dipahami sebagai system perlambang yang secara arbiter dientuk atas unsure-unsur ucapan manusia dan yang digunakan sebgai sarana berinteraksi antar manusia. Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut : Identitas Fundamental, yaitu pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, dan agama, sertakepercayaan. Menurut sumber lain ( http://goecities.com/sttintim/jhontitaley.html) disebutkan bahwa: Satu jati diri dengan dua identitas:

1. Identitas Primordial Orang dengan berbagai latar belakang etnik dan budaya: jawab, batak, dayak, bugis, bali, timo, maluku, dsb. Orang dengan berbagai latar belakang agama: Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha, dan sebagainya. 2. Identitas Nasional Suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada padanan sebelumnya. Perlu diruuskan oleh suku-suku tersebut. Istilah Identitas Nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalist Revolution, era globalisasi dewasa ini, ideology kapitalisme yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, social, politik dan kebudayaan. Perubahan global ini menurut Fakuyama membawa perubahan suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular kearah ideology universal dan dalam kondisi seperti ini kapitalismelah yang akan menguasainya. Dalam kondisi seperti ini, negara nasional akan dikuasai oleh negara transnasional yang lazimnya didasari oleh negara-negara dengan prinsip kapitalisme. Konsekuensinya, negara-negara kebangsaan lambat laun akan semakin terdesak. Namun demikian, dalam menghadapi proses perubahan tersebut sangat tergantung kepada kemampuan bangsa itu sendiri. Menurut Toyenbee, cirri khas suatu bangsa yang merupakan local genius dalam menghadapi pengaruh budaya asing akan menghadapi Challence dan response. Jika Challence cukup besar sementara response kecil maka bangsa tersebut akan punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada bangsa Aborigin di Australia dan bangfsa Indian di Amerika. Namun demikian jika Challance kecil sementara response besar maka bangsa tersebut tidak akan berkembang menjadi bangsa yang kreatif. Oleh karena itu agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional. 2.3 Faktor-Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional 1. Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi: Faktor Objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis Faktor Subjektif, yaitu faktor historis, social, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo, 2002) 2. Menurut Robert de Ventos, dikutip Manuel Castelles dalam bukunya The Power of Identity (Suryo, 2002), munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis ada 4 faktor penting, yaitu: Faktor primer, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya. Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembanguanan lainnya dalam kehidupan bernegara. Faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional Faktor reaktif, pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain. Faktor pembentukan Identitas Bersama. Proses pembentukan bangsa- negara membutuhkan identitas-identitas untuk menyataukan masyarakat bangsa yang bersangkutan. Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu bangsa, yaitu : Primordial Sakral Tokoh Bhinneka Tunggal Ika Sejarah Perkembangan Ekonomi Kelembagaan Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia sebagai berikut 1. Adanya persamaan nasib , yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa asing lebih kurang selama 350 tahun 2. Adanya keinginan bersama untuk merdeka , melepaskan diri dari belenggu penjajahan 3. Adanya kesatuan tempat tinggal , yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke

4. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa Cita- Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia. Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Alenia II Pembukaan UUD 1945 yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Tujuan Negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945. Secara rinci sbagai berikut : 1. Melindungi seganap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan kesejahteraan umum 3. Mencerdaskan Kehidupan bangsa 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi, dan keadilan sosial Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai , demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa dan berahklak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, mengausai ilmu pengetahuandan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Setelah tidak adanya GBHN makan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka mengenah (RPJM) Nasional 20042009, disebutkan bahwa Visi pembangunan nasional adalah : 1. Terwujudnya kehidupan masyarakat , bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai. 2. Terwujudnya masyarakat , bangsa dan negara yang menjujung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia. 3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. 2.4 Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memilki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala bangsa Indonesia berkembang menujufase nasionalisme modern, diletakanlan prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam filsafat hidup berbangsa dan bernagara. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa yang diangkat dari filsafat hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat Negara yaitu Pancasila. Jadi, filsafat suatu bangsa dan Negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber pada kepribadiannya sendiri. Dapat pula dikatakan pula bahwa pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa. Jadi, filsafat pancasila itu bukan muncul secara tiba-tiba dan dipaksakan suatu rezim atau penguasa melainkan melalui suatu historis yang cukup panjang. Sejarah budaya bangsa sebagai akar Identitas Nasional. Menurut sumber lain (http://unisosdem.org.kliping_detail.php/?aid=7329&coid=1&caid=52) Disebutkan bahwa: kegagalan dalam menjalankan dan medistribusikan output berbagia agenda pembangnan nasional secaralebih adil akan berdampak negatif pada persatuan dan kesatuan bangsa. Pada titik inilah semangat Nasionalisme akan menjadi slah satu elemen utama dalam memperkuat eksistensi Negara/Bangsa. Study Robert I Rotberg secara eksplisit mengidentifikasikan salah satu karakteristik penting Negara gagal (failed states) adalah ketidakmampuan negara mengelola identitas Negara yang tercermin dalam semangat nasionalisme dalam menyelesaikan berbagai persoalan nasionalnya. Ketidakmampuan ini dapat memicu intra dan interstatewar secara hamper bersamaan. Penataan, pengelolaan, bahkan pengembangan nasionalisme dalam identitas nasional, dengan demikian akan menjadi prasyarat utama bagi upaya menciptakan sebuah Negara kuat (strong state). Fenomena globalisasi dengan berbagai macam aspeknya seakan telah meluluhkan batas-batas tradisional antarnegara, menghapus jarak fisik antar negara bahkan nasionalisme sebuah negara. Alhasil, konflik komunal menjadi fenomena umum yang terjadi diberbagai belahan dunia, khususnya negara-negara berkembang. Konflik-konflik serupa juga melanda Indonesia. Dalam konteks Indonesia, konflik-konflik ini kian diperuncing karekteristik geografis Indonesia. Berbagai tindakan kekerasan (separatisme) yang dipicu sentimen etnonasionalis yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia bahkan menyedot perhatian internasional. Nasionalisme bukan saja dapat dipandang sebagai sikap untuk siap mengorbankan jiwa raga guna mempertahankan Negara dan kedaulatan nasional, tetapi juga bermakna sikap kritis untuk member kontribusi positif terhadap segala aspek pembangunan nasional. Dengan kata lain, sikap nasionalisame membutuhkan sebuah wisdom dalam mlihat segala kekurangan yang masih kita miliki dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan sekaligus kemauan untuk terus mengoreksi diri demi tercapainya cita-cita nasional. Makna falsafah dalam pembukaan UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut: 1. Alinea pertama menyatakan: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan , karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Maknanya, kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan penjajahan bertentangan dengan hak asasi manusia.

2. Alinea kedua menyebutkan: dan perjuangan kemerdekaaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kepada depan gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. Maknanya: adanya masa depan yang harus diraih (cita-cita). 3. Alinea ketiga menyebutkan: atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Maknanya, bila Negara ingin mencapai cita-cita maka kehidupan berbangsa dan bernegara harus mendapat ridha Allah SWT yang merupakan dorongan spiritual. 4. Alinea keempat menyebutkan: kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, menmcerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam susunan Negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan kepada: ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Alinea ini mempertegas cita-cita yang harus dicapai oleh bangsa Indonesia melalui wadah Negara kesatuan republik Indonesia.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Sekilas kata-kata diatas memang membuat tanda tanya besar dalam memaknainya. Beribu-ribu kemungkinan yang terus melintas dibenak pikiran, untuk menjawab sebuah pertanyaan yang membahas tentang identitas nasional.Kendatipun, dalam hidup keseharian yang mencakup suatu negara berdaulat, Indonesia sendiri sudah menganggap bahwa dirinya memiliki identitas nasional. Identitas nasional merupakan pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai Ideologi Negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Unsur-unsur dari identitas nasional adalah Suku Bangsa: gol sosial (askriptif : asal lhr), golongan,umur. Agama : sistem keyakinan dan kepercayaan. Kebudayaan: pengetahuan manusia sebagai pedoman nilai,moral, das sein das sollen,dlm kehidupan aktual. Bahasa : Bahasa Melayu-penghubung (linguafranca). Faktor-faktor kelahiran identitas nasional adalah Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi faktor subjektif dan factor objektif, Faktor primer, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya. Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembanguanan lainnya dalam kehidupan bernegara. Faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional. Faktor reaktif, pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain. 3.2 Saran

Identitas nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh bangsa kita untuk dapat membedakannya dengan bangsa lain. Jadi, untuk dapat mempertahankan keunika-keunikan dari bangsa Indonesia itu sendiri maka kita harus menanamkan akan cinta tanah air yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan dan kepatuhan terhadap atura-aturan yang telah ditetapkan serta mengamalkan nilai-nilai yang sudah tertera dengan jelas di dalam pancasila yang dijadikan sebagai falsafah dan dasar hidup bangsa Indonesia. Dengan keunikan inilah, Indonesia menjadi suatu bangsa yang tidak dapat disamakan dengan bangsa lain dan itu semua tidak akan pernah lepas dari tanggung jawab dan perjuangan dari warga Indonesia itu sendiri untuk tetap menjaga nama baik bangsanya.

http://aktrismonika.blogspot.com/2009/05/identitas-nasional.html

Peran Pancasila sebagai Identitas dan Nilai Luhur Bangsa Pancasila merupakan dasar pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila pun harus diwariskan kepada generasi muda bangsa Indonesia berikutnya melalui pendidikan. Setiap bangsa memiliki kepedulian kepada pewarisan budaya luhur bangsanya. Oleh karena itu, perlu ada upaya pewarisan budaya penting tersebut melalui pendidikan Pancasila yang dilaksanakan dalam pendidikan formal (sekolah). Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis. Seluruh tatanan hidup bernegara yang bertentangan dengan Pancasila sebagai kaidah yuridis-konstitusional pada dasarnya tidak berlaku dan harus dicabut. Dengan demikian penetapan Pancasila sebagai dasar falsafah negara berarti bahwa moral bangsa telah menjadi moral negara (Dipoyudo: 1984). Hal ini berarti bahwa moral Pancasila telah menjadi sumber tertib negara dan sumber tertib hukumnya, serta jiwa seluruh kegiatan negara dalam segala bidang kehidupan (A. T. Soegito, dkk, 2009: 6). Pelaksanaan Pancasila pada masa reformasi cenderung meredup dan tidak adanya istilah penggunaan Pancasila sebagai propoganda praktik penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini terjadi lebih dikarenakan oleh adanya globalisasi yang melanda Indonesia dewasa ini. Masyarakat terbius akan kenikmatan hedonisme yang dibawa oleh paham baru yang masuk sehingga lupa dari mana, di mana, dan untuk siapa sebenarnya mereka hidup. Seakan-akan mereka melupakan bangsanya sendiri yang dibangun dengan semangat juang yang gigih dan tanpa memandang perbedaan. Dalam perkembangan masyarakat yang secara kultur, masyarakat lebih cenderung menggunakan Pancasila sebagai dasar pembentukan dan penggunakan setiap kegiatan yang mereka lakukan. Peran Pancasila dalam hal ini sebenarnya adalah untuk menciptakan masyarakat kerakyatan, artinya masyarakat Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama. Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan negara dan masyarakat. Karena mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban harus seimbang dan tidak memihak ataupun memaksakan kehendak kepada orang lain. Dalam pokok-pokok kerakyatan, masyarakat dituntut untuk saling menghargai dan hidup bersama dalam lingkungan yang saling membaur dan bisa membentuk sebuah kepercayaan (trust) sebagai modal untuk membangun bangsa yang berjiwa besar dan bermoral sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila. Pancasila disebut sebagai identitas bangsa dimana Pancasila mampu memberikan satu pertanda atau ciri khas yang melekat dalam tubuh masyarakat. Hal ini yang mendorong bagaimana statement masyarakat mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut. Sebagai contoh nilai keadilan yang bermakna sangat luas dan tidak memihak terhadap satu golongan ataupun individu tertentu. Unsur pembentukan Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri. Sejarah Indonesia membuktikan bahwa nilai luhur bangsa yang tercipta merupakan sebuah kekayaan yang dimiliki dan tidak bisa tertandingi. Di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan, hal tersebut terbukti dengan adanya tempat peribadatan yang dianggap suci, kitap suci dari berbagai ajaran agamanya, upacara keagamaan, pendidikan keagamaan, dan lain-lain merupakan salah satu wujud nilai luhur dari Pancasila khususnya sila ke-1. Bangsa Indonesia yang dikenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut terhadap sesama mampu memberikan sumbangan terhadap pelaksanaan Pancasila, hal ini terbukti dengan adanya pondok-pondok atau padepokan yang dibangun mencerminkan kebersamaan dan sifat manusia yang beradab. Pandangan hidup masyarakat yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu

sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya. Dalam praktik kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, secara mendasar (grounded, dogmatc) dimensi kultur seyogyanya mendahului dua dimensi lainnya, karena di dalam dimensi budaya itu tersimpan seperangkat nilai (value system). Selanjutnya sistem nilai ini menjadi dasar perumusan kebijakan (policy) dan kemudian disusul dengan pembuatan hukum (law making) sebagai rambu-rambu yuridis dan code of conduct dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, yang diharapkan akan mencerminkan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan (Solly Lubis: 2003). Masyarakat Indonesia sekarang ini tidak hanya mendambakan adanya penegakan peraturan hukum, akan tetapi masalah yang muncuk ke permukaan adalah apakah masih ada keadilan dalam penegakan hukum tersebut. Hukum berdiri diatas ideologi Pancasila yang berperan sebagai pengatur dan pondasi norma masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada masa Orde Baru menginginkan pemerintahan yang ditandai dengan keinginan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Penanaman nilai-nilai Pancasila pada masa Orde Baru dilakukan secara indoktrinatif dan birokratis. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilainilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata sehingga Pancasila yang berisi nilainilai luhur bangsa dan merupakan landasan filosofi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, bagi rakyat hanyalah omong kosong yang tidak mempunyai makna apapun. Lebih-lebih pendidikan Pancasila dan UUD 45 yang dilakukan melalui metode indoktrinasi dan unilateral, yang tidak memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, semakin mempertumpul pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila. Cara melakukan pendidikan semacam itu, terutama bagi generasi muda, berakibat fatal. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur, setelah dikemas dalam pendidikan yang disebut penataran P4 atau PMP ( Pendidikan Moral Pancasila), atau nama sejenisnya, ternyata justru mematikan hati nurani generasi muda terhadap makna dari nilai luhur Pancasila tersebut. Hal itu terutama disebabkan oleh karena pendidikan yang doktriner tidak disertai dengan keteladanan yang benar. Mereka yang setiap hari berpidato dengan selalu mengucapkan kata-kata keramat: Pancasila dan UUD 45, tetapi dalam kenyataannya masyarakat tahu bahwa kelakuan mereka jauh dari apa yang mereka katakan. Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang buruk bagi para pemimpin serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup bernegara, karena masyarakat menilai bahwa aturan dan norma hanya untuk orang lain (rakyat) tetapi bukan atau tidak berlaku bagi para pemimpin. Selain itu Pancasila digunakan sebagai asas tunggal bago organisasi masyarakat maupun organisasi politik (Djohermansyah Djohan: 2007). Karena Orde Baru tidak mengambil pelajaran dari pengalaman sejarah pemerintahan sebelumnya, akhirnya kekuasaan otoritarian Orde Baru pada akhir 1998-an runtuh oleh kekuatan masyarakat. Hal itu memberikan peluang bagi bangsa Indonesia untuk membenahi dirinya, terutama bagaimana belajar lagi dari sejarah agar Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara benar-benar diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari (Djohermansyah Djohan: 2007). Berakhirnya kekuasaan Orde Baru menandai adanya Pemerintahan Reformasi yang diharapkan mampu memberikan koreksi dan perubahan terhadap penyimpangan dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam praktik bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan pada masa Orde Baru. Namun dalam praktik pada masa reformasi yang terjadi adalah tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan fundamentalism. Hal inilah yang menandai bahwa pada masa itulah masyarakat Indonesia sedang mengalami krisis identitas bangsa. Pancasila sebagai Wujud Modal Sosial Bangsa Modal sosial (social capital) bisa dikatakan sebagai kelompok individu atau grup yang digunakan untuk merealisasi kepentingan manusia. Kalau mau didefinisikan sebagai satu kata maka trust (kepercayaan) adalah kata yang bisa mempresentasikan kondisi tersebut (Konioko dan Woller, 1999). Sedangkan James Coleman sebagaimana yang dikutip oleh Francis Fukuyama dalam bukunya Trust: The Social and Creation of Prosperity (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai kemampuan masyarakat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama di dalam berbagai kelompok organisasi. Trust (kepercayaan) sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, hal ini dikarenakan kepercayaan bersifat fundamental. Bahkan dapat dikatakan kualitas relasi sosial terletak pada sejauh mana nilai fundamental itu mendapat perhatian. Ketika sebuah nilai kepercayaan itu hilang maka yang timbul adalah perpecahan yang sifatnya mendarah daging. Sangat jelas bahwa kepercayaan menyentuh sendi kehidupan yang paling mendasar dari sisi kemanusiaan baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Sebagai bahan analisis yang menjadikan kepercayaan itu merupakan sebuah faktor utama dari pelaksanaan Pancasila, sebut saja 4 (empat) pilar kehidupan berbangsa. Antara lain Pancasila, UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar tersebut ibaratkan sebuah kepercayaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang rukun dan tanpa adanya sebuah keganjalan seperti konflik dan sebagainya.

Namun sebuah fenomena dan kelangsungan dari perjalanan reformasi memberikan ruang bagi para masyarakat yang tidak mengerti akan hal tersebut, sehingga disini rawan terjadinya konflik di dalam masyarakat itu sendiri. Konflik yang sering terjadi di Indonesia merupakan konflik yang sebagian besar disebabkan karena krisis moral dan tidak bisa mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila. Sebagai konflik yang terjadi di Cengkareng, Bekasi, Jawa Barat yaitu bentrokan antara Front Pembela Islam (FPI) dengan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Pihak HKBP yang terdapat dalam kasus penyegelan rumah milik jemaat HKBP yang disalahgunakan menjadi gereja. HKBP merasa tidak terima atas keputusan pemerintah yang kurang demokratis yang akhirnya terjadi bentrokan antara jemaat HKBP dengan warga Muslim Bekasi. Sekilas kasus ini merupakan bentuk ketidakharmonisan antar umat beragama, hal tersebut merupakan cermin lunturnya nilai-nilai dalam Pancasila. Sebagai dasar negara Pancasila mempunyai keunggulan dalam mengatur kehidupan masyarakat Indonesia, yang mengandung makna saling menghormati, menghargai, menjunjung tinggi kebersamaan, dan sebagainya justru kenyataannya adalah sebaliknya. Paham fundamentalisme yang hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang menyebabkan semua itu. Kerusuhan tersebut menyebabkan berbagai fasilitas umum menjadi rusak dan identitas bangsa sebagai negara yang menjunjung persatuan dan kesatuan sedikit demi sedikit sudah mulai luntur. Pada 12 Februari 2010 lalu, Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ) mengeluarkan data, yang menurut mereka dalam tahun 2007 ada 100 buah gereja yang diganggu atau dipaksa untuk ditutup. Tahun 2008, ada 40 buah gereja yang mendapat gangguan. Tahun 2009 sampai Januari 2010, ada 19 buah gereja yang diganggu atau dibakar di Bekasi, Depok, Parung, Purwakarta, Cianjur, Tangerang, Jakarta, Temanggung dan Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas (Sumatera Utara). Menurut data FKKJ tersebut, selama masa pemerintahan Presiden Soekarno (1945 1966) hanya ada 2 buah gereja yang dibakar. Pada era pemerintahan Presiden Soeharto (1966-1998) ada 456 gereja yang dirusak atau dibakar. Pada periode 1965-1974, ada 46 buah gereja yang dirusak atau dibakar. Sedangkan dari tahun 1975 atau masa setelah diberlakukannya SKB 2 Menteri tahun 1969 hingga saat lengsernya Soeharto tahun 1998, angka gereja yang dirusak atau dibakar sebanyak 410 buah. Sebenarnya kasus yang terdapat di Bekasi tersebut bukan merupakan kasus kebebasan beribadat dan beragama ataupun yang berbau SARA, namun merupakan kasus tempat beribadat dan persoalan perijinan mendirikan bangunan. Hilangnya kepercayaan (trust) sebagai wujud modal sosial dalam kehidupan masyarakat merupakan awal munculnya beberapa akibat adanya paham fundamentalis dan kapitalis di Indonesia. Adanya kebutuhan yang mendesak dan ketidakterbatasan masyarakat juga ikut serta dalam mewujudkan sebuah konflik tersebut terjadi. Krisis Identitas dalam Kehidupan Berbangsa Era globalisasi yang sedang melanda masyarakat dunia, cenderung melebur semua identitas menjadi satu, yaitu tatanan dunia baru. Masyarakat Indonesia ditantang untuk makin memperkokoh jatidirinya. Bangsa Indonesia pun dihadapkan pada problem krisis identitas, atau upaya pengaburan (eliminasi) identitas. Hal ini didukung dengan fakta sering dijumpai masyarakat Indonesia yang dari segi perilaku sama sekali tidak menampakkan identitas mereka sebagai masyarakat Indonesia. Padahal bangsa ini mempunyai identitas yang jelas, yang berbeda dengan kapitalis dan fundamentalis, yaitu Pancasila. Krisis identitas yang mulai tergerus itulah yang menyebabkan banyaknya perbedaan diantara golongan dan berdampak timbulnya konflik ataupun permusuhan. Bangsa Indonesia krisis identitas. Pluralisme yang menjadi alasan berdirinya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), terancam, ucap Gus Dur, selanjutnya beliau menjelaskan sejarah Indonesia sejak abad ke-18 telah menunjukkan kultur bangsa dan semangat yang berkobar, antara lain adanya konflik yang berbau SARA dan lain sebagainya. Meskipun demikian bangsa Indonesia pada tataran selanjutnya masih banyak terjadi konflik yang berbau SARA, seperti konflik yang terjadi antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Ahmadiyah. Konflik tersebut menjadi konflik yang struktural, artinya konflik tersebut berlanjut dan dengan adanya tindakan nyata dari kedua belah pihak untuk saling memenangkan argumen mereka. Menurut MUI, pemerintah kurang tegas dalam menangani masalah tersebut sehingga menimbulkan masalah baru yang bersifat struktural dan berkelanjutan. Faktor yang mendorong krisis identitas dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara terdiri dari dua faktor yang mendasar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang terjadi karena adanya kegiatan-kegiatan didalam sub sistem tersebut, yaitu ketika masa Orde Baru Pancasila dijadikan sebagai supported regime dan pada masa sekarang menjadi favourable dalam kekuasaan. Selain itu lengsernya kekuasaan Soeharto yang menandakan jatuhnya Orde Baru sebagai bentuk kekuasaan yang otoritarian. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor pendorong krisis identitas dari luar substansi, salah satunya yaitu setelah kehancuran Perang Dingin (1947-1991) antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat sehingga memperkuat pertahanan keamanan di Amerika Serikat, sehingga Amerika Serikat disebut sebagai polisi dunia. Namun pengakuat sebagai polisi dunia pada negara Amerika Serikat tidak bisa dilakukan, hal tersebut dikarenakan jika Amerika

Serikat menjadi polisi dunia maka Amerika Serikat berhak dan berkewajiban untuk melindungi semua negara di dunia ini. Adanya faktor-faktor tersebut Indonesia tidak lepas dari dampaknya yaitu adanya krisis identitas bangsa, dimana paham-paham yang muncul ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Ketika itu, banyak paham yang masuk seperti globalisasi dan fundamentalis. Korupsi sebagai Wujud Krisis Identitas Bangsa Adanya krisis identitas bangsa yang terjadi selama beberapa dekade menyebabkan mentalitas bangsa menjadi tergerus dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Ketika krisis kepercayaan itu terjadi, pada masa kini masyarakat hanya menjadikan Pancasila sebagai buah bibir saja tanpa bisa menghayati dan mengamalkannya secara utuh. Munculnya paham fundamentalis dan kapitalis sebagai kenyataan akan hal tersebut. Sebagai contoh adalah kasus korupsi ditengah-tengah masyarakat. Kecenderungan tindak korupsi tersebut hanya memihak dan menguntungkan satu pihak saja, sedangkan masyarakat sebagai korban dari korupsi tersebut. Adanya tindak pidana korupsi disebabkan karena lemahnya moral individu, di samping itu, lemahnya penegakan hukum dalam menindaklanjuti tindak pidana korupsi yang semakin merajalela. Perspektif ke depan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan UUD 1945 yang memiliki dasar negara Pancasila, sehingga diperlukan kajian tentang konsepsi sistem hukum di Indonesia. Hal ini dengan tegas dinyatakan pada Pembukaan UUD 1945 alenia IV dan pada Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum, kedudukan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi yang dalam tata hukum global disebut ground norm atau staat fundamental norm mengingat sesuai kenyataan sejarah (legal history) selama 60 tahun tidak goyah sebagai ideologi dan dasar negara hukum di Indonesia. Berdasarkan tesis Hans Kelsen, kedudukan Pancasila dalam UUD 1945 berada pada tingkat tertinggi (Ilham Bisri: 2005). Hal ini berarti bahwa Pancasila harus diletakkan sebagai kaidah dasar yang mempunyai arti sebagai sumber dari segala sumber hukum serta menjadi dasar bagi berlakunya UUD 1945. Penyimpangan dan implementasi dari sistem hukum yang berlapis seperti dijelaskan pada gambar di atas adalah ketidakkonsistenan dalam interaksi dan penerapan dari pasal tersebut yang dapat menjadi akar masalah korupsi di Indonesia. Perbuatan korupsi telah digolongkan sebagai kejahatan internasional karena telah ditetapkan melalui Konvensi Internasional (Atmasasmita, 2004: 40). Praktik penegakan hukum dan peradilan yang timpang dengan rasa keadilan masyarakat sebagai wujud terkikisnya nilai Pancasila yang berperan sebagai modal sosial bangsa, contoh vonis bebas korupsi atau SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan) lebih banyak di tingkat penyidikan dibandingkan kasus-kasus pencurian ayam bahkan sering kali korban penganiayaan yang dihakimi oleh masa. Kondisi seperti ini sangat bertentangan sengan rasa keadilan sebagai salah satu nilai ideologi yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan peran Pancasila sebagai modal sosial. Dalam kurun waktu 5 tahun (2004-2008) Dirtipikor dan WCC, Bareskrim Polri mampu menangani kasus tindak pidana korupsi sebanyak 1.824 kasus, dan mampu diselesaikan sekitar 39,6% dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 9.986.129.025.963,66. Penyebab tindak korupsi tersebut jika di lihat dari aspek sosial politik sangat berkaitan dengan masalah kekuasaan yang diperoleh dengan aktivitas kegiatan dalam kepentingan politik. Ini menunjukkan adanya nilai ideologi Pancasila sudah tidak dihiraukan lagi dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebagai modal sosial, tentunya Pancasila memberikan nilai tersendiri, artinya Pancasila mempunyai nilai dan peran implementasinya dalam penyelenggaraan negara. Ketika kepercayaan (trust) masyarakat mulai meredam terhadap nilai dan makna Pancasila, maka disitulah titik awal dari munculnya krisis identitas yang menyebabkan seseorang melakukan segala cara untuk mendapatkan dan mempertahanlan kekuasaan dengan tidak menghiraukan lagi nilainilai ideologi yang terkandung dalam Pancasila itu. Selain krisis identitas yang bersifat moralitas dan kekuasaan, muncul kasus fundamentalis agama dalam hal tindak pidana korupsi. Faktor pendidikan dikalangan keagamaan menjadi sangat penting dan strategis dalam membangun moral, mental, dan karakter bangsa yang peka dan anti korupsi. Fundamentalisme Agama sebagai akibat Lemahnya Pengamalan Nilai Ideologi Pancasila Agama merupakan pondasi hidup setiap manusia, tanpa adanya agama manusia tidak bisa berpikir secara naluri dan tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Indonesia merupakan negara yang meyakini keberadaan agama sebagai hal tersebut, ada 6 keyakinan yang terdapat di Indonesia dan masing-masing keyakinan mempunyai dasar ataupun pedoman sesuai dengan keyakinannya. Pancasila khususnya Sila ke-1 menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sudah jelas dan tidak diragukan lagi, setiap manusia pasti mempunyai Tuhan dan percaya bahwa Tuhan itu ada. Keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat yang berbeda kepercayaan merupakan wujud nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam bentuk keharmonisan, kebersamaan, ketentraman, dan

sebagainya. Perbedaan keyakinan yang terdapat di dalam masyarakat itu merupakan multikulturalisme bangsa Indonesia. Namun, tidak jarang hal tersebut justru mendorong berbagai keributan/kerusuhan. Substansi kerusuhan tersebut sangat sempit dan kecil, tapi bisa juga menjadi kerusuhan berskala besar dan sulit untuk menemukan jalan tengahnya, dan bahkan bisa membawa nama masing-masing kelompok tersebut dalam ranah konflik yang bersifat SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan). Krisis agama yang bersifat kerusuhan tersebut tidak hanya terdapat pada masyarakat yang berbeda keyakinan, bahkan tak jarang dari mereka yang mempunyaikeyakinan dan tujuan yang sama justru malah mengalami konflik internal. Hal tersebut dikarenakan rendahnya jiwa nasionalisme bangsa, yaitu jiwa yang mengikat kita pada satu rasa dan satu tujuan. Modal sosial terbentuk karena trust (kepercayaan) masyarakat terhadap apa yang mereka dengar dan lihat. Pancasila berperan penting dalam segala hal, begitu pula dalam keagamaan. Fundamentalisme seperti yang telah dikemukakan oleh Karen Armstrong, merupakan salah satu fenomena yang sangat mengejutkan pada abad ke20. Begitu mengerikan ekspresi dari fundamentalisme ini, peristiwa paling menghebohkan dunia yang terjadi pada Semtember 2001 silam yaitu penghancuran gedung World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat, kejadian tersebut dihubungkan dengan fundamentalisme. Sementara di Indonesia terjadi peristiwa bom bunuh diri di berbagai tempat seperti Bom Bali I, Bom Bali II, Bom Kedutaan Besar Australia di Jakarta, dan lain sebagainya. Motif dari peristiwa itu tidak jauh dari fundamentalisme agama yaitu menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan dengan dilandasi fanatisme agama yang berlebihan. Fenomena yang disebut sebagai fundamentalisme agama tersebut memang tidak dapat dilepaskan dari situasi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat kita. Kegagalan pemerintah mengatasi kemiskinan dan masalah-masalah ekonomi selalu membuat masyarakat tergoda untuk melakukan kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Di samping itu, ketidaktegasan aparat juga turut memberi andil bagi kelangsungan hidup organisasi yang identik dengan kekerasan dalam mengemukakan pendapatnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa selama tidak ada perubahan dari kondisi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat dan selama aparat tidak tegas dalam menindak kejadian-kejadian seperti itu, hal-hal itu tetap akan terus berlangsung. Perang Salib (1069-1291) merupakan perang antar umat Kristen Eropa dengan umat Islam yang memperebutkan Yerussalem/Palestina. Perang Salib berlangsung hinggga tujuh kali (Perang Salib VII tahun 1270-1291) status Yerusalem/Palestina tidak berubah, yaitu tetap dikuasai umat Islam. Bahkan kedudukan Barat/Kristen di Syira dan Palestina hilang. Keuntungan dari peperangan itu, Barat menjadi mengenal dan memanfaatkan kebudayaan umat Islam yang sudah lebih tinggi daripada yang mereka miliki saati itu. Selain itu, hubungan dagang Asia-Eropa menjadi lebuh hidup dan berkembang. http://mohkusnarto.wordpress.com/2011/02/10/pancasila-sebagai-identitas-dan-nilai-luhur-bangsa/

Gambar pohon beringin dalam Pancasila melambangkan sila ke berapa? Pertanyaan ini terdengar sangat mudah dan biasanya ditanyakan oleh guru sekolah dasar kepada muridnya. Namun ada kenyataan yang berbeda ketika pertanyaan tersebut dihadapkan kepada masyarakat awam. Akan terdapat berbagai jawaban dari mereka, ada yang

lancar menjawabnya, ada yang menjawab lama sambil mengingat kembali bahkan ada yang diam atau tidak menjawab karena lupa. Jawaban yang beragam dari masyarakat menunjukkan pemahaman mengenai Pancasila yang sebenarnya. Bagi masyarakat yang lancar dan benar menjawab tentu bukanlah suatu masalah yang perlu dikaji tetapi bagi masyarakat yang tidak bisa menjawab karena lupa bahkan dengan alasan tidak tahu maka akan menjadi suatu ironi di negara yang menyebutkan bahwa Pancasila merupakan identitas bangsa. Bahkan yang akan menjadi semakin miris apabila pertanyaan sederhana tadi ditanyakan kepada wakil rakyat dan ada wakil rakyat tersebut tidak mengetahui jawabannya. Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagian ahli hukum Indonesia berpendapat bahwa paham negara hukum yang dianut Indonesia adalah negara hukum Indonesia. Walaupun dalam UUD 1945 tidak ditemukan istilah negara hukum Pancasila, dari perspektif filosofis, penyebutan istilah tersebut bukan merupakan suatu yang berlebihan. Argumentasinya adalah semua isi batang tubuh UUD 1945 dijiwai oleh Pembukaan UUD 1945, yang di dalamnya terkandung Pancasila sebagai filsafat negara. Dengan demikian, pemahaman terhadap negara hukum Indonesia harus dilihat dalam konteks Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. (Walter Wanggur, 2009, 96) Ide mengenai negara hukum Pancasila dicetuskan pada tahun 1945, namun melihat fakta sampai era sekarang belum terealisasikan sempurna di kehidupan sehari- hari. Mencoba mengetahui apakah arti negara hukum dan apakah arti Pancasila yang merupakan identitas negara? Apakah masyarakat sendiri pun mengerti dan memahami istilah negara hukum Pancasila? Pertama akan mencari mengenai arti dari istilah Pancasila. Pancasila yang berlambang burung Garuda dengan kepala menghadap kanan, terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, Pancasila disini sebagai landasan filosofis negara Indonesia. Pancasila terdiri dari lima sila yang di dalamnya mencakup semua nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Kedua, mengenai arti negara hukum. Istilah negara hukum akan dikaitkan dengan tipe perkembangan hukum. Menurut pakar Philippe Nonet dan Philip Selznick membedakan menjadi tiga. Pertama, hukum represif yaitu hukum yang merupakan alat kekuasaan represif. Tipe ini menjelaskan bahwa hukum taat kepada kekuasaan dan perintah dari penguasa yang kewenangannya tidak terbatas. Kedua, hukum otonom yaitu hukum sebagai alat dan berorientasi kepada penegakkan hukum sehingga keadilan preosedural lebih terlihat. Ketiga, hukum responsif yaitu hukum sebagai sarana aspirasi masyarakat sehingga dalam hukum ini keadilan substansif lebih terlihat dibanding kedua tipe hukum lain. Nonet dan Selznick mengakui ketiga tipe hukum merupakan hal asbtrak yang dalam faktanya tidak akan ditemui dalam bentuknya murni. Tipe perkembangan hukum dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik dari negara hukum Pancasila. Dengan membuat periodisasi dari awal kemerdekaan Indonesia hingga era reformasi akan terlihat perbedaan tipe hukum yang diadopsi oleh masing- masing era. Di era reformasi, setidaknya terlihat pencapaian mengenai perwujudan negara hukum Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Sebenarnya tujuan dari negara hukum sendiri adalah sebagai sarana dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Misalnya ketika terjadi beberapa amandemen UUD 1945 dalam upaya perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia di Indonesia. Juga upaya lanjutan yang berupa diundangkannya tentang hak asasi manusia. Di era sekarang ini yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan demokrasi sebenarnya akan lebih menunjang pemahaman masyarakat mengenai negara hukum Pancasila, terlebih lagi pemahaman mengenai sila-sila Pancasila yang merupakan identitas bangsa. Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung untuk lebih memahami Pancasila. Mahasiswa yang selalu didengungkan sebagai agen perubahan memang banyak berkontribusi dalam negara. Contohnya ketika reformasi, para manusia muda ini berkontribusi dalam mengubah dari Orde Baru menjadi era

reformasi. Mahasiswa memasuki usia sebagai manusia dewasa sehingga buah pikiran mereka pun diperhitungkan. Dengan tulisan dan aksinya, mahasiswa dapat menciptakan inovasi sesuai dengan bidangnya masing- masing baik sains maupun sosial. Dimulai dari kontribusi mahasiswa dalam UKM atau lembaga BEM. Mensosialisasikan pemahaman dari apa yang telah dipelajari lalu direalisasikan kepada masyarakat misalkan adanya sekolah kerakyatan, kuliah kerja nyata, mengadakan desa binaan. Walaupun baru terhadap masyarakat lokal suatu daerah namun hal tersebut membantu para masyarakat ini untuk lebih memahami identitas negaranya dimana ia memijakkan kaki. negara hukum pancasila, identitas, Indonesia http://permataulfah.blogdetik.com/2011/08/17/negara-hukum-pancasila-sebagai-identitas-bangsa-indonesia/

perlambang yang secara arbiter dientuk atas unsure-unsur ucapan manusia dan yang digunakan sebgai sarana berinteraksi antar manusia. Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut : Identitas Fundamental, yaitu pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya . Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, dan agama, sertakepercayaan. C. Faktor-Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional 1.Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi: Faktor Objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis Faktor Subjektif, yaitu faktor historis, social, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo, 2002) 2. Menurut Robert de Ventos, dikutip Manuel Castelles dalam bukunya The Power of Identity (Suryo, 2002), munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis ada 4 faktor penting, yaitu: Faktor primer, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya. Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembanguanan lainnya dalam kehidupan bernegara. Faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional Faktor reaktif, pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain. Faktor pembentukan Identitas Bersama. Proses pembentukan bangsa- negara membutuhkan identitasidentitas untuk menyataukan masyarakat bangsa yang bersangkutan. Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu bangsa, yaitu : Primordial Sakral Tokoh Bhinneka Tunggal Ika Sejarah Perkembangan Ekonomi Kelembagaan Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia sebagai berikut 1. Adanya persamaan nasib , yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa asing lebih kurang selama 350 tahun 2. Adanya keinginan bersama untuk merdeka , melepaskan diri dari belenggu penjajahan 3. Adanya kesatuan tempat tinggal , yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke

4. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa Cita- Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia. Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Alenia II Pembukaan UUD 1945 yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Tujuan Negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945. Secara rinci sbagai berikut : 1. Melindungi seganap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan kesejahteraan umum 3. Mencerdaskan Kehidupan bangsa 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi, dan keadilan sosial Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai , demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa dan berahklak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, mengausai ilmu pengetahuandan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Sebagai identitas nasional Pancasila sebagai kepribadian bangsa harus mampu mendorong bangsa Indonesia secara keseluruhan agar tetap berjalan dalam koridornya yang bukan berarti menentang arus globalisasi, akan tetapi lebih cermat dan bijak dalam menjalani dan menghadapi tantangan dan peluang yang tercipta. Bila menghubungkan kebudayaan sebagai karakteristik bangsa dengan Pancasila sebagai kepribadian bangsa, tentunya kedua hal ini merupakan suatu kesatuan layaknya keseluruhan sila dalam Pancasila yang mampu menggambarkan karakteristik yang membedakan Indonesia dengan negara lain.A. Naskah Pancasila . Pancasila 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia B. Penjabaran Kelima Sila Pancasila sebagai Gambaran Kepribadian Bangsa 1. KeTuhanan Yang Maha Esa Indonesia memiliki 5 agama yang dianut oleh masyarakatnya, antara lain Islam sebagai agama dominan, Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu. Tentunya, setiap agama tersebut mengajarkan kebaikan kepada umat pengikutnya yang membuat mereka menaati aturanNya serta berbakti kepadaNya. Sebagai manusia harus berbuat baik kepada sesama dengan melakukan tindakan sosial dan beramal, bertindak ramah, serta harus menjunjung toleransi antarumat beragama. Pribadi manusia inilah yang kemudian menjadi karakteristik bangsa Indonesia. 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Perikemanusiaan) Sebagai negara yang berketuhanan, Indonesia memiliki masyarakat yang bersifat peduli terhadap kesukaran dan mau membantu orang lain. Sehingga, dapat dikatakan bahwa perikemanusiaan adalah dasar hidup bangsa Indonesia untuk turut membantu memajukan umat manusia dan mencapai cita-cita kebahagiaan bagi seluruh dunia. 3. Persatuan (Kebangsaan) Indonesia Persatuan dapat diwujudkan dengan adanya kerjasama dan kebersamaan. Semangat persatuan yang dianut Indonesia direalisasikan dalam bentuk gotong royong sebagai sifat bangsa Indonesia. 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Sila kerakyatan berakar dalam masyarakat Indonesia dan merupakan suatu unsur kepribadian bangsa Indonesia. Memang, pada saat ini demokrasi Indonesia yang berasal dari barat itu, menduduki peringkat ke-3 tertinggi di Dunia. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, demokrasi ini hanya dijadikan alat bagi para birokrat pemerintah yang saling bertarung bahkan menggunakan cara kotor untuk memenuhi individual-interest nya. Hal ini cukup bertentangan dengan sifat kerakyatan Indonesia yang didasarkan atas kekeluargaan dan keputusannya harus mencapai mufakat. Maka, pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat lah yang harus dilakukan dan menjadi ciri dari bangsa Indonesia sekarang.

5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia Kepribadian bangsa Indonesia yaitu keadilan sosial Indonesia yang menuju kepada cita-cita mencapai suatu tata masyarakat yang adil dan makmur. Keadilan harus dirasakan oleh keseluruhan lapisan masyarakat Indonesia agar dapat memajukan kesejahteraan dan kemakmuran Indonesia yang menyeluruh. Oleh karena itu perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan haruslah dikembangkan.

Identitas merupakan tanda pengenal atau ciri khusus seseorang dalam realitas sosial. Dengan memiliki identitas terlebih identitas yang asli-, seseorang akan lebih mudah dikenal dan dipahami oleh masyarakat sekitar. Hal ini berdampak pada keberhasilan proses internalisasi pendidikan manusia sebagai makhluk sosial. Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia yang dirumuskan oleh panitia PPKI tanggal 18 Agustus 1945 atas dasar kemajemukan (plural) ras dan golongan, merupakan satu aturan pokok yang secara khusus dan komprehensif mengatur berbagai macam urusan yang menyangkut moral publik (public morality). Keberagaman masyarakat Indonesia yang merupakan formalistis dari sikap kebhinekaan, menjadi sebuah kekuatan tersendiri masyarakat ketika pihak kolonial Belanda membumi hanguskan wilayah dan masyarakat Indonesia dengan praktek imperialismenya. Berbagai bentuk serangan kolonial baik materi maupun non-materi, secara tidak disadari telah menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang kuat, dengan memporsikan identitas bersama yakni kebersamaan sebagai bentuk kekuatan bersama bangsa untuk melawan kolonialisme. Hemat saya, inilah hal yang harus kita pahami secara mendalam di era globalisasi yang sarat akan penjajahan gaya baru (neo kolonialsme) dengan teknologi sebagai amunisinya. Selain itu, pemahaman identitas bangsa harus digulirkan kedalam sistem pendidikan nasional dengan merevitalisasi aspek-aspek krusial dalam konsep Pancasila. Pancasila sebagai indentitas bangsa Indonesia yang berfungsi mengatur beragam tradisi politik, memerlukan pemahaman kontekstual yang komprehensif. Sikap kerukunan dan gotong royong dalam konsep Pancasila harus direvitalisasi sebagaimana mestinya. Tujuan utama adalah agar terjadinya pemahaman yang proporsional dari segenap lapisan bangsa akan pentingnya memahami identitas bangsa. Sebagaimana telah disampaikan oleh mantan presiden ke-2 RI, alm. Soeharto dalam pidato kenegaraannya tanggal 16 Agustus 1975, saya mengajak masyarakat luas untuk memikirkan dan mengusahakan rumusan-rumusan penjabaran Pancasila itu yang sederhana dan mudah dimengerti sehinga mudah juga untuk dihayati dan diamalkan oleh segenap rakyat Indonesia. http://initialdastroboy.wordpress.com/2011/05/08/mempertahankan-identitas-bangsa/

Baru-baru ini Yudi Latif, Direktur Reform Institute meluncurkan sebuah buku yang mengupas tuntas tentang Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia. Peneliti sekaligus pengamat politik lulusan Australian Nation University (ANU) ini juga mengupas tuntas identitas bangsa Indonesia dalam konteks Pancasila sebagai upaya dalam membangun bangsa yang berkesejahteraan dan berwawasan global. Menurut penuturan beliau, suatu bangsa bisa dikatakan maju tidak hanya ditentukan oleh faktor teknis semata, seperti seberapa banyak lulusan sarjana, seberapa banyak kita punya sumber daya alam, seberapa sering pemilu, seberapa banyak anggota parlemen, dlsb. Kemajuan suatu bangsa ditentukan juga oleh kemampuan dirinya dalam

mengenal identitas atau jati diri secara komprehensif. Logikanya, kalau kita tidak kenal diri kita sendiri, tidak bisa memahami siapa diri kita, tentu saja kita juga tidak akan bisa memahami apa maunya kita kan? Oleh karena itu, modal awal dalam membangun bangsa dan Negara Indonesia adalah dengan memahami jati diri bangsa terlebih dahulu melalui pendidikan karakter. Hal ini menjadi sebuah solusi praktis dan logis untuk lebih mengedepankan pemahaman terhadap identitas bangsa, yakni Pancasila. Permasalahan yang terus menerus menerjang bangsa kita pasca tumbangnya rezim Orba atau era reformasi, dan juga ketidakjelasan visi-misi kita ke depan itu menurut beliau disebabkan oleh ketidakmampuan diri kita mendefinisikan siapa bangsa Indonesia itu. Hal ini menyangkut indetitas bangsa yang kita gunakan, yakni Pancasila. Menjernihkan posisi Pancasila sebagai dasar Negara adalah meluruskan pemahaman kita bahwa Pancasila bukanlah sebuah ideologi seperti agama. Pancasila hanya mengurus permasalahan moral publik. Artinya, Pancasila hanya mengurusi pergaulan lintas komunitas, tidak mengurusi dan juga mencampuri moral pribadi, tidak juga mencampuri keyakinan pribadi, berapa kali kamu shalat, berapa kali ke gereja. Tegasnya, kita jangan mengagamakan Pancasila, dan jangan mempancasilakan agama. Sejatinya, dalam memahami identitas bangsa (baca: Pancasila), kita harus segera mengambil peran yang proporsional dan profesional. Dalam hal ini Yudi Latif menegaskan bahwa dirinya bukanlah pengusaha yang bisa memberikan banyak uang, bukan politisi yang bisa mengambil kebijakan. Saya hanya seorang ilmuwan yang bisanya melahirkan buku-buku meski dengan berdarah-darah, tegasnya. Selanjutnya, Yudi Latif menyatakan bahwa pemahaman rakyat akan nilai-nilai moral Pancasila bisa diukir apabila para penyelenggara konstitusi yang terdiri dari anggota parlemen, birokrat parpol, dan pejabat Negara lainya memprakarsai pemahaman ini terlebih dahulu. Sebelum mempancasilakan rakyat hal ini harus sudah menjadi agenda penting petinggi Negara. Namun, realita saat ini jauh dari harapan mulia para pendiri bangsa. Banyak ketimpangan dan kemerosotan moral dan nilai dari semangat Pancasila yang masih banyak dianut oleh petinggi Negara. Solusinya adalah dengan membatasi seberapa kali orang bisa duduk di DPR. Hal ini bertujuan dalam proses regenerasi yang akan cepat tercapai. Kekuasaan murni dalam entitas Negara Indonesia masih kontras terlihat. Realitas ini kurang berefek positif bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan Negara Indonesia di masa depan.

Identitas nasional secara terminologis adalah suatu cirri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Berdasarkan perngertian yang demikian ini maka setiap bangsa didunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan,sifat,cirri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut.Berdasarkan hakikat pengertian identitas nasional sebagai mana di jelaskan di atas maka identitas nasional suatu Bangsa tidak dapat di pisahkan dengan jati diri suatu bangsa ataulebih populer disebut dengan kepribadian suatu bangsa. Identitas (harfiah) : ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok, atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Kata nasional berasal dari bahasa Inggris yang berarti bangsa.Bangsa menunjuk pada kelompok2 persekutuan hidup manusia yang lebih besar dari sekedar pengelompokkan berdasar ras, agama, budaya, bahasa, dansebagainya. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme.

IdentitasNasional pada hakikatnya merupakan manifestasinilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa)denganciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalamhldupdankehidupannya.(WibisonoKoento : 2005) Dan bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan dalam arti luas. Misalnya, dalam aturan perundang-undangan atau hukum, system pemerintahan yang diharapkan, serta dalam nilainilai etik dan moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional. Unsur Unsur Identitas Nasional Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Ke-majemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa: a. Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa. b. Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan. c. Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. d. Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia. Dari unsur-unsur identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagian Identitas menjadi 3 bagian sebagai berikut 1) Identitas Fundamental, yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan ldeologi Negara. 2) Identitas Instrumental, yang berisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. 3) Identitas Alamiah yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, serta agama dan kepercayaan (agama). Kemunculan Nasionalisme di Indonesia Nasionalisme di Indonesia muncul pada dekade awal abad ke 20, dimana saat

B. Negara Bangsa Indonesia 1. Hakikat Negara-Bangsa (Nation State) Negara-Bangsa adalah fenomena baru mengenai tipe negara yang muncul pada akhir abad ke-20 pada pasca perang dunia ke-2. Negara ini adalah format modern kebangsaan di mana otoritasnegara secara otomatis meliputi dan mengatur secara keseluruhan bangsa-bangsa tersebut yang ada dalam wilayah teritorialnya. Pasca perang dunia ke-2 yanng ditandai dengan hilangnya masa kolonialisme telah menyebabkan negara-negara baru khususnya Asia Afrika muncul sebagai Negara merdeka dengan format Nation State. Negara-negara tersebut meletakkan landasan kemerdekaan mereka di atas puing-puing kolonialisme yang lama menguasai tanah dan identitas mereka dan sekarang pada umumnya negara-negara membentuk dirinya kedalam format Nation State. Negara nasional dapat dipandang sebagai institusi politik dari nasionalisme. Pada negara yang bercorak Nation State itu menganggap bhwa nasionalisme merupakan gagasan individu secara alamiah terikat dengan orang dan tanah kelahiran mereka secara turun temurun dalam sistem ekonomi politik yang di identifikasi sebagai negara bangsa. Natsionalisme menjadi ideologi bagi negara-negara kebangsaan sekaligus perekat anggota masyarakat dalam menciptakan loyalitas serta kesetiaan pada identitas negara. Nation State berpandangan bahwa negara adalah milik rakyat atau bangsa yang berdiam di wilayah yang bersangkutan. Rakyat berjuang dan mengabdi pada bangsa dan negara sebagai miliknya 2. Indonesia sebagai Nation-State Para pendiri negara atau the founding fathers menyadari bahwa negara Indonesia harus mampu berada di atas semua kelompok dan golongan yang beragam. Hal ini dikarenakan Indonesia sebagai negara bekas jajahan Belanda yang terdiri dari berbagai suku bangsa, berbagai ras dengan wilayah yang tersebar di nusantara. Negara Indonesia merdeka yang akan didirikan hendaknya dapat mengayomi seluruh rakyat tanpa memandang suku, ras, bahasa, daerah dan golongan-golongan tertentu. Yang di harapkan adalah keinginan hidup bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita, dan karena berasal dalam ikatan wilayah yang sama. Jadi, negara Indonesia terbentuk dalam format negara-bangsa atau Nation-State yang didasarkan pada semangat kebangsaan dengan tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbedabeda. Proses Berbangsa dan Bernegara Indonesia 1. Proses Berbangsa Indonesia 1. Bangsa arti sosiologis antropologis

Bangsa adalah persekutuan hidup masyarakat yang berdiri sendiri yang masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama dan adat istiadat. Jadi mereka menjadi suatu bangsa karena disatukan oleh kesamaan hal-hal tersebut. Unsur-unsur pembentuk bangsa ini adalah unsur-unsur objektif bangsa yang bersangkutan seperti persamaan ras, bahasa, budayadaerah dan agama. 1. Bangsa arti politis

Dalam hal ini bangsa adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi keluar dan kedalam. Jadi mereka diikat oleh satu kekuasaan politik yaitu negara. Ada dua proses pembentukan bangsa negara yaitu model ortodoks dan model mutakhir. Pertama, model ortodoks bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu untuk kemudian bangsa itu membentuk satu negara tersendiri. Kedua, model mutakhir yang berawal dari adanya negara terlebih dahulu, yang terbentuk melalui proses tersendiri, sedangkan penduduk negara merupakan sekumpulan suku bangsa dan ras.

Kedua model ini berbeda dalam empat hal. Pertama, ada tidaknya perubahan unsur dalam masyarakat. Kedua, lamanya waktu yang diperlukan dalam proses pembentukan bangsa-bangsa. Ketiga, Kesadaran politik masyarakat pada model ortodoks muncul setelah terbentuknya bangsa-negara, sedangkan dalam model mutakhir, kesadaran politik warga muncul mendahului bahkan menjadi kondisi awal terbentuknya bangsa-negara. Keempat, derajat partisipasi politik dan rezim politik. 1. Proses Bernegara Indonesia

Negara adalah organisasi kekeasaan dari persekutuan hidup manusia. Terjadinya negara-bangsa Indonesia merupakan proses atau rangkaian tahap-tahap yang berkesinambungan. Proses terbentuknya negara-bangsa Indonesia secara teoritis dilukiskan sebagaimana dalam keempat alinea Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut: 1. Terjadinya negara tidak sekedar dimulai dari proklamasi tetapi adanya pengakuan akan hak setiap bangsa untuk memerdekakan dirinya. Bangsa Indonesia memiliki tekad kuat untuk menghapus segala penindasan dan penjajahan suatu bangsa atas bangsa yang lain. Inilah sumber motifasi perjuangan. (alinea I pembukaan UUD 1945) Adanya perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan dan menghasilkan proklamasi. Jadi dengan proklamasi tidaklah selesai kita bernegara . Negara yang kita cita-citakan adalah menuju pada keadaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. (alinea II pembukaan UUD 1945) Terjadinya bangsa Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia. Disamping itu adalah kehendak dan atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Ini membuktikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius dan mengakui adanya motivasi spiritual. (alinea III pembukaan UUD 1945) Negara Indonesia perlu menyusun alat-alat kelengkapan negara yang meliputi tujuan negara, bentuk negara, system pemerintahan negara, UUD negara dan dasar negara. Dengan demikian semakin sempurna proses terjadinya negara Indonesia. (alinea IV pembukaan UUD 1945)

2.

3.

4.

D. Karakteristik Identitas Nasional Indonesia Bangsa memiliki 2 konsep, yaitu Cultural Unitiy dan Political Unitiy, maka identitas juga terdiri dari dua, yaitu identitas suku kebangsaan dan identitas kebangsaan. 1.Identitas Cultural Unity atau Identitas kesukubangsaan Cultural Unity merujuk pada bangsa dalam pengertian kebudayaan atau bangsa dalam arti sosiologis antropoligis. Cultural unitiy disatukan oleh adanya kesamaan ras, suku, agama, adat dan budaya, keturunan dan daerah asal. Unsur-unsur ini menjadi identitas kelompok bangsa yang bersangkutan sehingga bisa dibedakan dengan bangsa lain. Identitas yang dimiliki oleh sebuah cultural unity kurag lebih bersifat ascribtife (sudah ada sejak lahir), bersifat alamiah / bawaan, primer dan etnik. Identitas kesukubangsaan dapat diketahui dari sisi budaya orang yang bersangkutan. Setiap anggota cultur unity memiliki kesetiaan atau loyalitas pada identitasnya. Misalnya, setia pada suku, agama, budaya, kerabat, daerah asal dan bahasanya. Identitas ini sering disebut sebagai identitas kelompok atau identitas primordial. Dalam hal ini loyalitas pada primodialnya memiliki ikatan emosional yang kuat serta melahirkan solidaritas erat. 2. identitas Political Unity atau Idrntitas Kebangsaan Political Unity merujuk pada bangsa dalam pengertian politik, yaitu bangsa-negara. Kesamaan primordial dapat saja menciptakan bangsa tersebut untuk bernegara namun dewasa ini negara yang relatif homogen yang hanya terdiri dari satu bangsa tidak banyak terjadi. Negara baru perlu menciotakan identitas yang baru pula untuk bangsanya yang di sebut juga sebagai identitas nasional.

Identitas kebangsaan merupakan kesepakatan dari banyak bangsa didalamnya. Identitas kebangsaan bersifat buatan, sekunder, etis dan nasional. Beberapa bentuk identitas nasional adalah bahasa nasional, lambang nasional, semboyan nasional, bendera nasional dan ideologi nasional. 3. identitas Nasional Indonesia Identias nasional Indonesia yang dimaksudkan adalah identitas sebagai bangsa yang telah bernegara (political unity) bukan lagi bangsa yang masih bertebaran sebagai cultural unity. Oleh karna itu identitas ini dapat dikatakan sebagai identitas nasional. Identitas nasional bersifat buatan karena identitas nasional itu dibuat, di bentuk, dan disepakati oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder karena kemunculan identitas nasional lahirnya belakangan bila dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan yang telah dimiliki warga bangsa itu secara ascribtif, yaitu identitas primer atau identitas kesukubangsaan. Beberapa bentuk identitas nasional indonesia adalah : a.Pancasila sebagai dasar falsafah negara b. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional atau bahasa persatuan c. Bendera merah putih sebagai bendera negara d. Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya e. Lambang Negara yaitu Garuda Pancasila f. Semboyan Negara yaitu Bhineka Tunggl Ika g. Konstitusi negara yaitu UUD 19945 h. Bentuk Negara kesatuan Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat i. Konsepsi wawasan nusantara j. kebidayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional Pembentukan dan kesepakatan bangsa Indonesia atas sejumlah identitas nasional secara relatif tidak menimbulkan pertentangan yang serius, justru Indonesia malah berhasil dalam menentukan beberapa bentuk identitas nasionalnya, meskipun dalam sejarahnya pernah ada pertetangan ketika bangsahendak menyepakati pancasila sebagai identitas ideologi nasional. http://fisip.uns.ac.id/blog/khoiriyah/2011/03/12/identitas-nasional/

Definisi Identitas nasional. Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tesebut. Demikian pula hal ini juga sangt ditentukan oleh proses bagaimana bangnsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian identitas nasional sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih popular disebut sebagai kepribadian suatu bangsa. Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2116855-pengertian-identitasnasional/#ixzz1bnGE4HvJ

IDENTITAS NASIONAL INDONESIA


Oleh kibaw90

Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama.Jadi, Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsabangsa lain di dunia. dentitas Nasional Indonesia meliputi segenap yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain seperti kondisi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau kependudukan Indonesia, ideolgi dan agama, politik negara, ekonomi, dan pertahanan keamanan. Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Moto nasional Indonesia adalah Bhinneka Tunggal atau kesatuan dalam keragaman. Hal ini diciptakan oleh para pemimpin Republik yang baru diproklamasikan pada tahun 1945 dan tantangan politik adalah sebagai benar mencerminkan hari ini seperti yang lebih dari 50 tahun yang lalu. Karena meskipun setengah abad menjadi bagian dari Indonesia yang merdeka telah menimbulkan perasaan yang kuat tentang identitas nasional di lebih dari 13.000 pulau-pulau yang membentuk kepulauan, banyak kekuatan lain yang masih menarik negara terpisah. Deklarasi kemerdekaan mengikuti proses yang lambat penjajahan Belanda yang dimulai pada abad ke-17 dengan penciptaan VOC Belanda. Saat itu rempah-rempah yang menarik para pedagang Eropa untuk koleksi pulau-pulau kecil di tempat yang sekarang Eastern Indonesia. Belanda memonopoli perdagangan dan dari sana memperluas pengaruh mereka terutama melalui pemerintahan tidak langsung di koleksi kesultanan dan kerajaan yang independen yang membentuk daerah itu. Kesatuan politik di bawah Belanda hanya dicapai pada awal abad ini, meninggalkan identitas regional yang kuat utuh.

Menghadapi identitas nasional Bangsa Indonesia sendiri masih kesulitan dalam menghadapi masalah bagaimana untuk menyatukan negara yang mempunyai lebih dari 250 kelompok etnis, yang memiliki pengalaman dari Belanda bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Sukarno, yang menjadi presiden pertama dari Republik, adalah seorang nasionalis tertinggi. Dialah yang menciptakan ideologi nasional Indonesia Pancasila dirancang untuk mempromosikan toleransi di antara berbagai agama dan kelompok-kelompok ideologis. Penyebaran bahasa nasional Bahasa Indonesia juga membantu menyatukan multi-bahasa penduduk.
http://kibaw90.wordpress.com/2010/03/29/identitas-nasional-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai