Makalah Coooooooommmmmmmm

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Untuk mewujudkan hal itu, maka sekolah sebagai komponen utama pendidikan perlu mengelola pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) antara lain: (1) kegiatan berpusat pada siswa; (2) belajar melalui berbuat; dan (3) belajar mandiri dan belajar bekerja sama. Sejalan dengan prinsip KBM tersebut, maka kegiatan pembelajaran diharapkan tidak terfokus pada guru, tetapi bagaimana mengaktifkan siswa dalam belajarnya (student active learning). Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN), pasal 19, (http://www.elpramwidya.wordpress.com/), dinyatakan bahwa: 1. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. 2. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. 3. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Dipertegas dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses (diakses dari http://www.elpramwidya.wordpress.com/), bahwa standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi dan memenuhi standar

Model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dirancang atau dikembangkan dengan menggunakan pola pembelajaran tertentu. Pola pembelajaran yang dimaksud dapat menggambarkan kegiatan guru dan peserta didik dalam mewujudkan kondisi

belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya proses belajar. Pola pembelajaran menjelaskan karakteristik serentetan kegiatan yang dilakukan oleh guru-peserta didik. (http://www.elpramwidya.wordpres.com/ )

Pada penjelasan pelaksanaan pembelajaran yang tertuang pada Lampiran Permendiknas Nomor 41 tahun 2007, tentang Standar Proses, II poin C, dinyatakan tentang beberapa model pembelajaran alternatif yang dapat dikembangkan dan digunakan secara inovatif sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi di kelas serta untuk mendukung iklim belajar PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan).

Penerapan pembelajaran tuntas dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang berbasis kompetensi diartikan sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang mensyaratkan siswa dalam menguasai secara tuntas seluruh Standar Kompetensi maupun Kompetensi Dasar mata pelajaran. Dengan ditempatkannya prinsip ketuntasan belajar sebagai salah satu ciri KBK, membawa implikasi bahwa pembelajaran tuntas harus diimplementasikan dalam setiap kegiatan pembelajaran baik dalam konteks klasikal maupun individual. Guru harus mengimplementasikan prinsip pembelajaran tuntas untuk setiap Kompetensi Dasar (KD) dari mata pelajaran tertentu. (http://www.bpgdisdik-jabar.netsi/)

Semakin meningkatnya kriteria ketuntasan minimum belajar siswa, menuntut guru untuk lebih aktif, kreatif serta inovatif dalam menyampaikan materi pembelajaran baik dari penggunaan media pembelajaran, pemilihan metode pembelajaran maupun pengelolaan kelas yang akan membantu dalam pencapaian keberhasilan proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan hasil belajar yang memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan.

Permasalahan di atas sangat menarik untuk dicermati bagaimana upaya kita untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan metode yang tepat sehingga dapat mengaktifkan

siswa sepenuhnya dalam belajar, oleh sebab itu penulis mencoba suatu strategi pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning). Mengapa problem based learning cocok diterapkan di dunia keteknikan? Berdasarkan definisi profesi keteknikan menurut ABET (Accreditation Board for Engineering and Technology) (diakses dari http://elearning.unimal.ac.id/), merupakan profesi yang memanfaatkan pengetahuan matematika dan ilmu-ilmu alam yang diperoleh dari studi, pengalaman, dan latihan secara bijaksana untuk mengembangkan cara-cara memanfaatkan bahan dan sumber daya alam secara ekonomis untuk kesejahteraan manusia. Sekolah menengah keteknikan selain

memberikan teori-teori yang cukup, juga perlu memberikan contoh-contoh pemecahan problem nyata dengan memanfaatkan teori-teori yang ada. Dengan demikian, pengembangan profesi keteknikan secara alamiah disimulasi oleh masalah-masalah teknik pada situasi nyata dan problem based learning menstimulasi proses belajar dengan menggunakan masalah-masalah tersebut pada situasi nyata dari suatu profesi. B. HAKEKAT PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH

Perubahan paradigma pendidikan di sekolah dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centre learning) ke arah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre learning) dapat dilihat dari banyaknya metode dan model pembelajaran yang dapat menjadi alternatif pilihan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Salah satu alternatif itu adalah model pembelajaran berdasarkan masalah atau dikenal dengan PBL (Problem Based Learning), dalam beberapa referensi sering juga disebut PBI (Problem Based Instructions) Pengajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (diakses dari http://dwijakarya.blogspot.com/), belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem

saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.

Berdasarkan penjelasan tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah didasarkan pada teori psikologi kognitif. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa (perilaku mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Walaupun peran guru pada pembelajaran ini kadang melibatkan presentasi dan penjelasan suatu hal, namun yang lebih lazim adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah. PBI juga didasarkan pada konsep konstruktivisme yang dikembangkan oleh ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Menurut Piaget (diakses dari

http://suksesbersamasukarto.blog.com/), anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terusmenerus berusaha memahami dunia sekitarnya. Rasa ingin tahu ini memotivasi mereka untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati. Pandangan konstruktivis-kognitif mengemukakan, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan mereka tidak statis, tetapi terus-menerus tumbuh dan berubah saat siswa menghadapai pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal. Menurut Piaget, pendidikan yang baik harus melibatkan siswa dengan situasi-situasi yang dapat membuat anak melakukan eksperimen mandiri, dalam arti mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ia temukan pada suatu saat dengan apa yang ia temukan pada saat yang lain, membandingkan temuannya dengan temuan anak lain.

Menurut Arends (diakses dari http://dwijakarya.blogspot.com/), pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya

diri. Model pembelajaran ini juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran berdarkan proyek (project-based instruction), pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), belajar otentik (authentic learning) dan pembelajaran bermakna (anchored instruction).

1. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Masalah Menurut Ratumanan (diakses dari http://nsant.student.fkip.uns.ac.id/), pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks. Menurut Yayan Iryana (diakses dari http://www.alief-hamsa.blogspot.com/)

Pembelajaran berdasarkan masalah artinya pembelajaran didasarkan pada masalah sehari-hari dan dalam pembelajaran siswa diajak untuk memecahkannya. Melalui pembelajaran semacam itu siswa akan merasa ditantang untuk mengajukan gagasan. Biasanya akan muncul berbagai gagasan dan siswa akan saling memberikan alasan dari gagasan yang diajukan. Dalam proses pembahasan, gagasan itu akan terjadi interaksi dan pemaduan gagasan yang pada akhirnya mengarah pada saling melengkapi. Siswa biasanya sangat senang karena merasa mampu memecahkan masalah yang diberikan. 2. Tujuan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri. Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan

bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya. 3. Prinsip dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah a. dalam ruang belajar guru merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan masalah, ruang belajar dapat dilakukan di luar atau di dalam kelas dilakukan untuk meningkatkan interaksi dengan teman lainnya dan mengacu terbentuknya ide baru dalam perkembangan intelektual siswa. b. menyajikan pemecahan masalah dengan menggunakan latihan c. penggunaan alat peraga atau model dalam pembelajaran harus mendukung proses pembelajaran diantaranya tabel, laporan, gambar, poster, yang membantu mereka untuk belajar memecahkan masalah. 4. Ciri-Ciri dan Tahapan pada Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Ciri-ciri dari model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends (diakses dari http://nsant.student.fkip.uns.ac.id/) , antara lain : a. pengajuan pertanyaan atau masalah b. berfokus pada keterkaitan antar disiplin. c. penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. d. menghasilkan produk dan memamerkannya. e. kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-

tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ketrampilan berpikir. 5. Macam-Macam Pembelajaran Berdasarkan Masalah Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah, menurut Arends (diakses dari http://nsant.student.fkip.uns.ac.id/), antara lain : a. pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk

pembelajarannya. b. pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa melakukan percobaan guna mendapatkan kesimpulan yang benar dan nyata. c. belajar otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting dalam konsteks kehidupan nyata. d. pembelajaran bermakna (anchored instruction), pendekatan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna. 5. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Model pembelajaran problem based learning memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran ini, adalah (1) membuat siswa lebih aktif, (2) dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, (3) menimbulkan ide-ide baru, (4) dapat meningkatkan keakraban dan kerjasama, (5) pembelajaran ini membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. Sedangkan kekurangan pada model pembelajaran ini, adalah (1) model pembelajaran problem based learning biasa dilakukan secara berkelompok membuat siswa yang malas semakin malas, (2) siswa merasa guru tidak pernah menjelaskan karena model pembelajaran ini menuntut siswa yang lebih aktif, (3) membutuhkan banyak waktu dan pendanaan, (4) sangat

memerlukan kemampuan dan keterampilan guru untuk menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir anak, (5) pembelajaran berdasarkan masalah memerlukan berbagai sumber untuk memecahkan masalah, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa. Hal penting yang harus diketahui adalah bahwa guru perlu memiliki seperangkat aturan yang jelas agar supaya pemelajaran dapat berlangsung tertib tanpa gangguan, dapat menangani perilaku siswa yang menyimpang secara cepat dan tepat, juga perlu memiliki panduan mengenai bagaimana mengelola kerja kelompok.

Salah satu masalah yang cukup rumit bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran yang menggunakan model pengajaran berdasarkan masalah adalah bagaimana menangani siswa baik individual maupun kelompok, yang dapat menyelesaikan tugas lebih awal maupun yang terlambat. Dengan kata lain kecepatan penyelesaian tugas tiap individu maupun kelompok berbeda-beda. Pada model pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkin untuk mengerjakan tugas multi (rangkap), dan waktu penyelesaian tugas-tugas tersebut dapat berbeda-beda.

Dalam model pembelajaran berdasarkan masalah, guru sering menggunakan sejumlah bahan dan peralatan, dan hal ini biasanya dapat merepotkan guru dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, untuk efektifitas kerja guru harus memiliki aturan dan prosedur yang jelas dalam pengelolaan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan.

Selain itu yang tidak kalah pentingnya, guru harus menyampaikan aturan, tata krama, dan sopan santun yang jelas untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan di luar kelas termasuk di dalamya ketika melakukan penyelidikan di masyarakat. (diakses dari http://dwijakarya.blogspot.com/). 6. Kompetensi yang Dikembangkan

a. Beradaptasi dan berpartisipasi dalam perubahan. b. Mengenali dan memahami masalah serta mampu membuat keputusan yang beralasan

dalam situasi baru.


c. Menalar secara kritis dan kreatif. d. Mengadopsi pendekatan yang lebih universal atau menyeluruh. e. Mempraktikkan empati dan menghargai sudut pandang orang lain. f. Berkolaborasi secara produktif dalam kelompok. g. Mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri serta menemukan cara untuk mengatasi

kelemahan diri; self-directed learning

C. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH

1. Tugas-tugas Perencanaan

Karena hakekat interaktifnya, model pengajaran berdasarkan masalah membutuhkan banyak perencanaan, seperti halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.

a. Penetapan tujuan

Model pengajaran berdasarkan masalah dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pemelajar yang mandiri. Dalam pelaksanaanya pemelajaran berdasarkan masalah bisa saja diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

b. Merancang situasi masalah

Beberapa guru dalam pengajaran berdasarkan masalah lebih suka memberi kesempatan dan keleluasaan kepada siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung teka-teki, dan tidak didefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum.

Untuk

itu

masalah

yang

akan

dikembangkan

sebaiknya

mempunyai

karakteristik, (1) masalah dapat berupa tugas melakukan sesuatu, pertanyaan atau hasil identifikasi dari keadaan yang ada di sekitar siswa, (2) masalah berupa tugas yang tidak memiliki struktur yang jelas sehingga merangsang peserta didik untuk mencari informasi untuk memperjelasnya, (3) masalah harus cukup komplek dan ambigu sehingga peserta didik terdorong untuk menggunakan berbagai strategi penyelesaian masalah, teknik dan keterampilan berpikir, (4) masalah harus bermakna dan ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik termotivasi mengarahkan dirinya untuk menyelesaikan masalah dan mengujinya secara praktis.

c. Organisasi sumber daya dan rencana logistik

Dalam pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkinkan berkerja dengan beragam material dan peralatan, dan dalam pelaksanaanya bisa dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan, atau di laboratorium, bahkan dapat pula dilakukan di luar sekolah. Oleh karena itu tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa, haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama bagi guru yang menerapkan pemelajaran berdasarkan pemecahan masalah.

Sumber-sumber belajar siswa dapat berupa: (1) bahan bacaan, baik yang disediakan langsung maupun yang ada di sekitar tempat belajar, (2) informasi dari nara sumber, dijelaskan sekilas dan berdasarkan pertanyaan siswa, (3) lingkungan dan hasil ujicoba praktis, (4) sumber-sumber lain yang dapat diakses siswa.

Metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran berdasarkan masalah diantaranya: (1) diskusi kelompok, (2) belajar mandiri (individual), (3) eksperimen kelompok, (4) observasi, (5) wawancara.

2. Tugas Interaktif

a. Orientasi Siswa pada Masalah

Siswa perlu memahami bahwa tujuan pengajaran berdasarkan masalah adalah tidak untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pemelajar yang mandiri. Cara yang baik dalam menyajikan masalah untuk suatu materi pelajaran dalam pemelajaran berdasarkan masalah adalah dengan menggunakan kejadian yang

mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

b. Mengorganisasikan Siswa Untuk Belajar

Pada model pengajaran berdasarkan masalah dibutuhkan pengembangan keterampilan kerjasama diantara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan dengan hal tersebut siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Bagaimana mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif berlaku juga dalam mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok pengajaran berdasarkan masalah. Karakteristik pembagian kelompok dapat dilakukan dengan cara: (1) siswa dibagi secara acak, (2) jumlah anggota berkisar 4 sampai 6 orang, (3) heterogen (latar belakang dan kemampuan),

3. Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok

Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagimana etika penyelidikan yang benar.

Guru mendorong pertukaran ide gagasan secara bebas dan penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam rangka pemelajaran berdasarkan masalah. Selama dalam tahap penyelidikan guru memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa tanpa mengganggu aktifitas siswa. Puncak proyek-proyek

pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah penciptaan dan peragaan artifak seperti laporan, poster, model-model fisik, dan video tape.

Dalam pelaksanaan pembelajaran berdasarkan masalah, guru dapat berperan: (1) sebagai fasilitator, (2) penyusun trigger problems, (3) sebagai narasumber terutama untuk informasi yang sulit diperoleh dari sumber lain, (4) memastikan jalannya proses pembelajaran dan setiap anggota kelompok terlibat, (5) melakukan evaluasi.

4. Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah Tugas guru pada tahap akhir pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri, dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

5. Asesmen dan Evaluasi

Seperti halnya dalam model pembelajaran kooperatif, dalam model pengajaran berdasarkan masalah fokus perhatian pembelajaran tidak pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu tugas penilaian tidak cukup bila penilaiannya hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan pensil (paper and pencil test). Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pengajaran berdasarkan masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.

Tugas asesmen dan evaluasi yang sesuai untuk model pengajaran berdasarkan masalah terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan asesmen kinerja dan peragaan hasil. Asismen

kinerja dapat berupa asesmen melakukan pengamatan, asesmen merumuskan pertanyaan, asesmen merumuskan sebuah hipotesa dan sebagainya. Tabel Langkah-langkah (Sintaksis) Pembelajaran Berdasarkan Masalah No Tahap Tingkah Laku Guru a. menjelaskan tujuan pembelajaran Tahap 1 : 1 Orientasi siswa pada masalah c. memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah. Tahap 2 : 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut a. mengumpulkan informasi yang sesuai dengan studi pustaka b. melaksanakan eksperimen atau demontrasi untuk mendapatkan penjelasan c. pemecahan masalah a. membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya/tugas b. membantu siswa untuk berbagi tugas dengan temannya membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap tugas-tugas mereka dan proses yang mereka gunakan b. menjelaskan alat dan bahan yang dibutuhkan

Tahap 3 : 3 Membimbing penyelidikan individual atau kelompok

Tahap 4 : 4 Mengembangkan dan penyajian hasil karya/tugas Tahap 5 : 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

D. KESIMPULAN Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk membantu guru dan siswa dalam mengkreasi, menata, dan mengorganisasi pembelajaran sehingga memungkinkan peristiwa belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan belajar.

Model pembelajaran sangat diperlukan untuk memandu proses belajar secara efektif. Model pembelajaran yang efektif adalah model pembelajaran yang memiliki landasan teoretik yang humanistik, lentur, adaptif, berorientasi kekinian, memiliki sintak pembelajaran yang sedehana, mudah dilakukan, dapat mencapai tujuan dan hasil belajar yang disasar.

Model pembelajaran yang dapat diterapkan pada bidang studi hendaknya dikemas koheren dengan hakikat pendidikan bidang studi tersebut. Namun, secara filosofis tujuan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi siswa dalam penumbuhan dan pengembangan kesadaran belajar, sehingga mampu melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam memecahkan masalah kehidupan di dunia nyata. Model-model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan tujuan tersebut adalah yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik sebagai paradigma alternatif.

Model

pembelajaran

problem

based

learning,

yang

berlandaskan

paradigma

konstruktivistik, adalah model-model pembelajaran alternatif yang sesuai dengan hakikat pembelajaran humanis populis.

DAFTAR PUSTAKA

Djumhurijah, Siti. (2008). Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle Untuk Meningkatkan Ketuntasan Belajar Siswa Pada Konsep Pemuaian Di Kelas VII D SMP Negeri 8 Bogor. [online]. Tersedia: http://www.bpgdisdik-jabar.netsi/ [26 Februari 2010]

Hamsa, Alief. (31 Agustus 2009). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. [online]. Tersedia: http://www.alief-hamsa.blogspot.com/ [26 Februari 2010]

NdahS Blog. Model-Model Pembelajaran-1. [online]. Tersedia: http://nsant.student.fkip.uns.ac.id/ [26 Februari 2010]

Putra Dharmasraya Blog (22 April 2009). Model Pembelajaran Di SMK. [online]. Tersedia: http://www.elpramwidya.wordpress.com/ [26 Februari 2010].

Santyasa, I. Wayan. (2005). Model Pembelajaran Inovatif Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. [online]. Tersedia: http://www.freewebs.com/santyasa [26 Februari 2010]

Subandiyah, Heny. (31 Januari 2010). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) Dalam Pembelajaran Apresiasi Novel Dan Menulis Puisi. [online]. Tersedia: http://suksesbersamasukarto.blog.com/ [26 Februari 2010] Trianto. (22 Januari 2009). Mengembangkan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. [online]. Tersedia: http://dwijakarya.blogspot.com/ [26 Februari 2010] Warmada, I. Wayan. Problem-Based Learning (PBL) Berbasis Teknologi Informasi (ICT). [online]. Tersedia: http://elearning.unimal.ac.id/ [26 Februari 2010]

Anda mungkin juga menyukai