Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran tersbut diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan dasar 9 tahun, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pengajaran sebagai aktivitas operasional kependidikan dilaksanakan oleh tenaga pendidik dalam hal ini guru. Dalam proses pendidikan berlangsung, tentunya ada interaksi antara guru dan siswa sehingga terjadi proses belajar dan mengajar. Fisika sebagai bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu bidang studi yang dajarkan melalui dari pendidikan dasar sampai pendidikan tingkat tinggi, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa bidang studi Fisika juga memegang peran penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia pada era sekarang ini. Oleh karena itu pengajaran Fisika disekolahsekolah sangat diperlukan. Pembelajaran Fisika pada dasarnya bertujuan untuk membantu melatih pola pikir siswa agar dapat memecahkan masalah dengan kritis, logis, cermat dan tepat. Disamping itu agar siswa terbentuk kepribadiannya serta terampil menggunakan konsep Fisika dalam kehidupan sehari-hari. Namun banyak siswa yang menganggap bahwa Fisika itu pelajaran yang menakutkan sehingga siswa tidak berpartisipasi aktif dalam pelajaran secara optimal bahkan cenderung pasif. Oleh karena itu dalam pembelajaran IPA-Fisika membutuhkan model atau strategi yang tepat. Kesalahan menggunakan model atau strategi dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran IPA-Fisika yang diinginkan. Dampak yang lain adalah terganggunya kestabilan psikologi peserta didik. Dengan demikian seorang guru ditekankan untuk memilih suatu model pembelajaran yang dapat melibatkan atau mengaktifkan siswa dalam belajar. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis di SMP Negeri 1 Bau-Bau melalui wawancara dengan salah satu guru bidang studi Fisika diperoleh informasi bahwa proses

pembelajaran Fisika yang terjadi di kelas secara umum yaitu rendahnya hasil belajar IPA-Fisika yang selalu diperoleh siswa. Selain itu, diungkapkan pula bahwa ketika siswa diberikan materi-materi yang terkait konsep-konsep Fisika, siswa kurang berkonsentrasi dan tidak aktif dalam mengikuti pelajaran yang berakibat kurangnya penguasaan konsep terkait materi yang diajarkan. Hal ini terbukti dari rendahnya rata-rata hasil belajar IPA- Fisika yang diperoleh siswa kelas VII yakni 5,7 Nilai tersebut masih berada dibawah nilai standar ketuntasan belajar minimal yang ditetapkan oleh kurikulum yakni 6,4. Rendahnya hasil belajar IPA-Fisika di SMP Negeri 1 Bau-Bau merupakan salah satu indikasi perlunya perbaikan model pembelajaran yang kurang tepat yang digunakan oleh guru, sehingga kita perlu mencari suatu alternatif lain atau model pembelajaran lain dalam proses belajar mengajar yang dapat mengatasi permasalahan-permasalahan diatas. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam bertanya agar dapat menerima materi dengan baik adalah dengan menerapkan model pembelajaran Interaktif. Dengan model ini, siswa dapat belajar mengajukan pertanyaan, mencoba merumuskan pertanyaan, dan mecoba menemukan jawaban terhadap pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan). Dengan materi yang disampaikan oleh guru dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar. Berdasarkan uraian diatas maka, penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian sebagai alternatif pemecahan masalah ada di SMP Negeri 1 Bau-Bau dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Interaktif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII SMPN 1 Bau-Bau Pada Meteri Pokok Kalor Dalam Perubahan Wujud Zat.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah gambaran hasil belajar Sains-Fisika kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol sebelum dan setelah pembelajaran pada pokok bahasan kalor dalam perubahan wujud zat? 2. Apakah ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata hasil pre-test siswa kelas eksperimen dengan nilai rata-rata hasil pre-test siswa kelas kontrol pada pokok bahasan kalor dalam perubahan wujud zat? 3. Apakah nilai rata-rata hasil post-test siswa kelas eksperimen lebih baik secara signifikan daripada nilai rata-rata hasil post-test kelas kontrol pada pokok bahasan kalor dalam perubahan wujud zat? 4. Apakah nilai rata-rata gain siswa kelas eksperimen lebih baik secara signifikan daripada nilai rata-rata gain siswa kelas kontrol pada pokok bahasan kalor dalam perubahan wujud zat?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mendeskripsikan hasil belajar Sains-Fisika siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol pada pokok bahasan kalor dalam perubahan wujud zat. 2. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara nilai rata-rata hasil pre-test siswa kelas eksperimen dengan nilai rata-rata hasil pre-test siswa kelas kontrol pada pokok bahasan kalor dalam perubahan wujud zat. 3. Untuk mengetahui signifikansi perebadaan antara nilai rata-rata hasil post-tets siswa kelas eksperimen dengan nilai rata-rata hasi post-test siswa kelas kontrol pada pokok bahasan kalor dalam perubahan wujud zat.

4. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara nilai rata-rata gain siswa kelas eksperimen dengan nilai rata-rata gain siswa kelas kontrol pada pokok bahasan kalor dalam perubahan wujud zat.

D. Manfaat Penelitian Hasil penenlitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi siswa dapat membantu sekaligus mempermudah siswa dalam belajar Sains-Fisika. 2. Bagi guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. 3. Bagi sekolah dapat memberikan masukan yang baik pada sekolah dalam rangka perbaikan atau peningkatan pembelajaran Sains-Fisika. 4. Sebagai bahan masukan dan pembanding bagi peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian yang relevan dengan penelitian ini. E. Definisi Operasional Selanjutnya untuk menghindari kekeliriuan dalam memahami penelitian ini, maka disajikan beberapa definisi berkaitan dengan judul penelitian, sebagai berikut:

1. Model pembelajaran interaktif merupakan kerangka konseptual yang dibangun melalui pendekatan kepada anak didik untuk bisa merancang sendiri pertanyaan, kemudian menemukan jawabannya sendiri hingga terjadi interaksi yang aktif.
2. Hasil belajar Sains-Fisika adalah hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran pada suatu materi pokok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar Usman dan Setiawati (1993: 5), menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia. Perubahan yang terjadi karena belajar dapat berupa perubahanperubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skills) atau dalam ketiga aspek yakni pengetahuan (kognitif), sikap (affektif), dan keterampilan (psikomotor). Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. hal ini mengandung arti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses balajar yang dialami oleh peserta didik atau siswa. Menurut Robert M.Gagne dalam Sagala S. (2007: 17), belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru. Belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat diperlihatkan, anak-anak demikian juga orang dewasa dapat mengingat gambar yang telah pernah didengar atau dipelajari. Slameto (1995: 2) menerangkan bahwa menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yakni perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya, Slameto (1995: 3) mengemukakan bahwa ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar: a. Perubahan terjadi secara sadar Ini berarti seorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu sekurang-kurangnya dia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.

b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya. c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Dalam perubahan belajar, perubahan-perubahan senantiasa bertambah dan bertujuan untuk memperoleh yang lebih baik dari sebelumnya. d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. e. Perubahan dalam belajar bertambah dan terarah Ini berarti perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, yakni dalam sikap keterampilan, pengetahuan dan sebagainya. B. Pengertian Mengajar Definisi mengajar tradisional penyerahan kebuyaaan berupa pengetahuan, pengalaman, dan kecakapan kepada anak didik. Dalam hal ini pihak yang aktif adalah guru, murid hanya menerima apa yang diberikan oleh guru, tidak ikut aktif menentapkan apa yang akan diserahkan kepadanya dan apa gunanya untuk kehidupannya kelak. Dalam pengertia ini mengajar lebih merupakan upaya mewariskan kebuhdayaan nenek moyang masa lampau kepada generasi baru secara turun-temurun sehingga terjadi konservasi kebudayaan. Mengajar dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan guru dengan memakai bahan pelajaran sebagai medium untuk membawa anak-anak dalam pembantukan pribadi termasuk kegiatan pembentukan kejasmanian (Kunandar, 2009: 350).

Ali (2004: 11), menyatakan bahwa mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. banyak keguiatan ataupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar lebih baik pada seluruh siswa. Oleh karena itu rumusan pengertian mengajar tidaklah sederhana. Lebih lanjut Ali (2004: 11), menyatakan bahwa terdapat ragam rumusan pengertian tentang mengajar. Setiap rumusan mempunyai kaitan arti dalam praktek pelaksanaannya. Rumusan itu sendiri bergantung pada pandangan perumusannya. Seorang berpandangan bahwa mengajar hanya sekedar menyampaikan pelajaran, tentu akan merumuskan pengertian yang sederhana. Rumusan yang dibuat tentang mengajar adalah upaya menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa. Jadi disimpulkan bahwa mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan. Usman dan Setiawati (1993: 5-6), meyatakan bahwa mengajar adalah menyampaikan ide, problem, atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa. Mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat pula dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada siswa. pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa yang mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang terdapat di dalam kelas maupun di luar kelas. C. Proses Belajar Mengajar Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan disengaja diciptakan, gurulah yang menciptakannya, giri membelajarkan anak didk. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Semua komponen pengajaran diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebalum pengajaran dilaksanakan (Djamarah dan Zain, 2002: 43).

Berdasarkan pengertian belajar mengajar dapat diketahui bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. dalam proses balajar mengajar mengajar tersebut terdapat adanya suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara guru dan siswa yang belajar, antara kedua kegiatan ini terdapat interaksi yang saling menunjang (Usman, 1995: 4). D. Hasil Belajar Poerwadarminta (1984) dalam La Manampa (2005) menyebutkan bahwa hasil belajar sebagai hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan tertentu. Jadi, hasil belajar pada umumnya selalu berkaitan dengan hasil yang dicapai dari apa yang telah dipelajari seseorang. Menurut Dimyati dan Mujiono (1994: 200), hasil belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau angka atau simbol. Menurut Mura (2010: 11-12), hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu gambaran dari tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan dari peserta didik sebagai hasil kegiatan belajar yang berwujud nilai maupun Susana yang menyenangkan pada waktu menjalani prose situ atau dengan kata lain hasil belajar adalah indicator tingkat perubahan yang telah dicapai oleh individu yang melakukan suatu kegiatan belajar dan penilaiannya didasarkan pada standar-standar tertentu.

E. Model Pembelajaran Interaktif Secara khusus, istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Sunarwan (1991) dalam Sorby Sutikno (2004 :15) mengartikan model merupakan gambaran tentang keadaan nyata. Model pembelajaran atau model mengajar sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam mengatur materi pelajaran. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu

dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para mengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran interaktif sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri (Faire & Cosgrove dalam Halen,1992). Meskipun anak-anak mengajukan pertanyaan dalam kegiatan bebas, pertanyaanpertanyaan tersebut akan terlalu melebar dan seringkali kabur sehingga kurang terfokus. Guru perlu mengambil langkah khusus untuk mengumpulkan, memilah, dan mengubah pertanyaanpertanyaan tersebut ke dalam kegiatan khusus. Pembelajaran interaktif merinci langkah-langkah ini dan menampilkan suatu struktur untuk suatu pelajaran IPA yang melibatkan pengumpulan dan pertimbangan terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa sebagai pusatnya. (Harlen, 1992:48-50). F. Kerja Kelompok Model Pembelajaran Interaktif Dalam model pembelajaran interaktif, dikenal model kelompok interaktif, yaitu bendera atau payung dari sekelompok model pembelajaran yang menata kegiatan pembelajaran dalam aneka bentuk interaksi sosial dalam kelompok besar atau kecil. Dalam kategori model belajar Jayce dan Wail (1986), model kelompok interaktif termasuk kelompok model kelompok sosial, personal, dan perilaku. Sasaran dari kelompok interaktif ini antara lain untuk mengembangkan aneka kemampuan sebagai berikut: 1. keterampilan berkomunikasi, yang pada dasarnya berkenaan dengan kemampuan menangkap pengertian atau makna dari apa yang didengar, dibaca, dilihat, dicium, diraba, atau dilakukan dan kemudian menjelaskan pengertian atau makna hasil tangkapan dan pengolahan pikiran dengan bahasa atau kata-kata sendiri sehingga dapat dipahami oleh orang lain;

2. inisiatif dan kreatifitas, yang pada intinya merupakan kesediaan atau kesiapan untuk melakukan suatu hal baru atau cara lain dalam menangani suatu pekerjaan memanfaatkan sumber daya atau memecahkan persoalan; dan 3. sinergi atau kerjasama, yaitu semangat atau spirit dan kesediaan untuk berbuat bersama orang lain secara kompak dalam menangani suatu kegiatan yang secara sadar dirancang bersama guna mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. (http://www.scribd.com/doc/14706640/PTK-Meningkatkan-Hasil-Belajar-SiswaMelalui-Model-Pembelajaran-Interaktif). Langkah-langkah penerapan model pembelajaran interaktif diawali dengan: a. Persiapan, sebelum pembelajaran dimulai guru menginformasikan melalui pertanyaan kepada siswa untuk mengenal benda disekitar ruang kelas dan mempersiapkan diri untuk menceritakan tentang benda tersebut. b. Kegiatan penjelajahan, pada saat pembelajaran di kelas siswa lain boleh mengamati benda-benda tersebut dari dekat (meraba, mengelus, memegang) dan mereka boleh mengajukan pertanyaan. c. Pertanyaan siswa diarahkan guru sekitar proses penggunaanya. d. Penyelidikan, guru dan siswa memilih pertanyaan untuk dieksplorasi lebih jauh. Misalnya siswa diminta mengamati keadaan benda-benda yang unik, seprti dari mana cara memperolehnya, bagai mana ukuran benda tersebut, punya nama atau tidak, bagaimana pemeliharaan bendanya. e. Refleksi, pada pertemuan berikutnya di kelas dibahas hasil penyelidikan mereka, dilakukan pembandingan antara benda sekitar ruang kelas dengan benda yang unik untuk menetapkan hal-hal yang sudah jelas dan memisahkan hal-hal yang masih perlu diselidiki lebih jauh. Pada akhir kegiatan guru dapat memberikan kesimpulan kepada siswa untuk mengamati benda-benda di sekitar mereka seperti buku dan tas sekolahnya dan lain-lain. Salah atau

satu kebaikan dari model pembelajaran interaktif adalah bahwa siswa belajar mengajukan pertanyaan, mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban terhadap pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan). Dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar. Langkah-langkah terstruktur seperti di atas menjamin bahwa pertanyaan anak/siswa dikumpulkan dan serius ditindaklanjuti. Sayangnya karena dipolakan seperti itu, ternyata model ini menjadi rutin dan kehilangan tujuannya yang esensi. Sekali siswa merasa perlu berpikir tentang suatu objek atau gejala alam yang sedang dipelajari. Jadi penting melakukannya dngan serius, tidak sebagai sesuatu yang rutin (Sutarno, 2004: 8.15-8.17). Suatu strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan IPA yang berupaya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bekerja sama, berpikir kritis, dan pada saat yang sama meningkatkan prestasi akademiknya. Disamping itu kerja kelompok dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit sambil pada saat bersamaan sangat berguna untuk menumbuhkan kemauan kerja sama dan kemauan membantu teman. Kerja kelompok memungkinkan siswa lebih terlibat secara aktif dalam belajar karena ia mempunyai tanggung jawab belajar yang lebih besar dan memungkinkan berkembangnya daya kreatif dan sifat kepemimpinan kepada siswa. Sedangkan pada guru lebih ditekankan sebagai organisator kegiatan belajar-mengajar, sumber informasi bagi siswa, pendorong bagi siswa untuk belajar, serta penyedia materi dan kesempatan belajar bagi siswa. Guru harus dapat mendiagnosa kesulitan siswa dalam belajar dan dapat memberikan bantuan kepdanya sesuai dengan kebutuhan. G.
Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran secara klasikal tanpa membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil dimana siswa belajar tanpa ada ketergantungan dalam strategi tugas dan tujuan. Adapun model pembelajaran konvensional berarti menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Kusomo dalam Mura (2010: 19), bahwa pembelajaran konvensional diartikan melakukan tugas dengan mendasari ciri tradisi atau apa yang telah

dilaksanakan oleh guru atau pendidik dahulu tanpa ada usaha untuk memperbaiki dengan gaya kreasi yang ada padanya. Titik berat dan teori konvensional adalah pada bakat IQ (IntelegenceQuonient) siswa dalam hubungan dengan tingkat keberhasilan mereka dalam menguasai bidang tertentu. Mengenai pengajaran konvensional, beberapa ahli mencoba memberikan pendapat yang pada dasarnya merupakan kondisi nyata disekolah. (Mursell dan Nasution dalam Mura, 2010: 19) berpendapat bahwa pada cara mengajar yang konvensional atau tradisional yang pada suatu saat ketika menjadi universal dalam garis besarnya dilakukan menurut pola buku tugas resistansi, dimana bahan pengajaran diabagi dalam bahan untuk satu tahun atau triwulan yang dibagi pula dalam unit atau pelajaran. I . Penelitian Yang Relevan

Prayetkti (2004/2005) tentang penerapan model pembelajaran interaktif menyimpulkan bahwa Prestasi belajar siswa meningkat setelah mengalami pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok.

Anda mungkin juga menyukai