Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR: DISTILASI DAN TITIK DIDIH; DAN PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT: REKRITALISASI DAN TITIK LELEH
OLEH: NAMA : LULU NURLAILA NIM : 10410022 TANGGAL PERCOBAAN: 22 SEPTEMBER 2011 TANGGAL PENGUMPULAN :28 SEPTEMBER 2011

085624293190

JL. CIDAWOLONG KP.PASIR KOANG RT 01 RW 11 DS.BIRU KEC. MAJALAYA KAB.BANDUNG 40382

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR : DISTILASI DAN TITIK DIDIH dan PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT: REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH A. TUJUAN 1. Menentukan titik didih methanol dan indeks bias methanol- air 2. Menentukan titik didih sikloheksana dan indeks bias sikloheksana-toluen 3. Menentukan pengaruh benzene terhadap pemisahan methanol-air pada distilasi azeotrop 4. Menentukan titik leleh asam benzoate melalui rekristalisasi 5. Menentukan titik leleh kamper melalui sublimasi B. DATA 1. Distilasi Sederhana Tetesan pertama: 69,5 C Tabung Temperatur (C) 1 74 2 78 3 81 4 87 5 88 2. Distilasi bertingkat Tetesan pertama: 62 C Tabung Temperature (C) 1 62 2 58 3 68 4 61 5 48 3. Distilasi azeotrop terner Tetesan pertama : 52C Tabung Temperatur ( 1 53-55 2 3 4 5 55,5 56 56,5 53 54-60 59-63

Indeks bias 1,335 1,337 1,3405 1,341 1,3405

Indeks bias 1,339 1,435 1,442 1,446 1,453

Indeks bias Ib atas: 1,482 ; ib bawah:1,4855 Ib atas:1,3705; ib bawah:1, 4875 Ib atas: 1,3625; Ib bawah: 1,4830 1,358 1,336

4. Rekristalisasi Asam Benzoat dalam air Berat Kristal asam benzoate kotor Berat Kristal asam benzoate hasil rekristalisasi Range titik leleh 5. Sublimasi kamper Berat kamper kotor : 3,23 gram Berat kamper setelah rekristalisasi : 0,07 gram Range titik leleh : 70-78 C : 2,12 gram : 0,72 gram : 102-118 C

C. Pengolahan Data 1. Distilasi sederhana Berdasarkan data yang diperoleh melalui percobaan , dapat ditentukan : Temperature rata-rata distilat methanol-air: (74+78+81+87+88)/5 = 408/5=81,6C Indeks bias rata-rata: (1,3335+1,337+1,3405+1,341+1,3405)/5 = 6,6925/5= 1,3385

kurva distilasi sederhana


100 80 60 40 20 0 0 5 10 15 20 25 temperatur

SUMBU X = volume distilat (mL) SUMBU Y= temperatur (C)

2. Distilasi bertingkat sikloheksana-toluen Berdasarkan data yang diperoleh melalui percobaan , dapat ditentukan :

Temperature rata-rata distilat sikloheksana-toluen: (62+58+68+61+48)/ 5 = 297/5=59,4 C Indeks bias (n) rata-rata: (1,339+1,435+1,442+1,446+1,453)/ 5 = 7,115/5= 1,423

kurva distilasi bertingkat


80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 5 10 15 20 25 30 temperatur

Sumbu X = volume distilat dalam mL Sumbu Y= temperatur ( C) 3. Distilasi azeotrop Berdasarkan data yang diperoleh melalui percobaan, dapat ditentukan : Temperatur rata-rata distilat methanol-air: Tetes awal: C Tetes akhir: C

Indeks bias fasa atas:

Indeks bias bawah:

kurva distilasi azeotrop terner


62 60 58 56 54 52 50 0 5 10 15 20 25 30 temperatur

Sumbu X= volume distilat dalam mL Sumbu Y= temperatur dalam C 4. Rekristalisasi asam benzoate dalam air Rendemen: (berat akhir/berat awal)x 100% = (0,72/2,12)x100% = 33,9623 % 5. Sublimasi kamper Rendemen: (berat akhir/berat awal)x 100% = (0,07/3,23)x 100% = 2,167 % D. Pembahasan Pemisahan dan pemurnian zat cair dapat dilakukan melalui distilasi. Pada percobaan kali ini dilakukan distilasi sederhana, bertingkat, dan azeotrop. Distilasi sederhana merupakan proses distilasi yang tidak melibatkan kolom fraksinasi, untuk memisahkan campuran 2 jenis zat cair yang memiliki perbedaan titik didih yang cukup jauh, dalam hal ini yaitu methanol dan air. Distilat yang dihasilkan adalah metanol. Berdasarkan literatur, air memiliki titik didih 100 C dan methanol memiliki titik didih 64,7 C. Hasil percobaan menunjukkan tetesan methanol yang pertama pada 69,5 C sedangkan temperature rata-rata untuk setiap 5 ml selanjutnya yaitu 81,6 C. Hal ini tidak sesuai dengan literatur, diasumsikan karena adanya ketidaktepatan waktu untuk membaca temperature saat tetesan pertama methanol. Indeks bias methanol-air yaitu 1,3385. Distilasi bertingkat merupakan proses memisahkan cairan berdasarkan perbedaan titik didih yang cukup dekat, dalam hal ini yaitu sikloheksana dan toluene. Berdasarkan literature, Sikloheksana memiliki titik didih 81C sedangkan toluene memiliki titik didih 110,6 C. Hasil percobaan menunjukkan tetesan sikloheksana yang pertama pada temperature 62 C dan temperatur rata-ratanya yaitu 59,4 C. Hasil ini sangat tidak sesuai dengan literature, diasumsikan karena adanya ketidaktelitian praktikan ketika memasang peralatan ditilasi bertingkat sehingga ada yang mengganggu proses distilasi, adanya kesalahan ketika mengambil data dan secara teknis. Indeks bias sikloheksana-toluen adalah 1,423.

Distilasi azeotrop terner merupakan proses pemisahan campuran zat cair dengan komposisi tertentu dan temperatur konstan, tanpa adanya perubahan komposisi. Pada percobaan ini, indeks bias fasa bawah adalah , dan indeks bias fasa atas adalah . Titik didih saat metanol pertama kali menetes yaitu 52 C. pada literatur, titik didih metanol adalah 64,7 C. Rekristalisasi merupakan suatu cara untuk memisahkan campuran zat padat dengan zat cair melalui dua kali proses pengkristalan, yang memiliki perbedaan kelarutan. Pada percobaan kali ini digunakan asam benzoate sebagai zat yang akan di kristalkan kembali. Berat awal asam benzoate kotor yaitu 2,12 gram. Setelah proses pengkristalan, diperoleh asam benzoate murni seberat 0,72 gram. Berarti zat pengotor yang ada yaitu 1,4 gram. Menurut literature, range titik leleh asam benzoate adalah 121-123 C, sedangkan berdasarkan hasil percobaan diperoleh range nya 102-118 C. Ketidaksesuaian ini diasumsikan karena adanya kesalahan ketika menimbang berat asam benzoate kotor,dan kekeliruan saat melaukan penimbangan kamper murni. Sublimasi merupakan proses pemurnian zat padat dengan mengubahnya menjadi fasa gas. Berat kamper kotor yaitu 3,23 gram sedangkan berat kamper murni yang diperoleh yaitu 0,07 gram. Hal ini berarti berat zat pengotornya 3,16 gram. Menurut literature, range titik leleh kamper adalah 79-83 C. sedangkan berdasarkan hasil percobaan diperoleh range titik lelehnya yaitu 70-78 C. adanya ketidaksesuaian ini, diasumsikan Karena adanya kesalahan dan ketidaktelitian ketika menimbang berat kotor dan berat bersih kamper. Untuk menentukan titik leleh asam benzoate pada rekristalisasi dan titik leleh kamper pada subimasi digunakan rentangan (range). Hal ini karena Kristal yang didapat belum benarbenar murni 100%. Adanya keterbatasan kecanggihan alat yang digunakan serta keterbatasan keahlian praktikan sehingga zat murni yang dihasilkan tidak sepenuhnya murni. E. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh titik didih methanol adalah 69,5 C dan indeks biasnya 1,3385. 2. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh titik didih sikloheksana adalah 62 C dan indeks biasnya 1,423. 3. Pada distilasi azeotrop terner ditambahkan benzene 1,25 ml agar dapat mengganggu kestabilan azeotrop sehingga campuran dapat dipisahkan. 4. Titik leleh asam benzoate yang diperoleh adalah rangenya, yaitu antara 102-118 C. 5. Titik leleh kamper yang telah mengalami sublimasi dalam bentuk range yaitu antara 70-78 C. F. Pustaka Rahayu, Suparni Setyowati. 2009. Metode Pemisahan Standar. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/kimia_dasar/pemurnian-material/metoda-pemisahan-standar/ di akses 26 september 2011 pukul 23.36 wib

LAMPIRAN Tabel 1. Indeks Bias Zat metanol sikloheksana air Indeks bias 1,3288 1,423 1,333

Tabel 2. Titik didih berbagai zat Zat Air Methanol Toluene Sikloheksana Benzene Titik didih (C) 100 64,7 110,6 81 80

Table 3. Titik leleh berbagai zat Zat Asam benzoate kamper Titik leleh (range) (C) 121-123 79-83

KOLOM ILMU PENGETAHUAN

Supercooling: Mengapa Air Tak Membeku Dalam Awan


SENIN, 26 APRIL 2010 | 18:48 WIB

TEMPO Interaktif, Paris -Supercooling, sebuah kondisi yang memungkinkan cairan tak membeku meski di bawah titik beku normal mereka, masih membuat para ilmuwan penasaran. Salah satu contoh fenomena tersebut bisa kita jumpai setiap hari dalam meteorologi, yaitu awan tinggi sebenarnya merupakan akumulasi tetesan air dalam kondisi superdingin di bawah titik bekunya. Para ilmuwan dari Commissariat a l'Energie Atomique et aux Energies Alternatives (CEA), Centre National de Recherche Scientifique (CNRS), dan ESRF, Prancis, telah menemukan sebuah penjelasan eksperimental tentang fenomena supercooling. Riset mereka dipublikasikan dalam jurnal Nature, akhir pekan lalu. Cairan super dingin terperangkap dalam sebuah kondisi metastable meski berada di bawah titik bekunya. Itu hanya bisa terjadi pada cairan yang tak mengandung benih kristal yang dapat memicu kristalisasi. Awan pada lapisan atmosfer tinggi adalah contoh terbaik: mengandung butiran air, tapi ketiadaan benih kristal membuat air tidak membentuk es meski berada dalam temperatur rendah. Dalam kehidupan sehari-hari, umumnya terdapat ketidakmurnian kristalin yang bersinggungan dengan cairan yang akan memicu proses kristalisasi, dan akhirnya pembekuan. Pengendalian perilaku solidifikasi amat penting untuk berbagai aplikasi, semisal proses teknologi pencetakan sampai pertumbuhan semikonduktor nanostruktur. Supercooling pertama kali ditemukan oleh Fahrenheit pada 1724, tapi hingga kini fenomena itu masih menjadi topik diskusi hangat. Lebih dari 60 tahun terakhir para ilmuwan berspekulasi bahwa supercooling berkaitan dengan struktur internal cairan yang tidak sesuai dengan kristalisasi. Simulasi model mengajukan adanya fraksi atom cairan yang tersusun dalam kelompok segi lima yang terkoordinasi. Untuk membentuk sebuah kristal, cairan memerlukan struktur yang dapat diulang secara periodik, mengisi keseluruhan ruang. Itu tak mungkin terjadi dengan kelompok segi lima yang terkoordinasi. Dalam analog dua dimensi, sebuah bidang tak bisa dipenuhi hanya dengan struktur pentagon. Sebaliknya, segitiga, segi empat, atau heksagon dapat mengisi sebuah bidang dengan sempurna. Dalam contoh ini, pentagon adalah kendala tercapainya kristalisasi. Bukti bahwa struktur segi lima terkoordinasi adalah dasar supercooling itu berhasil ditunjukkan oleh para ilmuwan dari CEA, CNRS, dan ESRF ketika mempelajari struktur campuran emas dan silikon cair yang dipertemukan dengan permukaan silikon yang dilapisi dengan susunan atom pentagon. Temuan itu memberikan konfirmasi bahwa efek supercooling telah terjadi. "Kami mempelajari apa yang terjadi pada likuid yang dipertemukan dengan permukaan berstruktur pentagon," kata Tobias Schlli, peneliti utama studi itu. TJANDRA | SCIENCEDAILY

Sumber:

http://www.tempo.co/hg/sains/2010/04/26/brk,20100426-243365,id.html Di akses 26 september 2011 pukul 23.58 wib

Anda mungkin juga menyukai