Anda di halaman 1dari 10

INFO SOSIAL EKONOMI

Vol. 2 No.2 (2001) pp. 103 112

KAJIAN TEKNO-EKONOMI INDUSTRI MDF (Medium Density Fiberboard)


Oleh/By Rachman Effendi

RINGKASAN Industri MDF mempunyai prospek pemasaran dalam negeri dan ekspor yang cerah. Hal ini karena MDF lebih fleksibel dalam penggunaannya dibandingkan kayu lapis dan papan partikel, sehingga MDF pada masa mendatang akan dapat menggantikan kedua panel tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek teknis dan ekonomis industri MDF dari jenis kayu HTI. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kayu HTI Acacia mangium, Gmelina arborea, dan Eucalyptus urophylla baik digunakan sebagai bahan baku industri MDF. Sifat fisik dan mekanik produk MDF yang dihasilkan secara umum dapat memenuhi standar Euro MDF Board (EMB) yang diacu, kecuali pada sifat daya penyerapan air yang masih sering cukup tinggi. Biaya produksi rata-rata per m MDF adalah sebesar Rp 479.450,- yang terdiri dari biaya produksi langsung dan tak langsung pada tingkat produksi sebesar 70.000 m per tahun atau 70% dari total kapasitas industri. Kata kunci : Medium Density Fiberboard (MDF), HTI, sifat fisik dan mekanik, Euro

I. PENDAHULUAN Sampai saat ini hutan alam merupakan bahan baku utama bagi industri perkayuan di Indonesia. Dalam kenyataannya produksi hutan alam Indonesia cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan kelestarian baik terhadap kawasannya maupun terhadap potensi hutannya. Selain itu penurunan kemampuan produksi hutan akan menyebabkan ketidakseimbangan atau ketimpangan antara penebangan dengan laju penanaman kembali hutan yang telah diekploitasi. Untuk mengatasi masalah tersebut Departemen Kehutanan telah merintis dan memprioritaskan program peningkatan potensi hutan produksi melalui pembangunan hutan tanaman industri (HTI). Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan sumber pendapatan nasional ataupun penerimaan devisa dari sub sektor kehutanan. Salah satu bentuk pemanfaatan kayu sebagai bahan baku industri yang mempunyai prospek pemasaran dalam negeri dan ekspor yang cerah adalah industri papan serat kayu berkerapatan sedang yang dikenal dengan MDF (Medium Density Fiber board). Dalam 10 tahun terakhir ini konsumsi MDF berkembang pesat misalnya di Asia Pasifik berkisar 16-17% pertahun dan di Eropa 15% pertahun (Toha, 1994).

103

I N F O

volume 2 no. 2 (2001)

Salah satu industri MDF di Kalimantan Timur yang selesai di bangun pada akhir tahun 1995 adalah PT. Sumalindo yang merupakan industri pertama di Indonesia yang memproduksi MDF dengan bahan baku dari hutan tanaman industri (HTI). Produk MDF yang dihasilkan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (sebesar 40%) dari total produksi yang direncanakan sesuai dengan kapasitas produksinya yaitu 100.000 m per tahun dan lainnya (sebesar 60%) akan diekspor ke negara-negara Asia dan Eropa. Selama ini kebutuhan MDF di dalam negeri masih harus diimpor dari Singapura, Taiwan dan Malaysia sebesar 200-300 ribu m per tahun. Peningkatan konsumsi MDF ini dikarenakan pemanfaatannya yang serbaguna, terutama untuk berbagai keperluan interior. MDF lebih fleksibel dalam penggunaannya dibandingkan kayu lapis dan papan partikel, sehingga MDF pada masa mendatang akan dapat menggantikan kedua jenis panel tersebut. Selain itu MDF mempunyai kerapatan dan kekerasan yang seragam dibandingkan panel atau papan serat lainnya sehingga penggunaannya makin meluas antara lain untuk mebel (furniture), moulding, skirting, interior, window frame, door skins, kotak TV, radio, dan barang dekoratif lainnya. Kapasitas produksinya meningkat pesat terutama di Eropa dan pada tahun 2000 produksi MDF diproyeksikan mencapai jumlah 20 juta m, negara-negara penghasil MDF tersebut antara lain adalah Italia, Jerman, Spanyol, Perancis, Portugal dan Inggris. Sehubungan dengan perkembangan industri papan serat baik di Indonesia maupun dunia, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek teknis dan ekonomis industri papan serat berkerapatan sedang (MDF) dari jenis kayu HTI. Keluaran yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah informasi tentang aspek teknis dan ekonomis industri MDF khususnya di Indonesia. Informasi tersebut diharapkan dapat memberi masukan bagi penentu kebijaksanaan khususnya Departemen Kehutanan dalam menentukan prioritas pembangunan industri hasil hutan dan dapat meningkatkan minat bagi investor dalam menanamkan modalnya bagi pembangunan industri khususnya yang berkaitan dengan industri MDF. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi para pelaksana pembangunan industri MDF di Indonesia.

II. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Daerah penelitian adalah propinsi Kalimantan Timur. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa industri MDF telah dibangun dan sudah berproduksi dengan kapasitas yang cukup besar dan bahan bakunya berasal dari hasil penjarangan hutan tanaman jenis cepat tumbuh. B. Pengumpulan Data Data primer dikumpulkan melalui pendekatan survey dan pengamatan pada salah satu industri MDF di Kalimantan Timur, responden adalah pengusaha MDF

104

Kajian tekno-ekonomi..(Rachman Effendi)

sebagai pelaksana produksi MDF ataupun pengusaha lainnya yang ikut dalam pembangunan industri MDF. Sifat fisik dan mekanik produk MDF tersebut dicatat/diuji dan dibandingkan dengan standar yang ada yaitu standar EURO MDF Board (EMB) (Asian Timber, 1996). Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan finansial baik bulanan maupun triwulan dari industri tersebut, instansi kehutanan terkait antara lain Kanwil Kehutanan Propinsi Kaltim, Dinas Kehutanan Propinsi Kaltim dan Cabang Dinas Kehutanan (Dinas Kehutanan Tingkat II). C. Analisis Data Data hasil pengumpulan dan pengamatan di lapangan ditabulasi untuk memperoleh gambaran tentang sifat fisik dan mekanik MDF serta komponen biaya industri MDF, kemudian dianalisis berdasarkan aspek teknis dan ekonomisnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Berdasarkan fungsi dan peruntukannya luas kawasan hutan produksi untuk setiap Dinas Kehutanan Tingkat II (Cabang Dinas Kehutanan) di Propinsi Kalimantan Timur disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Kawasan Hutan Produksi Untuk Setiap Dinas Kehutanan Tingkat II Propinsi Kalimantan Timur. Table 1. Production Forest Area in each forest district in The Province of East Kalimantan.
No. (No) Dinas Kehutanan TK II (CDK) (Forest District) 1. uhingan Utara B 2. uhingan Tengah B 3. uhingan Selatan B 4. erau B 5. angkulirang S 6. ahakam Ilir M 7. ahakam Tengah M 8. ahakam Ulu M 9. alikpapan B 10. Pasir Jumlah (Total) Luas Kawasan Hutan Prod (ha) (Production Forest Area) 851.000 1.008.000 3.638.000 2.006.000 1.043.000 388.000 4.122.000 3.687.000 132.000 417.000 17.292.000 Persentase (%) (Percentage) 4.,2 5,83 21,04 11,60 6,02 2,24 23,84 21,32 0,76 2,41 100,00 Jumlah (Total) BCDK1 4 5 4 3 5 3 7 4 2 4 41 RPH2 14 23 15 13 16 10 35 19 5 8 158

Sumber (Source) : Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur, 1995/1996 (Forest Services of East Kalimantan) Keterangan (Remarks) : BCDK1 = Bagian Cabang Dinas Kehutanan (Forest District Division) RPH2 = Rayon Pemangkuan Hutan (Forest Sub District)

105

I N F O

volume 2 no. 2 (2001)

Salah satu areal HTI untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri MDF yang disurvey terletak di Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku yang ditargetkan sebesar 250.000 m per tahun untuk memproduksi 100.000 m MDF pada tingkat kapasitas penuh maka perlu dipasok bahan baku dari beberapa HPHTI yaitu PT. X, PT. Y dan PT. Z, dimana ketiga HPHTI tersebut terletak di Kabupaten Kutai. PT. X mempunyai konsesi hutan sebesar 198.000 ha yang terletak 100 km dari Samarinda dengan kapasitas persemaian sebanyak 14 juta tanaman per tahun. Ratarata luas penanaman sebesar 15.000 ha sampai dengan 20.000 ha per tahun dengan total areal penanaman sebesar 104.000 ha. Tujuan penanaman tersebut dimaksudkan untuk memasok bahan baku industri MDF dan industri pulp kertas yang akan dibangun di Kalimantan Timur. PT. Y mempunyai konsesi hutan sebesar 30.000 ha dimana 10.000 ha sudah ditanam dengan jenis tanaman untuk bahan baku industri MDF, industri kayu lapis dan kayu pertukangan (wood working) dan terletak 300 km dari Samarinda. Ratarata pembibitan sebanyak 4 juta tanaman pertahun dengan rata-rata kapasitas penanaman 100 ha sampai dengan 150 ha per bulan. PT. Z mempunyai konsesi areal unit HTI sebesar 13.870 ha di Batu Putih dan areal kedua sebesar 24.500 ha di Muara Karangan yang berjarak 350 km dari Samarinda. Persemaian untuk setiap unit sebanyak 2 juta tanaman per tahun dan rata-rata total kapasitas penanaman sebesar 100 ha sampai 150 ha per bulan. Tujuan penanaman tersebut dimaksudkan untuk memasok bahan baku industri MDF, industri kayu lapis dan kayu pertukangan. Industri MDF yang diobservasi merupakan industri MDF pertama di Indonesia dan mulai beroperasi pada akhir tahun 1995. Investasi yang dikeluarkan dalam membangun industri tersebut sebesar US $ 150 juta dengan kapasitas produksi sebesar 100.000 m per tahun. Pada tahun pertama produksi sebesar 70% dari total kapasitas dan meningkat 90% dari total kapasitas pada tahun kedua, dan pada tahun ketiga diharapkan dapat berproduksi pada kapasitas penuh. Bahan baku yang digunakan berasal dari hasil penjarangan HTI dari jenis cepat tumbuh yaitu Acacia mangium, Eucalyptus deglupta, Eucalyptus urophylla, dan Gmelina arborea dengan daur 6 tahun sampai dengan 7 tahun. Diamater kayu yang digunakan berkisar dari 7 cm sampai dengan 25 cm sehingga dapat menurunkan biaya produksi MDF dari industri tersebut. Hal ini dapat memberikan peluang bagi industri untuk bersaing dengan industri MDF lainnya. Pada industri tersebut MDF yang dihasilkan mengacu pada standar Euro MDF Board (EMB) dengan menggunakan teknologi dari Jerman dan Swedia dalam memproduksinya. Mesin-mesin yang digunakan dalam produksi tersebut terdiri dari satu mesin pengupas kulit (Fuji King debarker), mesin pembuat serpih (Fuji Kagyo Chipper), mesin pra-pengepresan (Sunds Defibrator pra-press), mesin pengepresan (Kusters continous press), mesin pengampelasan (Steinemann sander) dan mesin pemotong panel (panel sizer) yang pemasangannya dilakukan oleh Sunds Defibrator dari Singapura. Ukuran panel yang dihasilkan mengacu pada ukuran standar EMB yaitu 1,22 x 2,44 cm. Industri tersebut juga menerima pesanan sesuai ukuran yang diminta oleh konsumen dan juga memproduksi panel berukuran 1,22 x 1,83 cm dengan

106

Kajian tekno-ekonomi..(Rachman Effendi)

ketebalan berkisar dari 3 mm sampai 24 mm. Disamping itu, industri tersebut berusaha untuk memproduksi panel yang dilapisi dengan kertas dan vinir indah yang tergabung menjadi panel MDF. Pengembangan teknologi juga dilakukan oleh industri tersebut untuk memproduksi panel tahan air (moisture resistant) dengan emisi formaldehida rendah. Sistem produksi dengan menggunakan konsep produksi terpadu yang tergabung pada satu sistem pusat pengendalian pada satu monitor komputer, sehingga diharapkan industri tersebut dapat mencapai sistem pengoperasian yang optimum. Kualitas panel menjadi prioritas utama bagi industri tersebut, sehingga akhirnya industri ini dapat menguasai pasar baik dalam negeri maupun luar negeri dan industri tersebut berusaha untuk memberikan hal terbaik kepada konsumen sehingga tidak ada satu keluhanpun dari konsumen dalam masalah kualitas. Dalam dunia perdagangan dimana kualitas dan pengapalan menjadi hal yang semakin penting, industri ini melakukan hal yang terbaik untuk melayani konsumen, sehingga konsumen berkeyakinan bahwa pengiriman produk tersebut akan dilakukan tepat waktu. Untuk penyediaan fasilitas pengiriman, maka beberapa gudang panel dibangun di beberapa kota penting di Indonesia. B. Aspek Teknis MDF yang dihasilkan dari industri yang diobservasi berasal dari hasil penjarangan HTI jenis cepat tumbuh yaitu Acacia mangium, Gmelina arborea, dan Eucalyptus urophylla. Panel yang dihasilkan mengacu pada standar Euro MDF Board (EMB) dengan tingkat kerapatan berkisar 700 kg/m sampai dengan 800 kg/m dan berat jenis bahan baku sekitar 0,4 kg/m. Untuk memproduksi 1 m MDF maka diperlukan 2,5 m bahan baku kayu. Jenis ketebalan panel yang dihasilkan berkisar 3 mm sampai dengan 24 mm dengan ukuran 122 x 244 cm dan 122 x 1834 cm. Perekat urea formaldehida digunakan sebagai binder dengan amonium sulfat digunakan sebagai pengeras (hardener).

Tabel 2. Sifat Fisik MDF dan Standar Euro MDF Board (EMB) Table 2. Physical Properties of MDF and The Standard of Euro MDF Board (EMB).
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Uraian (Description) Kerapatan (Density) Toleransi Ketebalan (Thickness Tolerance) Modulus of Repture (MOR) Modulus of Elasticity (MOE) Kekuatan perekat (Internal Bond) Penyerapan air (Water Absorption) Kelengkungan (Thickness Swelling) Kadar Air (Moisture Content) Satuan (Unit) kg/m mm N/mm2 N/mm2 N/mm2 % % % Standar EMB (3-6 mm) (EMB Standard) 700-800 0.15 min 38 min 2600 min 0.70 -*) Max 22 5-11 MDF Industri (MDF Industry) 5,2mm 780-820 0,15 34,5 2943 0.78 25-40 10-25 5-8 3,0mm 780-850 0.15 min 34,0 min 3308 min 0.65 70-80 45-50 5-7

Sumber (Source): Data perusahaan (diolah) (Data enterprise (calculated)) Keterangan (Remark) : *) = Tidak ada standar (No standard)

107

I N F O

volume 2 no. 2 (2001)

Aspek teknis yang diamati meliputi 1) sifat fisik, 2) sifat mekanik dan 3) stabilitas dimensi yang ditentukan sesuai dengan standar EMB. Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa MDF yang dihasilkan dari ketiga jenis kayu tersebut menunjukkan keragaan (performance) yang baik, yaitu warna cerah, dengan permukaan yang halus. Sifat fisik lainnya meliputi kadar air, kerapatan, modulus of Rupture ( MOR), modulus of elasticity (MOE), daya penyerapan air (water absorption), Thickness swelling (TS), daya kerekatan (Internal Bond : IB), dan toleransi ketebalan (Thickness Tolerance). Hasil Pengamatan sifat fisik MDF yang diproduksi oleh industri dan standar Euro MDF (EMB) disajikan pada Tabel 2. Menurut Nelson (1973) dan Suchsland dan Woodson (1986), secara umum kerapatan yang tinggi dari jenis kayu berpengaruh negatif terhadap sifat kekuatan dari panel. Semakin tinggi berat jenis kayu (specific gravity) maka semakin besar kerapatan rongga dari fiber yang terjadi dan pada kerapatan yang sama dapat menghasilkan rasio kompresi (compression ratio) yang lebih rendah. Sifat mekanik panel secara langsung dipengaruhi oleh kerapatan dan jenis perekat yang digunakan. Jenis perekat yang digunakan pada industri ini hanya satu jenis yaitu urea formaldehida. Sifat mekanik panel meningkat sesuai dengan peningkatan kerapatan dari panel (Suchsland dan Woodson, 1986). Oleh karena itu semakin tinggi kerapatan maka semakin baik bidang kontak antar fiber dan penggunaan perekat akan lebih baik. Fiber akan mengikat kuat dengan fiber lain karena adanya perekat pada permukaan kayu. Dengan demikian semakin kompak serat maka semakin baik ikatan antar serat. MOR dan MOE pada kondisi panel kering meningkat sesuai dengan peningkatan kerapatan dan biasanya setiap jenis perekat memberikan nilai MOR dan MOE yang berbeda (Suchsland dan Woodson, 1986). Secara umum, semakin tinggi kerapatan pada ketebalan yang sama menghasilkan penel yang lebih kuat, karena semakin cukup bidang kontak antar serat. Hal ini menerangkan bahwa semakin tinggi nilai MOR dan MOE maka semakin tinggi kerapatan panel. C. Aspek Ekonomi Aspek ekonomi yang dianalisis meliputi aspek bahan baku, bahan pembantu dan penolong, fasilitas produksi, produksi dan pemasaran, komponen biaya produksi yang membentuk harga pokok produk MDF baik langsung maupun tak langsung. Harga bahan baku kayu yang digunakan untuk produksi MDF adalah Rp. 60.000,- (US $ 25, nilai tukar 1 US $ = Rp. 2.340,- tahun 1997 ) per m untuk setiap jenis kayu (Acacia mangium, Gmelina arborea, dan Eucalyptus urophylla) dengan diameter antara 7 cm sampai dengan 25 cm. Sampai saat ini jarak bahan baku ke industri berkisar antara 100 km sampai 350 km dengan angkutan darat dan sungai. Berdasarkan informasi yang diperoleh biaya angkut bahan baku kayu ke industri berkisar Rp. 15.000,- sampai dengan Rp. 25.000,- per m. Harga bahan baku tersebut di atas sudah termasuk biaya angkut, sehingga harga tersebut merupakan harga kayu diterima di industri. Untuk memproduksi 1 m MDF diperlukan 2,5 m kayu, sedangkan rendemennya adalah 40 persen sehingga biaya bahan per m MDF adalah Rp. 150.000,-. Berdasarkan hal tersebut maka biaya bahan baku

108

Kajian tekno-ekonomi..(Rachman Effendi)

bukan merupakan biaya utama, lain halnya dengan kayu lapis yang penggunaan produknya hampir sama dengan MDF. Dengan menggunakan angkutan darat maupun sungai di Kalimantan ini, jarak bahan baku ke industri hingga mencapai 250 km masih memungkinkan untuk dibangun industri MDF. Kebutuhan bahan kimia sebagai bahan pembantu dan penolong meliputi perekat jenis urea formaldehida, asam sulfat sebagai pengeras (hardener) dan lilin (wax) sebagai pelindung terhadap penyerapan air. Untuk memperoleh 1 m MDF diperlukan 125 kg perekat (larutan), 7,5 kg wax dan 0,75 kg hardener dengan masing-masing biaya berturut-turut sebesar Rp. 120.000,-, Rp. 12.000,dan Rp. 300,-. Dengan demikian maka total biaya bahan pembantu dan penolong sebesar Rp. 132.300,-. Luas bangunan industri MDF tersebut sebesar 20 ha yang terdiri dari bangunan pabrik, kantor dan mess (Gues House) dan dibangun di atas tanah seluas 120 ha dengan ukuran panjang pabrik 297 m dan lebar 47 m. Adapun mesin dan peralatan serta jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh industri tersebut disajikan masingmasing pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Mesin dan peralatan pada salah satu industri MDF di Kalimantan Timur tahun 1996 Table 3. Machine and Equipment at one MDF plant in 1996
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jenis Mesin dan Alat (Machine and Equipment) Fuji King Debarker Fuji Kogyo Chipper Sunds Defribrator Pre-press Kusters Continous Press Steinemann Sander Panel Sizer Packing Banyaknya (Quantity) *) 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit Keterangan (Remarks) Tahun 1995 Tahun 1995 Tahun 1995 Tahun 1995 Tahun 1995 Tahun 1995 Tahun 1995

Keterangan (Remarks) : *) Data harga mesin dan alat tidak tersedia (Price data of machine and equipment is not available)

Tabel 4. Jumlah Tenaga Kerja pada salah satu industri MDF di Kalimantan Timur Tahun 1996/1997 Table 4. Labour at One of MDF plants in East Kalimantan
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Uraian (Description) Plan Manager Kepala Departemen Supervisor Kepala seksi Tata usaha/Administrasi Operator/Teknisi Crew Tenaga borongan Jumlah (Total) Jumlah Tenaga Kerja (orang) (Number of Labour) (persons)) 1 7 16 18 7 12 45 4 110

109

I N F O

volume 2 no. 2 (2001)

Sumber energi listrik berasal dari 2 unit dengan total kapasitas 2.680 KVA dengan biaya rata-rata Rp. 220 juta per bulan. Industri tersebut memiliki 5 unit genset berkapasitas 2.680 KVA per unit dan satu unit genset berkapasitas 1.000 KVA per unit, dimana dalam operasionalnya cukup dipakai 2 unit saja. Biaya tersebut dikeluarkan untuk kebutuhan bahan bakar dalam mengoperasikan genset tersebut antara lain 5.500 liter solar, 1.000 liter oli dan 15 kg oli gemuk (grease). Total produksi selama tahun 1996 sebanyak 40.917 m yang terdiri dari penjualan lokal sebesar 11.334 m (27,7%), ekspor sebanyak 19.188 m (46,9%), dan sisanya sebanyak 10.395 m (25,4%) diproses lebih lanjut untuk dilapisi dengan kertas dan vinir indah yang tergabung dalam panel MDF. Komponen biaya produksi sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya investasi, biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Besarnya biaya investasi yang dikelaurkan untuk membangun industri MDF tersebut sebesar Rp. 351 milyar (US $ 150 juta, nilai tukar 1 US $ = Rp. 2.340,- tahun 1997) dengan kapasitas produksi sebesar 100.000 m per tahun. Besarnya biaya investasi disesuaikan berdasarkan beberapa faktor, salah satu faktor yang paling dominan adalah kapasitas produksi. Semakin tinggi kapasitas produksi maka semakin rendah biaya investasi per unit produksi. Besarnya tingkat investasi itu sendiri dapat dikatakan berbanding terbalik dengan biaya produksi per unit. Faktor lain yang dapat mempengaruhi biaya produksi per unit adalah seberapa besar industri MDF yang akan dibuat. Dengan kata lain produksi per tahun dapat mempengaruhi biaya penyusutan per satuan produksi. Untuk mengetahui biaya produksi langsung untuk memproduksi 1 (satu) m MDF diperlukan pendekatan biaya input seperti yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Besarnya biaya produksi langsung untuk memproduksi 1 m MDF pada salah satu Industri MDF (Tahun 1996/1997). Tabel 5. Production cost to produce 1 m of MDF (1996/1997).
U r a i a n (Description) Bahan baku kayu (Raw material) Bahan baku perekat (Glue) Bahan pengeras dan wax (Hardener) Tenaga kerja (Labour) Jumlah (Total) Biaya input (Rp) (Input Cost) 150.000 120.000 12.300 33.350 315.650 Persentase (%) (Percentage) 47,52 38,02 3,90 10,56 100,00

Pendekatan biaya satuan di atas didasarkan pada : a) Bahan baku kayu berasal dari hasil penjarangan HTI dengan harga Rp. 60.000,per m. b) Berat jenis produk MDF adalah 0,8 kg/m sehingga 1 ton produk ekivalen dengan 1,25 m MDF. c) Untuk memproduksi 1 m MDF diperlukan 2,5 m bahan baku kayu (rendemen 40%). d) Berat jenis bahan baku kayu 0,4 kg/m e) Nilai tukar US $ 1 = Rp. 2.400,-

110

Kajian tekno-ekonomi..(Rachman Effendi)

Biaya produksi tak langsung untuk memproduksi 1 (satu) m produk disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Biaya produksi tak langsung untuk memproduksi 1 m MDF Tahun 1996/1997. Table 6. Inderect production cost to produce 1 m of MDF (1996/1997).
No. 1. 2. 3. 4. 5. U r a i a n (Description) Biaya pemeliharaan dan administrasi (Maintenance and Administration) Biaya penyusutan (Depreciation) Biaya penjualan/pemasaran (Marketing Cost) Biaya angkutan dan pengapalan (Transportation Cost) Biaya bunga (Interest) Jumlah (Total) Biaya Produksi (Rp) (Production Cost) 36.650 90.000 22.000 2.600 12.500 163.750 Persentase(%) (Percentage) 22,38 54,96 13,44 1,59 7,63 100,00

Berdasarkan hasil analisis diperoleh total biaya produksi MDF per m adalah sebesar Rp. 479.400,-. Rugi laba perusahaan diperoleh dengan menghitung besarnya nilai penjualan produk MDF pada tingkat harga yang berlaku. Hasil penjualan yang diperoleh pada tahun 1996 adalah sebesar Rp. 23.936,4 milyar dengan tingkat harga rata-rata US $ 250 per m (nilai tukar 1 US $ = Rp. 2.400,-).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Harga bahan baku kayu untuk memproduksi MDF adalah sebesar Rp. 60.000,per m bagi setiap jenis kayu dengan diameter berkisar 7 cm sampai dengan 25 cm, dimana setiap m MDF diperlukan 2,5 m kayu dan jarak bahan baku ke industri dapat mencapai 250 km dengan angkutan sungai. 2. Komponen biaya produksi MDF sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya investasi, biaya produksi langsung dan biaya produksi tak langsung, dimana besarnya biaya investasi untuk membangun industri MDF dengan kapasitas 100.000 m pertahun adalah sebesar Rp. 351 milyar ( US $ 150 juta). 3. Biaya rata-rata per m MDF adalah sebesar Rp. 479.450,- yang terdiri dari biaya produksi langsung sebesar Rp. 315.650,- dan biaya produksi tak langsung sebesar Rp. 163.750,- pada tingkat produksi MDF sebesar 70.000 m per tahun. 4. Sifat mekanik panel yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kerapatan dan jenis perekat yang digunakan, dimana sifat mekanik panel meningkat sesuai dengan peningkatan kerapatan panel. 5. Sifat fisik lainnya meliputi kerapatan, toleransi ketebalan (thickness tolerance), MOR, MOE, daya kerekatan (internal bond), daya penyerapan air (water absorption), gelombang ketebalan (thickness swelling) dan kadar air pada produk MDF yang dihasilkan secara umum dapat memenuhi standar yang diacu

111

I N F O

volume 2 no. 2 (2001)

yaitu Euro MDF Board (EMB), kecuali pada sifat daya penyerapan air yang masih sering cukup tinggi. 6. Ketiga jenis kayu hasil penjarangan HTI yaitu jenis Acacia mangium, Gmelina arborea dan Eucalyptus urophylla cukup baik digunakan sebagai bahan baku industri MDF dengan hasil menunjukkan keragaan (performance) yang baik, warna cerah dan permukaan yang halus. 7. Industri MDF di Indonesia mempunyai prospek pemasaran yang cerah baik dalam negeri maupun ekspor, dimana saat ini produksi MDF dunia didominasi oleh negara-negara Eropa seperti : Italia, Jerman, Spanyol dan Perancis. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang analisis ekonomi industri MDF yang meliputi analisis finansial, analisis rugi laba, titik inpas (BEP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR) dan penyerapan tenaga kerja. 2. Perlu adanya pengujian sifat fisik, mekanik dan stabilitas dimensi yang diambil secara acak di industri MDF untuk setiap jenis ketebalan oleh Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan.

DAFTAR PUSTAKA Asian Timber. 1996. PT. Sumalindo, First in Indonesia to Produce MDF Using Plantation Timber. Asian Timber, Vol. 15 No. 12 : 26-28. Badan Litbang Kehutanan, 1990. Proceeding Diskusi Industri Perkayuan. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta. Effendi, R, et.al. 1997. Kajian Ekonomi Industri Papan Serat Berkerapatan Sedang (MDF) Dipterokarpa Vol 1. No.1 BPK Samarinda, Kalimantan Timur. Fakultas Perhutanan UPM, 1989. Catatan kuliah S2 Fakultas Perhutanan UPM, Malaysia. Fund Defribrator, 1989. Leflet MDF. Fund Defribrator, Singapura. ISA, 1988. Industri Penggergajian Kayu Terpadu di Indonesia Perhimpunan Pengusaha Kilang Kayu Terpadu (ISA), Jakarta. Nelson, N.D. 1973. Effects of wood and pulp properties on medium density, dry formed hardboard. Forest Product Journal 23 (9) : 72-80. Suchsland, O. and Woodson, G.E. 1986. Fiberboard manufacturing practices in the United States, USDA Agric. Handbook No. 640. Washington DC. Toha, Moch, M.M. 1994. Catatan Perjalanan, Menyimak Peluang Pasar Papan Serat Kayu (MDF). Duta Rimba No. 167/168/XIX/ Mei-Juni 1994. Perum Perhutani, Jakarta. Wahyuni, T. 1995. Lingkaran Informasi No. 028, Mei 1995. Balai Penelitian Kehutanan Samarinda, Samarinda.

112

Anda mungkin juga menyukai