Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Natur Indonesia 5(2): 101-106 (2003) ISSN 1410-9379

Isolasi dan karakterisasi kitinase Trichoderma viride TNJ63

101

Isolasi dan Karakterisasi sebagian Kitinase Trichoderma viride TNJ63


Titania Tjandrawati Nugroho1, Muhammad Ali2, Cipta Ginting3, Wahyuningsih4, Andi Dahliaty1, Silvera Devi1, Yessy Sukmarisa1
Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 2 Faperta, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 3 Fak Pertanian & Pusat Studi Pengembangan Wilayah Lahan Kering, Universitas Lampung, Bandar Lampung 35145 4 PT Perawang Perkasa Industri, Perawang
Diterima 15-02-2003 Disetujui 17-03-2003
1

ABSTRACT
Trichoderma viride TNJ63, a fungus isolated from citrus plantation soil in Riau, is able to produce chitinase activity in a significantly higher amount (p<0.05) than that produce by other strains of Trichoderma isolated from various citrus, cocoa and pepper plantations in Riau and Lampung. Using specific substrates, three types of chitinase activity was detected. An endochitinase produced by Trichoderma viride TNJ63 could be separated from N-acetyl--D-glucosaminidase and 1,4--chitobiosidase activities by dialysis of the crude filtrate, followed by gel filtration chromatography after concentration by polyethylene glycol 35.000. The endochitinase has an optimum pH of 5.5 and optimum temperature at room temperature (300C). Keywords: chitinase, endochitinase, Trichoderma, Trichoderma viride

PENDAHULUAN
Enzim kitinase berperanan penting dalam kontrol fungi patogen tanaman secara mikoparasitisme. Kemampuan beberapa spesies dari genus Trichoderma sebagai mikroba biokontrol yang sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan fungi patogen tanaman dikaitkan dengan kemampuannya menghasilkan enzim kitinase (Paulitz & Belanger 2001). Enzim kitinase produksi genus Trichoderma spp. lebih efektif dari enzim kitinase yang dihasilkan oleh organisme lain, untuk menghambat berbagai fungi patogen tanaman (Lorito et al, 1994; Zimand et al, 1996). Kemampuan Trichoderma spp. untuk memproduksi kitinase sangat bervariasi antar galur, yang mungkin disebabkan perbedaan kecil pada gen yang mengkodenya (Tronsmo & Harman 1993). Variasi ini tidak saja terlihat dari jumlah aktivitas kitinase total yang diproduksinya, tetapi juga pada jenis kitinase yang dihasilkan. Semua enzim yang dapat mendegradasi kitin, disebut kitinase total atau kitinase non-spesifik. Enzim yang mendegradasi kitin secara acak dari dalam disebut endokitinase. Eksokitinase yang membebaskan N-asetilglukosamina dari kitin disebut N-asetil--Dglukosaminidase (selanjutnya disingkat NAGase) dan yang membebaskan unit dimer dari -1,4-Nasetilglukosamina (kitobiosa) disebut 1,4--

kitobiosidase (selanjutnya disingkat kitobiosidase) (Tronsmo & Harman 1993). Isolasi enzim-enzim kitinase dan gen yang mengkodenya dari berbagai galur akan membantu mengelusidasi hubungan struktur dan fungsi dari berbagai jenis enzim kitinase dan regulasi gennya. Isolasi ini juga merupakan bagian dari usaha transformasi galur untuk menghasilkan galur Trichoderma yang memiliki keunggulan lebih sebagai organisme biokontrol, dan penciptaan tanaman transgenik yang tahan terhadap fungi patogen. Sebagai contoh adalah transformasi T. reesei dengan gen kitinase yang diekspresi secara konstitutif berhasil mentransformasi suatu galur yang semula tidak menghasilkan kitinase, menjadi penghasil kitinase yang dapat digunakan sebagai organisme biokontrol (Giczey et al, 1998, Deane et al, 1999). Contoh lainnya adalah penciptaan tanaman kentang dan tembakau transgenik yang resisten terhadap beberapa fungi patogen dengan gen endokitinase dari T. harzianum yang berasal dari daerah sub-tropis (Lorito et al, 1998). Diharapkan kitinase dari galur tropis akan lebih sesuai untuk perlindungan tanaman daerah tropis, dibanding kitinase dari galur sub-tropis. Trichoderma viride TNJ63 adalah salah satu galur Trichoderma yang diisolasi dari tanah perkebunan jeruk di Riau, yang penapisannya diarahkan khusus

102

Jurnal Natur Indonesia 5(2): 101-10 (2003)

Nugroho, et al. ber-BM 35.000 (Fluka Chemicka-Biochemika, Buchs, Switzerland), pada suhu kamar. Dialisat terkonsentrasi yang diperoleh selanjutnya difraksinasi menggunakan kolom 2,5 x 50 cm berisi Sephacryl S-100-HR (Pharmacia LKB Biotechnology, Uppsala, Swedia) yang sebelumnya telah disetimbangkan dengan bufer fosfat pH 6,7, yang mengandung juga 200 mM NaCl dan 0,02% NaN3. Elusi dilakukan menggunakan bufer yang sama, juga mengandung 200 mM NaCl dan 0,02% NaN3. Setiap 4 ml eluen dikumpulkan sebagai fraksi-fraksi terpisah, dan dianalisis aktivitas enzim kitinase spesifiknya (NAGase, kitobiosidase, atau endokitinase). Penentuan aktivitas kitinase total (kitinase nonspesifik) dilakukan dengan memonitor kecepatan pelepasan gula pereduksi dari suspensi kitin koloidal (1% b/v kitin murni dalam bufer fosfat 50mM, pH 6,7), jika pada 0,5 ml suspensi tersebut ditambahkan 0,5 ml filtrat enzim kasar, dan diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam dengan pengocokan. Setelah 24 jam inkubasi, aktivitas enzim dihentikan dengan pemanasan dalam air mendidih selama 5 menit. Pengukuran konsentrasi gula pereduksi yang dilepaskan dari kitin koloidal oleh aksi enzim dimonitor menggunakan metode Nelson-Somogyi (Somogyi 1945; Somogyi 1952). Sebagai kontrol, substrat diinkubasi tanpa filtrat enzim, dengan pengocokan pada suhu kamar selama 24 jam, dan sebelum pendidihan dalam air mendidih 5 menit setelah masa inkubasi, ditambahkan filtrat enzim kasar dengan jumlah (perbandingan) yang sama seperti tabung sampel. Untuk membandingkan rata-rata produksi aktivitas kitinase total antar galur, maka produksi kitinase diulang tiga kali untuk masing-masing galur. Nilai rata-rata aktivitas enzim kitinase total antar galur dibandingkan dengan metode Uji Duncan Jarak Berganda (Bender et al, 1982). Penentuan aktivitas NAGase, kitobiosidase dan endokitinase menggunakan metode yang telah dikembangkan oleh Tronsmo dan Harman (1993). Satu unit aktivitas enzim NAGase dan kitobiosidase dinyatakan sebagai jumlah enzim yang melepaskan 1 mol p-nitrofenol per ml enzim per menit pada suhu 500C dan pH 6,7. Aktivitas endokitinase didifinisikan sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan untuk mengurangi turbiditas suspensi kitin sebesar 5%, pada pH dan suhu yang dinyatakan. Untuk penentuan aktivitas spesifik, konsentrasi protein pada masing-

untuk isolasi penghasil kitinase (Nugroho et al, 2000; Nugroho 2000). Dalam makalah ini dilaporkan telaah aktivitas kitinase yang diproduksi Trichoderma viride TNJ63. Telaah ini menyangkut jumlah aktivitas kitinase Trichoderma viride TNJ63 dibandingkan beberapa galur lain yang diisolasi di Riau dan Lampung, jenis aktivitas kitinase yang dihasilkan, isolasi parsial dan profil karakterisasi pH dan temperatur aktivitas endokitinase Trichoderma viride TNJ63.

BAHAN DAN METODE


Kultur Trichoderma viride TNJ63 dan Trichoderma harzianum TNC52 merupakan koleksi dan hasil isolasi Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Riau dari tanah perkebunan jeruk dan coklat di Riau (Nugroho et al, 1999). Kultur Trichoderma spp. LUPH, TD12, UA5, dan UC4 diperoleh dari Fakultas Pertanian-Universitas Lampung dan merupakan isolat dari tanah perkebunan lada. Kultur-kultur jamur non-patogen tersebut dipelihara pada media agar miring Potato Dextrose Agar (PDA) dengan tambahan asam sitrat 0,05 gr dan klortetrasiklin 0,025 gr per liter media. Standar murni untuk penentuan aktivitas enzim adalah kitin murni untuk penentuan aktivitas kitinase total dan endokitinase, p-nitrofenil-N-asetil- -D-glukosaminida untuk penentuan aktivitas NAGase, dan pnitrofenil--D-N,N-diasetilkitobiosa untuk penentuan aktivitas kitobiosidase berasal dari Sigma Chemical Co St. Louis, MO, masing-masing dengan nomor katalog C-9752, N-9376 dan N-6133. Produksi enzim dilakukan menggunakan media cair formula Tronsmo dan Harman (1993) khusus untuk produksi kitinase dari jamur non-patogen Trichoderma spp. Ekstrak kasar enzim diperoleh setelah inkubasi jamur selama 5 hari pada suhu kamar dalam media cair produksi enzim tersebut, dengan memisahkan biomasa menggunakan alat sentrifugasi berkekuatan 8.000 g selama 10 menit pada suhu 50C, dilanjutkan filtrasi menggunakan filter glass fiber Whatman GF/C, dan sterilisasi secara filtrasi menggunakan filter 0,45 m. Ekstrak kasar fitrat kultur didialisis semalam pada 40C terhadap bufer fosfat 50 mM, pH 6,7 (6 liter bufer per liter filtrat kultur) menggunakan tabung dialisis Spectra Por1 dengan MWCO 6000 hingga 8000 Dalton. Dialisat dipekatkan hingga 26-30 kali dengan meletakkan tabung dialisis berisi dialisat tersebut pada polyethylen glycol padat

Isolasi dan karakterisasi kitinase Trichoderma viride TNJ63 masing fraksi ditentukan dengan Micro-Lowry assay (Lowry et al, 1951). Fraksi-fraksi puncak untuk NAGase dan kitobiosidase dikumpulkan menjadi satu (kelompok fraksi I, disingkat KF-I) dan diukur lagi aktivitas kitinase spesifiknya sebagai hasil pemurnian akhir. Fraksi-fraksi puncak untuk endokitinase juga disatukan (kelompok fraksi II, disingkat KF-II), dan diukur lagi aktivitas endokitinasenya sebagai hasil pemurnian akhir. Kemurnian KF-I dan KF-II ditest secara elektroforesis SDS-PAGE, menggunakan gel 12,5% dan pewarnaan Coomassie biru. Kemurnian ini juga ditest menggunakan metode elektroforesis gel native (alamiah), dan deteksi keaktivan enzim menggunakan overlay (pelapisan) 1% agarosa bersuhu leleh rendah yang mengandung substrat spesifik dari masing-masing enzim sesuai metode yang dianjurkan oleh Tronsmo dan Harman (1993). Karakterisasi endokitinase (KF-II) dilakukan untuk menentukan pH dan temperatur optimum endokitinase secara setengah faktorial. Penentuan pH optimum dilakukan dengan memvariasikan pH pada suhu tetap, yaitu suhu kamar (300C). Penentuan suhu optimum dilakukan dengan memvariasikan
Tabel 1. Aktivitas kitinase total dalam filtrat media cair **).
Aktivitas enzim kitinase total (nmol gula pereduksi yang dibebaskan per ml filtrat media *) cair per menit) 3,97
a b

103

temperatur pada pH tetap, yaitu pH optimum yang telah ditentukan sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Semua galur Trichoderma spp. isolat tanah perkebunan Riau dan Lampung yang ditelaah ternyata menghasilkan kitinase, meskipun dengan kadar produksi kitinase non-spesifik yang sangat beragam. Ternyata Trichoderma viride TNJ63 menghasilkan kitinase total dengan aktivitas tertinggi dan berbeda nyata (p<0,05) dengan enzim dari galur lainnya (Tabel 1). Bahwa kedua galur Trichoderma isolat Riau menghasilkan kitinase total yang secara signifikan (p<0,05) lebih tinggi dari semua galur isolat Lampung tidaklah mengherankan, karena isolasi galur Riau memang diarahkan untuk penghasil kitinase. Berbeda dengan isolasi galur Riau, galur Lampung tidak diisolasi dengan media khusus untuk penapis produsen kitinase. Hasil fraksinasi enzim kitinase dengan Sephacryl S-100-HR, yang diikuti dengan penentuan aktivitas secara spesifik dari setiap fraksinya menunjukkan bahwa T. viride TNJ63 menghasilkan tiga jenis kitinase, yaitu NAGase, kitobiosidase dan endokitinase (lihat Gambar 1 dan Tabel 2). Aktivitas NAGase dan kitobiosidase tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, dan terdapat antara fraksi 23 hingga fraksi 35. Sedangkan aktivitas endokitinase terdistribusi secara melebar dan tak merata mulai fraksi 38 hingga 153 (Gambar 1). Untuk analisis lebih lanjut, fraksi 24 hingga 29 yang mengandung aktivitas puncak NAGase dan kitobiosidase, tetapi tidak mengandung aktivitas endokitinase disatukan sebagai kelompok fraksi I, yang selanjutnya disingkat sebagai KF-I. Fraksi-fraksi yang mengandung aktivitas endokitinase sama atau lebih dari 3,8 unit, tetapi tidak memiliki aktivitas NAGase dan kitobiosidase mulai dari fraksi 42 hingga 153 disatukan sebagai kelompok fraksi II, yang selanjutnya disingkat sebagai KF-II. Pada kedua kelompok fraksi tersebut dilakukan analisis aktivitas
Kitobiosidase Endokitinase Rendemen(%) 100 23 9 0 Aktivitas spesifik (unit/mg) 11,59 7,70 0 69,92 Tingkat pemurnian (x) 1,0 0,7 0 6,0 Rendemen (%) 100 13 0 95 Tingkat pemurnian (x) 1,0 1,2 2,5 0

Nama dan Galur Jamur

Asal Galur

Trichoderma viride TNJ63 Trichoderma harzianum TNC52 Trichoderma sp. LUPH Trichoderma sp. TD12 Trichoderma sp. UA5 Trichoderma sp. UC4

Riau Riau Lampung Lampung Lampung Lampung

1,75 0,33 0,29

c c d e

0,26 0,04

*): Rata-rata aktivitas enzim yang dihasilkan pada percobaan dengan pengulangan produksi 3x untuk masing-masing jamur. Nilai yang diikuti pangkat huruf berbeda, berbeda secara signifikan pada tingkat keterpercayaan (confidence limit) 5%; sedangkan pangkat huruf yang sama menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat keterpercayaan 5% berdasar kan Uji Duncan Jarak Berganda. **): Diolah kembali dari sumber: Nugroho et al, (1998), Wahyuningsih (1998), Eka (1998), Supiandi (1999).

Tabel 2. Hasil pemurnian kitinase T. viride TNJ63.


NAGse Proses: Aktivitas spesifik (unit/mg) 0,142 0,406 1,596 0 Tingkat pemurnian (x) 1,0 2,9 11,2 0 Rendemen (%) 100 55 39 0 Aktivitas spesifik (unit/mg) 0,095 0,111 0,24 0

Ekstrak kasar Dialisis & PEG KF-I* KF-II**

*: KF-I adalah kumpulan fraksi I, yaitu fraksi 24-29 hasil elusi kolom Sephacryl S-100-HR. vitas endokitinase 3,8 unit.

*:KF-II adalah kumpulan fraksi II, yaitu fraksi 42-153 dengan akti-

104

Jurnal Natur Indonesia 5(2): 101-10 (2003)

Nugroho, et al.

0.15

20

Aktivitas enzim (m ikrom l/menit) ol/m

10

0.05

0.00

20

40

60

80

100 120 140 160 180 200

Nomor fraksi
Gambar 1. Hasil fraksinasi kromatografi kolom Sephacryl S-100-HR kitinase T. viride TNJ63. ! (elips terbuka) dan garis putus-putus: aktivitas endokitinase. Satu unit aktivitas endokitinase sebanding dengan jumlah enzim yang dibutuhkan untuk mengurangi turbiditas O suspensi kitin sebesar 5%, pada suhu kamar (30 C) dan pH 6,7. " dan garis tebal: aktivitas NAGase. dan garis sedang: aktivitas kitobiosidase. Sumbu Y kiri memberikan nilai aktivitas enzim untuk NAGase dan kitobiosidase, dengan 1 unit aktivitas enzim adalah sama dengan 1 mol p-nitrofenol/ml/menit yang dibebaskan dari substrat pada pH 6,7 dan suhu 500C.

spesifik, tingkat kemurnian dibanding ekstrak kasar dan rendemen dari aktivitas NAGase, kitobiosidase dan endokitinase. Hasil analisis ini dirangkum di Tabel 2. Analisis aktivitas enzim kelompok fraksi pada Tabel 2 menunjukkan bahwa dalam KF-I enzim NAGase 11,2 x lebih murni dari ekstrak kasar, dengan rendemen 39%. KF-I juga masih mengandung aktivitas kitobiosidase yang 2,5 x lebih murni dari ekstrak kasar dan rendemen yang sangat rendah (9%). Tidak ada aktivitas endokitinase pada KF-I. Sebaliknya Tabel 2 menunjukkan bahwa aktivitas endokitinase pada KF-II dapat dipisahkan dari aktivitas NAGase dan kitobiosidase. Pada KF-II aktivitas kitobiosidase termurnikan 6 x, dengan rendemen 95% aktivitas yang ditemukan pada ekstrak kasar. Pada proses fraksinasi menggunakan Sephacryl S-100-HR, kemungkinan endokitinase tidak terpisah berdasarkan bobot molekul, tetapi sebagian teradsorpsi matriks gel, ditunjukkan oleh aktivitas

endokitinase yang terelusi pada atau lebih besar dari volume kolom total. Akibatnya terjadi distribusi melebar dari aktivitas endokitinase. Di samping itu, rendemen aktivitas endokitinase yang sangat tinggi (95%) pada KF-II menunjukkan bahwa kemungkinan dalam ekstrak kasar terdapat inhibitor endokitinase yang sangat efektif. Inhibitor ini kemungkinan tereliminasi dari KF-II, sehingga aktivitas endokitinase KF-II menjadi sangat tinggi jika dibandingkan aktivitas total semula dalam ekstrak kasar. Salah satu indikasi yang memperkuat dugaan ini adalah menurunnya aktivitas endokitinase dengan tajam setelah ekstrak kasar didialysis dan dipekatkan PEG. Setelah dialysis dan pemekatan PEG aktivitas endokitinase hanya 12,8% dari aktivitas total semula (Tabel 2). Elektroforesis SDS-PAGE dari KF-II tidak memberikan hasil konklusif tentang kemurnian endokitinase pada kumpulan fraksi ini, karena masih ditemukannya dua pita yang berdekatan. Pita-pita ini kurang nyata terdeteksi secara pewarnaan

Aktivitas endokitinase (unit)

0.10

Isolasi dan karakterisasi kitinase Trichoderma viride TNJ63


10

105

A ktivitas_(U nit)

-2 4 5 6 7 8

pH

Gambar 2. Profil pH endokitinase T. viride TNJ63.

10

-2 30 40 50 60 70

Temperatur (derajat Celcius)

Gambar 3. Profil temperatur endokitinase T. viride TNJ63 pada KF-II.

Coomassie biru karena kepekatan yang rendah, meskipun usaha untuk pemekatan telah dilakukan, sehingga tidak menghasilkan foto yang baik. Oleh karena itu masih terdapat kemungkinan adanya pengotor protein lain pada KF-II yang belum terdeteksi menggunakan pewarnaan Coomassie biru. Akan tetapi dengan menggunakan gel elektroforesis native (alamiah/tanpa SDS) dan pelapisan agarosa ber-substrat 4-metilumbelliferil-N-N-diasetilkitobiosida, dipastikan bahwa KF-II tidak lagi mengandung aktivitas kitobiosidase, yang ditunjukkan oleh reaksi negatif. Hal ini sesuai hasil penentuan aktivitas dalam larutan. KF-I memberikan reaksi positif terhadap tes aktivitas kitobiosidase menggunakan gel elektroforesis alamiah serupa (data elektroforesis berupa foto tak ditampilkan). Profil aktivitas endokitinase KF-II sebagai fungsi pH dan temperatur ditunjukkan oleh Gambar 2 dan 3. Dari profil tersebut terlihat bahwa pH optimum endokitinase T.viride TNJ63 adalah 5,5, dan suhu optimumnya adalah suhu kamar (300C). Akan tetapi

profil pH dan temperatur untuk endokitinase T. viride TNJ63 menampakkan pula puncak-puncak yang lebih rendah dari pH and suhu optimum tersebut, yakni pada pH 6,7 dan suhu 450C. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat dua bentuk endokitinase yang belum terpisahkan pada KF-II, atau satu endokitinase dengan dua bentuk aktif yang berbeda. Endokitinase T. harzianum P1 yang dilaporkan oleh Lorito et al, (1994) memiliki pH optimum 4,5 dan suhu optimum 500C, sedangkan endokitinase Gliocladium virens 41 yang juga dilaporkan Lorito et al, (1994) memiliki pH dan suhu optimum masing-masing 5 dan 35 0 C. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan karakter antar endokitinase yang diproduksi oleh spesies yang berlainan. Suhu optimum 300C dan pH optimum 5,5 yang ditemukan pada endokitinase T. viride TNJ63 lebih mendekati profil yang ditunjukkan oleh endokitinase G virens 41. Adanya dua puncak pH dan temperatur endokitinase pada KF-II untuk T. viride TNJ63 sebenarnya menguntungkan bagi penggunaan endokitinase tersebut di lapangan, untuk proses biokontrol tanaman pangan atau penyimpanan bijibijian, karena tak tertutup kemungkinan menggunakan endokitinase pada KF-II tersebut dengan efektivitas yang cukup memadai pada pH 6,7 (mendekati netral), dan suhu 300C, yaitu suhu rata-rata di perkebunan daerah tropis sekitar khatulistiwa. Masih perlu pembuktian lebih lanjut apakah endokitinase pada KFII terdapat sebagai dua enzim (isozim) atau satu enzim dengan dua bentuk aktif yang dapat saling berubah (interchangeable) pada rentang pH dan temperatur yang relatif lebar. Kitinase dengan puncak aktivitas pada rentang yang lebar bukan sesuatu yang baru, seperti yang pernah dilaporkan oleh Bokma (2001) untuk kitinase dari Hevea brasiliensis.

Aktivitas_(unit)

KESIMPULAN
1. T. viride TNJ63 menghasilkan tiga jenis kitinase, yaitu NAGse, kitobiosidase dan endokitinase. 2. Endokitinase T. viride TNJ63 memiliki temperatur optimum pada suhu kamar (300C), dan pH optimum 5,5.

UCAPAN TERIMA KASIH


Sebagian dari penelitian ini didanai oleh Program Doktor Baru, University Research for Graduate Education, kontrak no. 003/PDB-II/URGE/1997.

106

Jurnal Natur Indonesia 5(2): 101-10 (2003)

Nugroho, et al.
Lowry, O. H., Rosebrough, N. J., Farr, A. L. & Randall, R. J. 1951. Protein measurement with folin phenol reagent. J. Biol. Chem. 193: 265-275. Nugroho, T.T., Ginting, C. & Ali, M. 1998. Isolation of Chitinase Active Trichoderma spp. and Gliocladium spp. from Citrus and Cacao Orchard Soil in Riau, Sumatra. Research Report. Pekanbaru: University of Riau Research Institute.u. Nugroho, T.T., Ginting, C. & Ali, M. 1999. Production and Partial Purification of Chitinolytic Enzymes from Trichoderma spp. and Gliocladium spp. isolated from citrus and cacao orchard soil in Riau, Sumatra. Research Report. Pekanbaru: University of Riau Research Institute. Nugroho, T.T., Ginting, C., Ali, M., Dahliaty, A., Wahyuningsih & Eka, A.S. 2000. Di dalam: Linggawati, A., Muhdarina & Yuharmen (eds). Prosiding Semirata 2000 Bidang MIPA BKS PTN Wilayah Barat. Pekanbaru: Unri Press. Paulitz, T.C. & Belanger, R.R. 2001. Biological control in greenhouse systems. Annu. Rev. Phytopathol. 39: 103133. Somogyi, M. 1945. A new reagent for the determination of sugars. J. Biol. Chem. 160: 61-68. Somogyi, M. 1952. Notes on sugar determination. J. Biol. Chem. 195: 19-23. Supiandi, J. 1999. Produksi Enzim Kitinase dan Selulase Trichoderma sp. Isolat Perkebunan Lada di Lampung. Skripsi S1. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pekanbaru: Universitas Riau. Tronsmo, A. & Harman, G.E. 1993. Detection and quantification of N-acetyl-Beta-D-glucosaminidase, chitobiosidase, and endochitinase in solutions and on gels. Anal. Biochem. 208: 74-79. Wahyuningsih. 1998. Pencadaran Jamur Penghasil Enzim Kitinase pada Tanah Perkebunan Coklat (Theobroma Cacao) P.T. Mawarindo Jaya Sejati KM 13, Rumbai. Skripsi S1. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pekanbaru: Universitas Riau.

DAFTAR PUSTAKA
Bender, F.E., Douglass, L.W. & Kramer, A. 1982. Statistical methods for food and agriculture. Connecticut: Avi publishing Co., Inc. Bokma, E. 2001. Genetic, biochemical and structural characterization of hevamine, a chitinase from the rubber tree. Doctoral dissertation. Graduate School of Natural Sciences. Nederland: Rijksuniversiteit Groningen. Deane, E.E., Whipps, J.M., Lynch, J.M. & Peberdy, J.F. 1999. Transformation of Trichoderma reesei with a constitutively expressed heterologous fungal chitinase gene. Enzyme and Microbial Technology 24: 419-424. Eka, S.A. 1998. Pencadaran Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. penghasil Kitinase dari Tanah Perkebunan Jeruk Rakyat di Desa Tambang Km 30 Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Skripsi S1. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pekanbaru: Universitas Riau. Giczey, G., Kernyi, Z., Dallmann, G. & Hornok, L. 1998. Homologous transformation of Trichoderma hamatum with an endochitinase gene, resulting in increased levels of chitinase activity. FEMS Microbiology Letters 165: 247252. Lorito, M., Hayes, C.K., Zoina, A., Scala, F., Del Sorbo, G., Woo, S.L. & Harman, G.E. 1994. Potential of genes and gene products from Trichoderma sp. and Gliocladium sp. for the development of biological pesticides. Molecular Biotechnology 2: 209-217. Lorito, M., Woo, S.L., Fernandez, I.G., Colucci, G., Harman, G. E., Pintor-Toro, J.A., Filippone, E., Muccifor, S., Lawrence, C.B., Zoina, A., Tuzun, S. & Scala, F. 1998. Genes from mycoparasitic fungi as a source for improving plant resistance to fungal pathogens. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 95: 7860-7865.

Isolasi dan karakterisasi kitinase Trichoderma viride TNJ63

107

Anda mungkin juga menyukai