Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan refrat Sasana yang berjudul Werdha Acute Confusional Karya State ini. Refrat ini merupakan tugas yang diberikan oleh bagian Gerontologi Medik di Tresna Yayasan Bakti Ria Pembangunan Cibubur sebagai persyaratan mengikuti kepaniteraan. Materi-materi yang dibahas dalam refrat ini diambil dari berbagai sumber agar dapat menambah pembendaharaan pengetahuan kita tentang materi yang dibahas. Penulis menyadari bahwa refrat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran maupun kritikan sehingga bisa memperluas wawasan pengetahuan penulis khususnya dan juga pembaca. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen pembimbing Bagian Gerontologi Medik di STW YKBRP atas segala bimbingannya selama penulis menjalani kepaniteraan di STW Cibubur, yaitu : dr. Noer Saelan T, Sp. KJ Ibu Tjandra Kamandari selaku Kepala STW Cibubur Bapak Ibnu Abas, S. Kep Para staf di STW Pimpinan beserta staf Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rekan- rekan Co ass Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak hingga selesainya penulisan laporan ini Mudah-mudahan refrat ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Akhir kata refrat kepada ini semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulis mengucapkan banyak
terima kasih.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Bab I Pendahuluan Bab II Tinjauan Pustaka Definisi Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
Sindrom delirium adalah kondisi yang sering dijumpai pada pasien geriatric di rumah sakit. Sindrom ini sering tidak terdiagnosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat kurangnya kewaspadaan keluarga) maupun saat pasien sudah berada di unit gawat darurat atau unit rawat jalan. Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya. Setidaknya 32% - 67% dari sindrom ini tidak dapat terdiagnosa oleh dokter, padahal kondisi ini dapat dicegah. Literatur lain menyebutkan bahwa 70% dari kasus delirium tidak terdiagnosis atau salah terapi oleh dokter. Sindrom delirium sering muncul sebagai keluhan utama atau tak jarang justru terjadi pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang berfluktuasi. Keadaan yang terakhir ini tentujika tidak ada
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 2
berbahasa)
gangguaan
pada
manusia. Delirium bukanlah suatu penyakit melainkan suatu sindrom dengan penyebab multipel yang terdiri atas berbagai macam gejala akibat dari suatu penyakit dasar. Delirium reversible, neuropsikiatri. didefinisikan dan Delirium sebagai salah disfungsi klinis cerebral yang dengan akut bermanifestasi sering pada abnormalitas
diintrepretasikan
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 3
PATOFISIOLOGI
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan struktural dan fisiologik. a. Asetilkolin Defisiensi dengan sindrom neurotransmitter delirium. asetilkolin sering dihubungkan gangguan Penyebabnya antara lain
metabolisme oksidatif di otak yang dikaitkan dengan hipoksia dan hipoglikemi. Faktor lain yang berperan antara lain meningkatnya sitokin otak pada penyakit akut. Gangguan atau defisiensi asetilkolin atau neurotransmiter lain maupun peningkatan sitokin serta akan second mengganggu transduksi sinyal neurotransmitter
messenger system. Pada gilirannya, kondisi tadi akan memunculkan gejala-gejala serebral dan aktivitas psikomotor yang terdapat pada sindrom delirium. Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung, pada pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien post- operatif delirium serum antikolinergik juga meningkat. b. Dopamine Pada otak, hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 4
Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan paparan toksik, bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma delirium, kepala dan iskemia, yang respon sering otak dihubungkan yang dengan oleh terdapat hubungan dimediasi
interleukin-1 dan interleukin 6. e. Mekanisme reaksi stress Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium. f. Mekanisme struktural Pada mendukung pembelajaran hipotesis terhadap jalur MRI anatomi terdapat tertentu data yang bahwa memainkan
peranan yang lebih penting daripada anatomi yang lainnya. Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formatio retikularis mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 5
KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria diagnostik delirium (APA, 1999) : 1. Gangguan kesadaran (yaitu penurunan kejelasan dengan penurunan kemampuan untuk / clarity atas kewaspadaan terhadap lingkungan) dalam hubungannya memfokuskan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian 2. Perubahan dari kognisi (misalnya suatu defisit memori , disorientasi atau gangguan bahasa) atau timbulnya suatu gangguan perceptual yang tidak bisa dijelaskan demensia yang mendasari atau yang sedang perkembangan 3. Timbulnya suatu gangguan selama periode pendek (dalam hitungan jam atau hari) dengan kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari 4. Bukti anamnesis , pemeriksaaan fisik atau pemeriksaan laboratorium yang menunjukan bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh : a. Kondisi medis umum b. Intoksikasi suatu subtansi, efek samping atau penghentian substansi tersebut Delirium ditandai dari organisasi. a. Gangguan atensi Pasien dengan delirium Mereka mengalami kesulitan instruksi untuk dan memperhatikan. mudah melupakan perubahan mental akut dari pasien, dengan dalam
mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyaan untuk diulang berkali-kali. Metode untuk mengidentifikasi gangguan
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 6
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 7
gelisah,
berteriak-teriak,
dengan tipe lain, pasien yang hiperaktif mempunyai prognosis yang lebih baik. Hal yang perlu diperhatikan pada pasien yang hiperaktif adalah hati-hati jangan sampai disalahartikan oleh tenaga kesehatan sebagai pasien sedang bad mood/ jika ditenangkan b. Hipoaktif dengan memberi obat sedatif sering justru
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 8
ETIOLOGI
Hampir semua penyakit medis, intoksikasi atau medikasi dapat menyebabkan delirium. Seringkali delirium merupakan multifaktorial dalam etiologinya. Tiga kelompok penyebab bisa dikatakan sebagai penyebab utama delirium, adalah keadaan patologik intraserebral, keadaan Gangguan patologik sensorik ekstraserebral, dan depresi dan penyebab memicu iatrogenik. terjadinya juga dapat
konfusio akut. 1. Dari penyebab serebral, diantaranya adalah : a. Penyebab intraserebral, terdiri atas : Ensefalopati hipertensi Oedema serebral Serangan otak sepintas Lesi (SOL) desak yang ruang cepat iskemik Defisiensi B12 Ensefalopati Wernicke Psikosis Korsakoff Meningitis/ensefaliti s Penggunaan sedatif/transquilizer/ hipnotik berlebihan b. Akibat penurunan pasokan nutrisi serebral : Penyebab Kardiovaskular Infark miokard Iskemik koroner akut Penyebab Respiratorik eksi paru mboli Paru Iatrogenik dan sebab lain Inf Obat hipotensif poten E Perdarahan dan anemia Pe Hipoglikemi vitamin
membesar Hidrosefalus
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 9
2. Penyebab ekstra serebral, dapat dibagi menjadi : a. Penyebab toksik : Infeksi Septikemia dan toksemia Alkoholisme Diabetes (ketoasidosis dan elektrolit Hipotermia Dehidrasi Hipertiroidisme Pireksia
b. Kegagalan mekanisme homeostatik : melitus asidosis, laktat, hipoglikemi) Gagal hati Gangguan Retensi urin Nyeri hebat Hilang/ sensorik mendadak Ileus paralitik Depresi Karsinomatosis Impaksi fekal Insomnia Obat-obatan
, miksedema
c. Lain- lain :
gangguan kebutaan)
lingkungan 3. Penyebab Iatrogenik Tabel. Obat-obatan Obat-obatan yang dihubungkan dengan delirium Amantadin Anti hipertensif
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 10
Obat yang dihubungkan dengan gangguan memori Obat anti kolinergik Kortikosteroid Obat anti konvulsan Fenotiazin tertentu Anti hipertensi tertentu Obat psikotropik Benzodiazepin Sedatif Beberapa kondisi yang lazim mencetuskan kondisi delirium Iatrogenik Pembedahan, kateterisasi, urin, physical restraints Obat-obatan psikotropika Gangguan Insufisiensi ginjal, dehidrasi, hipoksia, metabolik/cairan azotemia Penyakit Demam, infeksi, stres, alkohol, putus obat fisik/psikiatrik (tidur), fraktur, malnutrisi, gangguan pola tidur Overstimulation Perawatan di ICU, atau perpindahan ruang rawat
DIAGNOSIS
Kondisi delirium pertama kali dilaporkan sekitar 2000 tahun yang lalu oleh Aurelius namun demikian pada tahun 1987 kriteria diagnosis sindrom delirium dapat disepakati oleh para ahli kriteria diagnosis ini dituangkan dalam diagnosis dan statistikal manual III (DSM-III) yang telah direvisi dalam DSM-IV lima tahun kemudian. Berdasark an DSM-IV tersebut, telah disusun algoritma (disebut Confusion Assessment Method = CAM) untuk menegakkan diagnosis sindrom delirium. Algoritma tersebut telah divalidasi oleh inouye et al pada tahun 1990 sehingga dapat digunakan untuk penegakan diagnosis. CAM ditambah uji mental status lain dapat dipakai sebagai baku emas diagnosis. Uji status mental lain yang sudah lazim dikenal antara lain Mini Mental State Examination (MMSE, fol stain), Delirium Rating Scale, Delirium Symptom Interview. Kombinasi pemeriksaan
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 11
3 4 kesalahan = gangguan intelek ringan 3. Apakah nama tempat ini? 5 7 kesalahan = gangguan intelek sedang 4. Berapa nomor telepon 8 10 kesalahan = gangguan Bapak/Ibu? (bila tidak ada intelek berat telepon, dijalan apakah rumah Bapak/Ibu?) 5. Berapa umur Bapak/Ibu? 6. Kapan Bapak/Ibu lahir? (tanggal, Bila penderita tak pernah bulan, tahun) sekolah, nilai kesalahan diperbolehkan +1 dari nilai di atas. 7. Siapakah nama gubernur kita? (walikota/lurah/camat) 8. Siapakah nama gubernur Bila penderita sekolah lebih sebelum ini? dari SMA, kesalahan yang (walikota/lurah/camat) diperbolehkan -1 dari atas. 9. Siapakah nama gadis Ibu anda? 10 Hitung mundur 33, mulai dari . 20! Dari : Folstein and Folstein, 1990
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 12
DIAGNOSIS BANDING
Banyak gejala yang menyerupai delirium, demensia dan depresi sering menunjukkan gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit atau kondisi tersebut terdapat bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut maka informasi dari keluarga dan pelaku rawat menjadi sangat berarti pada saat anamnesis. Demensia gangguan orientasi, faktor yang dan acap dan delirium kali juga sering tindih terdapat antara delirium sendiri bersamaan; gangguan merupakan jika tumpang lain
memori
komunikasi.
Demensia
resiko
untuk
terjadinya
sindrom
terutama
terdapat faktor pencetus penyakit akut. Beberapa jenis demensia seperti demensia Lewy Body dan demensia gangguan lobus frontalis yang menunjukkan sulit dibedakan perubahan dari perilaku dan kognitif sindrom delirium.
Sindrom delirium dengan gejala psikomotor yang hiperaktif sering keliru dianggap sebagai pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi. Keduanya dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 13
beberapa
Tingkat
kesadaran
pada
depresi
compos mentis, proses berpikirnya utuh. Pada depresi juga biasanya terdapat kehilangan minat, depressed mood serta faal sensorium yang normal. Berbagai gejala dan tanda pada sindrom delirium akan berfluktuasi dari waktu ke waktu, sementara pada depresi dan demesia lebih menetap. Pasien dengan sindrom delirium bisa muncul dengan gejala seperti psikosis yakni terdapat delusi, halusinasi serta pola pikir yang tidak terorganisasi. Pada kondisi seperti ini maka sebaiknya berkonsultasi dengan psikiater. Gangguan Kognitif Pasca-operasi (GKPO) GKPO (Post operative cognitive dysfunction = POCD) agak berbeda dari sindrom delirium namun mempunyai implikasi klinik yang mirip. Secara klinis GKPO jarang disertai penurunan tingkat kesadaran dan perjalanannya tidak berfluktuasi. Sampai dua minggu pasca- operasi keenam, jantung insidensnya turun sampai mencapai 10-40%. 30-70% Pada (Savageau, nondikutip oleh Rasmussen, 2003). Pada minggu ketiga hingga bulan insidensnya operasi jantung insidensnya lebih rendah yakni sekitar 0-25% segera setelah operasi dan menurun hingga 5-15% pada beberapa bulan pascaoperasi.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 14
hiperaktif, gaduh gelisah bisa menendang-nendang, sangat agitatif, agresif, bisa terjatuh dari tempat tidur atau bisa menciderai diri sendiri) maka sebaiknya pasien ditemani pendamping atau yang biasa mendampingi pasien. Mengikat pasien ke tepian tempat tidur bukanlah tanpa risiko, misalnya trauma atau trombosis. Data empiris manfaat obat untuk mengatasi gejala sindrom delirium masih terbatas. Beberapa obat antipsikotik mempunyai efek yang mampu menekan berbagai gejala hiperaktif dan hipoaktif dari sindrom delirium; menjadi obat pilihan utama pada fase akut (agitasi hebat, perilaku agresif, hostility, halusinasi atau gejala lain yang membahayakan dirinya). Untuk kondisi diatas, haloperidol masih merupakan tanggapan pilihan pasien. utama. Dosis juga dapat ditingkatkan obat lain sesuai seperti Dibandingkan dengan
chlorpromazin dan droperidol, haloperidol memiliki metabolit dan efek antikolinergik, sedasi serta efek hipotensi yang lebih kecil sehingga lebih aman. Dosis obat per oral pada umumnya dapat diterima dengan baik, namun jika pasien tak mampu menelan maka
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 15
antipsikotik harus dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan secara bertahap jika diperlukan. Walaupun risiko efek samping yang mungkin muncul rendah namun beberapa efek serius seperti perpanjangan QT dan torsades de pointes, gejala ekstrapiramidal dan diskinesia putus obat dapat terjadi. Oleh karena itu penggunaan antipsikotik harus dikonsultasikan ke psikiater geriatri. Medikasi yang dapat diberikan antara lain : 1. Neuroleptik (haloperidol, risperidone, olanzapine) a. Haloperidol (haldol) Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis efektif untuk delirium. DOSIS : Gejala ringan Gejala berat Geriatric ; 0,5-2 mg per oral ; 3-5 mg per oral
Anak : 3-12 tahun ; 0,05mg/KgBB/hari 6-12 tahun ; 0,15mg/KgBB/hari b. Risperidone (risperdal) Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih sedikit dibandingkan dengan haldol. Mengikat reseptor dopamineD2 dengan afinitas 20 kali lebih rendah daripada 5ht2-reseptor. DOSIS : Dewasa : 0,5-2 mg per oral Geriatric ; 0,5 mg per oral 2. Short acting sedative (lorazepam) Digunakan untuk delirium yang diakibatkan oleh gejala putus obat atau alkohol. Tidak digunakan benzodiazepine karena
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 16
3. Vitamin thiamine (thiamilate) dan cyanocobalamine (nascobal, cyomin, crystamine). Seperti telah diungkapkan diatas bahwa defisiensi vitamin B 6 dan vitamin B12 dapat menyebabkan delirium maka untuk mencegahnya maka diberikan preparat vitamin B per oral. DOSIS : Dewasa : 100 mg per iv (thiamilate) 100 crystamine) Anak : 50 mg per iv (thiamilate) 10-50 mcg per im/hari (nascobal, cyomin, crystamine) Secara umum penanganan yang bersifat suportif amat penting dalam pengelolaan maupun cairan pasien dan dengan sindrom delirium, baik untuk nutrisi, harus pengobatan dalam konteks pencegahan. elektrolit, kenyamanan Asupan pasien mcg per oral/hari (nascobal, cyomin,
keseimbangan
diupayakan seoptimal mungkin. Keberadaan anggota keluarga atau yang selama ini biasanya merawat akan sangat berperan dalam memulihkan orientasi. Sedapat mungkin ruangan pasien haruslah tenang dan cukup penerangan. Masih dalam konteks orientasi, dokter dan perawat harus mengetahui apakah sehari-hari pasien mengenakan kacamata untuk melihat atau alat bantu dengar untuk berkomunikasi dan mengusahakan agar pasien dapat mengenakan manakala diperlukan setiap saat. Hal umum lain yang perlu diperhatikan adalah perawat harus waspada bahwa pasien sangat mungkin tidak mampu menelan dengan baik sehingga asupan per oral tidak boleh diberikan selama belum terdapat kepastian mengenai kemampuan menelan. Dokter
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 17
pasien sadar. Setelah yakin bahwa kesadaran pasien compos mentis terdapat kelumpuhan menelan barulah perawat diizinkan memberikan asupan per oral. Selama perawatan, tanda vital harus lebih sering dievaluasi, setidaknya setiap empat jam, jika diperlukan dapat dinilai setiap dua atau bahkan setiap satu jam tergantung kondisi pasien. Penilaian yang lebih sering dengan kewaspadaan yang tinggi ini diperlukan karena gejala dan tanda klinik yang sangat berfluktuatif. Selain tanda vital, jumlah produksi urin dan cairan yang masuk harus diukur dengan cermat tiap empat jam dan dilaporkan kepada dokter yang merawat agar perubahan instruksi yang diperlukan dapat segera dilaksanakan tanpa menunggu laporan keesokan harinya (akan terlambat). Sehubungan dengan hal di atas, maka keluarga pasien atau pelaku rawat yang menunggu harus diberi informasi tentang bahaya aspirasi jika memberikan makanan atau minuman dalam keadaan kondisi yang tidak compos mentis atau terdapat kelumpuhan otot menelan. Diberitahukan pula perlunya kerja sama yang baik antara perawat dengan penunggu pasien terutama perihal pemantauan urin dan asupan cairan. Perlu dicatat bahwa pasien sindrom delirium sering merasa apa yang baru dialami saat delirium sebagai mimpi. Pada saat kondisi pasien membaik maka dokter atau perawat harus menjelaskan/mendidik pasien tentang keadaan yang baru dialaminya untuk mengantisipasi atau mencegah episoda cemas. Penatalaksanaan spesifik ditujukan untuk mengidentifikasi pencetus dan predisposisi. Segera setelah faktor pencetus diketahui maka dapat dilakukan tindakan yang lebih definitif sesuai faktor pencetusnya. Memperbaiki faktor predisposisi harus dikerjakan tanpa menunggu selesainya masalah terkait faktor pencetus.
PENCEGAHAN
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 18
ranitidin, tioridazin, digoksin, amiodaron, metildopa, procainamid, fenitoin, siprofloksasin. tindakan yang dapat dilakukan di rumah sakit (di ruang akut geriatri) terbukti cukup efektif mampu mencegah delirium seperti tertera pada tabel. Tabel. Pencegahan Delirium dan Keluarannya Panduan Intervensi Reorientasi Memulihkan siklus tidur Mobilisasi Tindakan Pasang jam dinding Kalender Minum susu hangat dan teh herbal Musik yang tenang Massage punggung Latihan lingkup gerak sendi Mobilisasi bertahap Batasi penggunaan restraint Kenakan kacamata Menyediakan bacaan dengan huruf berukuran Keluaran Memulihkan orientasi Tidur tanpa obat P 0,04 0,00 1 0,06
Pulihnya mobilitas
Penglihatan
0,27
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 19
PROGNOSIS
Walaupun gejala dan tanda sindrom delirium bersifat akut namun ternyata dilaporkan adanya beberapa kasus dengan gejala dan tanda yang menetap bahkan sampai bulan ke-12. Beberapa penelitian melaporkan hasil pengamatan tentang prognosis sindrom delirium yang berhubungan dengan mortilitas, gangguan kognnitif pasca- delirium, status fungsional serta gejala sisa yang ada. Prognosis Rockwood yang berhubungan pengamatan mortalitas selama dilaporkan tahun. oleh Pasien (1999) dalam tiga
dengan sindrom delirium mempunyai risiko 1,71 kali lebih tinggi untuk meninggal dalam tiga tahun kedepan dibandingkan mereka yang tidak (95% CI 1,02 ; 2,87). Sementara McCusker (2002) dan Kakuma (2003) masing-masing melaporkan peningkatan risiko tersebut sebesar 2,11 (1,18 ; 3,77) dan 7,24 (1,62 ; 32,35). Perlu disampaikan bahwa peningkatan risiko tersebut tetap ada walaupun sudah dilakukan pengendalian terhadap faktor- faktor lain yang turut berperan terhadap kematian seperti beratnya kondisi komorbid, demensia, gangguan status fungsional, domisili (tinggal di panti atau tidak) serta faktor perancu yang lain. Terhadap faal kognitif digunakan beberapa instrumen untuk membantu menetapkan diagnosis demensia pasca delirium seperti MMSE (mini mental state examination) dan IADL (instrumental activities of daily living), yang kedua lebih tepat untuk menentukan derajat demensia. Rockwood (1999) mendapatkan peningkatan risiko demensia sebesar 5,97 pada kelompok dengan sindrom delirium (95% CI 1,83 ; 19,54 [setelah mengontrol faktor jenis kelamin, usia dan komorbiditas]). Besarnya perbedaan derajat perubahan faal
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 20
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 21
pencetus merupakan mekanisme dasar yang harus selalu diingat. Pencetus tersering adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih. Gangguan kognitif global, perubahan aktivitas psikomotor, perubahan siklus tidur, serta perubahan kesadaran yang terjadi akut dan berfluktuatif merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Beberapa peneliti menggolongkan sindrom delirium ke dalam beberapa instrumen tipe. baku Kriteria yang diagnosis dipakai baku menggunakan membantu DSM-IV; untuk menegakkan
diagnosis adalah CAM (Confusion Assessment Method). Beberapa penyakit mempunyai gejala dan tanda mirip sehingga diperlukan kewaspadaan serta pemikiran kemungkinan diferensial diagnosis. Pada dengan delirium gangguan psikosis, fungsi kognitif harus karena dapat pada diidentifikasi dengan gangguan psikiatri yang lainnya, antara lain demensia, depresi dikarenakan delirium dan gangguan psikiatri lainnya terdapat gejala-gejala yang hampir mirip. Pengelolaan pasien terutama ditujukan untuk mengidentifikasi serta menatalaksana non Diperlukan faktor kerja predisposisi sama sama dengan dan pentingnya pencetus. dengan Penatalaksanaaan farmakologik. farmakologik
psikiater-geriatri
terutama dalam pengelolaan pasien yang gelisah/delirium. Sebagian pasien sebenarnya dipulangkan masih dalam keadaan belum sembuh total sebab sehingga itu, gejala sisa dan yang masih ada bahkan hingga 12 bulan. penting masalah Munculnya sindrom delirium berulang tidak jarang dilaporkan; oleh penapisan intervensi program dilakukan pencegahan untuk amat dilaksanakan. Dari mengatasi pasien, hal utama yang dilakukan adalah selalu menerapkan tehnik komunikasi terapeutik. Pendekatan secara individu dan kelompok, juga keterlibatan keluarga dalam melakukan perawatan sangat penting untuk mencapai kesembuhan pasien.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 22
intervensi yang diberikan tepat dan sesuai untuk mengatasi masalah pasien. Akhirnya pasien diharapkan dapat seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhannya dan terhindar dari kecelakaan diharapkan yang dapat membahayakan keselamatan pasien. Teknik-teknik penatalaksanaan juga membantu untuk mendiagnosis secara tepat dan akurat disamping itu penatalaksanaan yang baik dapat meliputi hasil antara lain, pasien dapat itu mencapai hidup, fungsi kognitif untuk yang optimal, menjaga keluarga keselamatan disamping pemenuhan juga kebutuhan bio-psiko-sosial
diperlukan
melibatkan
DAFTAR PUSTAKA
Soejono, czeresna. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi V. Jakarta : Interna publishing. 2009. 907 - 912
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 25 April 2011 28 Mei 2011 Page 23