Anda di halaman 1dari 8

Saswinadi SASMOJO, Science, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan Bab III, Halaman 1 dari 8

BAB III SCIENCE, TEKNOLOGI, DAN BUDAYA MASYARAKAT


3.1 PENDAHULUAN Di bab ini disampaikan uraian yang secara khusus dimaksudkan untuk membentuk pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan science dan teknologi, apa perbedaan antara keduanya, bagaimana wujud-wujud yang merupakan penjelmaan dari science dan teknologi, serta bagaimana keterkaitan antara science dan teknologi dengan budaya masyarakat. 3.2 SCIENCE DAN TEKNOLOGI Bila orang berbicara tentang science atau teknologi, pada umumnya tak terlalu jelas apa yang sedang dibicarakannya, apakah: (a) kegiatannya, (b) hasil kegiatannya, (c) institusi yang menampilkan peran-peran yang menumbuhkembangkan dan memelihara science dan teknologi, atau (d) perangkat-perangkat dari institusi tersebut dimana tertegakkan fungsi-fungsi yang memungkinkan tumbuh-kembangnya science dan teknologi, dan sebagainya. Agar kekaburan (fuzziness) tersebut dapat dihindari, dalam merumuskan makna istilah science dan teknologi, diambil titik tolak pandang bahwa baik science maupun teknologi, keduanya adalah pengetahuan ilmiah. Dengan titik tolak pandang tersebut, karena pengetahuan merupakan himpunan informasi tentang hal-hal yang diketahui, maka science maupun teknologi masing-masing juga merupakan himpunan informasi yang menjadi bagian atau sub-set dari pengetahuan ilmiah. Science merupakan bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalam pengetahuan ilmiah, dan berisikan informasi yang memberikan gambaran tentang struktur dari sistem-sistem serta penjelasan tentang pola-laku sistem-sistem tersebut. Sistem yang dimaksud dapat berupa sistem alami, maupun sistem yang merupakan rekaan pemikiran manusia mengenai pola laku hubungan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang diinstitusionalisasikan. Dalam bahasa Inggris dapat dirumuskan sebagai berikut: Science is a sub-set of the information set on [human] scientific knowledge that describes the structure of systems and provides explanation on their behavioural patterns, wether natural or human institutionalized ones. Bila sistem yang menjadi perhatiannya merupakan sistem alami, maka disebut ilmu pengetahuan alam atau natural sciences, dan bila yang menjadi perhatian adalah sistem-sistem yang merupakan rekaan pemikiran manusia mengenai pola laku hubungan dalam tatanan kehidupan masyarakat, maka disebut ilmu pengetahuan sosial atau social- sciences. Teknologi merupakan bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalam pengetahuan ilmiah yang berisikan informasi preskriptif mengenai penciptaan sistem-sistem dan pengoperasian sistem-sistem ciptaan tersebut. Pengertian yang dirumuskan ini tidak membatasi bahwa sistem yang dimaksud hanyalah sistemsistem fisik (physical systems). Bila dinyatakan dalam bahasa Inggris, maka rumusan tentang teknologi terdahulu dapat dinyatakan sebagai berikut: Technology is a sub-set of the information set on [human] scientific knowledge that provides prescriptive information on (a) the creation of systems and (b) the operation of those systems.

Dilarang menggandakan dengan cara dan dalam bentuk apapun, kecuali seijin penulis

Saswinadi SASMOJO, Science, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan Bab III, Halaman 2 dari 8 Bila informasi yang bersifat teknologis dioperasionalisasikan (operationalized), artinya petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalam informasi tersebut diikuti dan dilaksanakan, terbentuklah sistem-sistem baru hasil ciptaan orang atau masyarakat yang mengoperasikan teknologi tersebut. Orang sering memandang sistem-sistem yang terciptakan tersebut sebagai teknologi juga, dan pandangan demikian sebaiknya tak diikuti, karena menimbulkan kerancuan dalam pengembangan pemikiran selanjutnya. Lebih tepat bila sistem yang tercipta itu dinyatakan sebagai fenomena teknolgis atau technological phenomena. Teknologi yang berkorespondensi dengan suatu fenomena teknologis bukanl;ah yang tampak atau dirasakan sebagai fenomena teknologis tersebut, melainkan informasi preskriptif yang memungkinkan dilaksanakannya tindakantindakan hingga suatu sistem yang berupa fenomena teknologis tersebut terbentuk, atau teroperasikan. Dari uraian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa teknologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terkait dengan penciptaan sistem-sistem, sedangkan science merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terkait dengan penggambaran dan penjelasan mengenai sistem-sistem yang telah ada.

3.3 OBJEKTIFIKASI INFORMASI DAN MEDIA PEMBAWA INFORMASI Informasi ilmiah, baik science maupun teknologi hanya dapat dikomunikasikan dan dijangkau bila diungkapkan dalam berbagai bentuk objek. Selain itu, informasi yang bersifat preskriptif bila diikuti petunjuknya akan menghasilkan suatu produk, baik benda yang mampu melaksanakan fungsi tertentu, atau pelayanan dan organisasi yang melaksanakan fungsi-fungsi tertentu, menanggapi suatu kebutuhan. Proses penjelmaan informasi, baik yang bersifat deskriptif maupun yang bersifat preskriptif, menjadi objek-objek, merupakan proses objektifikasi informasi. Dan objek yang mengandung informasi merupakan medium pembawa informasi. Hanya melalui objektifikasi informasi, dan medium pembawa informasi itulah science dan teknologi dapat dikomunikasikan, dipelajari dan difungsikan, serta dimengerti. Dengan demikian proses objektifikasi ke medium pembawa informasi merupakan aspek yang penting untuk difahami di dalam berteknologi. Karena itu, di bab ini secara khusus dibahas masalah tersebut. Untuk maksud itu, pertamatama akan disampaikan terlebih dahulu uraian tentang makna science dan teknologi, memperjelas uraian yang sekilas telah diberikan di Bab 3, guna memudahkan pembahasan selanjutnya, dan pemahaman dari pembahasan itu. Salah satu hasil teknologi yang penting adalah terciptanya sistem-sistem yang memungkinkan dilakukannya proses-proses objektifikasi informasi, baik informasi mengenai fenomena-fenomena yang ada di alam, maupun informasi yang berupa hasil pemikiran manusia, baik scientific information maupun technological information. Hasil dari objektifikasi informasi dapat berupa medium yang pasif, seperti uraian tertulis di buku atau video casette. Media semacam itu merupakan tempat dimana informasi yang terobjektifikasikan tersimpan dan dapat di-acces, serta melalui penyebaran media tersebut tersebar juga informasinya. Bentuk lain dari hasil objektifikasi informasi adalah medium yang aktif, yaitu benda-benda atau struktur-struktur fisik lain, ataupun perangkat-perangkat institusional, yang dibentuk dengan struktur dan pola laku yang merupakan penjelmaan dari operasionalisasi informasi yang diobjektifikasikan. Informasi yang terobjektifikasikan di media yang aktif ini adalah preskripsi teknologi, hasil dari kegiatan merancang dalam ilmu teknik.

Dilarang menggandakan dengan cara dan dalam bentuk apapun, kecuali seijin penulis

Saswinadi SASMOJO, Science, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan Bab III, Halaman 3 dari 8 Dikenal tiga kategori media aktif: a. Yang pertama adalah media yang menghasilkan kerja mekanik, dan dapat dipandang sebagai sarana untuk memperluas dan memperkuat kemampuan otot manusia. Sebagai contoh adalah mesin diesel, pompa, turbin, bor, dsb. b. Yang kedua adalah media yang dapat berfungsi sebagai pengindera (sensor) dan pentransmisi isyarat, seperti berbagai jenis alat ukur (thermometer, manometer, voltmeter) dan berbagai jenis sarana transmisi atau penerima isyarat, seperti kabel tilpon, optical fiber, antena radar, dsb. c. Yang ketiga adalah media yang mempunyai fungsi-fungsi yang dapat dipandang sebagai peniru fungsi otak manusia, walaupun jauh lebih sederhana. Contoh yang kini sangat terkenal adalah komputer (digital electronic computer), controller dalam sistem instrumentasi, hand calculator, dan sebagainya. Media yang mempunyai fungsi-fungsi yang dapat dipandang sebagai peniru fungsi otak manusia tersebut pada dasarnya diperlengkapi dengan kemampuan yang dapat melaksanakan operasi-operasi: membandingkan, menjumlahkan, atau mengurangkan, serta memutuskan (to decide) dengan pola yang sesuai dengan preskripsi yang terobjektifikasikan ke media tersebut, mengikuti kriteria yang terprogram pada media yang bersangkutan. Keunggulan sistem semacam ini, yang membuatnya seolah-olah mempunyai kemampuan berpikir, adalah karena tersedianya sarana penyimpan informasi yang dapat dibaca setiap saat. Bila ke dalam saran penyimpan informasi tersebut diisikan program yang berupa instruksiinstruksi logis (logical instructions), maka pembacaan dan pengoperasian instruksiinstruksi tersebut akan menyebabkan terjadinya proses-proses yang tampak sebagai proses-proses berpikir. Dalam kenyataan, sistem-sistem hasil rekaan dari aktifitas teknologi dapat mengandung salah satu atau kombinasi dari ketiga jenis media tersebut. Cara lain dalam mengkategorikan media pembawa teknologi, sebagaimana dikemukakan oleh Asia-Pacific Center for Technology Transfer (APCTT), adalah atas dasar bentuk medianya: (a) Barang fungsional (bahan, mesin, dan peralatan); (b) Dokumen atau medium penyimpan lainnya (buku, disket, gambar teknik, CD room, dsb); (c) Orang (yang ahli), atau (d) Organisasi. Masing-masing secara berturutan disebut: technoware, infoware, humanware, dan orgaware(1). Antara kedua cara kategorisasi tersebut dapat dilihat hubungan kesepadanan sebagaimana diberikan di tabel berikut:

Technoware Media pasif Media aktif X

Infoware X

Humanware X

Orgaware X

3.4 KETERKAITAN ANTARA SCIENCE DAN TEKNOPLOGI DENGAN BUDAYA Pembahasan tentang sciencedan teknologi tak akan lengkap bila tak ditinjau keterkaitannya dengan budaya. Untuk tujuan tersebut terlebih dahulu akan dikemukakan suatu cara pandang tentang apa yang dimaksud dengan budaya. Cara pandang yang digunakan dalam pembahasan ini adalah bahwa, budaya suatu masyarakat merupakan himpunan informasi yang menjadi milik semua anggota masyarakat yang menganut budaya tersebut, dan menjadi rujukan di dalam segala tindakan dan pola laku anggota masyarakatnya, dan karenanya merupakan himpunan informasi yang keterjangkauannya merata bagi semua anggota masyarakat tersebut.

Dilarang menggandakan dengan cara dan dalam bentuk apapun, kecuali seijin penulis

Saswinadi SASMOJO, Science, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan Bab III, Halaman 4 dari 8 Ilmu atau pengetahuan merupakan himpunan informasi yang terbentuk dalam upaya manusia untuk mengetahui alam lingkungan dan tatanan kehidupannya, maupun di dalam upaya untuk menciptakan sistem-sistem yang dibutuhkannya. Bagian dari himpunan informasi tentang ilmu atau pengetahuan yang bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran dan penjelasan tentang sistem-sistem yang ada, baik sistem-sistem fisik alamiah maupun sistem-sistem sosial, dikategorikan sebagai science. Bila arah perhatian tertuju kepada sistem fisik alamiah maka disebut natural sciences dan bila arah perhatian tertuju kepada sistem sosial disebut social sciences. Bagian dari himpunan informasi tentang ilmu atau pengetahuan yang bersifat preskriptif, yaitu memberikan petunjuk atau resep tentang bagaimana membentuk, atau menciptakan, ataupun tentang bagaimana cara mengoperasikan suatu sistem, disebut teknologi. Telah dikemukakan terdahulu bahwa ilmu atau pengetahuan yang tergolong sebagai science terkait erat dengan upaya untuk memahami struktur fenomena yang dijumpai dalam kehidupan. Upaya semacam itu tentunya dilakukan oleh sesuatu masyarakat bila di dalam tatanan nilai budayanya upaya untuk memahami struktur fenomena yang dijumpai dalam kehidupan dipandang penting dan karenanya merupakan upaya yang berharga ataupun dihargai. Di dalam proses untuk memahami sesuatu fenomena, serentetan pertanyaan dimunculkan, dan jawaban-jawaban disusun. Setiap jawaban ditelaah, dan karenanya diuji kebenaran dan keabsahannya; artinya dipertanyakan terlebih dahulu kebenaran dan keabsahannya sebelum diakui sebagai jawaban yang tepat. Proses memahami yang digambarkan tersebut menuntut adanya tata-nilai yang menghargai keterbukaan dalam merumuskan pendapat dan mempertanyakan atau menguji keabsahan suatu pendapat. Suatu masyarakat yang menganut tata-nilai budaya semacam itu berpotensi untuk memperkaya khazanah informasi budayanya dengan informasi yang mempertajam dan memperdalam tingkat pemahaman masyarakatnya akan fenomena-fenomena yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan pernyataan lain, masyarakat dengan tata-nilai budaya yang digambarkan tersebut mampu menyuburkan pertumbuhan pengetahuan ilmiah. Uraian tersebut menunjukkan adanya kaitan yang kuat antara tata-nilai budaya suatu masyarakat dengan kemampuannya di dalam mengembangkan pengetahuan ilmiah. Bila dalam budaya masyarakat dijumpai informasi yang mengarahkan masyarakat tersebut untuk lebih intensif di dalam mengupayakan kejelasan fenomena-fenomena yang dilihat atau dialami atau dirasakan, maka intensitas upaya semacam itu di dalam kehidupan masyarakat tersebut akan tinggi, dan budayanya akan diperkaya dengan informasi ilmiah, dan hal ini akan terungkapkan pada pola laku masyarakatnya. Bila intensitas pengupayaan untuk menghasilkan penjelasan dari fenomena-fenomena yang dijumpai makin tinggi, maka masyarakat tersebut makin tinggi tingkat budaya ilmiahnya. Dengan perkataan lain, kadar informasi ilmiah di dalam himpunan informasi yang menjadi budayanya makin tinggi. Makin kaya khazanah informasi ilmiah dalam suatu masyarakat, makin banyak fenomena yang difahami dan makin mendalam pemahaman masyarakat tersebut akan struktur dan kelakuan dari gejala-gejala yng dijumpainya dalam kehidupan, baik gejala alam maupun gejala sosial. Upaya-upaya teknologis, yaitu upaya-upaya untuk menciptakan sistem-sistem, memerlukan pemahaman akan sistem-sistem yang telah ada, karena sistem ciptaan orang (anggota masyarakat) hanya dapat dibentuk dengan mengubah atau mensintesa struktur sistem-sistem yang telah ada. Oleh karena itu, hasil dari upaya-upaya ilmiah sangat penting di dalam menyediakan basis informasi bagi upaya-upaya teknologis.

Dilarang menggandakan dengan cara dan dalam bentuk apapun, kecuali seijin penulis

Saswinadi SASMOJO, Science, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan Bab III, Halaman 5 dari 8 Uraian diatas menunjukkan bahwa tingkat kemampuan teknologis suatu masyarakat sangat kuat dipengaruhi oleh intensitas upaya ilmiah yang dilakukan oleh masyarakat tersebut, yang pada gilirannya kuat dipengaruhi oleh tata-nilai budaya yang dianut. Akan tetapi perlu dicatat bahwa, suatu masyarakat dengan budaya ilmiah yang tinggi belum tentu tinggi kemampuannya dalam berteknologi. Hanya bila di dalam budayanya terkandung juga informasi yang mengarahkan masyarakatnya untuk lebih intensif di dalam mengupayakan kegunaan pengetahuannya untuk menghasilkan informasi preskriptif guna penciptaan sistem-sistem, maka kadar budaya teknologi masyarakat tersebut meningkat dan berkembang. Penciptaan sistem-sistem melalui upaya-upaya teknologis dapat menghasilkan sistem-sistem yang memperbaiki tata kehidupan masyarakat, tetapi dapat pula menciptakan sistem-sistem yang justru mengganggu, bahkan menghancurkan tatakehidupan. Gangguan yang diakibatkan dari pemfungsian sistem-sistem ciptaan tersebut ada yang langsung teramati atau terasakan, dan ada pula yang lambat teramati atau disadari. Dan pada dasarnya, setiap sistem yang tercipta sebagai hasil upaya teknologis, selalu mengandung dua hal, yaitu disatu sisi menyelesaikan persoalan di dalam memenuhi bekutuhan orang ataupun masyarakat, tetapi di sisi lain mengandung bibit-bibit persoalan baru. Persoalan yang terkandung di tiap upaya penyelesaian persoalan tersebut dapat segera terasakan, atau muncul dan teramati atau terasakan setelah suatu tenggang waktu tertenyu. Iskandar Alisjahbana(1) menyatakan hal itu sebagai sifat dialektik dari teknologi. Sifat dialektik dari teknologi tersebut menuntut adanya tata-nilai budaya masyarakat yang mampu mengelola pelaksanaan upaya-upaya teknologis masyarakat tersebut, sehingga dapat mencegah kehancurannya sebagai akibat dari ciptaannya sendiri. Keberhasilan suatu masyarakat di dalam berteknologi, karenanya, memerlukan adanya unsur kekuatan penyeimbang di dalam budaya masyarakatnya yang oleh Hommes(2) diistilahkan sebagai countervailing power. Hal ini berarti bahwa keterbukaan terhadap pengujian dan penilaian dari segenap anggota masyarakat merupakan unsur tata-nilai yang penting bagi keberhasilan masyarakat tersebut di dalam berteknologi, karena dengan demikian akan terlindung dari munculnya upaya-upaya teknologis ataupun dilaksanakannya aktivitas teknologis yang memberikan akibat-akibat yang merugikan. Masyarakat dengan tata-nilai budaya yang tak mampu mengendalikan tumbuhnya institusiinstitusi yang otoriter, yaitu institusi-institusi yang tidak tanggap kepada isyaratisyarat yang datang dari sekitarnya, tak akan mampu mengelola upaya teknologis yang membawa kepada kesejahteraan. Uraian yang disampaikan diatas kiranya telah memperjelas pola keterkaitan antara ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya. Untuk mempermudah di dalam memperoleh gambaran yang menyeluruh dari uraian diatas, pada Gambar 3.1 disajikan visualisasi dari pola keterkaitan yang dikemukakan tersebut. Selain khazanah informasi budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, pada Gambar 3.1 ditunjukkan juga unsur-unsur lain yang penting dalam kaitan dengan proses pembentukan, perubahan dan pengkayaan informasi budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Unsur-unsur tersebut mencakup aktivitas penelitian, pengembangan teknologi, dan pemfungsian informasi teknologi di industri. Sebagai hasil dari aktivitas yang disebutkan diatas, terjadi: (a) Pengkayaan khazanah informasi budaya dan IPTEK masyarakat yang bersangkutan; (b) Pertumbuhan industri, peningkatan pendapatan; serta (c) Pembentukan sumberdaya pendukung terlaksananya aktivitas science dan teknologi (S&T). Apakah perubahan-perubahan tersebut membawa kepada perbaikan ataukah sebaliknya tergantung dari pengelolaan dan pelaksanaan dari aktivitas-aktivitasnya. Yang terakhir ini ditentukan oleh pola keputusan di dalam sistem sosial, politik dan ekonomi yang dibentuk dan dianut masyarakatnya.

Dilarang menggandakan dengan cara dan dalam bentuk apapun, kecuali seijin penulis

Saswinadi SASMOJO, Science, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan Bab III, Halaman 6 dari 8 Untuk memperkaya pemahaman tentang pengaruh sistem sosial terhadap perkembangan teknologi, disarankan untuk membaca BIJKER, Wiebe, et.al, The Social Construction of Technological Systems, MIT Press, Cambridge, Massachusetts, USA, 1987. Di Gambar 3.1 ditunjukkan juga bahwa selain pengkayaan informasi budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan sendiri dari kegiatan-kegiatan IPTEK dan kegiatan lain dalam kehidupan masyarakatnya, terdapat juga penyerapan informasi dari masyarakat lain.
TATA NILAI BUDAYA fenomena yang belum difahami + tingkat kecenderungan tentang keinginan untuk memahami dan menciptakan sistem + informasi budaya dari masyarakat lain pola keputusan politik dan ekonomi dalam pengalokasian sumberdaya + tingkat ketersediaan sumberdaya ekonomi di masyarakat + + + + + + tingkat ketersediaan informasi teknologi + info IPTEK dari masyarakat lain + laju pemfungsian Info-Tek di industri tingkat pendapatan +

laju aktivitas penelitian +

tingkat alokasi sumberdaya untuk IPTEK tingkat kemampuan sumberdaya IPTEK

+ +

laju aktivitas penelitian

tingkat ketersediaan informasi IP

tingkat ketersediaan Info-Tek sebelumnya

+ tingkat produktivitas sebelumnya

tingkat produktivitas industri

Gambar 3.1. Skema pola keterkaitan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan industrialisasi yang secara sinergi saling mendukung perkembangan. IP ilmu pengetahuan; TEK teknologi. Dalam kaitan dengan yang terakhir ini, Hommes(2) mengemukakan bahwa, informasi IPTEK yang bersumber dari sesuatu masyarakat lain tak dapat lepas dari landasan budaya masyarakat yang membentuk informasi tersebut. Karenanya di tiap informasi IPTEK selalu terkandung isyarat-isyarat budaya masyarakat asalnya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena perbedaan-perbedaan tata-nilai budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat asal teknologinya, isyaratisyarat tersebut dapat diartikan lain oleh masyarakat penerimanya. Akibat dari itu, cara pengoperasian teknologi di sesuatu masyarakat yang bukan merupakan masyarakat pencipta teknologinya, tidak sepenuhnya bersesuaian dengan cara pengoperasiannya di lingkungan masyarakat asal teknologi tersebut.

Dilarang menggandakan dengan cara dan dalam bentuk apapun, kecuali seijin penulis

Saswinadi SASMOJO, Science, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan Bab III, Halaman 7 dari 8 Pada umumnya, penyerapan teknologi dari negara maju oleh negara berkembang yang berbeda tata-nilai budayanya mengakibatkan terjadinya degradasi kinerja (performance) dari teknologinya, atau meningkatkan risiko terjadinya gangguangangguan tata lingkungan dan tata-kehidupan akibat pengabaian cara-cara tertentu yang menjadi syarat pengoperasian teknologi tersebut dengan benar. Selain daripada itu, bila dihadapi persoalan di dalam pengoperasian teknologinya, dalam berbagai hal penyelesaiannya memerlukan dukungan jasa teknis dengan kemampuan yang diluar jangkauan kemampuan masyarakat penerima/pengguna teknologi tersebut. Keadaan semacam itu dapat menimbulkan ketergantungan yang terlalu tinggi kepada masyarakat asal dikembangkannya teknologi yang bersangkutan. Hal-hal yang dikemukakan tersebut sering berdampak merugikan bagi masyarakat penerima teknologi, antara lain timbulnya kelemahan daya saing dalam memasuki pasaran internasional, berkaitan dengan biaya-biaya yang terkait dengan persoalanpersoalan yang dikemukakan terdahulu. Berkaitan dengan yang dikemukakan diatas, bila kadar teknologi yang dihasilkan sendiri oleh masyarakat penggunanya lebih tinggi, dalam banyak hal industri yang memfungsikan teknologinya mempunyai kinerja yang lebih baik dan tingkat keandalannya lebih tinggi. Perlu dicatat bahwa hal ini benar kalau proses pengembangan teknologinya tidak melanggar kaidah-kaidah berteknologi. Perlu dicatat bahwa hal ini tidak berarti bahwa suatu masyarakat perlu menutup diri dari masukan-masukan teknologi dri masyarakat lain. Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari uraian dan pembahasan yang telah diberikan diatas, yang dapat dijadikan landasan di dalam menelaah masalahmasalah penting di dalam memfungsikan teknologi, menggariskan upaya industrialisasi, dan di dalam upaya merumuskan pilihan alur pendekatan di dalam melaksanakan industrialisasi: a. Suatu masyarakat mampu melaksanakan industrialisasi hanya bila masyarakat tersebut mampu memilih dan mengoperasikan teknologi secara tepat, di dalam sistem-sistem produksi yang dimiliki dan dikembangkannya. Yang dimaksud dengan tepat adalah bahwa teknologinya bersesuaian dengan kepentingannya dan kemampuan yang dimiliki masyarakatnya untuk menggunakan dan memelihara teknologi tersebut. b. Makin tinggi kadar teknologi yang dibentuk sendiri di dalam himpunan teknologi yang difungsikan di sistem industrinya, makin baik kinerja pengoperasian sistem industrinya, dan makin leluasa masyarakat tersebut di dalam mempolakan dan mengarahkan perkembangan sistem teknologi dan industrinya, yang berarti makin memiliki kemerdekaan di dalam berteknologi dan berindustri, dan hal-hal lain yang terkait dengan hal itu; c. Pengalihan dan penggunaan teknologi yang berasal dari masyarakat lain harus dilakukan dengan persiapan yang seksama, agar isyarat-isyarat yang terkandung di dalam teknologi yang dialihkan sesempurna mungkin difahami, sehingga terhindar terjadinya degradasi kinerja dan risiko pengoperasian yang besar, serta meminimumkan ketergantungan teknologis; kesemuanya dapat berakibat meningkatnya biaya-biaya dalam pengoperasiannya dan menurunkan daya saing produk teknologis yang dihasilkan, serta hal-hal lain yang merugikan; d. Kemampuan suatu masyarakat di dalam membentuk teknologi berbanding langsung dengan kemampuan masyarakat tersebut di dalam menghasilkan informasi ilmiah dan di dalam mengupayakan kegunaan informasi ilmiah. e. Tata-nilai budaya suatu masyarakat merupakan landasan penentu kemampuan masyarakat dalam berilmu pengetahuan dan berteknologi; ciriciri penting tata nilai budaya masyarakat yang mendukung kesuburan pengembangan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah:

Dilarang menggandakan dengan cara dan dalam bentuk apapun, kecuali seijin penulis

Saswinadi SASMOJO, Science, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan Bab III, Halaman 8 dari 8 i. Menyenangi dan menghargai upaya untuk memperoleh kejelasan akan fenomena-fenomena yang dijumpai dalam kehidupannya; ii. Menyenangi dan menghargai upaya-upaya memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk membentuk sistem-sistem baru; iii. Memiliki patokan-patokan yang mampu membedakan dan memilih upaya-upaya ilmiah dan teknologis yang membawa kepada terwujudnya tata kehidupan yang lebih baik; iv. Memiliki patokan-patokan yang memungkinkan terwujudnya hubungan sosial yang lebih terbuka, serta mengendalikan pertumbuhan dari institusi-institusi yang tidak mempunyai daya tanggap terhadap isyarat-isyarat lingkungannya. Sebagai catatan penutup, untuk memperkaya dan mendapatkan gambaran dari sudut pandang yang lebih lebar mengenai keterkaitan antara science , teknologi dan budaya, disarankan untuk mempelajari tulisan dari Sutan Takdir Alisyahbana(5) dan Daoed Joesoef(6). DAFTAR PUSTAKA (1) Iskandar Alisjahbana, Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Dunia dan Indonesia, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonesia, Saswinadi Sasmojo et.al. (editors), Penerbit ITB Bandung, 1991, halaman 23-68. Enno W. Hommes, Technology, Risk, Countervailing Power and Sustainable Development, Paper Presented at Discussion Forum on Development Issues, at the Institute of Technology of Bandung, 14-15 May 1990. Khalid Saeed, Managing Technology for Development: A Systems Perspective, in Towards Sustainable Development, Essays on System Analysis of National Policy, Chapter 9, pp. 143-164, Progressive Publishers, Zailar Park, Ichhra, Lahore 54600, Pakistan. Saswinadi Sasmojo, Iptek dan Budaya Masyarakat dalam Menunjang Industrialisasi di Indonesia, Dalam Analisis Permasalahan Dalam Pembangunan; Pembangunan Industri dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Buku ke-2, Dewan Sosial Politik Daerah C, Jawa Barat, 1995. Sutan Takdir Alisjahbana, Tugas ilmu, agama dan seni dalam krisis poros sejarah dewasa ini, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonesia, Saswinadi Sasmojo et.al. (editors), Penerbit ITB Bandung, 1991, halaman 322. Daoed Joesoef, Krisis metafisis dalam ilmu pengetahuan, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonesia, Saswinadi Sasmojo et.al. (editors), Penerbit ITB Bandung, 1991, halaman 89-138.

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dilarang menggandakan dengan cara dan dalam bentuk apapun, kecuali seijin penulis

Anda mungkin juga menyukai