Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Transportasi laut memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian dunia dimana pengangkutan barang merupakan bagian terpenting dalam bisnis transportasi laut dimana lebih dari tujuh miliar ton barang dikirim lewat jalur laut setiap tahunnya. Bisnis pengangkutan ini mencapai puncaknya pada tahun 2005 [1]. Keefektifan terhadap operasional pelayaran akan menurunkan biaya operasional yang memberikan dampak yang besar baik bagi konsumen maupun penyedia layanan transportasi itu sendiri. Perlu diketahui bahwa kontribusi transportasi laut menjadi semakin penting karena nilai biaya yang dikeluarkan adalah paling kecil bila dibandingkan dengan biaya transportasi darat ataupun udara. Selain itu efisiensi dalam proses transportasi dan distribusi menjadi salah satu hal yang penting karena proporsi biaya transportasi bisa mencapai 66 % dari keseluruhan biaya logistik. Manajemen transportasi yang efektif sangat diperlukan dalam menentukan prosedur suplai dan distribusi suatu produk. Perencanaan transportasi yang baik secara langsung akan berdampak pada biaya total yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendistribusikan produk-produknya. Salah satu dampak tidak langsung dari manajemen transportasi yang baik adalah diperolehnya kepercayaan dari konsumen. Secara sederhana untuk mengurangi biaya total yang diakibatkan oleh transportasi dapat dicapai dengan mengoptimalkan rute yang ditempuh oleh tiap kendaraan dengan cara memilih rute yang memiliki jarak terpendek. Karakteristik permasalahan dalam transportasi ini dikategorikan kedalam vehicle routing problem (VRP). Sedangkan permasalahan dalam integrasi penentuan rute dan ketersediaan stok dikenal dengan nama IRP (Inventory Routing Problem). Moin dan Salhi [2] dalam makalahnya mengatakan bahwa IRP dapat dikatakan sebagai

pengembangan dari VRP dimana jika pada VRP jumlah produk yang didistribusikan tergantung dari order yang dilakukan oleh konsumen dalam satu periode sedangkan dalam IRP distribusi dari produk dikontrol dan ditentukan oleh 1

penyuplai dengan suatu input yang diperoleh dari konsumen. Dalam hal ini keputusan yang diambil tidak hanya didasarkan pada penentuan rute tetapi keputusan juga didasarkan untuk menjawab pertanyaan pada berapa banyak dan kapan produk tersebut didistribusikan dengan harapan bahwa konsumen tidak akan mengalami kekurangan stok akan produk. Dengan kata lain IRP dapat dikatakan sebagai medium term problem sedangkan VRP dikategorikan sebagai short term problem. Pada awal kemunculannya VRP maupun IRP lebih banyak diaplikasikan untuk memecahkan masalah pada bidang transportasi darat. Namun masalah VRP maupun IRP juga dapat dijumpai pada transportasi laut yang mana kapal digunakan sebagai sarana angkut. Ronen[3] mengkategorikan permasalahan ini dengan nama marine inventory routing problem. Permasalahan VRP memiliki pembagian beberapa kategori diantaranya: split and delivery, multiple trips, multiple product and multiple compartement. Split and delivery VRP memiliki karakteristik bahwa satu konsumen dapat disuplai oleh beberapa atau lebih dari satu buah vehicle (kendaraan). VRP dengan multiple trips memiliki karakteristik bahwa sebuah kendaraan memungkinkan untuk menempuh lebih dari satu rute dalam satu periode operasinya.Sedangkan pada multiple produk & compartemen adalah jika beberapa produk dapat diangkut oleh sebuah kendaraan yang memiliki beberapa kompartemen untuk memisahkan masing-masing produk dari

ketercampuran. Jika melihat dari karakteristik kendaraan yang digunakan secara umum dapat dibedakan menjadi kendaraan homogenous dan heterogeneous fleet dimana keduanya memiliki perbedaan pada kapasitas. Adapun penelitian tentang penjadwalan kendaraan di darat sudah banyak dilakukan sedangkan untuk penjadwalan kapal relative masih sedikit. Ronen [3] mengemukakan perbedaan antara masalah penentuan rute dan penjadwalan kendaraan didarat dan dilaut adalah sebagai berikut: Kapal mempunyai karakteristik operasi ( kapasitas, kecepatan, bongkar muat) yang berbeda antara satu dengan yang lain begitu juga dengan struktur biayanya. Lingkungan penjadwalan tergantung pada modus operasi kapal

Kapal dioperasikan sepanjang waktu sedangkan kendaraan darat biasanya tidak beroperasi di malam hari sehingga kapal tidak memiliki periode tunda dalam operasinya. Sejauh ini permasalahan yang timbul dalam proses penjadwalan kapal adalah kurangnya perhatian terhadap manajemen waktu akibat kurang terstrukturnya jadwal menimbulkan banyaknya ketidakpastian dan adanya nilai biaya yang fluktuatif akibat perbedaan karakteristik dari masing-masing kapal yang memiliki nilai operasional yang berbeda pula. PT.Pertamina melayani kebutuhan bahan bakar minyak untuk seluruh nusantara.Dalam pendistribusiannya banyak kendala yang muncul dimana kadang suplai salah satu jenis atau beberapa bahan bakar minyak terlambat atau kurang.Tidak dipungkiri kendala jarak, dan penjadwalan distribusi masih kurang optimal.Selain itu permasalahan yang lain adalah kapal tanker dengan multi compartement dan tiga jenis produk hingga memaksa sejumlah kapal tanker harus melakukan multi trip jika demand lebih kecil bila dibandingkan dengan kapasitas kapal. Nilai permintaan (demand) yang berbeda-beda menimbulkan permasalahan jika tingkat utilisasi tangki pengangkut rendah. Penjadwalan kapal sejauh ini hanya berdasarkan pada nilai permintaan saat ini saja dan intuisi dari perencana penjadwalan kapal.PT.Pertamina hanya melakukan estimasi kebutuhan tangker secara aggregate yaitu dengan membandingkan total ECC pada tonnage requirement dan total ECC pada available tanker. Pada tesis ini akan dilakukan perencanaan terhadap rute dan waktu pelayaran ( Ship routing & scheduling planning) dari tanker yang mengangkut bahan bakar minyak milik Pertamina dari depo pusat ke depo depo daerah. Data yang perlu didapatkan adalah: 1. Data customer (depo) antara lain: Kapasitas storage depo, rata-rata permintaan dari masing-masing jenis bahan bakar minyak, tingkat konsumsi rata-rata dari masing-masing jenis, dan jarak masing-masing depo, waktu tempuh dan karakteristik pelabuhan. 2. Data kapal pengangkut antara lain: Kapasitas ruang muat untuk masing-masing jenis BBM, dan kecepatan kapal. 3

3. Data biaya yang harus dikeluarkan meliputi biaya sewa kapal, biaya operasional per satuan jarak. Dari Ship routing & schedule planning ini akan didapatkan 3 hal sebagai berikut: Kapan waktu yang tepat untuk pengiriman Seberapa banyak bahan bakar minyak yang harus dikirimkan Dan rute mana yang harus diambil dalam pelayaran 1.2 Tujuan Melakukan optimasi terhadap rute dan waktu pelayaran kapal pengangkut BBM PT.Pertamina dengan mempertimbangkan aspek ketersediaan bahan bakar minyak pada masing masing depo daerah agar didapatkan rute pelayaran

terefektif, ketepatan waktu pengiriman, dan tercukupinya permintaan masingmasing depo.

1.3 Manfaat a. Dapat mengetahui kapan,seberapa banyak dan rute yang dipilih dalam distribusi BBM PT.Pertamina. b. Mendapatkan rute pelayaran terefektif, ketepatan waktu pengiriman dan terpenuhinya permintaan masing-masing depo. c. Meminimalkan biaya operasional kapal dan biaya total distribusi BBM.

1.4 Batasan masalah a. Area yang dijadikan target adalah wilayah region timur saja yang meliputi pelabuhan pelabuhan sebagai berikut : Waingapu, Atapupu, Dilli,Kalabahi, Larantuka, Maumere, Ende dan Reo.Depo pusat sebagai penyuplai produk adalah Kupang b. Periode distribusi bahan bakar minyak ditentukan bulanan c. Penempatan jenis bahan bakar minyak pada masing masing kompartemen kapal telah ditetapkan pihak PT.Pertamina (dedicated compartement)

Anda mungkin juga menyukai