Anda di halaman 1dari 12

PAPER PENGAMATAN AKSI PEMBERONTAKANG 30 /PKI SERTA PENUMPASAN G 30/PKI DI WILAYAH NKRI

MONUMEN PANCASILA LUBANG BUAYA , JAKARTA TIMUR

OLEH : AYUMI HASANAH (NPM) PENDIDIKAN PANCASILA (NAMA DOSEN) (TANGGAL PENGUMPULAN) JURUSAN KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA RIA HUSADA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan pembantaian para anggota Jendral dan Panglima yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia yang terjadi pada tanggal 30 september 1965, menambahkan daftar Tragedi berdarah dalam sejarah NKRI. Dewasa ini pembelajaran terhadap kasus demikian, sangat membantu guna mencegah terjadinya pemberontakan dalam NKRI. Oleh karena itu saya mencoba membuka, memaparkan tentang Aksi G 30/PKI,dan semoga dengan adanya paper ini menambah wawasan para pembaca juga kecintaan dalam membela dan melindungi NKRI sebagai wilayah yang utuh. B. Rumusan Masalah PKI dan Tujuannya Pemberontakan yang di Lancarkan PKI Upaya Penumpasan PKI dari NKRI

C. Tujuan Adapun tujuan dalam pembuatan paper ini agar pembaca lebih mengetahui tentang aksi kejam G 30/PKI dan mengambil pelajaran dari Tragedi tersebut. BAB II PEMBAHASAN PKI Dan Tujuannya

PKI adalah Partai Komunis terbesar di Indonesia, dengan berkiblatkan Partai Komunis Uni Soviet dan Partai Komunis Cina. Dengan di pimpin oleh D.N.Aidit. Tindakan pertama D.N. Aidit adalah menyatukan kembali seluruh potensial partai. Setengah tahun kemudian D.N. Aidit berhasil mengambil alih kepemimpinan PKI dan mengintensifkan propaganda untuk merehabilitasi nama PKI dengan mengeluarkan Buku Putih tentang pemeberontakan Madiun. Bahkan, Alimin menuntut pengadilan dan penguburan kembali tokoh-tokoh PKIyang dihukum mati akibat pemberontakan PKI-Madiun, tetapi hal ini ditolak oleh pemerintah RI.

Dengan berdasarkanMarxisme-Leninisme dan alanisis mengenal situasi kondisi Indonesia sendiri, CC PKI di bawah pimpinan D.N.aidit menyusun program partai untuk mencapai tujuannya, yaitu mengkomuniskan Indonesia. Adapun isi program tersebut adalah sebagai berikut. Membina front persatuan nasional yang berdasarkan persatuan buruh dan kaum tani. Membangun PKI yang meluas di seluruh negara dan mempunyai karakter massa yang luas, yang sepenuhnya terkonsolidasi di lapangan idiologi, politik, dan organisasi. Dalam membangun PKI D.N.Aidit mengatakan Kalau kita mau menang dalam revolusi,kalau kita mau mengubah wajah masyarakat yang setengah jajahan menjadi Indonesia yang merdeka penuh, kalau kita mau ambil bagian dalam mengubah wajah dunia, maka kita harus mempunyai partai model partai komunis Uni Sofiet dan model partai komunis Cina Jadi, jelas disini bahwa titik tolak strategi dan taktik PKI pada masa kepemimpinan D.N.Aidit ialah dengan memakai model partai komunis Uni soviet dan model partai komunis Cina sekaligus, disesuaikan dengan kondisi nyata di Indonesia. Pemberontakan yang di Lancarkan PKI

1. Aksi Penculikan 1) Usaha Penculikan Terhadap Jendral TNI A.H. Nasution

Pasukan yang ditugasi menculik Jendral TNI A.H Nasution dibawah pimpinan Pelda Djahurub dengan berkendaraan truk berangkat dari Lubang Buaya pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 03.00 menuju ke kediaman Jendral A.H Nasution di jalan Teuku Umar 40 Jakarta. Ketika pasukan penculik melewati kediaman Dr.Leimena yang berdekatan dengan kediaman Jendral A.H. Nasution yaitu di Jalan Teuku Umar 36 Jakarta mereka membunuh pengawal yang bertugas di tempat kediaman Dr.Leimena yaitu Ajun Inspektur Polisi Karel Satsuit Tubun. Ibu Nasution ketika mengetahui ada sejumlah orang bersenjata masuk secara paksa kedalam rumah, segera mengunci pintu kamar dan memberitahu Jendral A.H. Nasution tentang datangnya orang-orang berseragam yang mungkin bermaksud tidak baik. Beliau kurang yakin akan keterangan isterinya itu dan segera membuka pintu kamar. Ketika melihat pintu dibuka, anggota penculik segera melepaskan tembakan kearahnya, dan seketika itu beliau menjatuhkan diri kelantai, dan isterinya cepat-cepat menutup dan mengunci kamar kembali. Tembakan pasukan penculik diarahkan langsung ke daun pintu kamar. Sementara itu, Ade Irma Suryani putri bungsu mereka yang berumur 5 tahun oleh pengasuhnnya dilarikan keluar kamar dengan maksud hendak diselamatkan, tetapi seorang penculik melepaskan tembakan

otomatis dan mengenai punggung Ade Irma Suryani. Jendral A.H. Nasution didorong oleh isterinya untuk keluar dari kamar melalui pintu samping dan menuju ke pagar tembok. Sambil menggendong Putri bungsunya yang terluka, Ibu Nasution menghadapi para penculik yang sudah nberada diruang tengah. Dan dengan memanjat dinding tembok samping rumah, Jendral A.H. Nasution berhasil melarikan diri. Salah seorang ajudan Jendral A.H Nasution, yakni Lettu Czi Pierre Andreas Tendean yang malam itu menginap di paviliun, terbangun karena kegaduhan di luar kamar. Kemudian ia keluar kamar untuk memeriksa apa yang terjadi, tetpi ia ditangkap oleh gerombolan penculik dan diseret kesalah satu kendaraan. Setelahnya pasukan penculik itu meninggalkan tempat tersebut dan kembali ke Lubang Buaya. 2) Penculikan Terhadap Letjend TNI A. Yani

Pausukan yang bertugas menculik Men/Pangad Letjend TNI A. Yani dipimpin oleh Peltu Mukidjan berangkat dari Lubang Buaya pukul 03.00 tanggal 1 Oktober 1965. Setiba dirumah Latjend TNI A.Yani di jalan Latuharhary 6 Jakarta, beberapa anggota penculik segera masuk pekarangan rumah. Regu pengawal yang sama sekali tidak menaruh curiga atas kedatangan mereka seketika itu dilucuti. Sebagian pasukan penculik menuju kekediaman Letjend A.Yani dan mengetuk pintu yang dibukakan oleh seorang pembantu, Isteri A. Yani malam itu sedang berada di kediaman resmi Men/Pangad di Taman Suropati. Sementara puteri kedua Letjend A. Yani terbangun mendengar adanya keributan, tetapi tidak berani keluar kamar. Yang keluar dari kamarnya adalah putera beliau yang berumur 11 tahun, yang segera membagunkan ayahnya, dan belaupun keluar dari kamarya. Salah seorang anggota pasukan penculik menyampaikan berita baahwa beliau dipanggil Presiden. Ketika beliau menjawab bahwa hendak mandi dan berpakaian terlebih dahul, salah satu dari penculik melarangnya sambil menodongkan senjatanya. Melihat sikap kuran ajar anggota penculik tersebut beliau sangat marah dan memukulnya hingga jatuh. Beliau membalik dan hendak menutup [pintu kaca yang menghubungkan ruang belakang dengan ruag makan, tetapi seketika itu Serda Gijadi, salah seorang anggota penculik menembakkan senjata Thompson dari belakan dan tujuh butir peluru menembus tubuh Letjend A. Yani sehingga beliau terjatuh dan roboh. Praka Wagimin menyeret Letjend A. Yani yang berlumuran darah keluar dari kediamannya dan dimasukkan kedalam kendaraan, dan mereka kembali menuju kw Lubang Buaya. 3) Penculikan Terhadap Mayjend TNI Soeprapto

Pasukan yang bertugas menculik Mayjend TNI Soeprapto di pimpin oleh Sarda Sulaiman. Berangkat dari Lubang Buaya Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00. pasukan penculik ini mamasuki halamn rumah Mayjend Soeprapto di jalan Besuki 19, Jakarta dan mengetuk pintu. Beliau terbangun dan setelah pasukan penculik menyatakan dari Cakrabirawa, beliau keluar dari kamarnya dan membuka pintu. Diteras sudah

menunggu beberapa paasukan penculik. Serda Sulaiman mengatakan bahwa Mayjend Soeprapto diperintahkan untuk menghadap presiden dengan segera. Oleh beliau diperintahkan untuk menunggu karena akan berganti pakaian. Para penculik melarangnya dengan kasar, bahkan mendorong serta memaksanya keluar. Beberapa orang penculik memegangi tangannya dan menaikkannnya dengan paksa ke dalam sebuah truk. Kemudian mereka kemabli menuju ke Lubang Buaya. 4) Penculikan Terhadap Mayjend S. Parman

Pasukan yang bertugas menculik Mayjend TNI S. Parman di pimpin oleh Serma Satar. Berangkat dari Lubang Buaya Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00. pasukan penculik ini mamasuki kediamannya di jalan Samsurizal 32, Jakarta. Mereka memasuki pekarangan rumah dengan melompat pagar. Karena keributan itu Mayjend S. Parman terbangun dan menduga ada perampokan dirumah tetangganya. Beliau keluar kamar dengan maksud memberi bantuan . ketika membuka pintu depan, diluar telah menunggu para paenculik yang mengatakan bahwa beliau dipanggil oleh Presiden. Beliau mengattakan akan memenuhi panggilan tersebut dan kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Dua orang penculik mengikutinyab dari belakang. Beliau minta agar mereka menunggu di ruang tengah saja, tetapi mereka tidak mengindahkannya. Ibu S. Parman mulai curiga akan tingka laku mereka yang demikian kasar. Beliau menanyakan surat perintah panggilan dari Iatana Presiden, seorang menjawab bahwa surat perintah tersebut ada pad Pelda Yanto di luar. Usaha Ny. S. Parman untuk melihat surat printah tersebut tidak berhasil. Karena surat peintah itu memang tidak pernah ada. Bahkan beliau ditodong dengan sangkur. Dengan berpakaian lengkap Mayjend S. Parman kluar kamar, sambil melangkah beliau meminta kepada istrinya agar menelpon letjend A. Yani, untuk melaporkan kejadian tersebut. Ternayata kabel telepone telah diputus. Mayjend S. Parman dimasukkan kedalam kendraan pasukan penculik dan dibawa ke Lubang Buaya. 5) Penculikan Terhadap Mayjend TNI Haryono MT

Pasukan yang bertugas menculik Mayjend TNI Haryono MT di pimpin oleh Serma Bungkus. Berangkat dari Lubang Buaya Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00. setibanya di kediaman Mayjend Haryono MT di jalan Pramabanan 8, Jakarta. Serma Bungkus memberi tahu Ny. Haryono bahwa Mayjend Haryono dipanggil oleh Presiden. Ny. Haryono yang tidak menaruh curiga kepada mereka kemudian membangunkan Mayjend Haryono, beliau menaruh curiga dan melaui Isterinya beliau meminta agar kembali lagi sektar pukul 08.00.Serma Bungkus memaksa agar beliau berngakat pad malam itu juga. Kerena menyadari sesuatu hal yng tidak wajar beliu meminta kepda isteri dan anak-anaknya pindaah kekamar sebelah. Sementar itu Serma bungkus dan beberapa anggota penculik berteriak-teriak meminta agar beliau keluar.

Kerena beliau tidak memenuhi permintaan tersebut, mereka melepaskan tembakan ke pintu yang terkunci. Pintu terbuka dan mereka memasuki kamar tidur. Pada saat beliau berusaha merebut senjata salah seorang anggota penculik, tetapi gagal dan bersamaan denga itu beliau dtusuk beberapa kali dngan sangkur. Beliau roboh bermandikan darah dan kemudian diseret keluar dan dimasukkan kjedala truk lalu kemabli ke lubang buaya. 6) Penculikan Terhadap Brigjend TNI Sutojo S

Pasukan yang bertugas menculik Brigjen TNI Sutjoo di pimpin oleh Serma Surono. Berangkat dari Lubang Buaya Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00.. sebagian anggota penculik memasuki bagian belakang rumah kediaman beliau di jalan Sumenep 17, Jakarta mlaui garasi sebelah kana. Dengan todongan sangkur mereka meminta kepada pembantu untuk menyerahkan kunci pintu yang menuju ke kamar tengah, setelah mmembuka pintu, penculik menerobos masuk dan mngatakan kepada Brigjend Sutojo, bahwa beliau di panggil presiden, kemudin para penculik membawa beliau dengan paksa keluar rumah dan membwanya ke Lubang Buaya. 7) Penculikan Terhadap Brigjend TNI D.I Pandjaitan

Pasukan yang bertugas menculik Brigjend di pimpin oleh Serda Sukardjo. Berangkat dari Lubang Buaya Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00. para penculik membuka pintu kediamannya yang berada di Jalan Hasannudiin 53 jakarta dengan paksa, kemudian menembak kedua keponkan beliau yang saat itu sedang tidur dilantai atas. Salah seorang diatanratanya tewas, setelah itu para penculik berteriak memanggil Brigjend D.I Panjaitan agar keluar untuk menghadap presiden. Semula beliau tidak mau keluar, tetapi karena adanya ancaman dari para penculik yang akan membunuh seisi rumah jika tidak mau keluar, maka beliau keluar dan menuruni tangga dengan mengenakan pakaian seragam lengkap. Setiba dihalaman, beliau tidak dapat menahan amarahnya atas sikap para anggota pasukan penculik terhadapnya. Beliau dipukul dengan popor senjata hingga jatuh. Pada saat itu juga dua orang anggota penculik yang lain menembaknya dengan senjata otomatis. D.I Panjaitan gugur pada saat itu juga dan jenazahnya dimasukkan dalam satu kendaraan yang telah disediakan. Sementa itu, seorang anggota polisi berpangkat agen polisi ( Bharada) Sukitman yang sedang melaksanakan tugas patroli, karena mendengar letusan senjata api, mendatangi tempat kejadian. Setibanya ditempat itu ia langsung ditangkap oleh para penculik dan ikut dibawa pula ke Lubang Buaya. 1. Konsolidasi Pelaksanaan Penculikan 1. Penyerahan hasil penculikan

Seluruh korban penculikan dibawa ke Lubang Buaya dan diserahkan kepada pasukan Gatotkaca. Lettu Inf. Dul Arief selaku pimpinan Pasukan Pasopati segera meninggalkan Lubang Buaya sekitar pukul 06.30 menuju Cenko I di gedung Penas untuk melaporkan hasil penculikan serta lolosnya Jenderal TNI A.H Nasution dari usaha penculikan tersebut. Hadir pada saat pelaporan itu para pimpinan pelaksana Gerakan 30 September, yakni Sjam, Pono, Kolonel Inf. A. Latief, Letkol Inf. Untung, Letkol Udara heru Atmodjo, Mayor Udara Sujono. Beberapa saat kemudian datang Brigjen Soepardjo, Mayor Inf Soekirno, dan Mayor Inf Bambang Soepeno. Ketiga perwira ini bersama Lettkol Udara Heru Atmodjo kemudian atas perintah Sjam berangkat ke Istana Merdeka untuk melapor, menjemput, serta membawa presiden Soekarno kepangkalan halim Perdana Kusumah. 1. Penyiksaan dan Pembunuhan Sesuai dengan fungsinya sebagai komandan pasukan cadangan, Mayor Udara Gathut Soekrisno telah menyusun kedudukan pertahanan. Kepada satuan-satuan dibagikan peralatan dan perlengkapan berupa pakaian dan senjata. Oleh karena senjata yang tersedia dianggap belum mencukupi, ia memerintahkan Serma Udara Maoen membongkar dengan paksa gudang senjata milik Korud V yang terletak di Mampang Prapatan. Pembongkaran dilakukan pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 02.30. Pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 05.30 pasukan Gatotkaca dibawah pimpinan Mayor Udara Gathut Soekrisno menerima hasil penculikan dari pasukan Pasopati. Sementara itu sejak pukul 05.00 para Sukuan PKI yang diantarany terdapat para Sukwati Gerwani, menunggu datangnya kendaraan yang membawa para korban penculikan di dekat sebuah sumur tua dibasis gerakan mereka daerah Lubang Buaya. Korban penculikan terdiri atas empat orang yang matanya ditutup dengan kain merah dan tangannya diikat kebelakang, serta tiga orang lainnya dalam keadaan meninggal. Keempat orang yang masih hidup itu disiksa hingga akhirnya mninggal. Selanjutnya sukwan-sukwan PKI melemparkan korban itu ke dalam sumur. Sumur itu ditimbun dengan sampah dan tanah yang kemudian diatasnya ditanami pohon pisang untuk menghilangka jejak. Upaya pemberantasan PKI dari NKRI

1. 1. TINDAKAAN KOSTRAD 1. Penilaian Panglima Kostrad Pada hari Jumat tanggal 1 Oktober 1965 pagi hari, setelah memperoleh informasi terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap pimpinan TNI-AD , pangkostrad Mayjend TNI Soeharto segera mengumpulkan staffnya di markas Kostrad, untuk mempelajari situasi. Dalam rapat tersebut Pangkostrad belum mendapat

gambaran yang lengkap dan jekas tentang gerkan yang beru saja terjadi, serta belum mengetahui tempat presiden berada. Setelah tampilnya Letkol Inf. Untung, seorang perwira menengah TNI-AD yang pernah berdinas dalam jajaran Kodam VII/Doponegoro dan beliau ketahui sebagai anggota PKI, dengan pengumuman pertamannya yang disiarkan setelah warta berita RRI Jakarta pukul 07.00, maka Pangkostrad Mayjend TNI Soeharto mempunyai keyakinan bahwa Gerakan 30 September adalah gerakan PKI yang bertujuan menggulingkandan merebut kekuasan dari Pemerintah RI yang sah. 1. Operasi Penumpasan Berdasarkan keyakinan itu, Pangkostrad Mayjend TNI Soeharto segera menyusun rencana untuk menumpas gerakan pengkhiatan tersebut. Beliau segera mengkonsolidasikan dan menggerakkan personil Markas Kostrad dan satuan-satuan lain di Jakarta yang tidak mendukung Gerakan 30 September, disertai dengan usaha menginsyafkan kesatuan-kesatuan yang digunakan oleh Gerakan 30 September. Imbangan kekuatan makin tidak menguntukan pihak Gerakan 30 September, terutama setelah sebagian besar satuan yang digunakan oleh beberpa perwira yang dibina PKI berhasil disadarkan dan kembali menggabungkan diri kedalam Komando dan pengendalian Kostrad. Setelah pasukan-pasukan yang dopengaruhi oleh G30S berhasil disadarkan, maka langkah selanjutnya adalah merebut RRI Jakarta dan Kantor Besar Telkom yang sejak pagi-pagi diduduki oleh pasukan Kapten Inf. Suradi yang berada dibawah komando Kolonel Inf. A. Latief. Pada pukul 17.00 pasukan RPKAD dibawah pimpinan Kolonel Inf. Sarwo Edhie Wibowo diperintahkan merebut kembali kedua objek penting tersebut dengan sejauh mungkin menghindari pertumpahan darah. Pada pukul 17.20 Studio RRI Jakarta telah dikuasai oleh RPKAD dan bersamaan dengan itu telah direbut pula Kantor Besar Telkom. Setelah diperoleh laporan bahwa daerah di sekitar pangkalan Uadara Halim Perdanakusuma digunakan sebagai basis Gerakan 30 September, operasi penumpasan diarahkan ke daerah tersebut. Perkembangan menjelang petang tanggal 1 Oktober 1965 berlangsung dengan cepat. Pasukan pendukung G 30 S yang menggunakan Pondok Gede sebagai basis segera menyadari adanya situasi yang semakin tidak menguntungkan gerakannya. Situasi menjadi semakin gawat bagi pasukan G 30 S setelah Presiden memerintahkan secara lisan kepada Brigjen TNI Soepadjo agar pasukan-pasukan yang mendukung G 30 S menghentikan pertummpahan darah. Setelah RRI berhasil dikuasai kembali oleh RPKAD, pada pukul 19.00 Mayjen TNI Soeharto selaku pimpinan sementara AD menyampaikan pidato radio yang dapat ditangkap diseluruh wilayah tanah air. Dengan buktibukti siaran G 30 S melalui RRI Jakarta Soeharto menjelaskan bahwa telah terjadi tindakan pengkhianatan oleh apa yang menamakan dirinya Gerakan 30 September. Selanjutnya dijelaskan bahwa G 30 S telah melakukan penculikab terhadap beberapa Perwira Tinggi TNI-AD, sedangkan Presiden dan Menko Hankam/Kasab Jendral TNI A.H. Nasution dalam keadaan aman. Situasi Ibu Kota Negara telah dikuasai kembali dan telah dipersiapkan langkah-langkah untuk menumpas G 30 S tersebut. Untuk sementara pimpinan

AD dipegang oleh Soeharto. Pidato Pangkostrad tersebut dapat menentramkan hati rakyat yang seharian penuh diliputi suasana gelisah dan tanda tanya. Pasukan pendukung G 30 S setelah melakukan perlawanan lebih kurang setengah jam, pada tanggal 2 Oktober 1965 pukul 14.00 menghentikan perlawanannya dn melarikan diri dari Pondok Gede. 1. Ditemukannya Tempat Penguburan Para Korban Penculikan di Lubang Buaya Dengan hancurnya kekuatan fisik G 30 S / PKI di Ibu Kota operasi dilanjutkan untuk mengetahui nasib para korban penculikan. Sukitman, anggota polisi yang ditangkap pasukan penculik pada saat dilakukannya penculikan terhadap Brigjen TNI D.I. Panjaitan, yang berhasil melarikan diri melaporkan kepada pasukan keamanan bahwa ia menyaksikan sendiri penyiksaan dan membunuhan yang dilakukan terhadap korban penculikan. Atas perintah Mayjen Soeharto dengan bantuan Sukitman tanggal 3 Oktober 1965 sekitar 17.00 dapat ditemukan timbunan tanah dan sampah yang diperkirakan sebagai tempat penguburan kemudian dilakukan penggalian terhadap timbunan tanah dan sampah tersebut yang ternyataa adaalah sebuah sumur tua. Hasil penggalian membenarkan bahwa sumur tua tersebut ditemukan tanda-tanda adanya janazah sesuaai dengan laporan Sukitman. Atas perintah Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo, penggalian timbunan tanah dihentikan karena mengalami kesulitan teknis, dan lagi hal tersebut perlu dilaporkan terlebih dahulu kepada Mayjen Soeharto. Keesokan harinya, setelah mendapat laporan tentang ditemukannya tempat yang kemmungkinan besar menjadi tempat para korban penculikan dikubur, Mayjen Soeharto kemudian menuju sumur tua itu yang berada dilingkuangan kebun karet didaerah Lubang Buaya. Atas perintah Soeharto penggalian mulai dilakukan, yang pelaksanaan teknisnya dilakukan oleh anggota kesatuan Intai para Ampibi (KIPAM) dari KKU AD ( Marinir) bersama-sama anggota RPKAD dengan disaksikan kembali oleh mayjen Soeharto. Dalam sumur tua tersebut ditemukan jenazah semua korban penculikan yang berjumlah tujuh orang, Letjen TNI Ahmad yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI S. Parman, mayjen TNI Harhono M. T, Brigjen TNI D. I Panjaitan, Brigjen TNI Soetojo S, serta Lettu Czi Pierre Andreas Teendean. Dengan telah ditemukannya seluruh korban penculikan dalam keadaan meninggal, Soeharto menyampikan pidato yang kemudian di siarkan oleh RRI Jakarta tanggal 4 Oktober 1965 sekitar pukul 20.00. dalam pidato tersebut Soeharto mengatakan bahwa dengan kesaksian beliau sendiri secara langgsung telah berhasil ditemukaan jenazah 6 orang jendral dan seorang Perwira pertama yang menjadi korban penculikan Gerakan 30 September. Ketujuh jenazah tersebut dikubur dalam sebuah sumur tua di ddaerah Lubang Buaya, tempat pelatihan sukwan-sukwati pemuda Rakyat dan Gerwani. Hal itu terbukti dari pengakuan seorang anggota Gerwani yang berasal dari Jawa Ten gah yang pernah dilatih ditempat tersebut dan tertangkap di Cirebon. Setelah dirawat sebagaimana mestinya, para korban fitnah dan pembunuhan G 30 S kemudian disemayamkan diaula markas Besar TNI AD jakarta. Keesokan harinya pertepatan dengan HUT ke 20 ABRI, tanggal 5 Oktober 1965 dengan upacara kebesaran militer jenazah para putra terbaik bangsa dimakamkan di Taman

Makam Pahlawan Kalibata. Jendral TNI A.H Nasution bertindak selaku inspektur upacara. Dalam pidato pengantar jenazah para pahlawan itu, Menko Hankam/Kasab dengan terbata-bata dan penuh kesedihan menyatakan bahwa hari angkatan bersenjata tanggal 5 Oktober adalah hari yang selalu gemilang, tetapi pada hari itu telah dihinakan oleh pengkhianatan dan penganiayaan para perwira tinggi TNI AD. Beliau juga mengatakan bahwa fitnah terhadap ABRI merupakan perbuatan yang lebih kejam daripada pembunuhan dan mengajak segenap prajurit TNI untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan tersebut dengan meminta kepada rakyat agar ikhlas melepas para pahlawan tersebut menghadap Tuhan YME. Disepanjang jalan iring-iringan jenazah para pahlawan Revolusi itu, ratusan ribu rakyat mengantarkannya sebagai perwujudan rasa hormat, belasungakawa dan simpati

BAB III PENUTUPAN 1. Kesimpulan Kesimpulan dari paper yang saya buat ini adalah bahwa G 30 /PKI adalah gerakan para komunisme untuk memboikit NKRI dari dalam. Berikut tujuan PKI secara Garis besar : 1. Bahwa Gerakan 30 September adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya, untuk itu maka Gerakan 30 September telah dipersiapkan jauh sebelumnya dan tidak pernah terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk pemerintah Komunis. 2. Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan mengkomuniskannya. 3. Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut. 4. Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional. 2. Saran Adapun saran penulis terhadap pembaca agar dapat Lebih mengetahui tantang G 30 /PKI, proses pemberontakan, serta upaya penumpasannya. Selain itu agar para pembaca dapat lebih cinta tanah air dan siaga dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. Selain dari pada itu apabila terdapat kesalahan saya mohon maaf karna saya masih dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA //www.mabesad.mil.id/artikel/g30spki/artikel_pki5.htm //rohmanf2.wordpress.com/2010/06/21/makalah-sejarah-pemberontakan-g30s-pki/

FOTO PENGAMATAN :

Anda mungkin juga menyukai