PEMA
SIS PEND
ASARAN J
TAMA
D
FAKULT
INS
DAPATAN
JAMUR T
ANSARI K
JULIANTO
H
DEPATEM
TAS EKON
STITUT P
N USAHA
TIRAM PU
KABUPA
SKRIPSI
O EFENDY
H34066068
MEN AGR
NOMI DA
ERTANIA
BOGOR
2010
ATANI D
UTIH DI K
ATEN BOG
Y SITEPU
RIBISNIS
AN MANA
AN BOGO
DAN SAL
KECAMA
GOR
AJEMEN
OR
URAN
ATAN
iii
RINGKASAN
JULIANTO EFENDY SITEPU. Analisis Pendapatan Usahatani dan
Pemasaran Jamur Tiram Putih di kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA)
Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk ditangani secara
sungguh-sungguh untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang
cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian mencakup usahatani
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan
untuk mewujudkan swasembada ketahanan pangan.
Salah satu komoditas pangan holtikultura yang sedikit mengandung bahan
kimia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus [Jacq. Ex. Fr.] Kummer) yang
telah dibudidayakan secara meluas di Indonesia, khususnya di daerah dataran
tinggi karena jamur tiram putih tingkat pertumbuhannya lebih tinggi pada daerah
beriklim dingin dan kelembaban yang tinggi.
Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten
Bogor. Usahatani jamur tiram putih yang ada di Kabupaten Bogor adalah
usahatani kecil, dimana teknik budidaya yang dilakukan dalam kegiatan budidaya
jamur tiram putih masih bersifat tradisional dimana masih menggunakan teknologi
drum (tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf) dalam kegiatan
budidayanya.
Hasil penelitian sebelumnya bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih
menguntungkan. Hal ini diketahui dari penelitian Ruillah (2006) dan Maharani
(2007). Kecamatan Tamansari merupakan kecamatan paling produktif di
Kabupaten Bogor, tetapi berdasarkan survei di lapangan bahwa jumlah petani
jamur tiram putih di lokasi penelitian hanya berjumlah tujuh petani, padahal dari
hasil penelitian sebelumya diperoleh bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih
sangat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan, oleh karena itu perlu
dianalisis kegiatan usahatani yang ada di Kecamatan Tamansari.
Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan
pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang
tepat. Pemasaran jamur tiram putih yang tepat harus dapat memberikan
keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang
maksimal diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis
pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan
produknya.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di
daerah penelitian, mengetahui bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih di
daerah penelitian dan menganalisis efesiensi pemasaran jamur tiram putih di
daerah penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tamansari merupakan daerah yang
potensial untuk budidaya jamur tiram putih karena suhu daerah ini berkisar antara
iiii
25
27
0
C dan kelembaban 82 90 %, dimana suhu dan kelembaban daerah
tersebut sesuai dengan kisaran suhu untuk pertumbuhan jamur tiram putih yaitu
pada suhu 15
30
0
C dan kelembaban 80 90 %. Penelitian ini juga dilakukan di
sejumlah Pasar yang berlokasi di Bogor seperti Pasar Bogor, Pasar Anyar sebagai
tempat transaksi pedagang pengumpul dan pedagang pengencer.
Pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan November sampai Bulan
Desember 2009. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari
pemimpin perusahaan, petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.
Produksi rata-rata jumur tiram putih yang dihasilkan responden adalah
sebanyak 4.645 kg dengan penggunaan log rata-rata 0.41 log. Harga rata-rata
jamur tiram putih yang dijual jamur tiram putih yang dijual adalah Rp. 8000 per
kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh oleh petani responden di daerah
penelitian selama satu periode adalah sebesar Rp 37.162.286.
Berdasarkan proses budidaya yang dilakukan petani responden, dalam
proses produksi yang dilakukan masih menggunakan teknologi drum atau tidak
menggunakan teknologi autoklaf, dengan penggunaan log rata-rata 12.571 log
Keuntungan (pendapatan) usahatani jamur tiram putih lebih ditentukan oleh
jumlah log. Berdasarkan analisis pendapatan, maka diperoleh imbangan dan biaya
(R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap biaya total yang
dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57. sedangkan R/C
rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 yang artinya untuk setiap biaya total
yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,84. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram tersebut menguntungkan
karena R/C rasio lebih dari satu dan layak untuk dikembangkan.
Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan
pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang
tepat. Pemasaran jamur tiram putih yang tepat harus dapat memberikan
keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang
maksimal diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis
pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan
produknya.
Pada saluran pemasaran jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari,
terdapat dua bentuk pola pemasaran. Pola pemasaran I, petani menjual ke
supplier, kemudian supplier menjual jamur tersebut ke pedagang pengecer dan
pedagang pengecer menjual lagi ke konsumen akhir. Sedangkan untuk pola
saluran II, petani menjual produknya kepada supplier dan supplier memasarkan
langsung ke konsumen.
Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memnuhi dua syarat yaitu
apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen
dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil
bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan
produksi.
Dilihat dari nilai rasio dan keuntungan dan biaya pemasaran yang
diperoleh petani, maka dapat disimpulkan bahwa pola pemasaran yang ada di
Kecamatan Tamansari sudah efisien karena nilai rasio keuntungan dan biaya
tataniaga diperoleh lebih besar dari satu. Nilai rasio keuntungan dan biaya pola
saluran I sebesar 7,22 dan pada pola saluran II sebesar 8,30.
ivi
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN
PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN
TAMANSARI KABUPATEN BOGOR
JULIANTO EFENDY SITEPU
H34066068
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPATEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
vi
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram
Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
Nama : Julianto Efendy Sitepu
NRP : H34066068
Disetujui
Pembimbing
Ir. Juniar Atmakusuma, MS
NIP. 19530104 197903 2 001
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Petanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
vii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis
Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2010
Julianto Efendy S
H34066068
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 09 juli 1985. Penulis adalah
anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Alm Meslin Sitepu dan Rasmita Br
Tarigan.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Letjen Jamin Ginting
Berastagi pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada
tahun 2000 di SLTP Negeri 1 Berastagi. Pendidikan lanjutan menengah atas di
SMU Negeri 1 Berastagi diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan tingkat
universitas melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program
Teknologi Perlindungan Sumberdaya Hutan diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima pada Program Sarjana Ekstensi Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006.
viiii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penuls dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis
Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pendapatan usahatani, mengetahui
bentuk saluran pemasaran dan menganalisis efisiensi pemasaran jamur tiram putih
di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Penulisan skripsi ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan saran dan kritik yang bersifat membantu
(konstruktif) kearah perbaikan dan penyempurnaan sehingga dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Bogor, April 2010
Penulis
ixi
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi semua pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur dan terimakasih, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan
penghargaan kepada :
1. Ayah dan Ibu atas segala doa, kasih sayang, serta pengorbanan yang tidak
terbatas baik moril maupun materil. Untuk kakak tercinta Nelly Magdalena
atas segala doa dan dukungannya.
2. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing yang telah membantu,
mengarahkan, membimbing dan memberikan semangat untuk menyelesaikan
proses skripsi ini.
3. Ir. Narni Farmayanti, MSc sebagai dosen evaluator pada saat seminar
proposal (kolokium) yang telah memberikan masukan, perencanaan serta
perbaikan dalam penelitian.
4. Dr. Ir. Harianto, MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji utama.
5. Arif Karyadi, Sp atas kesediaannya sebagai dosen penguji komisi pendidikan.
6. Saudara Ahmad Bangun atas kesediannya sebagai pembahas pada saat
seminar yang telah memberi masukan.
7. Semua dosen ekstensi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,
terimakasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dari perkuliahan
hingga proses penelitian berlangsung.
8. Para petani jamur tiram putih di kecamatan Tamansari yang telah berbagi
informasi teknis budidaya dan pemasaran serta lembaga tataniaga (supplier,
pengecer).
9. Ibu Endjah Hodyah atas bimbingan dan dukungannya selama penelitian ini
dilaksanakan.
10. Hartaria Ginting yang selalu ada spesial dalam suka maupun duka, serta
motivasi yang telah diberikan.
11. Adik saya Amli Ramadana Harahap dukungan selama penyelesaian
penelitian.
12. Rekan-rekan di kostan Borobodur dan Pak Timo (Iqbal, Aulia, Jonh, Majus,
Muyan, Jefri, Irfan, BangBudi, Erik, Gunawan, Riko, Ali, Adith, Rizal) atas
dukungan dan semangat yang diberikan.
xi
13. Monalisa Sembiring, Nita, Aci dan Ratih atas segala dukungannya dalam
penyelesaian skripsi ini.
14. Sekretariat Ekstensi AGB (MbaNur, Mba maya, Mbaami, MbaDewi,
mbalus, Mas Aji, Mas Agus) terima kasih atas pelayanan dan kesabarannya
hingg akhir studi.
15. Dan semua pihak yang ikut berkontribusi pada proses penelitian yang cukup
banyak bila disebutkan satu persatu, terimakasih atas semua doa, dukungan,
dab harapan positif bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian
Bogor, April 2010
Julianto efendy Sitepu
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vi
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 4
1.3 Tujuan Masalah ....................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 6
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik ............................................................................. 7
2.2 Deskripsi Jamur Tiram ............................................................ 7
2.3 Teknik Budidaya Jamur Tiram ................................................ 8
2.3.1 Bibit Jamur Tiram Putih ................................................. 11
2.3.2 Budidaya Jamur Tiram Putih ......................................... 12
2.4 Konsep Usahatani ................................................................... 15
2.5 Pendapatan Usahatani ............................................................. 15
2.6 Analisis Pendapatan Usahatani ............................................... 16
2.7 Konsep Pemasaran .................................................................. 17
2.8 Struktur Pasar .......................................................................... 18
2.9 Lembaga dan Saluran Pemasaran ............................................ 18
2.10 Marjin Pemasaran................................................................... 20
2.11 Efesiensi Pemasaran ............................................................... 22
2.12 Penelitian Terdahulu .............................................................. 24
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Teori Usahatani ........................................................................ 28
3.2 Pendapatan Usahatani .............................................................. 28
3.3 Kelembagaan Pemasaran ........................................................ 28
3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 29
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 31
4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 31
4.3 Metode Pengambilan Responden ............................................ 31
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................... 32
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ....................................... 32
4.4.2 Analisis Fungsi dan Saluran Pemasaran ......................... 34
4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ............................... 34
4.4.4 Analisis Efisiensi Tataniaga ............................................ 34
4.4.4.1 Analisis Farmers Share ..................................... 34
4.4.4.2 Analisis Marjin Pemasaran ................................. 35
4.4.4.3 Analisis Rasio Keuntungan dan
(R/C Rasio) ......................................................... 36
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi ........................ 37
5.2 Keadaan Sosial Ekonomi ........................................................ 38
5.3 Karakteristik Petani Responden ............................................... 39
5.3.1 Usia Petani ...................................................................... 39
5.3.2 Tingkat Pendidikan Petani .............................................. 39
5.3.3 Pengalaman Bertani ........................................................ 40
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih ...................................... 42
6.1.1 Persiapan Bibit ................................................................ 43
6.1.2 Persiapan Media Tanam .................................................. 43
6.1.2.1 Persiapan ............................................................. 43
6.1.2.2 Pengayakan ......................................................... 44
6.1.2.3 Perendaman ........................................................ 44
6.1.2.4 Pengukusan ......................................................... 44
6.1.2.5 Pencampuran ....................................................... 44
6.1.2.6 Pengomposan ...................................................... 44
6.1.2.7 Pewadahan........................................................... 45
6.1.2.8 Sterilisasi ............................................................ 45
6.1.3 Inokulasi ( Pemberian Bibit) .......................................... 45
6.1.4 Pemeliharaan .................................................................. 45
6.1.4.1 Inkubasi .............................................................. 45
6.1.4.2 Penumbuhan ....................................................... 46
6.1.5 Panen dan Pasca Panen .................................................. 46
6.2 Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih .............................. 46
6.2.1 Penerimaan Usahatani .................................................... 47
6.2.2 Biaya Usahatani ............................................................. 47
6.3 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih ............... 50
6.4 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran ............................. 51
6.4.1 Fungsi Pemasaran .......................................................... 53
6.4.2 Efisiensi Pemasaran ....................................................... 55
6.4.2.1 Margin Pemasaran ............................................... 55
6.4.2.2 Farmers Share ................................................... 57
6.4.3 Analisis Efisiensi Pemasaran ......................................... 58
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan .............................................................................. 59
7.2 Saran ........................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 61
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran
dalam 100 gram Bahan .................................................................. 2
2. Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Produksi
Jamur Tiram Putih .......................................................................... 2
3. Perkembangan EksporJamur Segar dan Olahan Nasional
Tahun 2003-2007 ........................................................................... 3
4. Jumlah, Produksi, dan Produktifitas Jamur Tiram Putih
per Kecamatan di Kabupaten Bogor .............................................. 4
5. Kebutuhan Bahan-bahan dalam Budidaya Jamur Tiram Putih ...... 12
6. Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................... 27
7. Analisis Pendapatan Usahatani ...................................................... 33
8. Pembagian Wilayah Kecamatan Tamansari Berdasarkan
Jumlah Desa, Luas Wilayah, dan Jumlah Penduduk...................... 38
9. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Tamansari
Tahun 2009 .................................................................................... 38
10. Sebaran Petani Responden Menurut Usia
di Kecamatan Tamansari ................................................................ 39
11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan
di Kecamatan Tamansari ................................................................ 39
12. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani
di Kecamatan Tamansari ................................................................ 40
13. Sebaran Responden Menurut Skala Usaha di Kecamatan Tamansari 41
14. Penggunaan Input Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih
di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan) ............. 42
15. Penerimaan Petani Jamur Tiram Putih
di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan) ............. 47
16. Analisis Biaya Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih
di Kecamatan Tamansari pada Musim Tanam 2009 ...................... 48
17. Rata-rata Nilai Penyusutan Peralatan Jamur Tiram
Putih per Tahun. ............................................................................. 50
18. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani
Jamur Tiram Putih diKecamatan Tamansari .................................. 51
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1 Kurva Margin Pemasaran dan Nila Margin ................................... 21
2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 30
3 SaluranPemasaran Jamur Tiram Putih ........................................... 52
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Gambar Kumbung Jamur Tiram Putih ........................................... 63
2 Gambar Log Jamur Tiram Putih .................................................... 64
3 Gambar Jamur Tiram Putih ............................................................ 65
4 Kuisioner Penelitian ...................................................................... 66
5 Peta Lokasi Kecamatan Tamansari ............................................... 67
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk ditangani secara
sungguh-sungguh untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang
cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian mencakup usahatani
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan
untuk mewujudkan swasembada ketahanan pangan.
Peningkatan kebutuhan produk hortikultura menuntut adanya suatu cara
yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi holtikultura. Sistem
pertanian konvensional dengan penggunaan input-input anorganik dan bahan-
bahan kimia dalam proses budidaya ternyata membawa dampak negatif, akibatnya
terjadi masalah baru pada komoditas hortikultura seperti pencemaran lingkungan
oleh penggunaan bahan kimia berlebih, ketergantungan terhadap bahan kimia,
serta gangguan kesehatan yang diakibatkan adanya residu zat kimia berlebih yang
terkandung pada komoditas sayuran.
Penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida terbukti dapat
meningkatkan hasil produksi pangan dan hortikultura, tetapi dalam jangka
panjang akan memberikan dampak negatif seperti menurunkan tingkat kesuburan
tanah dan merusak kelestarian ekosistem.
Salah satu komoditas pangan holtikultura yang sedikit mengandung bahan
kimia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus [Jacq. Ex. Fr.] Kummer) yang
telah dibudidayakan secara meluas di Indonesia, khususnya di daerah dataran
tinggi karena jamur tiram putih tingkat pertumbuhannya lebih tinggi pada daerah
beriklim dingin dan kelembaban yang tinggi.
Jamur merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat
dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat.
Jamur tiram merupakan makanan yang aman untuk dikonsumsi karena
penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia relatif sedikit.
Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang memiliki
keunggulan bila dibandingkan dengan tanaman lain karena dapat tumbuh pada
media berupa limbah lignoselulosa, penggunaannya dalam proses fermentasi tidak
membutuhkan input yang mahal dan merupakan sumber protein nabati yang tidak
mengandung kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi setiap orang.
Protein nabati yang terkandung pada jamur tiram putih relatif sama atau
lebih tinggi dibandingkan protein sayuran lainnya dan memiliki kandungan lemak
jenuh yang rendah dibandingkan protein hewani dengan jumlah kalori yang sama
(Tabel 1).
Tabel 1. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran dalam 100 gram Bahan
No Bahan Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%)
1 Jamur Kuping 7.7 0.8 87.6
2 Jamur Shitake 17.7 8.0 67.5
3 Jamur Tiram Putih 30.4 2.2 57.6
4 Jamur Merang 16.0 0.9 64.5
5 Bayam 3.5 0.5 6.5
6 Kacang Panjang 2.7 0.3 7.8
7 Kangkung 3.0 0.3 5.4
8 Sawi 2.3 0.3 4.0
9 Wortel 1.2 0.3 9.3
10 Tauge 9.0 2.6 6.4
Sumber : Suriawiria, 2006
Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan protein jamur tiram putih relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan jamur kuping, jamur shitake, jamur merang,
bayam, kacang panjang, kangkung, sawi, wortel dan tauge. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa jamur tiram putih merupakan makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan dalam tubuh.
Daerah sentra jamur tiram putih tersebar di seluruh wilayah Indonesia, jika
dilihat dari jumlah produksi maka ada empat provinsi di Indonesia yang
merupakan penghasil jamur tiram putih yang terbanyak, yaitu Provinsi Jawa
Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa timur. Data produksi dan
produktivitas, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih
Provinsi
Produktivitas
(ton/log)
Produksi
(ton)
Jawa Barat 52,20 10.173,80
Jawa Tengah 143,00 2.285,10
D.I Yogyakarta 127,60 777,30
Jawa timur 127,60 10.231,61
Sumber : Ditjen Bina Produksi Holtikultura, 2007
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Jamur
Jamur termasuk ke dalam kerajaan (kingdom) fungi, jamur merupakan
organisme eukariota karena inti selnya mempunyai inti sejati, dinding sel jamur
terdiri dari zat khitin, tubuh atau soma jamur terdiri dari hifa yang berasal dari
spora, jamur digolongkan sebagai tumbuhan heterotrofik karena jamur tidak
mempunyai klorofil sehingga tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri
secara fotosintesis, oleh karena itu jamur mengambil zat-zat makanan dengan
menyerap hasil penguraian materi organik (Gunawan, 2001).
Menurut Tapa Darma (2002), jamur mengalami fase vegetataif dan
generatif dalam perkembangbiakannya. Menurut sub kelasnya jamur dibedakan
menjadi dua, yakni Ascomycetes dan Basidiomycetes. Jamur dari subkelas
Basidiomycetes lebih mudah diamati karena ukuran tubuh buahnya cukup besar,
sedangkan Ascomycetes berukuran sngat kecil (mikroskopis).
2.2 Deskripsi Jamur Tiram Putih
Menurut Muchrodi (2001), disebut jamur tiram (Pleurotus ostreatus
[Jacq. Ex. Fr] Kummer) karena bentuk tudung membulat, lonjong, dan agak
melengkung seperti cangkang tiram. Ciri fisik jamur tiram yaitu tudungnya yang
menyerupai cangkang tiram dengan diameter 5-15 cm, permukaannya licin dan
agak berminyak ketika lembab, bagian tepinya agak bergelombang, letak tangkai
lateral agak disamping tudung dan daging buah berwarna putih
Pleurotus spp. Dapat tumbuh di kayu-kayu lunak dan dapat tumbuh pada
ketinggian 600 meter dpl, dengan suhu 15-30Celcius, berkembang pada pH 5,5-
7 dan kelembaban 80 persen 90 persen. Spesies ini tidak memerlukan intensitas
cahaya tinggi karena akan merusak miselia jamur dan tubuh buah jamur. Jamur ini
bermanfaat sebagai sumber protein nabati dan berkhasiat mencegah penyakit
hipertensi dan jantung (Dania, 1998)
b. Ruang Inokulasi
Ruang inokulasi adalah ruang untuk menanam bibit pada media tanam
jamur. Ruang inokulasi harus mudah dibersihkan dan disterikan untuk
menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Pada ruang inokulasi
diusahakan tidak banyak terdapat ventilasi yang terbuka lebar dan sebaiknya
ventilasi udara dipasang filter atau saringan dari kawat kassa atau kassa plastik,
hal ini untuk meminimalisasi tingkat kontaminan. Pada perusahaan dalam skala
besar biasanya ruang inokulasi dilengkapi dengan alat pendingin udara (air
conditioning).
c. Ruang Inkubasi
Ruang inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk menumbuhkan
miselium jamur tiram putih pada media tanam yang sudah diinokulasi. Ruang
inkubasi biasanya disebut dengan ruang spawning. Ruang ini dilengkapi dengan
rak-rak inkubasi untuk mendapatkan media tanam yang sudah diinokulasi.
d. Ruang Pemeliharaan
Ruang pemeliharaan atau sering disebut growing digunakan untuk
menumbuhkan tubuh buah jamur. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak tempat
baglog penumbuhan tubuh buah jamur dan alat penyemprot untuk menjaga
kelembaban dan kadar air dalam pemeliharaan tubuh buah jamur
e. Ruang Pembibitan
Ruang pembibitan adalah ruang yang khusus digunakan dalam pembuatan
media bibit jamur. Ruang ini diperlukan bila skala produksi sudah besar, dalam
skala produsi kecil bibit dapat dibeli dari produsen bibit sehingga ruang
pembibitan tidak diperlukan lagi.
Peralatan
Budidaya jamur tiram secara sederhana dapat dilakukan dengan alat-alat
yang mudah diperoleh seperti cangkul, sekop, botol, kayu, alat pensteril, lampu
spritus.
Untuk produksi dalam kapasitas besar diperlukan peralatan yang cukup
besar sepaerti ayakan, mixer, filler, boiler dan chamber sterilizer. Mixer
digunakan sebagai alat pencampur media tanam jamur ; filler digunakan sebagai
alat pengisi media kedalam kantong plastik dalam jumlah tertentu ; boiler
4. Pengukusan
Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu 80-
90C selama 4-6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba
yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih yang ditanam dan untuk
menghilngkan getah yang terkandung pada serbuk gergaji.
5. Pencampuran
Bahan-bahan tambahan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi
yang dibutuhkan di campur dengan serbuk gergaji. Pencampuran harus dilakukan
secara merata. Didalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan,
terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan penggumpalan
dan komposisi media yang diperoleh tidak merata.
6. Pengomposan
Proses pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa
kompleks dalam bahan-bahan bantuan mikroba sehingga diperoleh senyawa-
senyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah
diserap oleh jamur sehingga memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik.
Pengomposan dilakukan dengan cara membunbun campuran media kemudian
menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1-2 hari. Proses
pengomposan yang baik ditandai dengan peningkatan suhu sekitar 50C. Kadar air
dalam pengomposan harus diatur pada kondisi 50-65 persen dengan tingkat
keasaman (pH) 6-7. Adonan yang baik adalah bila adonan itu dikepal membentuk
gumpalan, tetapi mudah dihancurkan.
7. Pewadahan (log Jamur)
Setelah dilakukan pengomposan maka media tanam tersebut dimasukkan
kedalam plastik polipropilen karena plastik ini relatif tahan panas dalam proses
sterilisasi. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak
optimal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah, untuk
menghindari hal tersebut dalam proses pewadahan adonan dalam plastik
dipadatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain. Media tanam yang
dimasukkan ke dalam plastik polipropilen tersebut yang dinamakan log jamur atau
media tempat tumbuh jamur tiram putih.
8. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menginaktifkan
mikroba baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menghambat
pertumbuhan miselium jamur. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-90C selama 6-
8 jam.
9. Inokulasi (pemberian bibit)
Inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan
taburan dan tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit
kedalam media tanam secara langsung. Sementara denagan tusukan dilakukan
dengan cara membuat lubang dibagian tengah media melalui cincin sedalam tiga
per empat dari tinggi media tanam, selanjutnya dengan lubang tersebut diisi bibit
yang telah dihancurkan.
10. Inkubasi
Inkubasi merupakan proses penumbuhan miselium jamur sampai
memenuhi seluruh media tanam. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
miselia jamur adalah 22-28C. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media akan
tampak putih merata. Biasanya media akan tampak putih merata antara 40-60 hari
sejak dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat
diketahui sejak dua minggu setelah inkubasi.
11. Penumbuhan
Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap
untuk dilakukan penumbuhan tubuh buah jamur dengan cara membuka plastik
media tumbuh yang sudah penuh miselia. Satu sampai dua minggu setelah media
dibuka akan tumbuh bakal buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut akan
tumbuh optimal selama 2-3 hari. Kondisi suhu optimal dalam proses pertumbuhan
tubuh buah adalah pada suhu 16-22C dengan kelembaban 80-90 persen.
12. Pemanenan
Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat optimal,
yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanena dilakukan lima hari
setelah bakal buah tumbuh. Ukuran jamur yang sudah siap dipanen adalah dengan
diameter 5-10 cm. Pemanenan dilakukan sebaiknya pada pagi hari untuk
mempertahankan kesegarannya. Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong
hingga menjadi bagian per bagian tudung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran
yang menempel pada bagian akarnya saja supaya daya simpan jamur dapat lebih
lama.
2.4 Konsep Usahatani
Definisi usahatani adalah seluruh organisasi dari alam, tenaga kerja, modal
dan manajemen yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian.
Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan
orang, baik yang terkait secara genealogis, politis maupun teritorial. Dalam hal
ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk yang paling modern yaitu
mencari keuntungan (Hernanto, 1989).
Menurut Soekartawi (1986), usahatani adalah sistem organisasi produksi
dilapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur
tenaga kerja yang mampu bertumpu pada anggota keluarga tani. Terdapat unsur
modal yang beranekaragam jenisnya salah satunya adalah unsur pengelolaan atau
menajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Tipe
unsur mempunyai kedudukan yang sama penting dalam usaha tani dan tak dapat
dipisahkan satu sama lain.
2.5 Pendapatan Usahatani
Berhasil atau tidaknya usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan
yang diperoleh petani dalam mengelola usahatani. Pendapatan dapat didefinisikan
sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan.
Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan
usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik
yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan ini mencakup semua produk
yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, yang digunakan kembali untuk bibit
atau yang disimpan digudang (Soekartawi, 1986).
Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana
produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Selain
biaya tunai yang harus dikeluarkan, ada juga biaya yang diperhitungkan yaitu nilai
pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usahatani itu sendiri.
menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi
seorang petani analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah
kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak.
Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan selain diukur
dengan nilai mutlak juga dianalisa nilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisien
adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost
ratio). Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai
dalam kegiatan usahatani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai
penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata lain analisis rasio penerimaan atas
biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif
kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat
diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak.
Selanjutnya Soeharjo dan Patong menjelaskan bahwa usahatani dikatakan
menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari 1 dan sebaliknya suatu
usahatani dikatakan belum menguntungkan apabila nilai R/C rasio kurang dari 1.
2.7 Konsep Pemasaran
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran adalah serangkaian
proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang
atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen. Kohls dan Uhl (1985)
mendefenisikan pemasaran pertanian sebagai jembatan penghubung antara
produsen dan konsumen pertanian.
Konsep paling dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan
manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kehilangan.
Berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya
dengan mempertukarkan produknya dan nilai dengan produsen. Suatu produk
adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan
kebutuha atau keinginan konsumen.
Tujuan dari pemasaran itu sendiri adalah dapat memenuhi kebutuhan yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Menurut Kotler (2002),
pemasaran terjadi ketika orang memutuskan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan lewat pertukaran. Pertukaran adalah tindakan memperoleh obyek yang
didambakan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai penggantinya.
mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam
melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang
diterima petani atau farmer share terhadap harga yang dibayar konsumen akhir.
Farmer share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga
yang diterima konsumen akhir. Bagian yang diterima tataniaga sering dinyatakan
dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1998).
2.11 Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran (Dahl dan Hammand ,1992) dapat didefenisikan
sebagai peningkatan rasio keluaran-masukan, yang umumnya dicapai dengan
salah satu cara dari empat cara berikut :
Keluaran tetap konstan sedangkan masukan mengecil
Keluaran meningkat tetapi masukan meningkat
Keluaran meningkat dalam kadar yang lebih tinggi daripada peningkatan
masukan
Keluaran menurun dalam kadar yang lebih rendah daripada penurunan
masukan.
Efisiensi pemasaran menurut Purcell (1979) dibagi menjadi dua tipe yaitu
efisiensi produksi dan efisiensi harga. Efisiensi produksi adalah meliputi
hubungan antara input dan output dari kegunaan produksi dalam sistem
pemasaran secara keseluruhan. Efisiensi harga adalah kapasitas dari sistem untuk
mempengaruhi perubahan ketepatan alokasi ulang dari sumber daya untuk
memelihara secara konsisten anatara yang ingin diproduksi dan yang diminta oleh
konsumen. Ukuran efisien produksi dapat dicerminkan dengan menghitung biaya
pemasaran dan margin pemasaran, sedangkan efisiensi harga diukur dengan
korelasi harga sebagai adanya pergerakan produk dari satu pasar ke pasar yang
lainnya dan adanya alternatif lain pemasaran bagi produsen dan konsumen untuk
menjual atau membeli produk.
Dahl dan Hammand (1992), menjelaskan bahwa efisiensi pemasaran
adalah penilaian prestasi kerja proses pemasaran yang diukur dari peningkatan
rasio keluaran masukan dalam proses pemasaran. Pemasaran yang sempurna
merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai sistem pemasaran. Indikasi adanya
efisiensi pemasaran adalah kondisi pasar persaingan sempurna. Tujuan dari
analisis pemasaran untuk mengetahui apakah sistem pemasaran yang ada efisien
atau tidak. Terdapat dua konsep efisiensi pemasaran yaitu efisiensi operasional
dan dan efisiensi harga. Ukuran efisiensi operasional dicerminkan oleh rasio
keluaran pemasaran terhadap masukan pemasaran. Dalam pemasaran efisiensi
operasional sebenarnya sama dengan pengurangan biaya. Misalnya penggunaan
mesin untuk menggantikan pekerja agar memperoleh hasil yang seragam dengan
mutu yang lebih baik terkait dengan peningkatan efisiensi. Ukuran efisiensi harga
mengasumsikan bahwa hubungan input dan output dalam bentuk fisisk adalah
konstan. Efisiensi ini berkaitan dengan keefektifan harga dalam mencerminkan
biaya output yang bergerak melalui sistem pemasaran. Efisiensi harga diukur
dengan koefisiensi korelasi harga sebagai adanya pergerakan produk dari satu
pasar kepasar yang lainnya. Indikator lain untuk mengukur efisiensi harga adalah
tingkat keterpaduan pasar. Semakin kuat tingkat keterpaduan pasar, sistem
pemasaran akan berjalan dengan lebih efisien, karena harga pasar acuan akan
diteruskan secara langsung ke pasar lokal.
Pemasaran disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak
yang akan terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen
memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan
Sitorus,1987). Sedangkan Mubyarto (1989), menjelaskan bahwa kegiatan
pemasaran atau tataniaga dikatan efisien apabila (1) mampu menyampaikan hasil-
hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, (2)
mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harag yang dibayar
konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan
pemasaran barang tersebut.
Soekartawi (1986), menjelaskan bahwa pasar yang tidak efisien akan
terjadi apabila biaya pemasaran sama besar dengan nilai produk yang dipasarakan
jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi
jika : (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat
lebih tinggi (2) persentase perbedaan harga yang dibayar konsumen dan produsen
tidak terlalu tinggi (3) tersedia fasilitas fisik pemasaran, dan (4) adanya kompetisi
pasar yang sehat.
Salah satu cara untuk mempelajari apakah suatu tataniaga telah bekerja
dengan efisien dalam satu struktur pasar tertentu adalah dengan melakukan
analisis terhadap biaya dan margin tataniaga, dan analisis terhadap penyebaran
harga dari tingkat produsen sampai ketingkat eceran(konsumen). Untuk melihat
besarnya sumbangan pedagang perantara ebagai penghubung antara produesn dan
konsumen.
2.12 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Rahmawati (1999), mengenai Analisis Saluran
Pemasaran Manggis di desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat, bahwa pelaku pemasaran yang terlibat menyalurkan
komoditi manggis dari petani adalah Bandar kampong, pedagang pengumpul,
grosir dan pedagang pengecer, serta untuk pasar luar negeri terdapat peran
eksportir. Petani sistem panen sendiri menjual ke Bandar kampung sebanyak tiga
orang (10 persen) sedangkan yang menjual ke pedagang pengumpul sebanyak
delapan orang (26,67 persen). Harga beli Bandar kampung dari petani sebesar Rp
623,68 per kg sedangkan bandar kampung menjual ke pedagang pengumpul
dengan harga Rp 1000 per kg untuk manggis local dan Rp 2.416,67 untuk
manggis kualitas ekspor. Adanya manggis kualitas ekspor menyebabkan
keuntungan Bandar kampung meningkat mejadi Rp 1.192,68 per kg dengan rasio
keuntungan yang lebih besar dibandingkan saluran lainnya, yaitu sebesar 1,99.
Farmers share yang diterima petani tertinggi sebesar 44,37 persen terdapat pada
saluran pemasaran kelima (petani pedagang pengumpul pedagang
pengecer), dan yang terendah adalah sebesar 3,99 persen terdapat pada saluran
kedelapan (petani pedagang pengumpul eksportir).
Penelitian yang dilakukan Ruillah (2006), mengenai Analisis Usahatani
Jamur Tiram Putih, kasus Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bandung, jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa elastisitas produksi
yang terbesar adalah bibit yaitu sebesar 0,22 persen. Adapun variable dummy
adalah lahan dan luas kumbung yang tidak berpengaruh terhadap luas produksi,
tetapi lebih di tentukan oleh jumlah log jamur yang diproduksi oleh petani.
Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa
R/C atas biaya tunai petani skala III lebih besar dibandingkan dengan skala I dan
II yaitu sebesar 3,75. Hal ini berarti setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh
petani skala III akan memberikan penerimaan sebesar Rp 3,75 sehingga usahatani
jamur tiram putih yang lebih efisien pada skala II.
Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul, R. P (2007), mengenai analisis
usahatani dan tataniaga ikan hias maskoki oranda di Desa Parigi mekar,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul,
supplier, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Harga jual anakan Ikan
Maskoki Oranda di tingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar
anara Rp 130 sampai dengan Rp 150 per ekor. Harga jual Ikan Maskoki Oranda di
tingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai
Rp 950 per ekor. Harga yang berlaku di tingkat supplier ke pedagang pengecer
berkisar antara Rp 1.400 sampai Rp 1.500 per ekor, sedangkan di tingkat pengecer
ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per ekor. Farmers
share yang diterima petani pada pola satu dan dua yaitu masing-masing sebesar
39,5 persen. Pada pola ketiga rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp 1.116,7
peer ekor, sedangkan rata-rata harga yang Dibayar oleh konsumen akhir adalah
sebesar Rp1.250,00 per ekor. Farmers share yang diterima petani pada pola
ketiga sebesar 89,3 persen merupakan saluran tataniaga yang paling
menguntungkan bagi petani, karena pada saluran ini tataniaga Ikan Hias Maskoki
yang paling pendek dan efisien (petani pedagang pengecer Konsumen).
Farmers share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan
saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya.
Maharani (2007) melakukan penelitian yang berjudu Analisis Usahatani
dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Studi kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Memperoleh hasil bahwa besarnya
R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,69 dan besarnya R/C rasio atas biaya total
adalah 2,20. Berdasarkan kedua perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa usahatani jamur tiram putih ini menguntungkan dan sudah efisien. Bibit
jamur tiram putih dan mnyak tanah merupakan varisabel yang berpengaruh nyata
pada peningkatan produksi jamur tiram putih. Oleh karena itu dengan
memperhatikan penggunaan ketiga variabel tersebut maka efisiensi usahatani
jenis, jumlah, mutu, harga pokok, musim dan waktu penyerahan. Selain itu
kurangnya kemampuan strategi dalam pemasaran. Kegiatan-kegiatan pemasaran
membutuhkan biaya-biaya yang disebut biaya pemasaran. Ada berbagai tingkat
lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran yang menyebabkan
terjadinya berbagai harga di tingkat perantara maupun di tingkat konsumen.
Perbedaan harga diantara kedua lembaga tataniaga tersebut disebut sebagai marjin
tataniaga yang sebenarnya adalah harga dari jasa-jasa yang diberikan oleh
lembaga-lembaga pemasaran (Dahl dan Hamond, 1992).
Penyaluran jamur tiram dari produsen ke konsumen dilakukan dengan dua
cara, yaitu: (1) dengan menjual langsung produknya ke pasar, (2) melalui
pedagang perantara. Sebagian besar petani jamur tiram putih memasarkan hasil
produksinya melalui lembaga perantara. Sistem tataniaga seperti ini membutuhkan
biaya pemasaran untuk sampai di lokasi pemasaran. Oleh karena itu, nilai suatu
produk dapat di tetapkan dengan menghitung jumlah total dari biaya produksi dan
biaya pemasaran untuk satu satuan produk yang dihasilakan.
3.3 Kerangka Pemikiran Operasional
Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam keberhasilan usahatani adalah
teknik budidaya. Teknik budidaya yang kurang tepat akan mempengaruhi
produksi yang dihasilkan oleh petani. Untuk memperbaiki mutu diperlukan
penanganan yang baik mulai dari prapanen, masa panen dan pascapanen.
Salah satu cara petani untuk memperoleh imbalan keuntungan dari
usahataninya adalah dengan memasarkan hasil produksi jamur tiram putih. Sistem
pemasaran yang efisien sangat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Agar
sistem pemasaran dapat berjalan seefisien mungkin maka petani harus memilih
saluran pemasaran yang tepat sehingga mampu menekan biaya pemasaran.
Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari analisis saluran pemasaran dan efisiensi
pemasaran yang meliputi analisis farmers share, analisis margin pemasaran dan
analisis keuntungan dan biaya.
Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keuntungan yang diterima petani atas biaya yang dikeluarkan, kemudian
digunakan analisis rasio R/C untuk mengetahui apakah usahatani jamur tiram
putih tersebut menguntungkan atau tidak.
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tamansari merupakan daerah yang
potensial untuk budidaya jamur tiram putih karena suhu daerah ini berkisar antara
25
27
0
C dan kelembaban 82 90 %, dimana suhu dan kelembaban daerah
tersebut sesuai dengan kisaran suhu untuk pertumbuhan jamur tiram putih yaitu
pada suhu 15
30
0
C dan kelembaban 80 90 %. Penelitian ini juga dilakukan di
sejumlah Pasar yang berlokasi di Bogor seperti Pasar Bogor, Pasar Anyar sebagai
tempat transaksi pedagang pengumpul dan pedagang pengencer.
Pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan November sampai Bulan
Desember 2009. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari
pemimpin perusahaan, petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung
kepada petani jamur tiram putih dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan kepada petani antara
lain karakteristik petani seperti nama, umur, pendidikan dan sebagainya. Hal ini
digunakan untuk melihat gambaran umum petani didaerah penelitian. Untuk
menganalisis pendapatan yang diperoleh dari usahatani jamur tiram putih diajukan
pertanyaan-pertanyaan seperti kapasitas produksi, penggunaan tenaga kerja dan
biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Selain itu wawancara juga
dilakukan terhadap supplier dan pedagang pengecer.
Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah yang terkait seperti
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Tanaman Pangan, buku, internet dan
studi literatur yang terkait dengan penelitian.
4.3 Metode Pengambilan Responden
Pemilihan responden petani jamur tiram putih dilakukan dengan
menggunakan metode sensus dikarenakan jumlah petani responden dalam
penelitian ini hanya berjumlah tujuh orang, jadi semua petani jamur tiram putih di
biaya yang sama atau menghasilkan keuntungan yang sama dengan biaya yang
lebih kecil.
4.4.2 Analisis Fungsi dan Saluran Pemasaran
Analisis ini menggambarkan rantai distribusi yang terjadi antara titik
produksi hingga titik konsumsi dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga yang terkait dalam saluran pemasaran tersebut. Analisis akan
dilakukan secara deskriptif dan perbandingan.
4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar
Analisis struktur pasar jamur tiram putih dapat dilihat dengan
mengidentifikasi jumlah penjual dan pembeli yang terlibat, konsentrasi pasar,
keadaan produk, dan syarat masuk-keluar pasar. Analisis perilaku pasar dilakukan
dengan mengamati sistem penentuan harga, praktek pembelian dan penjualan,
pembayaran serta kerjasama yang terjadi antara lembaga tataniaga. Analisis
struktur dan perilaku pasar disajikan secara deskriptif.
4.4.4 Analisis Efisiensi Tataniaga
Menurut Mubyarto (1989) sistem pemasaran dikatan efisien apabila
memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani
produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya, dan mampu
mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh
konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Efisiensi pemasaran dapat diabagi
menjadi dua kategori, yaitu efieiensi operasional (teknologi) dan efisiensi
ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi
operasional pada proses pemasaran suatu produk yaitu analisis margin pemasaran,
farmers share serta rasio keuntungan dan biaya.
4.4.4.1 Analisis Farmers Share
Farmers share merupakan perbandingan harga yang diterima petani
dengan harga yang diterima konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase.
Farmers Share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin
tinggi marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (Farmers
Share) semakin rendah.
FS =
PI
Pr
x 1%
Keterangan :
Fs = Farmers Share (%)
Pf = Harga di tingkat petani (Rp)
Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir (Rp)
4.4.4.2 Analisis Marjin Pemasaran
Analisis marjin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi
pemasaran jamur tiram putih. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan
pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat
lembaga tataniaga. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan
penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh dari
lembaga tataniaga. Analisis marjin pemasaran dapat dipakai untuk melihat
keragaan pasar yang terjadi. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), perhitungan
marjin tataniaga secara matematis dapat dilihat sebagai berikut:
Sehingga:
Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan tataniaga pada tingkat ke-i
adalah:
Maka besarnya marjin pemasaran adalah:
Keterangan:
M
i
=
Marjin tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
M
i
= H
ji
Hb
i
M
i
= C
i
+
i
H
ji
H
bi
= C
i
+
i
m
i
= M
i
i = H
ji
H
bi
- C
i
H
ji
=
Harga
penjualan pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
Hb
i
= Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
C
i
= Biaya pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
i
= Keuntungan tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
i = 1,2,3,.....,n
m
i
= Total marjin pemasaran (Rp/Kg)
4.4.4.3 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C Ratio)
Rasio keuntungan dan biaya pemasaran merupakan besarnya keuntungan
yang diterima lembaga pemasaran sebagai imbalan atas biaya pemasaran yang
dikeluarkan. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga pemasaran dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
Keuntungan ke-i = Keuntungan lembaga tataniaga (Rp)
Biaya ke-i = Biaya lembaga tataniaga (Rp)
Rasio Keuntungan dan Biaya =
i Biayake
i ke Keuntungan
tani yang dimaksud adalah hanya sebatas nama, bukan sebagai kelembagaan
petani untuk melakukan kegiatan-kegiatan usahatani. Petani jamur tiram yang ada
di Kecamatan Tamansari yaitu Pak Narta dengan skala usaha 11000 log, Nilyun
skala usaha 5000 log, Ibu Cucu Komalasari skala usaha 21000 log, Mumin Soleh
12000 log, Pak Dayat 14000 log, Pak Joko 15000 log dan Ibu Endjah Hodyah
10000 log (Tabel 13).
Tabel 13. Sebaran Responden Menurut Skala Usaha di Kecamatan Tamansari
No
Skala Usaha
(log)
Kerusakan
(%)
Produktivitas
(kg/log)
Produksi
(kg)
1 5000 10 0,40 1.800
2 10.000 7 0,45 4.185
3 11.000 10 0,40 3.960
4 12.000 10 0,40 4.320
5 14.000 10 0,40 5.040
6 15.000 10 0,40 5.400
7 21.000 7 0,40 7.812
Rata-rata 12.571 9,14 0,41 4.645
Dari Tabel 12 diperoleh bahwa rata-rata log yang digunakan petani
reponden dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah 12.571 log. Dari
ketujuh petani responden diperoleh rata-rata tingkat kerusakan (kontaminan) pada
log jamur sebesar 9,14 persen dari total log jamur yang diproduksi. Rata-rata
produktivitas jamur tiram putih di lokasi penelitian sebesar 0,41 kg per log.
6.1.2.2 Pengayakan
Serbuk gergaji yang diperoleh dari pengrajin mempunyai tingkat keseragaman
yang kurang baik karena di dalamnya biasa terdapat potongan-potongan yang
cukup besar dan tajam yang dapat merusak plastik sebagai media tempat tanam
yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan miselia jamur tidak merata. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dilakukan pengayakan serbuk gergaji.
6.1.2.3 Perendaman
Perendaman serbuk gergaji perlu dilakukan untuk menghilangkan getah yang
terdapat pada serbuk gergaji. Disamping itu perendaman juga berfungsi untuk
melunakkan serbuk gergaji agar mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman
dilakukan selama 6-12 jam, kemudian serbuk gergaji ditiriskan.
6.1.2.4 Pengukusan
Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu 80-90C
selama 4-6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang
dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih yang ditanam dan untuk
menghilngkan getah yang terkandung pada serbuk gergaji.
6.1.2.5 Pencampuran
Bahan-bahan tambahan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi yang
dibutuhkan di campur dengan serbuk gergaji. Pencampuran harus dilakukan
secara merata. Didalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan,
terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan komposisi media
yang diperoleh tidak merata.
6.1.2.6 Pengomposan
Proses pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa
kompleks dalam bahan-bahan bantuan mikroba sehingga diperoleh senyawa-
senyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah
diserap oleh jamur sehingga memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik.
Pengomposan dilakukan dengan cara membunbun campuran media kemudian
menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1-2 hari. Prosed
pengomposan yang baik ditandai dengan peningkatan suhu sekitar 50C. Kadar air
dalam pengomposan harus diatur pada kondisi 50-65 persen debgab tingkat
keasaman (pH) 6-7. Adonan yang baik adalah bila adonan itu dikepal membentuk
gumpalan, tetapi mudah dihancurkan.
6.1.2.7 Pewadahan
Setelah dilakukan pengomposan maka media tanam tersebut diamsukkan
kedalam plastik polipropilen karena plastik ini relatih tahan panas dalam proses
sterilisasi. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak
optomal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah, untuk
menghindari hal tersebut dalam proses pewadahan adonan dalam plastik
dipadatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain.
6.1.2.8 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menginaktifkan mikroba baik
bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menghambat pertumbuhan miselium
jamur. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-90C selama 6-8 jam.
6.1.3 Inokulasi ( Pemberian Bibit)
Inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengantaburan dan
tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit kedalam media
tanam secara langsung. Sementara denagan tusukan dilakukan dengan cara
membuat lubang dibagian tengan media melalui cincin sedalam tga per empat dari
tinggi media tanam, selanjutnya dengan lubang tersebut diisi bibit yang telah
dihancurkan.
6.1.4 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan dalam usaha budidaya jamur tiram putih
adalah :
6.1.4.1 Inkubasi
Inkubasi merupakan proses penumbuhan miselium jamur sampai memenuhi
seluruh media tanam. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselia jamur
adalah 22-28C. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media akan tampak putih
merata. Biasanya media akan tampak putih merata antara 40-60 jari sejak
dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat diketahui
sejak dua minggu setelah inkubasi.
6.1.4.2 Penumbuhan
Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap untuk
dilakukan penumbuhan tubuh buah jamur dengan cara membuka plastik media
tumbuh yang sudah penuh miselia. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka
akan tumbuh bakal buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut akan tumbuh
optimal selama 2-3 hari. Kondisi suhu optimal dalam proses pertumbuhan tubuh
buah adalah pada suhu 16-22C dengan kelembaban 80-90 persen.
6.1.5 Panen dan Pasca Panen
Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat optimal, yaitu
cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanena dilakukan lima hari setelah
bakal buah tumbuh. Ukuran jamur yang sudah siap dipanen adalah dengan
diameter 5-10 cm. Pemanenan dilakukan sebaiknya pada pagi hari untuk
mempertahankan kesegarannya. Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong
hingga menjadi bagian per bagian tung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran
yang menempel pada bagian akarnya saja supaya daya simpan jamur dapat lebih
lama.
6.2 Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih
Menurut Hernanto (1989), analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk
mengevaluasi kegiatan usaha pertaniandalam satu tahun, dengan tujuan untuk
membantu perbaikan pengelolaan usatani. Analisis pendapatan usahatnai
bertujuan untuk mengtahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang
dilakukan.
Suatu usahatani dikatakan menguntungkan juka selisih antara penerimaan dengan
pengeluaran bernilai positif. Smeakin besar selisih antar penerimaan dengan
pengeluaran maka semakin menguntungkan suatu usahatani. Selisih tersebut akan
dinamakan pendapatan atas biaya tubuai jika peneriamaan totalnya dikurangkan
dengan biaya tunai. Sedangkan pendapatan total usahatani diperoleh dari selisih
antar peneriamaan hasil produksi dengan pengeluaran total usaha tani (total farm
expense). Pengeluaran total usahatani jamur tiram ini terdiri dari pengluaran tetap
dan pengluaran variabel (Soekarwati, 1986).
Tabel 16. Analisis Biaya Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan
Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan)
Pengeluaran Usahatani Jumlah Harga
Nilai
(Rp)
%
Terhadap
Total Biaya
Biaya Tunai
Bibit Jamur (Botol) 628,571 5.000 3.142.857 13,29
Serbuk Gergaji (karung) 762,857 2.000 1.525.714 6,45
Kapur (kg) 377,143 1.000 377.143 1,59
Gips (kg) 188,572 6.000 1.131.429 4,78
Dedak (kg) 1885,714 1.000 1.885.714 7,97
Tepung Kanji 196,429 4.000 785.714 3,32
Plastik (kg) 150,857 10.000 1.508.571 6,38
Karet (kg) 8,800 13.000 114.400 0,48
Cincin (buah) 12571,420 50 628.571 2,66
Spritus (botol) 18,857 6.000 113.143 0,49
Alkohol (botol) 12,571 16.000 201.143 0,85
Minyak Tanah (liter) 1005,714 5.000 5.028.571 21,26
Koran (kg) 12,572 2.000 25.143 0,11
Kapas (kg) 2,857 15.000 42.857 0,18
Gula (gula) 12,571 4.200 52.800 0,22
Formalin (buah) 0,857 20.000 17.143 0,07
TKLK (HOK) 240,000 15.000 3.600.000 15,22
Total Biaya Tunai 20.180.914 85,31
Biaya yang Diperhitungkan
Penyusutan Peralatan 62.324 0,26
Penyusutan Bangunan 118.304 0,50
TKDK (HOK) 219,643 15.000 3.294.643 13,93
Total Biaya Diperhitungkan 3.475.270 14,69
Total Biaya 23.656.185 100,00
Keterangan : TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga
TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh
petani responden dalam melakukan budidaya jamur tiram putih adalah sebesar Rp
23.656.185 dengan jumlah penggunaan log rata-rata sebesar 12.571 log.
Penggunaan biaya tunai lebih besar terhadap penggunaan biaya yang
diperhitungkan yaitu sebesar Rp 20.180.914 (85,31 persen) untuk biaya tunai dan
Rp 3.475.270 (14,69 persen) untuk biaya yang diperhitungkan. Persentase terbesar
terhadap total biaya adalah dalam pengguanaan minyak tanah yaitu sebesar Rp.
5.028.571 (21,26 persen) dengan jumlah penggunaan rata-rata sebesar 1.006 liter.
Hal tersebut disebabkan karena minyak tanah mengalami peningkatan harga yang
cukup tinggi sehingga pengeluaran biaya usahatani meningkat.
Biaya Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang termasuk
dalam biaya tunai sedangkan biaya kerja dalam keluarga (TKDK) termasuk dalam
biaya yang diperhitungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk TKLK terhadap biaya
biaya total (upah per HOK Rp 15.000) adalah sebesar Rp 3.600.000 (15,22
persen), dimana lebih besar dibandingkan biaya TKDK sebesar Rp 3.294.643
(13,93 persen) terhadap biaya total, hal ini disebabkan karena jumlah tenaga kerja
luar keluarga lebih banyak yang dipekerjakan dalam kegiatan budidaya jamur
tiram putih dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga.
Biaya yang diperhitungkan yang digunakan oleh petani responden sebesar
Rp 3.475.270 (14,69 persen) yang terdiri dari : biaya penyusutan peralatan,
penyusutan bangunan dan upah tenaga kerja dalam keluarga. Pada Tabel 16 dapat
dilihat bahwa persentase penyusutan bangunan terhadap total biaya adalah sebesar
0,50 persen dan biaya penyusutan alat terhadap total biaya adalah 0,26 persen.
Jenis peralatan yang diberikan oleh petani responden dalam melakukan
kegiatan usahatani jamur tiram putih dilokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel
17. Metode yang dapat digunakan dalam menghitung nialai penyusutan peralatan
adalah metode garis lurus dengan asumsi bahwa peralatan tidak dapat digunakan
lagi setelah melewati umur teknis.
Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai penyusutan peralatan
pada usahatani jamur tiram putih sebesar Rp 62.324 per tiga bulan, yaitu sebesar
0,24 persen dari total biaya, dengan nilai penyusutan peralatan terbesar adalah
handsprayer dengan nilai Rp 55.000 per tahun (Rp 13.750 per tiga bulan).
Tabel 17. Rata-rata Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Jamur tiram putih per
Satu Periode (3 Bulan)
No Uraian
Umur
Produktif
(Tahun)
Jumlah
(Buah)
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
Penyusutan
per Tahun
(Rp)
1 Drum 8 3 75.000 300.000 9.375
2 Semawar 4 3 80.000 320.000 20.000
3 Pompa 8 1 26.000 26.000 3.250
4 Cocolok 2 4 1.500 7.500 750
5 kunci 10 4 1 5.000 5.000 1.250
6 Sepuyer 2 7 2.500 25.000 1.250
7 Kunci Sepuyer 2 1 12.500 12.500 6.250
8 Selang Tembaga 4 3 1.500 7.500 375
9 Dirigen 2 6 20.000 100.000 10.000
10 Karung 1 129 720 144.000 720
11 Mulsa 1 12 750 13.500 750
12 Tali Rapia 1 3 12.000 36.000 12.000
13 Bak Angkut 4 2 12.500 37.500 3.125
14 Sikup 1 2 35.000 70.000 35.000
15 Sapu Lidi 1 2 1.500 3.000 1.500
16 Ember 1 2 5.000 10.000 5.000
17 Gayung 1 2 2.500 5.000 2.500
18 Terpal 1 7 20.000 200.000 20.000
19 Pisau Cutter 1 1 3.000 3.000 3.000
20 Corong besar 2 1 2.500 2.500 1.250
21 Buyung 2 1 25.000 50.000 12.500
22 Timbangan 8 1 200.000 200.000 25.000
23 Tambang 1 4 2.000 10.000 2.000
24 Pengki 1 1 2.500 5.000 2.500
25 Saringan kawat 2 1 15.000 15.000 7.500
26 Handsprayer 4 1 220.000 220.000 55.000
27 Botol Bir 1 8 200 2.000 200
28 Cocolok Kayu 1 3 1.000 2.000 1.000
29 Golok 4 1 25.000 25.000 6.250
Penyusutan per tiga Bulan 62.324
6.3 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih
Dalam Penelitian ini dapat dilihat pendapatan rata-rata yang diterima oleh petani
jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari dan tingkat efisiensi usahataninya
dengan menghitung R/C rasio. (Tabel 18)
Pendapatan atas total biaya untuk penggunaan log rata-rata 12.571 log dengan
rata-rata produksi 4.645 kg adalah sebesar Rp 13.506.101 sedangkan pendapatan
atas biaya tunai adalah sebesar Rp 16.981.372 dari Rp 23.656.185 total biaya yang
digunakan.
Berdasarkan nilai penerimaaan dan biaya tersebut maka diperoleh nilai
imbangan dan biaya ( R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap
rupiah biaya total yang digunakan petani akan memperoleh penerimaan sebesar
Rp 1,57. Sedangkan untuk R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 1,84 artinya
untuk setiap rupiah biaya tunai yang digunakan petani akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp 1,84.
Tabel 18. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Jamur Tiram Putih
di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (Tiga Bulan).
Uraian Nilai Persentase (%)
Penerimaan Usahatani 37.162.286 100
Biaya Usahatani :
Tunai 20.180.914 85.31
Diperhitungkan 3.475.270 14.69
Total Biaya 23.656.185 100
Pendapatan atas Biaya Tunai 16.981.372
Pendapatan atas Total Biaya 13.506.101
R/C Rasio atas Biaya Tunai 1.84
R/C Rasio atas Total Biaya 1.57
Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram
putih di Kecamatan Tamansati efisien karena kedua nilai R/C rasio lebih besar
dari satu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram putih
tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. .
Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan
petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang tepat.
Pemasaran jamur tiram putih yang tepat dapat memberikan keuntungan yang
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh petani. Keuntungan yang maksimal
diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis
pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan
produknya.
6.4 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung
dan terlibat dalam proses mengupayakan produk atau jasa tersedia untuk
dikonsumsi. Saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari
produsen kepada konsumen. Hal ini mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan
kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang
membutuhkan atau menginginkannya (Kotler, 2003).
Saluran pemasaran dalam penelitian ini menggambarkan proses penyampaian
jamur tiram putih dari petani sampai ke konsumen akhir. Lembaga pemasaran
yang terlibat dalam memasarkan jamur tiram putih dari petani sampai ke
konsumen akhir di Kecamatan Tamansari adalah: petani, supplier, pedagang
pengecer dan konsumen akhir. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
dengan petani responden dilokasi penelitian, maka diketahui terdapat dua pola
saluran pemasaran jamur tiram putih (Gambar 3).
Gambar 3. Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari
Dari hasil wawancara yang dilakukan, terdapat dua pola pemasaran yang yang ada
di lokasi penelitian yaitu pola pemasaran pertama melibatkan petani, supplier,
pedagang pengecer, konsumen akhir dan pola pemasaran kedua dari petani ke
supplier dan supplier langsung memasarkan ke konsumen akhir. Pola pemasaran
pertama lebih banyak dipakai oleh petani responden yaitu sebanyak lima orang
petani (71,43 persen) yaitu petani dengan kapasitas produksi 11.000 log, 12.000
log, 14.000 log, 15.000 log dan 21.000 log. Sedangkan petani yang memilih pola
saluran kedua berjumlah dua orang (28,57 persen) yaitu petani dengan kapasitas
produksi 5.000 log dan 10.000 log.
Rata-rata produksi jamur tiram putih yang dihasilkan petani responden adalah
sebesar 4.645 kg per satu periode musim tanam (tiga bulan). Pada saluran pertama
petani menjual jamur tiram putih ke supplier dengan harga Rp 8.000 per kg,
supplier memasarkan jamur tiram putih ke pedagang pengecer dengan harga Rp
10.500 per kg dan pedagang pengecer menjual jamur tiram putih kepada
konsumen akhir dengan harga Rp 13.500 per kg. Pada saluran kedua petani
menjual jamur tiram putih kepada supplier dengan harga Rp 8.000 per kg dan
supplier langsung memasarkan produk jamur tiram putih ke konsumen akhir
Petani Supplier PedagangPengecer Konsumenakhir
dengan harga Rp 12.000 per kg. Pembayaran yang dilakukan oleh supplier kepada
petani dengan cara tunai (cash) atau angsuran.
6.4.1 Fungsi Pemasaran
Fungsi-fungsi pemasaran adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen
memperoleh barang yang diinginkan sesuai pada tempat, waktu dan harga yang
tepat. Fungsi-fungsi pemasaran dalam pelaksanaan aktifitas yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran ini yang akan terlibat dalam
proses penyampaian barang dan jasa dari prosuden sampai ketangan konsumen.
Fungsi-fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi
fasilitas (Tabel 19).
Tabel 19. Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Masing-masing Lembaga
Tataniaga Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari.
Fungsi Tataniaga
Lembaga Pemasaran
Petani Supplier Pengecer
Fungsi Pertukaran
Pembelian
Penjualan
-
Fungsi Fisik
Penyimpanan
Pengangkutan
Pengemasan
-
-
-
-
-
-
Fungsi Fasilitas
Sortasi
Grading
Penanggungan Resiko
Pembiayaan
Informasi Pasar
-
-
-
-
-
1. Petani
Fungsi pemasaran yang umumnya dilakukan petani responden dilokasi penelitan
adalah fungsi penjualan, pembiayaan dan informasi harga, dimana petani tersebut
merupakan produsen yang membudidayakan jamur tiram putih dan menjual hasil
panennya. Fungsi pembiayaan para petani tersebut membiayai sendiri seluruh
modal yang dikeluarkannya untuk kegiatan budidaya jamur tiram putih.
Harga yang diterima petani berdasarkan atas kesepakatan sebelumnya dengan
supplier. Petani tersebut juga akan menanggung resiko jika harga pasar jamur
tiram putih mengalami penurunan dan kegagalan dalam kegiatan budidaya. Petani
lembaga yang membeli jamur tiram putih dari supplier dan menjualnya kembali
ke konsumen akhir dalam bentuk segar.
Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengecer adalah fungsi pembelian,
dimana pedagang pengecer membeli produk jamur tiram putih dari supplier
dengan harga Rp 8.000 per kg. Sebelum memasarkan produk jamur tiram putih ke
konsumen akhir maka pedagang pengecer melakukan fungsi pengemasan terhadap
produk jamur tiram putih. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi
penanggungan resiko, dimana jika produk jamur tiram putih rusak atau tidak habis
terjual maka pedagang pengecer akan menanggung resiko kerugian. Didalam
memasarkan produknya ke konsumen akhir, pedagang pengecer akan dikenakan
biaya retribusi. Sebelum menjual produk jamur tiram putih, pedagang mengecer
terlebih dahulu melakukan kegiatan informasi harga jamur tiram putih di pasar
Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah menjual
produknya ke konsumen akhir dengan harga Rp 13.500 per kg.
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh
pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi
fisik (pengemasan) dan fungsi fasilitas (pembiyaan, informasi pasar serta
penanggungan kerusakan pada produk) di pasar.
6.4.2 Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran dapat dibagi menjadi dua kategori menjadi dua kategori yaitu
efisiensi opersional (teknologi) dan efisiensi ekonomi (harga). Analisis yang dapat
digunakan untuk menentukan efisiensi operasioanal pada proses pemasaran suatu
produk yaitu analisis margin pemasaran, farmers share, rasio keuntungan dan
biaya.
6.4.2.1 Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayarkan
konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga
dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran dari
tingkat produsen sampai konsumen akhir. Adanya perbedaan dari setiap lembaga
akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga
yang lain sampai ketingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang
terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai ke titik
konsumen maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik
produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar konsumen.
Tabel 20. Besarnya Marjin Pemasaran pada Masing-masing Saluran
Tataniaga Jamur Tiram Putih.
Keterangan
Pola Saluran Pemasaran
1 2
(Rp/kg) (%) (Rp/kg) (%)
Produsen
Harga Jual 8.000,00 59,26 8.000,00 66,67
Biaya Produksi 5.091,00 37,71 5.091,00 42,43
Keuntungan 2.909,00 21,55 2.909,00 24,24
Supplier
Harga Beli 8.000,00 59,26 8.000,00 66,67
Biaya :
Pengangkutan 232,00 1,72 232,00 1,93
Sortasi 75,00 0,56 75,00 0,63
Pengemasan 123,00 0,91 123,00 1,03
Total Biaya 430,00 3,19 430,00 3,58
Harga Jual 10.500,00 77,78 12.000,00 100,00
Keuntungan 2.070,00 15,33 3.570,00 29,75
Marjin 2.500,00 18,52 4.000,00 33.33
Pedagang Pengecer
Harga Beli 10.500,00 77,78
Biaya :
Retribusi 116,00 0,86
Pengemasan 123,00 0,91
Total Biaya 239,00 1,77
Harga Jual 13.500,00 100,00
Keuntungan 2.761,00 20,45
Marjin 3.000,00 22,22
konsumen Akhir
Harga Beli 13.500,00 100 12.000,00 100,00
Total Biaya pemasaran 669,00 4.956 430,00 3,58
Total Keuntungan 4.831,00 35.79 3.570,00 29,75
Total Marjin 5.500,00 40.74 4.000,00 33,33
Rasio keuntungan/Biaya 7,22 8,30
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa margin pemasaran pada pola saluran
satu yaitu sebesar Rp 5.500 per kg (40,74 persen), yang melibatkan produsen
jamur tiram, supplier, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Margin terbesar
berada pada pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 3.000 per kg (22,22 persen).
Pada pola saluran ini, biaya pemasaran terbesar dikeluarkan oleh supplier yaitu
sebesar Rp 430 per kg (3,19 persen) dari harga jual akhir. Biaya ini digunakan
untuk kegiatan pengangkutan, sortasi dan pengemasan jamur tiram putih,
sedangkan biaya pemasaran pada pedagang pengecer adalah sebesar Rp 239 per
kg (!,77 persen) dari harga jual akhir.
Pada pola saluran kedua diperoleh margin sebesar Rp 4.000 per kg (33,33 persen),
yaitu mulai dari petani, kemudian supplier dan langsung didistribusikan kepada
konsumen akhir. Biaya pemasaran yang dikeluarkan supplier sebesar Rp 430 per
kg (3,58 persen) dari harga jual akhir.biaya ini digunakan untuk kegiatan
pengangkutan, sortasi dan pengemasan.
Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya
keuntungan dan biaya yang dikeluarkan, dari Tabel tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa rasio keuntungan dan biaya petani pada saluran kedua lebih
tinggi daripada saluran pertama. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga pada
saluran kedua adalah sebesar 8,30 yang artinya bahwa setiap satu rupiah biaya
tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh hasil sebesar 8,30. Sedangkan rasio
keuntungan dan biaya pada saluran kedua sebesar 7,22 yang artinya setiap satu
rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh hasil sebesar 7,22.
6.4.2.2 Farmers Share
Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi pemasaran adalah
dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmers share terhadap
harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Semakin besar bagian yang diterima
petani maka alur pemasaran akan dianggap semakin efisien. Perbedaan bagian
yang diterima petani dapat dilihat dari masing-masing pola saluran pemasaran
yang terdapat di Kecamatan Tamansari (Tabel 21).
Tabel 21. Besarnya Farmers Share, Biaya dan Keuntungan Tataniaga pada
Masing-masing Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih.
Keterangan Saluran 1 Saluran 2
Farmer's share (%) 59,26 66,67
Keuntungan Petani (%) 21,55 24,24
Biaya Tataniaga (%) 4,96 3,58
Keuntungan Lembaga Tataniaga (%) 35,79 29,75
Harga di Tingkat Konsumen Akhir (%) 100,00 100,00
Pada Tabel 21 terlihat besarnya bagian yang diterima oleh petani pada pola
saluran satu adalah sebesar 59,26 persen dari harga jual pedagang pengecer.
Sedangkan pada pola saluran dua petani memperoleh farmers share sebesar
66,67 persen dari harga jual pedagang pengecer ke konsumen akhir. Sehingga
dapat disimpulkan, bahwa pola saluran yang paling menguntungkan petani dari
segi pendapatan atau bagian yang diperoleh adalah pada pola saluran kedua.
6.4.3 Analisis Efisiensi Pemasaran
Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu apabila
mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan
biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi
seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi.
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa sistem saluran pemasaran
yang paling menguntungkan bagi petani dari segi pendapatan terdapat pada pola
saluran kedua karena petani tersebut memperoleh farmers share (bagian yang
diterima petani) sebesar 69,57 persen, sedangkan pola saluran satu petani hanya
memperoleh farmers share sebesar 59,26 persen. Begitu juga dengan rasio
keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pada pola saluran pemasaran dua
(8,30) lebih besar dari rasio keuntungan dan biaya petani pada pola saluran satu
(7,22). Namun berdasarkan ukuran efisiensinya dapat disimpulkan bahwa kedua
pola saluran pemasaran tersebut sudah efisien dikarenakan nilai rasio keuntungan
dan biaya yang diperoleh petani pada kedua pola saluran tersebut lebih besar dari
satu.
DAFTAR PUSTAKA
Andry. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya
California (Studi Kasus : Desa Lemahduhur, Kecamatan caringin,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Cahyana, Y. A. 1997. Pembibitan dan Budidaya Jamur Tiram Putih. Papas Sinar
Sinanti. Jakarta.
Dahl, Dale C. and Hammond J.W,1992. Market and Proce Analysis. The
Agriculture Industries. Mc. Graww-Hill Book Company, Inc.
Dania. 1998. Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya. Jakarta.
Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2007. Monografi Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor. Bogor.
Direktorat Jendral Bina Produksi 2007. Statistik Produksi Holtikultura. Pusat Data
dan Informasi. Jakarta.
Gunawan, A. W. 2001. Usaha Pembibitan Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta
Kohls, R.L and J.N.Uhl,1985. Marketing of Agriculture Product. Seventh Edition.
Purdue University. Maccmillan Publishing Company. New York.
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Prenhallindo. Jakarta
Limbong, W.H dan P. Sitorus, 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu
Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Maharani, Diah. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostretus) di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bandung Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Mosher. 1966. Menggerakkan dan Membangun pertanian. CV Sasaguna. Jakarta.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Muchrodi. 2001. Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya. Jakarta .
Purcell, Wayne. D. 1979. Agriculture Marketing System, Coordination. Cash and
Future Prices. Reston Publishing Company.Inc. Reston
Rahmawati. 1999. Analisis Saluran Pemasaran Manggis (Studi Kasus : Desa
Puspahiang, Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Redaksi Terubus. 2002. Pengalaman Pakar dan Praktisi Budidaya Jamur. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Ruillah. 2006. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostretus) di Desa
Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Jawa Barat
[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sitompul, R. P. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga ikan Hias Maskoki
Oranda [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Soeharjo dan Patong. 1973. ilmu Usahatani. Penebar Jaya. Jakarta
Soekartawi. 1986. Ilmu usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani
Kecil. Universitas Indonesia. Jakarta.
Soekartawi. 1989. Teori Ekonomi Produksi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sudiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kelima. CV Alfa Beta.
Bandung
Suriawiria. 2006. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Cetakan Kelima. Yogyakarta.
Tapa Darma, I. G. K. 2002. Budidaya Jamur Pangan. Laboratorium Patologi
Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran1.GambarKumbungJamurTiramPutih
Lampiran2.GambarLogJamurTiramPutih
Lampiran3.GambarJamurTiramPutih
3 Sumber peminjaman
( ) Bank ( ) Pengumpul
( ) Koperasi ( ) Lainnya..
( ) Kelompok tani
4 Bunga peminjaman/lainnya
5
Luas lahan yang digunakan untuk
budidaya jamur tiram
m2
6
Status kepemilikan lahan yang
digunakan untuk budidaya jamur
tiram
( ) Pribadi
( ) Sewa
( ) Lainnya
7 Besarnya biaya sewa
8
Jumlah kumbung produksi yang
dimiliki
Kumbung
PROFIL KUMBUNG PRODUKSI (BUDIDAYA)
Kumbung
Tahun
Pembuatan
Umur
Produktif
Biaya
Pembuatan
Luas
(m2)
Kapasitas
(log)
Biaya
Perbaikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
BANGUNAN YANG DIMILIKI KUMBUNG PRODUKSI (BUDIDAYA)
No Ruang
Tahun
Pembuatan
Umur
Produktif
Biaya
Pembuatan
Biaya
Perbaikan
Luas
(m2)
1 Persiapan
2 Sterilisasi
3 Inokulasi
4 Inkubasi
5 Produksi
6 Gudang
7
8
9
PERALATAN PENUNJANG PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH
No Uraian
Umur
Produktif
(Tahun)
Jumlah
(Buah)
Harga Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
1 Drum
2 Semawar
3 Pompa
4 Cocolok
5 kunci 10
6 Sepuyer
7 Kunci Sepuyer
8 Selang Tembaga
9 Dirigen
10 Karung
11 Mulsa
12 Tali Rapia
13 Bak Angkut
14 Sikup
15 Sapu Lidi
16 Ember
17 Gayung
18 Terpal
19 Pisau Cutter
20 Corong besar
21 Buyung
22 Timbangan
23 Tambang
24 Pengki
25 Saringan kawat
26 Handsprayer
27 Botol Bir
28 Cocolok Kayu
29 Golok
C. USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
1. Berapa baglog jamur tiram yang dibudidayakan untuk satu kali musim panen?
..baglog
2. Berapa baglog jamur tiram yang terkontaminasi dari total baglog yang dibuat
untuk satu kali membuat adonan baglog jamur tiram ?
..baglog
3. Jumlah kerja dalam satu hari HOK
4. Komponen biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu adonan baglog jamur
tiram.
KOMPONEN PENGELURAN
No Uraian Jumlah
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
BIAYA VARIABEL
1 Bibit
2 Serbuk gergaji
3 Bekatul
4 Gips
5 Kapur
6 Serbuk jagung
7 TSP
8 Urea
9 SP 36
10 Kapas
11 Minyak tanah
12 Kantong plastik
13 Alkohol
14 Karet
15 Pplastik wrap
16 Kertas stereofoam
17 Cincin bamboo
18 Spritus
19 Formalin
20 Stiker logo
21 Penurunan nilai inventaris
22
23
24
25
26
27
28 Biaya pengemasan
29 Biaya pengangkutan
30 Biaya retribusi
31 Biya pemasaran
32
33
Total Biaya Variabel
BIAYA TETAP
34 Upah TK tetap (luar
keluarga)
35 Upah TK tetap (dalam
keluarga)
36 Biaya transportasi
37 Lisrik
38 Air
39 Bahan bakar
40
41
42
43
TOTAL BIAYA TETAP
KOMPONEN PENERIMAAN
No Uraian Jumlah
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
1 Jamur tiram
2
Jamur tiram yang
dikonsumsi rumah tangga
3 Media tanam
4
Kompos bekas media
tanam
5
Peningkatan nilai
inventaris
6
7
8
9
10
PEMASARAN
a. Jamur Tiram segar
No Tujuan Pemasran Jumlah
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
Frekuensi
Pemasok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Total