Anda di halaman 1dari 13

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat : Ny.

T : 53 tahun : Perempuan : Islam : Pegawai Negeri : Seruni

Masuk Poliklinik : 10 Juli 2008

II. A.

ANAMNESIS KELUHAN UTAMA : Pasien mengeluh hidung kanan tersumbat dan pilek yang kambuh-

kambuhan sejak 6 bulan yang lalu. B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Pasien datang ke poliklinik THT RSUP NTB pada tanggal 23 Mei 2011 dengan keluhan hidung kanan tersumbat dan pilek yang kambuh-kambuhan sejak 6 bulan yang laludengan ingus encer, bening, dan berbau sejak kurang lebih dua bulan yang lalu. Pilek dirasakan sering kambuh apabila pasien terpapar udara dingin dan terkena debu saat bekerja. Kedua mata juga sering dirasakan berair. Selain itu pasien mengeluh nyeri kepalasebelah kanan yang hilang timbul sejak kurang lebih 3 bulan lalu. Batuk (-), nyeritenggorokan (-), demam (-) C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU : Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Riwayat hipertensi,diabetes mellitus dan asma disangkal oleh pasien.

D. E.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA : Ibu pasien juga menderita penyakit yang serupa Riwayat asma keluarga (-) RESUME ANAMNESA Pasien datang dengan rhonerea terutama pagi dan sore, disertai sneezing, dan obstruksi

hidung. Gejala obstruksi bergantian antara lubang hidung kanan dan kiri. Dari kedua lubang hidung keluar sekret serosa dan tidak berbau. Keluhan berangsur hilang jika pasien merasa hangat atau setelah beraktivitas. Pasien mengalami gejala ini sejak ia pindah ke Wonosobo (tahun 2005). Pasien mengaku sudah berobat tapi selalu kambuh kembali. Riwayat alergi (+), ibu pasien menderita penyakit serupa, riwayat asma (-)

III.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Presens a. Keadaan umum : baik, gizi baik b. Kesadaran c. Tanda vital Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu Status Lokalis : compos mentis : : 110/70 mmHg : 80 kali/menit : 20 kali/menit : 360C

a.

Telinga :

Inspeksi -

aurikularis dextra luar normal aurikularis sinistra luar normal benjolan dan tanda radang (-) kelainan kongenital (-) otore (-), serumen (-)

Palpasi -

tragus pain (-) nyeri tarik auricular (-) pembesaran kelenjar limfe retroaurikuler & preaurikuler (-) :

Corong / Otoskopi b.

liang telinga : hiperemis (-), serumen (-), edema (-), furunkel (-), otore (-), membrane timpani kanan dan kiri : intak (+), hiperemis (-), tidak keruh, cone of light (+) Hidung dan Sinus Paranasal :

Inspeksi -

Deformitas (-), edema (-) tidak terdapat jaringan parut tidak terdapat kelainan congenital

sekret (+), jernih :

Palpasi -

nyeri tekan dorsum nasi (-), krepitasi (-) nyeri tekan infraorbita (-) nyeri tekan daerah frontalis (-)

Rhinoskopi anterior deviasi septum (-) mukosa hidung menebal (+), warna pucat (+), oedema menghilang setelah pemberian adrenalin. sekret serosa (+) massa (-), corpus alienum (-)

Rhinoskopi posterior (tidak dilakukan) c. Tenggorok :

Inspeksi -

Bibir : laserasi (-), kelainan congenital (-) Lidah : mukosa normal, kelainan congenital (-) Gigi : caries dentis (-)

Uvula : simetris (+), hiperemis (-), edema (-) Tonsil : oedema mukosa (-) , hiperemis (-) , kripta normal, pseudomembran/ membranous (-). folikel (-), detritus (-),

Faring : hiperemis (-), granulasi (-)

IV. a. b. c. d. e. V. 1. 2. 3. VI.

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Nasal Swab (sitologi hidung) Hitung eosinofil darah tepi Skin test Uji inhalasi Uji diet eliminasi & provokasi DIAGNOSA BANDING Rhinitis alergi Rhinitis vasomotor Rhinitis simpleks akut DIAGNOSA KERJA

Rhinitis alergi VII. TERAPI 1. Terapi Simptomatik 2.Operatif Konkotomi diperlukan bila telah terjadi komplikasi seperti sinusitis, hipertrofi konka atau polip nasi Anti inflamasi Dekongestan : : Dexamethasone tab ( 3 dd tab I ) : Pseudoefedrin tab ( 3 dd tab I )

3.Edukasi

a. b. c.

Menganjurkan kepada pasien untuk menghindari allergen (udara dingin). Rajin berolahraga saat pagi. Untuk mengurangi rasa tidak nyaman :

menghirup uap dari semangkuk air panas kompres air hangat di daerah hidung d. VIII. Bonam Dan segera berobat ke dokter jika hidung pasien kembali tersumbat/pilek. PROGNOSIS

BAB II PEMBAHASAN KASUS

DEFINISI Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi dengan dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik pada pasien atopi yang sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama sebelumnya. Penyakit alergi merupakan kerusakan jaringan tipe I, jadi memerlukan adanya antibodi (immunoglobulin) E untuk terjadinya reaksi. Untuk menimbulkan reaksi alergi harus memenuhi 2 faktor, yaitu adanya sensitivitas terhadap suatu allergen (atopi), yang biasanya bersifat herediter dan adanya kontak ulang dengan allergen tersebut.

ETIOLOGI Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas : 1. Allergen inhalasi : masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan kulit, debu dan jamur. 2. Allergen ingestan : masuk ke dalam saluran pencernaan, berupa makanan misalnya telur, susu sapi, ikan dan coklat 3. Allergen injektan : masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penicillin atau sengatan lebah. 4. Allergen kontak : masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik dan perhiasan Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga memberi gejala campuran, misalnya debu rumah yang memberi gejala asma bronkhial dan rhinitis alergi. Dengan masuknya antigen asing kedalam tubuh terjadi reaksi yang secra garis besar terdiri dari : 1. Respon Primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi ini berlanjut menjadi respon sekunder. 2. Respon Sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan ialah sistem imunitas selular atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tertier. 3. Respon Tertier

Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

III.

PATOFISIOLOGI Rhinitis alergi adalah penyakit yang merupakan manifestasi klinis reaksi kerusakan

jaringan tipe I (Gell & Coombs) dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran. Pada reaksi ini dilepaskan berbagai mediator seperti histamine (H), Leukotrien (LT), Prostaglandin D-2 (PGD2), bradikinin, platelet activating factor (PAF) yang akan menimbulkan gejala klinis. Pada rhinitis alergi histamine, bradikinin, leukotrien dan PAF mengaktifkan sel-sel endotel pembuluh darah mukosa hidung sehingga terjadi vasodilatasi dan pengumpulan darah, serta peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga timbul gejala obstruksi hidung. Stimulasi pada reseptor H-1 di ujung saraf sensoris menyebabkan gejala bersin-bersin dan gatal hidung. Gejala tersebut timbul beberapa saat setelah terpapar allergen. Fase ini disebut fase respon cepat dengan histamine sebagai mediator utama sehingga preparat antihistamine efektif untuk mengatasi gejala. Gejala dapat berlanjut 6 8 jam kemudian yang timbul akibat aktifitas berbagai mediator. Fase ini disebut sebagai fase respon lambat dengan gejala yang menonjol terutama adalah obstruksi hidung. Populasi ini diderita 20 25 % populasi penduduk. Dapat mengenai siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan dari semua golongan umur, tapi biasanya mulai timbul pada anak dan dewasa muda. IV. GEJALA KLINIS Gejala rhinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan diri (self cleaning process). Bersin dianggap sebagai patologik bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, terutama merupakan gejala pada RAFC dan kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamine. Gejala lain adalah keluar ingus (rhinorea) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).

Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal denganm punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute sehingga lama-kelamaan terbentuk lipatan kulit melintang pada dorum nasi yang timbul akibat kebiasaan tersebut (allergic crease). Allergic face ditandai oleh pernafasan melalui mulut, arcus palatum yang tinggi dan maloklusi gigi.

V.

DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis pada penderita rhinitis, maka dilakukan : Anamnesis Keluhan utama : Hidung tersumbat disertai dengan nyeri kepala pada rhinitis hipertrofi, rhinitis atrofi Hidung tersumbat dengan demam, toksemia limfadenitis dan paralysis pada rhinitis diphteri Hidung tersumbat disertai rasa iritasi dan kering, kadang epistaksis pada rhinitis sicca Hidung tersumbat dengan riwayat alergi pada rhinitis alergika

Pemeriksaan rhinoskopi anterior Pada rhinitis alergika dengan rhinoskopi anterior akan tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Pemeriksaan laboratorium

a.

Sitologi hidung Walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan

pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri. b. Hitung eosinofil dalam darah tepi Jumlah eosinofil dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali jika tanda alergi pada pasien lebih dari 1 macam penyakit, misalnya selain rhinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria Skin Test Ada beberapa cara yaitu uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET), uji cukit (Prick test), dan uji gores (Scratch Test). Dengan pemeriksaan tersebut, selain jenis alergen penyebab, juga dapat diketahui besarnya konsentrasi alergen yang dapat menetralkan reaksi akibat alergen tersebut.

VI. KOMPLIKASI Komplikasi rhinitis alergi yang sering adalah : 1. Polip Hidung Beberapa peneliti mendapatkan bahwa alergi hidung merupakan satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung 2. 3. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak Sinusitis paranasal Kedua komplikasi yang terakhir bukanlah sebagai akibat langsung dari rhinitis alergi, tetapi karena adanya sumbatan hidung sehingga menghambat drainase.

VII. PENATALAKSANAAN Pada prinsipnya pengobatan rhinitis alergi adalah sebagai berikut : Kontrol lingkungan Mengusahakan untuk menghindari kontak dengan allergen penyebab

(avoidance/elimination) sehingga reaksi alergi tidak terjadi. Farmakoterapi Antihistamine Preparat golongan antagonis H-1 ini merupakan preparat yang paling sering dipakai. Golongan H-1 antihistamin dapat dibagi menjadi H-1 antihistamin sedative dan non sedative. Sedangkan yang non sedative dibagi menjadi golongan kardiotoksik dan golongan aman. Yang termasuk kardiotoksik adalah golongan astemisol dan terfenadin, sedangkan yang aman adalah loratadin, cetirisin, dan fexofenadine. Dekongestan topical / oral Preparat yang dipakai adalah agonis adrenergic-alfa, yang terutama ditujukan untuk mengatasi sumbatan hidung. Kortikosteroid topical / oral Preparat ini bekerja secara nonspesifik dan supresif, diberikan bila gejala (terutama obstruksi hidung) akibat respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan preparat lain. Pemakaian preparat topikal yang baru seperti golongan beklometason, flunisolid, budesonide, flutikason, dan flurokortin, untuk jangka panjang cukup aman. Natrium kromolat (menstabilkan membrane mastosit) Dalam bentuk inhalasi bermanfaat untuk pencegahan. Preparat antikolinergik

Salah satu preparat yang tersedia ialah ipatropium yang diberikan secara topikal, bermanfaat untuk mengatasi gejala rhinorea. Imunoterapi (desensitisasi/ hiposensitisasi) Cara ini tidak dianjurkan untuk allergen penyebab yang dapat dihindari. Hanya dilakukan untuk kasus yang berat dan telah berlangsung lama, terutama bila allergen penyebab debu rumah dan tungau debu rumah. Tujuannya adalah agar ambang kepekaan penderita terhadap allergen penyebab dapat dinaikkan. Pengobatan ini mengandung bahaya terjadinya reaksi anafilaksis, sebaiknya dilakukan di rumah sakit / klinik yang fasilitas resusitasi jantung paru yang siap pakai. Pembedahan Berperan kecil untuk pengobatan rhinitis alergi. Diperlukan bila telah terjadi komplikasi seperti sinusitis, hipertrofi konkha atau polip nasi. Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat.

DAFTAR PUSTAKA

Boies, 1997. Buku Ajar Penyakit THT, Edisi VI, EGC : Jakarta

Soepardi, Iskandar, 2001. buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi V, Gaya Baru : Jakarta.

Soepardi, Hadjat, Iskandar, 2000. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok, Edisi II, Gaya Baru : Jakarta

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Gaya Baru : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai