Anda di halaman 1dari 4

PPn Atas Penyerahan asset

Dalam pasal 16 D Undang undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 diatur sebagai berikut : Pajak pertambahan nilai atas penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula aktiva sebagai berikut tidak untuk diperjualbelikan , sepanjang pajak pertambahan nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan . Dari ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa apabila ada suatu perusahaan atau pengusaha menyerahkan aktiva perusahaan yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dapat dikenakan pajak pertambahan nilai sepanjang memenuhi tiga persyaratan, yaitu : 1. Yang melakukan penyerahan pemindahtanganan adalah PKP 2. Pada waktu membeli aktiva ini PKP membayar pajak pertambahan nilai 3. Pajak pertambahan nilai yang dibayar pada saat perolehan aktiva menurut ketentuan dapat dikreditkan , persyaratan yang ketiga ini bersifat normative. Apakah PPn tersebut benar benar sudah dikreditkan atau belum , bukan factor yang relevan. Akibat penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP , tidak menimbulkan kewajiban untuk menyetor ke kas Negara PPn ( pajak masukan ) yang ketika perolehannya mendapat fasilitas Penangguhan Pembayaran PPn. Contoh :
1. PT. celup sebuah perusahaan teh yang sudah dikukuhkan menjadi PKP pada tanggal 24

juni 2002 menjual dua unit mobil box yang dibeli pada tanggal 7 mei 1996. Ketika itu PPn yang dibayar ke dealer tidak dikreditkan. Pada saat dijual laku Rp 70.000.000,00 meskipun PPn yang dibayar tersebut tidak dikreditkan , maka atas penjualan dua mobil box tersebut dikenakan PPn.
2. PT. adira sebuah perusahaan asuransi , pada tanggal 18 september 2002 menjual dua unit

mobil minibus yang dibeli pada tanggal 22 april 1995. Kendaraan bermotor in I sebelumnya digunakan untuk anatr jemput karyawan. Jasa asuransi bukan Jasa Kena Pajak, sehingga perusahaan yang bergerak di bidang asuransi bukan PKP., berarti syarat pertama tidak dipenuhi. Syarat yang kedua tidak perlu di cek karena kegiatan

mengkreditkan pajak masukan hanya dilakukan oleh PKP. Dengan demikian atas penjualan kendaraan bermotor sebagai barang modal ini tidak dikenakan PPn.
3. PT. Duta Persada adalah PKP di bidang industry pada tanggal 8 oktober 2001 menerima

pembayaran Rp 200.000.000,00 atas penjualan salah satu mesin yang sudah tidak produktif lagi yang penyerahannya dilakukan pada tanggal 1 september 2001. Ketika mesin diimpor pada tahun 1994, memeperoleh fasilitas Penangguhan Pembayaran PPn . Atas penjualan mesin itu PT. Duta Persada wajib membuat faktur pajak untuk memungut PPn Rp 20.000.000,00 dari pembeli kemudian menyetor PPn itu paling lambat tanggal 15 november 2001. Sedangkan PPn yang ditangguhkan tersebut tidak perlu disetor ke kas Negara.

PPn Atas Ekspor


Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah mulai 1 April 2010, salah satunya diatur bahwa ekspor Jasa Kena Pajak terutang PPN. Yang dimaksud Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean. Besarnya tarif Pajak PPN adalah 0% (nol persen), dimana yang Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah nilai Penggantian. Yang dimaksud dengan Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti bebas dari pengenaan PPN. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. Batasan kegiatan Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut: a. untuk Jasa Maklon: 1. pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak berada di luar Daerah Pabean dan merupakan Wajib Pajak Luar Negeri serta tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya; 2. spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak; 3. bahan adalah bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses menjadi Barang Kena Pajak yang dihasilkan; 4. kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak; dan 5. pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean. b. untuk selain Jasa Maklon: 1. jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean; atau 2. jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean. Jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut: a. Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a; b. jasa perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b angka 1; c. jasa konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa

pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi, yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b angka 2. Atas pengiriman Barang Kena Pajak yang dihasilkan dari kegiatan ekspor jasa Maklon oleh PKP eksportir Jasa Maklon tidak dilaporkan sebagai ekspor BKP dalam SPT Masa PPN. Dengan adanya batasan kegiatan Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai PPN, maka dapat disimpulkan bahwa atas penyerahan JKP lain (selain yang telah diatur di dalam Permenkeu 70/PMK.03/2010, yang dijelaskan di atas), tidak termasuk dalam pengertian ekspor JKP yang merupakan objek PPN dengan tarif 0%. Bila ekspor barang dibuktikan dengan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), ekspor jasa dibuktikan dengan Pemberitahuan Ekspor JKP (PEJ). Dan bila PEB dibuat oleh otoritas Ditjen Bea dan Cukai, PEJ dibuat oleh PKP yang melakukan ekspor JKP. Pastinya format PEJ harus sesuai dengan yang telah distandarisasi dalam PMK No.: 70/PMK.03/2010. Dokumentasi yang sangat relevan dengan ekspor ini wajib dibuat pada saat ekspor telah dianggap terutang, yaitu pada saat penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai penghasilan. Bagaimana halnya jika PEJ tidak dibuat? Jika PEJ tidak dibuat, sangat besar kemungkinannya transaksi tersebut tidak akan diakui sebagai ekspor JKP yang dikenai PPN sebesar 0%. Bahkan kemungkinan terburuknya, transaksi itu tidak dianggap sebagai ekspor yang tidak terutang PPN, tetapi dianggap sebagai transaksi lokal yang wajib dipungut PPN sebesar 10%. Hal yang sama juga berlaku jika PEJ telah dibuat, namun jasa yang diekspor tidak termasuk 3 (tiga) jenis JKP yang dapat dikenai tarif 0%.

Anda mungkin juga menyukai