Anda di halaman 1dari 5

Menulis Itu Keniscayaan

Mengapa judul di atas terdengar seperti pemaksaan? Karena jika benar tidak ada satu hal pun yang pasti di dunia ini, dan yang bisa dipastikan hanyalah adanya perubahan, maka menulis merupakan bagian dari perubahan. Dan seperti yang sudah berusaha disimpulkan di atas, bahwa perubahan adalah keniscayaan. Oke, jangan dulu terbersit kalimat, Apa daya saya yang hanya homo sapiens berumur 18 tahun membuat perubahan? Sebenarnya tidak ada yang sulit di sekeliling kita ini, yang ada hanyalah pikiran yang sulit. Tentu, mulailah mengerjapkan kelopak mata, karena perubahan itu mudah. Menulislah. Maka sekeliling kita (terasa) berubah. At least, untuk sensasi dan konsumsi pribadi. Tapi apa cukup hanya porsi menulis di diary warna-warni, jika kita tertantang untuk melakukan perubahan yang bisa dirasa orang lain? Saya bukankah sudah jadi mahasiswa? mungkin itu terpikir. Mahasiswa, titel yang keren. Tapi bagaimana membuatnya lebih keren?

Mahasiswa dan Perubahan Jika ingin membaca yang sedikit ribet, silahkan baca paragraf ini. Jika didefenisikan, mahasiswa itu adalah kalangan muda yang berumur antara 19 28 tahun yang memang dalam usia itu manusia mengalami suatu peralihan dari remaja ke fase dewasa. Pada fase peralihan itu, secara Psikologis Aristoteles mengatakan kaula muda mengalami suatu minat terhadap dirinya, minat terhadap sesuatu yang berbeda atas lingkungan dan realitas kesadaran akan dirinya. Sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan obyektif, sistematis dan rasional. Di samping itu, mahasiswa merupakan suatu kelompok masyarakat pemuda yang mengenyam pendidikan tinggi, tata nilai kepemudaan dan disiplin ilmu yang jelas sehingga hal ini menyebabkan keberanian dalam merefleksikan kenyataan hidup di masyarakat. Dan tata nilai itulah yang juga menyebabkan radikal, kritis, dan emosional dan secara perlahan menuju suatu peradaban/kultur baru yang signifikan dengan hal-hal yang bernuansa aktif, dinamis dan senang pada perubahan. So, kembali ke pertanyaan di akhir paragraf kedua, bagaimana membuat mahasiswa yang dekat dengan hal keilmuan dan hidup lebih dinamis dibandingkan masa SMA,

terkadang ingin lebih rasional menjurus ke radikal, untuk membuat perubahan? Ada banyak cara sebenarnya. Tapi yang terpenting, mulailah untuk menjadi pribadi akademis yang objektif dan sistematis melihat lingkungan baru, yakni kampus. Dari sana, kita bisa melihat kondisi real dari ruang lingkup yang lebih luas. Jadi, jika merasakan ada poin yang terlahir dari objektivitas tadi, suarakanlah. Untuk apa? Ya, kembali lagi, kita ingin membuat perubahan, bukan? Perubahan oleh kaum terdidik di Indonesia telah dimulai semenjak politik etis diaplikasikan di ranah Hindia Belanda oleh Kolonial Belanda pada awal abad 20. Dari sanalah, perubahan pola pikir yang menjurus pada tujuan utama Indonesia Merdeka mulai terbersit dan digiatkan. Dalam banyak sejarah pergerakan dan perubahan sosial politik di Indonesia, kaum muda terdidik memegang peranan yang sangat signifikan, dan boleh dikatakan menjadi pemantik api semangat perubahan. But wait, jangan anggap the case is close, jika kenyataannya sekarang Indonesia telah merdeka, dan kita cukup tenang berpresidenkan sosok ganteng. Perubahan adalah keniscyaan, bukan? Jika belum bisa sepiawai Hatta dalam memberikan perubahan untuk Indonesia melalui tulisannya di Perhimpoenan Indonesia, setidaknya berikanlah perubahan untuk lingkungan kampus kita melalui tulisan.

Perubahan Melalui Tulisan Kenapa tulisan? Bahkan Napoleon Bonaparte yang bisa mengangkat dirinya sendiri menjadi raja sekalipun, lebih takut dan tidak bisa tidur jika berhadapan dengan pena (baca:penulis/wartawan) daripada ribuan pucuk senjata. Soekarno yang tubuhnya terpenjarakan, dan terisolasi untuk berorasi, bisa menggugah masyarakat luas lewat tulisan dari balik bui bertajuk Indonesia Menggugat. Soeharto pun daripada berpusing-pusing insomnia memikirkan potensi kekuatan mahasiswa melalui propaganda tulisan, lebih memilih menerapkan NKK/BKK di seluruh kampus pada 1974. Tidak ada tirani atau diktator di bumi ini yang tidak takut dengan kekuatan tulisan. Tulisan yang berpengaruh menggoyahkan kekuasaannya, tentunya. Maka berterimakasihlah kepada Ibu yang telah melahirkan kita tepat di era kebebasan pers dan informasi digital. Maksud saya, kondisi seperti ini akan memudahkan kita menerima tanpa eksepsi bahwa apa pun dapat diberitakan tanpa batas ke semua orang, dan memberikan dampak yang lebih luas dan masif. Sehingga ada banyak cara bagi orang yang

ingin suara dan tulisannya didengar dunia, melalui dunia maya tentu. Surat kabar dan bentuk media cetak lainnya juga seperti itu. Anggaplah kita awalnya dimuat dalam kolom surat pembaca, tapi ada yang kita suarakan, bukan? Jika ingin naik level, cobalah menembus ruang redaksi dengan memasukkan opini, apa yang ada di pikiran subjektif kita, dan bisa dibagi dengan orang lain. Bicara soal dampak bagi-membagi dengan orang lain, curahan hati anak terpidana kasus Century, Alanda Kariza atas jatuhan pidana untuk ibunya, Arga Tirta Kirana, mantan Kepala Divisi Corporate Legal Bank Century. Alana merasa tuntutan 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar tidak adil bagi ibunya. Dan jangan sangsikan reaksi publik setelah curahan hati dari seorang anak yang buta hukum, dipublikasikan di situs pribadinya http:// alandakariza.com/ibu/. Ia mendapatkan simpati dan dukungan meluas. Dan ia berusia 19 tahun, sebaya dengan kita. Lihat apa yang bisa diperbuatnya melalui tulisan, ia dapat mempengaruhi publik untuk berpikir sejenak dan bersimpati. Ia mendapatkan apa yang tulisan bisa lakukan: perubahan opini publik. Kemudian, ada lagi cara yang lain untuk speak up untuk perubahan melalui tulisan, yakni melalui pers mahasiswa. Pers mahasiswa bisa dibilang setua gerakan mahasiswa itu sendiri. Di mana pergerakan mahasiswa mulai memanaskan mesinnya, di situlah pers mahasiswa menjadi salah satu persneling serta GPS-nya. Mahasiswa dengan objektivitas dan rasionalitas, memandang peri kehidupan dengan ideal, menjadikan mahasiswa itu sendiri berasosiasi idealis, dan cenderung mempertahankan hal tersebut. Sehingga tidak jauh berbeda dengan pers mahasiswa, tulisan yang disuarakan merupakan kritik sosial yang bebas, tanpa harus memihak pada kepentingan politik, melainkan kepentingan masyarakat banyak. Dengan demikian, dari segi independensi sikap dan keberpihakan, pers mahasiswa relatif lebih independen dan bebas, serta lebih heterogen.

Pers Mahasiswa Menarik ke peristiwa dan jejak langkah yang telah dilalui oleh bangsa ini, pers mahasiswa turut andil dalam mengawal perjalanan sejarah bangsa. Jejak pers mahasiswa dapat kita temukan mulai dari masa pra kemerdekaan sampai hari ini. Pada masa perjuangan kemerdekaan, pers mahasiswa tampil sebagai alat propaganda untuk merebut perjuangan nasional dan memanfaatkan diri sebagai counter attack terhadap media penjajah. Tercatat pada tahun 1920-an dikenal dengan Soera Indonesia Moeda, Oesaha

Pemoeda dan Jong Java. Namun seiring dengan berjalannya waktu, sekitar tahun 1950-an tensi perjuangan dengan menggunakan label pers sebagai media propaganda mengalami penurunan. Menurunnya tensi perjuangan menggunakan label persma disebabkan konsentrasi gerakan mahasiswa dan rakyat lebih terfokus pada perang gerilya. Kemudian, pada tahun 1958 menjadi cikal bakal (awal mula) terbentuknya organ pers mahasiwa berskala nasional pertama di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan lahirnya Ikatan Penerbit Mahasiswa Indonesia (IPMI). Sikap dan tindakan yang kritis pers mahasiswa terhadap penguasa menjadi salah satu sebab Suharto dengan antek-anteknya mengangap bahwa gerakan politik mahasiswa (termasuk pers mahasiswa) merupakan ancaman bagi keberlangsungan kekuasaannya, maka untuk membendung dan memberangus gerakan mahasiswa tersebut, maka resim orde baru dibawah kontrol Soeharto, menerbitkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) melalui SK Mendikbud No. 028/U/1974 tentang NKK/BKK. Bergabung dengan pers mahasiswa adalah pilihan. Kenapa? Karena banyak cara dan jalan untuk menjadi sosok mahasiswa seperti di atas. Organisasi kemahasiswaan, intrakampus ataupun ekstrakampus pun mampu melahirkan sosok mahasiswa kritis. Namun akan selalu lebih bermakna, jika aspirasi dan gagasan dituangkan ke dalam tulisan. Maka, masing-masing organisasi pun memilki media tersendiri dalam beragam format, apakah itu buletin, mading, selebaran, atau media lain yang lebih periodik. Dari sisi ini, kelebihan pers mahasiswa adalah bagian gerakan mahasiswa dengan bentuk gerakan yang lebih menitikberatkan pada propaganda-propaganda pembentukan opini publik lewat tulisan (produk jurnalistiknya). Selain itu para pegiat pers mahasiswa, bersamasama dengan pilar gerakan mahasiswa yang lain terlibat langsung melakukan advokasi terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat. Salah satu alasan yang mendasari pers mahasiswa lebih menitikberatkan pada perjuangan lewat tulisan adalah selain sebagai lembaga yang berlebel pers, tulisan memiliki sebuah kekuatan yang besar untuk membentuk opini publik. Lewat sebuah tulisan, pemikiran dan gagasan-gagasan cemerlang seseorang dapat menembus ruang dan waktu walaupun penulisnya telah terkubur ribuah tahun silam. (Nama William Shakespears lebih dikenal hingga sekarang dibandingkan nama raja Inggris di masa yang sama, bukan?)

Jadi, suatu ketika Mark Twain berkata,There are only two things that can be lightening the world. The sun light in the sky and the press in the earth. Sebenarnya kalau kita resapi ungkapan Mark Twain diatas, tidaklah berlebihan adanya. Bahwa hanya ada dua hal yang bisa membuat terang bumi ini, yakni sinar matahari di langit dan pers yang tumbuh berkembang di bumi ini. Pers sendiri memang tidak bisa dipisahkan kaitannya dengan macam ragam informasi yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani peradabannya. Mulai dari persoalan corak warna hidup sampai hal yang detail sekalipun tentang sebuah eksistensi kehidupan. Maka, tidak terlanjur salah apabila kita mengatakan bahwa NEWS berkaitan dengan North, East, West dan South, yang artinya suatu kabar atau berita dan informasi yang datangnya dari empat arah penjuru mata angin. Oleh karena itu, news harus mengandung suatu unsur publishita (tersebar luas dan terbuka), aktualita (hangat dan baru) dan periodesita (mengenal jenjang waktu). Maka siapa agent of change yang mau menjadi bagian dari terang dan disandingkan dengan terangnya sinar matahari oleh Mark Twain? Maka menulislah, jadilah jurnalis. Jika Aa Gym pernah mengurai konsep 3M untuk perubahan, mulai dari diri kita sendiri, mulailah dari hal yang kecil, dan mulailah dari sekarang. Mulailah perubahan melalui Pers Mahasiswa. (Fanny Yulia)

Anda mungkin juga menyukai