Anda di halaman 1dari 36

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Sang Penguasa Alam Semesta dan pemilik semua ilmu (Allah S.W.T.), atas limpahan rahmat serta nikmat berupa kesehatan jasmani dan akal yang telah diberikan pada kami untuk dapat membaca dan mengkaji sedikit dari tanda-tanda kekuasaannya, sehingga proposal penelitian ini mampu kami selesaikan. Meski demikian sebagai manusia biasa mungkin dalam penulisannya terdapat kekeliruan atau kesalahan, kami sangat mengharap masukan atau kritik dari pihak manapun untuk perbaikan agar tulisan kami ini dapat mendekati atau menjadi sempurna. Ucapan terimakasih yang tak terhingga kami haturkan kehadapan bapak dosen pembimbing utama dan pembimbing anggota dengan hormat bapak Prof. Daud K. Walanda, M.Sc., Ph.D. dan bapak Dr. Nurdin Rahman, M.Si. atas kesabaran dan keuletannya dalam membimbing dan mengarahkan kami sehingga proposal ini ada dihadapan pembaca. Terimakasih pula kami ucapkan pada bapak Agus Budiman Tjatjo Didi, rekanrekan mahasiswa pasca sarjana angkatan 2010, yang selalu memberi spirit dan motivasi bagi kami sehingga segala kendala dapat kami abaikan dan menjadi pemicu semangat kami untuk menyelesaikan proposal ini dan juga penelitian nanti. Palu, Desember 2011 Hormat kami Calon Peneliti

ii

DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR................................................................................................................ i DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii BAB I .................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian................................................................................................... 3 1.4.1 Sekolah ............................................................................................................... 3 1.4.2 Guru................................................................................................................... 4 1.4.3 Siswa................................................................................................................. 4 BAB II ................................................................................................................................... 6 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ................................................ 6 2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................................... 6 2.1.1 Sains Kimia ............................................................................................................. 6 Belajar dan Hasil Belajar ........................................................................................... 10 2.1.3 Motivasi belajar............................................................................................... 11 2.1.4 Pendekatan Eksperimen Starter/Starter Experiment Approach (SEA)............ 13 2.1.5 Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia. ....................................... 16 2.1.6 Keterkaitan antara pendekatan eksperimen starter, motivasi dan hasil........ 20 belajar siswa.............................................................................................................. 20 2.2 Kerangka Pemikiran ............................................................................................... 21 2.3 Hipotesis Tindakan ................................................................................................. 22 BAB III ................................................................................................................................ 26 METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 26 3.1 Desain Penelitian.................................................................................................... 26 3.2 Setting Penelitian ................................................................................................... 27 3.3 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 27 3.6 Tehnik Pengumpulan Data ..................................................................................... 31

iii

3.7 Tehnik Pengolahan Data ........................................................................................ 31 3.8 Indikator Keberhasilan ........................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 34 Hamid, R. dan Haetami A. 2007. Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA I SMAN 5 Kendari Melalui Model Pembelajaran Kuantum. .................. 34 Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. ....................................................................................................................... 35

iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan besar terhadap pendidik dalam perkembangan masa depan bangsa ini. Harus diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang selalu harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam arti modal material yang cukup besar, tetapi sampai saat ini Indonesia masih berkutat pada problematika (permasalahan) klasik yaitu kualitas pendidikan. Problematika ini setelah dicoba untuk dicari akar permasalahannya adalah bagaikan sebuah mata rantai yang melingkar dan tidak tahu darimana mesti harus diawali. Terkait dengan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran IPA pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA Negeri 2 Palu) dan lebih spesifik lagi nilai kimia, sampai saat ini masih jauh dari harapan. Terlihat pada nilai raport siswa yang masuk dikelas XI IPA tahun ajaran 2010/2011 rata-rata nilai kimia adalah 75 (standar). Pengalaman peneliti selama dua tahun terakhir mengajar kelas XI IPA menunjukkan bahwa materi asam-basa termasuk sulit untuk dipahami siswa terutama reaksi-reaksinya dan penentuan pH, ini merupakan

dampak dari kurangnya nilai kimia di kelas X seperti kurangnya pemahaman pada
1

topik tatanama senyawa, persamaan reaksi dan penyetaraannya, hukum-hukum dasar kimia, stoikhiometri, reaksi ionisasi, juga larutan. Setelah ditelusuri, antara lain penyebabnya adalah siswa tersebut jarang dibawa ke laboratorium untuk menemukan konsep lewat eksperimen. Melihat kondisi tersebut diatas, yakni rendahnya hasil belajar siswa ditambah motivasi belajar yang kurang saat duduk di kelas X dan XI sebagaimana dikemukakan diatas, maka beberapa upaya dilakukan oleh guru mata pelajaran kimia (juga peneliti sendiri) untuk menjadikan siswa berdaya saing dan dapat menerapkan ilmu kimia yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah memperbaiki dan mencari metode atau pendekatan yang digunakan sebagai upaya yang diharapkan berdampak pada hasil belajar. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) di SMAN 2 untuk mata pelajaran kimia adalah 75. Nilai (KKM) ini dari tahun ajaran 2008/2009 hingga saat

penelitian ini akan dilaksanakan belum mengalami perubahan. Penerapan pendekatan eksperimen starter yang dipakai dalam pembelajaran saat penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dan para siswa kemudian merasa beruntung mempelajari kimia yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, sebab dalam pendekatan ini siswa dituntut lebih banyak aktif mencoba (paling kurang diberikan peragaan), mencatat,

menyimpulkan dan diberikan umpan balik saat itu juga dalam bentuk diskusi aktif dalam kelompok maupun pleno di kelas. Pendekatan ini direncanakan akan dilaksanan pada pembelajaran kimia khusus pada topik larutan asam-basa.

Berdasarkan fakta dan pemikiran di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul: Implementasi Pendekatan Eksperimen Starter Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Tentang Kimia di Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2 Palu.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: bagaimana implementasi pendekatan eksperimen starter dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa tentang kimia (topik larutan asam-basa) di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2 Palu?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan

yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk

mendekripsikan implementasi pendekatan eksperimen starter tentang kimia dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2 Palu.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Sekolah Dengan hasil penelitian ini di harapkan sekolah dapat

mengimplementasikan pendekatan eksperimen starter dalam pembelajaran kimia atau pelajaran sains yang lain demi pengembangan kurikulum. Sekolah juga

akhirnya dapat merekomendasikan beberapa faktor pendukung dengan pendekatan ini kepada pihak penentu kebijakan yakni Kementerian Pendidikan Nasional. 1.4.2 Guru Sebagai pendekatan alternatif bagi guru dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa di kelasnya, terutama untuk topik larutan asam-basa (indikator asam-basa, reaksi asam basa, sifat asam basa dan perhitungan pH) dan materi lainnya bahkan untuk mata pelajaran sains selain kimia. 1.4.3 Siswa Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk memanfaatkan alat dan bahan yang tersedia di lingkungan sekitarnya untuk di selidiki di laboratorium dalam rangka memicu aktivitas dan kreatifitas dalam proses pembelajaran demi meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa (sains secara umum dan kimia khususnya).

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Sains Kimia Pembelajaran IPA yang bertolak dari konsep pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Model pemrosesan informasi bertitik tolak dari prinsipprinsip pengolahan informasi yang diterima individu. Model ini menjelaskan cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya, yakni dengan cara mengorganisasi data, memformulasi masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta menggunakan simbol-simbol verbal dan non-verbal (Joice and Weil, 1992). Sofyan (2007) menuliskan bahwa Paolo dan Martin mendefinisikan IPA atau sains untuk anak-anak terdiri dari kegiatan mengamati apa yang terjadi, mencoba memahami apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru

untuk meramalkan apa yang terjadi, dan menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi apakah ramalan itu benar. Dari defenisi diatas bahwa kimia merupakan bagian dari sains, menekankan pembelajaran yang memberikan pengalaman secara langsung. Artinya siswa ditekankan untuk aktif dalam mengikuti proses belajar

mengajar. Pada dasarnya pelajaran sains berupaya membekali siswa dengan

berbagai kemampuan tentang cara mengetahui dan cara mengerjakan untuk membantu siswa memahami alam sekitar. Atas dasar pemikiran tersebut maka pendekatan pembelajaran yang akan dikembangkan perlu penekanan pada kegiatan belajar siswa aktif, salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan eksperimen starter. Dalam naskah Standar Isi mata pelajaran kimia dinyatakan bahwa mata

pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1) Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. 2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain. 3) Menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. 4) Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat.

5) Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. 6) Menggunakan pengetahuan dasar kimia dalam kehidupan sehari-hari, dan memiliki kemampuan dasar kimia sebagai landasan dalam

mengembangkan kompetensi di masing-masing bidang keahlian.

Kimia

adalah

ilmu

yang

mencari

jawaban

atas

pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut dengan melibatkan keterampilan dan penalaran. Dahar (1998) mengemukakan bahwa pengetahuan kimia disusun oleh konsep-konsep dalam suatu jaringan proposisi, artinya pengetahuan kimia merupakan serangkaian konsep-konsep yang satu sama lain saling berhubungan sehingga melahirkan suatu pemahaman yang bermakna. Konsep-konsep kimia dapat dikelompokkan berdasarkan atribut-atribut konsep menjadi beberapa kelompok konsep, yaitu: 1) Konsep konkrit, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat, misalnya gelas kimia, tabung reaksi, dan spektrum. 2) Konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tidak dapat dilihat, misalnya atom, molekul, dan inti atom.

3) Konsep dengan atribut kritis yang abstrak tapi contohnya dapat dilihat, misalnya unsur, senyawa, dan lain-lain. 4) Konsep yang berdasarkan suatu prinsip, misalnya mol, campuran, dan larutan. 5) Konsep yang melibatkan penggambaran simbol, misalnya lambang unsur, rumus kimia, dan persamaan reaksi. 6) Konsep yang menyatakan suatu sifat, misalnya elektropositif, dan elektronegatif. 7) Konsep-konsep yang menunjukkan atribut ukuran meliputi ton, kg, g (ukuran massa), molar, molal, pH (ukuran konsentrasi).

Hiskia Ahmad (2011), mengemukakan bahwa sebagian besar konsep kimia bersifat abstrak dan berada dalam tiga dunia, yaitu dunia makroskopik (sifat benda yang besar dan dapat dilihat), dunia mikroskopik (perubahan tidak dapat dilihat secara langsung seperti penyusunan ulang atom-atom) dan dunia lambang (penyatuan antara makroskopik dan mikroskopik), sehingga memerlukan

keterampilan menghitung secara teliti mengenai proses perubahan yang terjadi dan memahami akibat langsung maupun tidak langsung setiap proses kimia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran kimia sebaiknya menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik konsep kimia. Pendekatan dan metode yang mungkin bisa digunakan dalam proses pembelajaran kimia diantaranya adalah metode yang menganut teori konstuktivisme.

10

Belajar dan Hasil Belajar 2.1.2.1 Belajar Menurut pandangan konstruktivisme belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. (Hamalik, 2001). Beberapa kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstuktivisme (Sutresna, 2007) antara lain adalah: 1) Diskusi yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya. 2) Pengujian dan penelitian sederhana. 3) Demonstrasi posedur ilmiah. 4) Kegiatan praktis lain yang memberi peluang pada siswa untuk bertanya dan mengembangkan gagasannya. Skinner berpandangan dalam (Slameto, 2010) bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar responnya menjadi menurun sedangkan menurut Gagne, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru. Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia (Poerwadarminto, 1999) belajar diartikan berusaha (berlatih dsb) supaya mendapat suatu kepandaian. Belajar dalam penelitian ini diartikan segala usaha yang diberikan oleh guru agar menarik minat dan motivasi siswa dan mampu menguasai apa yang telah

11

diterimanya selama pembelajaran dan menverbalkannya dalam bentuk hipotesis dan analisis berupa laporan hasil praktikum asam-basa pada pelajaran kimia.

2.1.2.2 Hasil Belajar Hasil belajar berasal dari kata hasil dan belajar. Antara hasil dan belajar memiliki arti yang berbeda. Hasil ialah wujud pencapaian dan suatu tujuan yang dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun kelompok. Hasil tak akan pernah didapat selama seseorang tidak melakukan suatu tindakan. Sedangkan pengertian belajar ialah suatu proses usaha yang di lakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dan lingkungannya (Slameto, 2010). Jadi hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Hasil belajar dalam penilitian yang dimaksudkan

adalah hasil yang diperoleh siswa pada mata pelajaran kimia dalam bentuk nilai (berupa angka) yang diberikan oleh guru dikelasnya setelah melalui serangkaian proses pembelajaran yang diberikan padanya. 2.1.3 Motivasi belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan untuk berhasil juga dorongan kebutuhan belajar serta harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ektrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yaang kondusif dan kegiatan belajar yang menarik. Tetapi harus diingat, kedua

12

faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat. Uzer (1996) menjelaskan Motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, atau paksaan orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar, misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh orang tua untuk mendapatkan peringkat pertama. Hamzah (2011) menuliskan bahwa hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam

keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik (Hamzah, 2011) Demikian halnya dengan guru meggunakan Pendekatan Eksperimen Starter sebagai implementasi konstruktivisme diharapkan dapat memicu motivasi dari diri siswa atau mengkondisikan siswa untuk belajar lebih giat. Sebagaimana

diketahui, pada cara pengajaran konstruktivisme, berlangsung pembelajaran yang senantiasa pikir jalan atau Minds on. Dengan pola demikian tentunya anak

13

dituntut untuk terus aktif berfikir selama proses pembelajaran dan akan meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran yang diajarkan (pelajaran kimia).

2.1.4 Pendekatan Eksperimen Starter/Starter Experiment Approach (SEA). Sejalan dengan pendapat diatas maka pada penelitian ini akan diterapkan Pendekatan Eksperimen Starter (PES) atau Starter Eksperiment Approach (SEA) sebagai implementasi teori konstruktivisme. SEA merupakan pendekatan komprehensif untuk pengajaran IPA (fisika, biologi dan kimia) yang biasanya mencakup berbagai strategi pembelajaran yang diterapkan secara terpisah dan sering tanpa rencana. Tanpa rencana maksudnya guru masih mencari

pengetahuan awal siswa yang dominan untuk dijadikan topik pembahasan dikelas. Pada pendekatan ini siswa diharapkan banyak melakukan pengamatan, kemudian seketika dibetulkan bila pengamatan menyimpang jauh dari sasaran. Setelah mengamati kemudian disusul dengan pembuktian juga melalui percobaan yang dirancangnya sendiri. kemudian menarik Dari hasil percobaan yang dirancangnya, siswa umum. Percobaan maupun

kesimpulan-kesimpulan

pengamatan dilakukan oleh siswa maksimum 5 orang.

Observasi langsung

dilakukan secara interaktif terhadap peragaan yang dilakukan oleh guru. Pendekatan ini meskipun hanya menggunakan peralatan sederhana, pemanfaatan bahan yang tersedia di laboratorium dan lingkungan sekitar, tatapi dapat menghasilkan uji hipotesis (Anonim, 2000). 1. Langkah-langkah dalam Pendekatan Esperimen Starter

14

Dimulai dengan pemilihan topik percobaan tertentu lalu dilakukan urutan pengerjaan sebagai berikut: 1) Siswa diminta mengamati dan mencatat pengamatan dari peragaan yang dilakukan oleh guru. Percobaan sedapat mungkin dipilihkan dengan alat dan bahan yang tersedia di sekitar siswa. 2) Hasil amatan dikumpulkan untuk evaluasi awal oleh guru. 3) Percobaan diulang untuk pengamatan lebih cermat dan lengkap. 4) Siswa menuliskan penjelasan bagi tiap amatan yang ditemuinya. 5) Percobaan pembuktian dilakukan dan diperagakan oleh siswa

untuk membenarkan penjelasan yang diajukannya. 6) Siswa melaporkan hasil percobaan pembuktiannya. 7) Kesimpulan dituliskan dengan kaitan antar konsep yang ada. 8) Buku catatan percobaan/laporan hasil percobaan (Lembar Kerja Siswa) dinilai oleh guru. 9) Dapat diberikan ulangan untuk menilai pendekatan eksperimen starter ini. hasil belajar dengan

2. Topik Spesifik yang dikembangkan. Meskipun pada dasarnya topik apapun dalam kimia dapat disususn secara Pendekatan Esperimen Starter, namun demikian mengingat keterbatasan waktu dan siklus dalam penelitian tindakan kelas (penjatahan yang disediakan adalah 10 kali pertemuan), maka pada penelitian ini akan

15

dilakukan metode pembelajaran pada topik larutan asam basa yang diajar pada semester 2 kelas XI IPA.

3. Deskripsi Larutan Asam Basa di kelas XI IPA SMA Sebagaimana tertera dalam silabus kimia SMA kurikulum KTSP terdapat beberapa konsep tentang larutan asam-basa yakni: Standar Kompetensi: 4. Memahami sifat-sifat larutan asam-basa, metode terapannya. Kompetensi Dasar: 4.1 Mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan dan menghitung pH larutan. Materi pokok meliputi: A. Teori Asam-Basa Arrhenius dan pH larutan B. Kekuatan Asam-Basa C. Perhitungan dan Pengukuran pH D. Reaksi Asam Basa dan Perhitungannya E. Penerapan Konsep pH dalam Analisis Pencemaran Air. F. Teori Asam-Basa Bronsted-Lowry G. Teori Asam-Basa Lewis pengukuran dan

16

2.1.5 Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia. Brooks, et all. (1999), antara lain menuliskan: teori pembelajaran yang telah dipengaruhi aliran konstruktivis menjelaskan bagaimana seseorang belajar. Belajar dalah kegiatan aktif siswa untuk membentuk pengetahuan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada, dunia lepas dari pengamat. Pengetahuan merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang, ciptaan seseorang yang dikonstruksikan dari pengalamannya dan di reorganisasi secara kontinu karena ada pemahaman baru. Pengalaman siswa dialami melalui berbagai inderanya, misalnya mengamati daun/bunga, kemudian merabanya, memperhatikan strukturnya/warnanya, lalu didiskusikan dengan temannya, dibandingkan dengan bacaan, direnungkan, dan seterusnya sehingga menjadi pengetahuan siswa itu sendiri. Jadi siswa mengalami berbagai

pengalaman baik fisik, kognitif, maupun mental, yang diwujudkan melalui interaksi dengan lingkungannya. Bila seorang guru ingin mentransfer suatu pemahaman kepada siswanya, maka siswa itu harus menginterpretasikan dan mengkonstruksikan sendiri, agar tidak salah paham dan salah konsep. Guru memainkan peranan yang penting dalam menciptakan kondisi belajar siswa, agar sesuai dengan bakat, minat, dan potensi yang akan dikembangkan dari siswa itu sendiri. Guru juga perlu

merencanakan rancangan pembelajaran yang sistematik dan teratur dalam berbagai pendekatan, strategi, metoda, dan teknik belajar siswa, sehingga segala potensi siswa baik dari segi spiritual, emosi, kognisi, maupun fisik dapat terkembangkan secara optimal. Terdapat berbagai jenis teori pembelajaran dalam

17

bidang pedagogi yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran, salah satunya yaitu teori pembelajaran konstruktivisme. Suparno (1997) menjelaskan bahwa sampai saat ini konstruktivisme sedang menjadi aliran yang cukup banyak dipelajari, diteliti, dan diperbincangkan. Para ahli pendidikan dan para praktisinya berusaha untuk mengerti konstruktivisme dalam seluruh bidang pendidikan, salah satunya dalam pendidikan sains. Revolusi kognitif ini penuh tantangan, namun memberi semangat dan antusias, sekaligus membingungkan karena kurang jelas dan digunakan dalam macammacam bentuk dan makna. Siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri, otak siswa sebagai mediator, yaitu memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif. Dalam faham konstruktivism bila seseorang tidak mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri secara aktif, dia (siswa) tidak akan berkembang pengetahuannya. Guru memegang peranan

penting dengan cara memberikan dukungan, tantangan berfikir, melayani sebagai pelatih atau model, namun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran (Suparno, 1997).

Guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa atau peserta didik anak tangga yang membawa siswa akan pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri harus memanjat anak tangga tersebut (Slavin, 1994).

18

Hasil dari proses pemahaman konsep ini, siswa dapat mengingat dengan ingatan jangka panjang, karena melalui penglibatan yang aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan asal untuk membentuk pengetahuan yang baru. Keyakinan pemahaman siswa dapat terus dipupuk, sehingga siswa lebih berani mengahadapi kehidupannya dan mampu

menyelesaikan masalah dalam situasi baru. Selain itu, karena terlibat dalam interaksi sosial dengan teman dan gurunya, siswa dapat meningkatkan keterampilan sosialnya, dapat bekerjasama dengan orang lain, lebih empati, dan lebih peduli lingkungan. Gagasan konstruktivisme dapat dirangkum sebagai berikut ( Suparno, 1997): 1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subyek. 2) Subjek membentuk skemata kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dan berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. Peran siswa dan peran guru dalam Peran siswa antara lain

pembelajaran konstruktivism dapat dijelaskan.

bertanggung jawab sehingga siswa mengalami pembelajaran yang mandiri, siswa mampu mmengorganisasi kerja sendiri, ciri/karakter yg diharapkan yaitu ingin tahu, inisiatif dan persistent. Sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator, pemikir yang terbuka, pembimbing, penyokong kognitif, dan pelayan individual,

19

sehingga perkembangan siswa lebih optimal baik dari segi spiritual, emosional, serta intelektual. Jika konstruktivism ini senantiasa diterapkan di sekolah, siswa akan terbiasa membina idea baru secara aktif, akan meningkatkan kepahamannya, akan terbiasa bersosial, akan lebih menyenangkan, dan terdorong untuk terus belajar sepanjang hayat. Untuk mencapai tujuan yang sesuai, beberapa pendekatan pengajaran secara konstruktivisme yaitu mewujudkan aktivitas sebab-akibat (reasoning), melibatkan pemikiran yang kritikal, dan aktivitas penyelesaian masalah termasuk Pendekatan Eksperimen Starter. Para siswa juga perlu berusaha memahami dan menerapkan konsep/prinsip dalam kehidupannya. Salah satu implikasi utama pendekatan konstruktivisme, yaitu pembelajaran berpusat pada siswa. Pengetahuan yang dibentuk siswa adalah hasil dari

aktivititas yang dilakukan oleh siswa tersebut, bukan yang diterima secara pasif. Siswa sendiri yang bertindak dan berpikir, bukan guru. Disini guru sebagai

fasilitator, siswa diberi peluang untuk memilih tujuan, strategi dan penilaian pelajarannya. Dalam penerapan teori konstruktivisme, bentuk pembelajarannya kontekstual, yang berkaitan dengan dunia kehidupan para siswa, pengetahuan bawaan siswa, dan kompetensi yang akan dikembangkan, serta materi bahan ajarnya. Dengan pembelajaran yang menggunakan Pendekatan Eksperimen

Starter dengan baik paling tidak akan mampu mengkondisikan dalam bentuk motivasi ekstrinsik bagi siswa itu sendiri.

20

2.1.6 Keterkaitan antara pendekatan eksperimen starter, motivasi dan hasil belajar siswa Dari penjelasan diatas dapat diuraikan tentang bagaimana pentingnya pendekatan eksperimen starter dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal yang cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut (Anonim, 2000): 1) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Motivasi intrinsik adalah semangat juang untuk belajar yang tumbuh dalam diri siswa itu sendiri, siswa tidak akan mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan siswa akan berjuang lebih keras lagi utuk memperbaikinya, sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang telah dicapainya. 2) Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Artinya siswa tahu kemampuan dirinya dan percaya siapapun punya potensi yang tak kalah dari orang lain apabila siswa berusaha sebagaimana harusnya. Siswa juga yakin tidak ada sesuatu yang tidak dapat dicapai bila siswa berusaha sesuai dengan kesanggupannya. 3) Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi diri siswa, seperti membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri serta dapat mengembangkan kreativitas.

21

4) Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif atau sikap yang apresiasif, serta ranah psikomotorik, ketrampilan atau perilaku. Ranah kognitif dan psikomotorik terutama adalah hasil yang diperolehnya sedangkan ranah afektif diperolehnya sebagai efek samping yang tidak dilaksanakan dalam pembelajaran. 5) Keterampilan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menerima hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dari usaha belajarnya. Siswa tahu dan sadar bahwa tinggi rendahnya hasil belajar yang dicapainya tergantung pada usaha dan motivasi belajar dirinya sendiri.

2.2 Kerangka Pemikiran Dengan pendekatan eksperimen starter siswa dituntut untuk melakukan penyelesaian persoalan secara nyata dan terus tertantang untuk berpikir kreatif. Tentu saja siswa yang tertantang ini merupakan siswa yang mempunyai motivasi tinggi untuk belajar dengan proses utak-atik struktur kognitifnya. Seiring dengan proses utak-atik ini tanpa disadari proses saintifik telah terjadi. Dalam proses saintifik terdapat keluaran yaitu keterampilan saintifik yang meliputi: observasi, interpretasi, prediksi atau hipotesis, manipulasi, aplikasi, perencanaan penelitian, pengajuan pertanyaan dan komunikasi ilmiah. Dari observasi langsung di kelas pada saat diterapkannya pendekatan eksperimen starter ini, nampak terlihat tindak penanganan yang perlu dilakukan

22

oleh guru untuk membetulkan proses-proses yang menyimpang. Tambahan pula dari hasil tes dan ulangan dapat merupakan petunjuk keberhasilan belajar siswa, dalam hal ini harus ditekankan pada siswa bahwa guru menghindari standar hasil belajar yang tinggi, sehingga dari awal kegiatan siswa telah termotivasi untuk giat belajar dengan daya juang yang maksimal. Sebagai pegangan dapat digunakan kriteria ketuntasan belajar. Secara singkat kerangka pemikiran dengan pendekatan eksperimen starter dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut:

Kegiatan awal/observasi

Motivasi

Implementasi SEA secara optimal dalam KBM dengan desain PTK

Hasil belajar siswa

2.3 Hipotesis Tindakan Hipotesis yang diajukan dalam proposal penelitian ini adalah: Melalui implementasi pendekatan eksperimen starter dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa tentang kimia di kelas XI IPA1 SMA Negeri 2 Palu.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas, yang difokuskan pada pembelajaran kimia topik larutan asam-basa menggunakan desain yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc.Taggart. Siklusnya dapat digambarkan sebagai berikut :

Perencanaan Refleksi SIKLUS 1 Pengamatan Perencanaan Refleksi SIKLUS 2 Pengamatan Perencanaan Refleksi SIKLUS3 Pengamatan Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan

?
Gambar 3.4: Siklus PTK menurut Kemmis dan Mc.Taggart.

26

27

3.2 Setting Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 2 Palu, dengan jumlah siswa 32 orang terdiri atas 17 orang perempuan dan 15 orang laki-laki. Melalui perimbangan seperlunya, peneliti akan menggunakan waktu selama 3 bulan (Januari Maret) yang tersedia di semester 2 tahun pelajaran 2011-2012. Teman sejawat (guru mata pelajaran kimia) akan membantu peneliti sebagai observer/partisipan (1 orang), yang merupakan guru di SMA Negeri 2 Palu.

3.3 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahapan di mulai dari berikutnya. Pra tindakan, siklus 1, siklus II dan siklus

Dengan catatan: alokasi waktu 1 jam pelajaran kimia adalah 1x45

menit, dijadwalkan 2x petemuan dalam 1 minggu di kelas XI IPA Secara rinci prosedur pelaksanaan rancangan penelitian tindakan kelas dapat di uraikan sbb: 1. Pra tindakan Siswa diberi tes awal (pretes) untuk mengetahui pengetahuan awal siswa yang hasilnya akan menjadi patokan dalam pembentukan kelompok yang heterogen, penentuan format laporan hasil penelitian dan pemilihan topik percobaan. 2. Siklus 1 terdiri atas: 1) Perencanaan (Planning) Hasil pra tindakan di refleksi kemudian dilanjutkan dengan merencanakan dan menyusun hal-hal sebagai berikut:

28

Menentukan kelompok dengan jumlah 5-6 orang siswa perkelompok secara heterogen. Membuat lembar aktivitas guru dan lembar aktivitas siswa, menyusun angket motivasi belajar siswa, menyusun RPP dan pemilihan topik percobaan, tujuan percobaan, identifikasi alat dan bahan praktikum (kegiatan penelitian utama), penyusunan lembar kerja siswa (worksheet). 2) Tindakan (Action). Dimulai dengan penyampaian tujuan pembelajaran, sajian materi pelajaran seperlunya. Penyampaian topik percobaan, tujuan

percobaan, identifikasi alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan, lalu dilakukan urutan pengerjaan (dengan pendekatan eksperimen starter) sebagai berikut: (1) Siswa diminta mengamati dan mencatat pengamatan dari peragaan yang dilakukan oleh guru. Percobaan sedapat

mungkin dipilihkan dengan alat dan bahan yang tersedia di sekitar siswa. (2) Hasil amatan dikumpulkan untuk evaluasi awal oleh guru. (3) Percobaan diulang untuk pengamatan lebih cermat dan lengkap. (4) Siswa menuliskan penjelasan bagi tiap amatan yang

ditemuinya.

29

(5) Percobaan pembuktian dilakukan dan diperagakan oleh siswa untuk membenarkan penjelasan yang diajukannya. (6) Siswa melaporkan hasil percobaan pembuktiannya. (7) Kesimpulan dituliskan dengan kaitan antar konsep yang ada. (8) Buku catatan /laporan hasil percobaan (Lembar Kerja Siswa) dinilai oleh guru. (9) Dapat diberikan ulangan (tes) untuk menilai dengan pendekatan eksperimen starter ini. 3) Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation) Observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dirancang sebelumnya serta melakukan evaluasi. Lembar observasi aktivitas siswa dan lembar observasi aktivitas guru dipakai untuk melihat keterlaksanaan pendekatan eksperimen starter. Motivasi siswa akan tergambar pada hasil analisis angket motivasi belajar, sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa. 4) Refleksi (Reflektion) Pada tahap ini dilakukan analisis data mengenai proses, masalah, dan hambatan yang dijumpai, kemudian dilanjutkan dengan refleksi dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan. Dari hasil tersebut terpenuhi atau tidak target pada indikator keberhasilan tetap akan dilanjutkan pada siklus ke-2. hasil belajar

30

3. Siklus II Apabila siklus I berhasil sesuai kriteria yang diinginkan, maka siklus II tetap dilaksanakan, dengan melalui tahapan-tahapan seperti pada siklus sebelumnya. Kalau siklus I tidak berhasil, maka penelitian ini akan

dilanjutkan ke siklus berikutnya dan kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya akan diperbaiki dan berusaha mengatasi kesulitan yang dialami siswa dan guru berdasar analisis hasil belajar dan angket motivasi belajar siswa. Dilihat apakah telah memenuhi target yang ditetapkan pada indikator

keberhasilan. 4. Siklus III Apabila pada siklus II sudah terjadi peningkatan, maka siklus III harus dipersiapkan untuk pemantapan. Jika belum memenuhi target, maka

dilakukan siklus III dengan cara menyederhanakan dan mempertegas materi dan memperbaiki pembelajaran, bahan dan alat pada percobaan atau mempertegas langkah-langkah dari pendekatan yang di terapkan.

3.5 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif penelitian bersumber dari angket motivasi belajar siswa, lembar

aktivitas siswa guru dan lembar observasi siswa. Data kuantitatif bersumber dari

31

penilaian rancangan dan laporan hasil percobaan (worksheet), dan nilai tes hasil belajar siswa.

3.6 Tehnik Pengumpulan Data Data kualitatif diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi siswa (gambaran mengenai kondisi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan eksperimen starter) dan data mengenai motivasi belajar diambil dengan angket motivasi belajar siswa. Data kuantitatif diperoleh dari tes (ulangan) setelah pembelajaran dengan menggunakan (worksheet dan hasil laporan praktikum) siswa di setiap akhir siklus.

3.7 Tehnik Pengolahan Data Data kuantitatif, di olah dengan menganalisis daya serap individu dan ketuntasan klasikal serta ketuntasan individu. diuraikan sebagai berikut: % daya serap individu x 100 % Masing-masing rumusnya

Suatu individu dapat di katakan memiliki daya serap yang baik jika presentase daya serap yang di perolehnya mencapai 65% (Depdiknas 2001).

Untuk ketuntasan belajar klasikal dirumuskan: % ketuntasan klasikal x 100 %

32

Suatu kelas dapat di katakan tuntas belajar jika presentasi ketuntasan kelas mencapai 85 % (Depag 1996). Sedang untuk ketuntasan individu adalah jika siswa telah mencapai nilai 75 (nilai KKM yang ditentukan sekolah), dengan rumus: N= x 100%

Data kualitatif dengan menghitung skor rata-rata gabungan dari kriteria positif dan negatif tiap kondisi dalam Angket Motivasi Siswa kemudian

menentukan katagorinya dengan ketentuan skor rata-rata: 1,00-1,49 = tidak baik, 1,50-2,49 = kurang baik, 2,50-3,49 = cukup baik, 3,50-4,49 = baik, dan 4,50-5,00 = sangat baik. Rekap skor yang diberikan siswa terhadap pernyataan-pernyataan

dalam Angket Motivasi Siswa dibuat dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk pernyataan dengan kriteria positif: 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju. 2. Untuk pernyataan dengan kriteria negatif: 1 = sangat setuju, 2 = setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = tidak setuju, dan 5 = sangat tidak setuju.

3.8 Indikator Keberhasilan

33

Sebagai indikator peningkatan hasil belajar siswa dalam penelitian tindakan kelas ini adalah jika 80 % atau lebih siswa telah memperoleh nilai 75.

Ketuntasan belajar secara individual adalah apabila siswa tersebut telah mendapat nilai 75 (ketentuan dari sekolah) dan motivasi belajar meningkat jika berada minimal pada kategori baik. Jika kategori tersebut terpenuhi, berarti penerapan pendekatan eksperimen starter berhasil meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

34

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Panduan Kurikulum Metode Alternatif Belajar/Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendasmen Direktorat Pendidikan menengah Umum. Arikunto, S. dan Supardi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Brooks, et all. 1999. The Case For Constructivist Classrooms. Assosiation for Supervision and Curriculum Development USA: Alexandria. Dahar, R. W. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Dahar. 1998. Konstruktivisme dalam belajar mengajar. Pidato pengukuhan guru besar tetap pada IKIP Bandung, Bandung. Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hamid, R. dan Haetami A. 2007. Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA I SMAN 5 Kendari Melalui Model Pembelajaran Kuantum. Hamzah. 2011. Teori Motivasi & Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hidayat, K. 2005. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Hiskia A. 2011. Memahami, Mengingat dan Menikmati Ilmu Kimia. Makalah di sajikan dalam Seminar Nasional Pendidiksn Sains dan Teknologi Program Studi Kimia FKIP UNTAD, Palu, 23 Juli. Johnson, L. A. 2009. Pengajaran yang Kreatif dan Menarik. Indonesia: PT. Indeks. Joice, B and Weil, M. 1980. Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall Inc. Justiana, S. dan Muchtaridi. 2010. Chemistry for Senior High School 2 year XI. Jakarta: Yudhistira.

35

Poerwadarminto. Pustaka.

1999.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai

Purba M. 2008. Aktivitas dan Evaluasi Kimia SMA 2B Untuk Kelas XI Semester 2. Jakarta: Erlangga. Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rinneka Cipta. Slavin, R.E. 1994. Educational Psichology Theory and Practice. Edition Massacssetts: Allyn an Bacon. Fourth

Sofyan, A. 2007. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sains. Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 31 Mei. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Sutresna, N. 2007. Cerdas Belajar Kimia untuk Kelas XI SMA/MA Progran Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara. Yoni A. 2010. Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Familia

Yunita. 2005. Panduan Demonstrasi dan Percobaan Permainan Kimia Untuk SD, SMP dan SMA. Bandung: Pudac Scientific. Yunita. 2007. Panduan Demonstrasi dan Percobaan Permainan Kimia Untuk SD, SMP dan SMA Jilid 2. Bandung: Pudac Scientific. Yunita. 2009. Panduan Pengelolaan Laboratorium Kimia. Bandung: C.V. Insan Mandiri.

36

Anda mungkin juga menyukai