Anda di halaman 1dari 88

ANALIS

PEMA
SIS PEND
ASARAN J
TAMA
D
FAKULT
INS
DAPATAN
JAMUR T
ANSARI K
JULIANTO
H
DEPATEM
TAS EKON
STITUT P
N USAHA
TIRAM PU
KABUPA
SKRIPSI
O EFENDY
H34066068

MEN AGR
NOMI DA
ERTANIA
BOGOR
2010
ATANI D
UTIH DI K
ATEN BOG
Y SITEPU
RIBISNIS
AN MANA
AN BOGO
DAN SAL
KECAMA
GOR
AJEMEN
OR
URAN
ATAN
iii
RINGKASAN

JULIANTO EFENDY SITEPU. Analisis Pendapatan Usahatani dan
Pemasaran Jamur Tiram Putih di kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA)

Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk ditangani secara
sungguh-sungguh untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang
cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian mencakup usahatani
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan
untuk mewujudkan swasembada ketahanan pangan.
Salah satu komoditas pangan holtikultura yang sedikit mengandung bahan
kimia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus [Jacq. Ex. Fr.] Kummer) yang
telah dibudidayakan secara meluas di Indonesia, khususnya di daerah dataran
tinggi karena jamur tiram putih tingkat pertumbuhannya lebih tinggi pada daerah
beriklim dingin dan kelembaban yang tinggi.
Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten
Bogor. Usahatani jamur tiram putih yang ada di Kabupaten Bogor adalah
usahatani kecil, dimana teknik budidaya yang dilakukan dalam kegiatan budidaya
jamur tiram putih masih bersifat tradisional dimana masih menggunakan teknologi
drum (tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf) dalam kegiatan
budidayanya.
Hasil penelitian sebelumnya bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih
menguntungkan. Hal ini diketahui dari penelitian Ruillah (2006) dan Maharani
(2007). Kecamatan Tamansari merupakan kecamatan paling produktif di
Kabupaten Bogor, tetapi berdasarkan survei di lapangan bahwa jumlah petani
jamur tiram putih di lokasi penelitian hanya berjumlah tujuh petani, padahal dari
hasil penelitian sebelumya diperoleh bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih
sangat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan, oleh karena itu perlu
dianalisis kegiatan usahatani yang ada di Kecamatan Tamansari.
Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan
pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang
tepat. Pemasaran jamur tiram putih yang tepat harus dapat memberikan
keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang
maksimal diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis
pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan
produknya.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di
daerah penelitian, mengetahui bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih di
daerah penelitian dan menganalisis efesiensi pemasaran jamur tiram putih di
daerah penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tamansari merupakan daerah yang
potensial untuk budidaya jamur tiram putih karena suhu daerah ini berkisar antara
iiii
25

27
0
C dan kelembaban 82 90 %, dimana suhu dan kelembaban daerah
tersebut sesuai dengan kisaran suhu untuk pertumbuhan jamur tiram putih yaitu
pada suhu 15

30
0
C dan kelembaban 80 90 %. Penelitian ini juga dilakukan di
sejumlah Pasar yang berlokasi di Bogor seperti Pasar Bogor, Pasar Anyar sebagai
tempat transaksi pedagang pengumpul dan pedagang pengencer.
Pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan November sampai Bulan
Desember 2009. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari
pemimpin perusahaan, petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.
Produksi rata-rata jumur tiram putih yang dihasilkan responden adalah
sebanyak 4.645 kg dengan penggunaan log rata-rata 0.41 log. Harga rata-rata
jamur tiram putih yang dijual jamur tiram putih yang dijual adalah Rp. 8000 per
kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh oleh petani responden di daerah
penelitian selama satu periode adalah sebesar Rp 37.162.286.
Berdasarkan proses budidaya yang dilakukan petani responden, dalam
proses produksi yang dilakukan masih menggunakan teknologi drum atau tidak
menggunakan teknologi autoklaf, dengan penggunaan log rata-rata 12.571 log
Keuntungan (pendapatan) usahatani jamur tiram putih lebih ditentukan oleh
jumlah log. Berdasarkan analisis pendapatan, maka diperoleh imbangan dan biaya
(R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap biaya total yang
dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57. sedangkan R/C
rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 yang artinya untuk setiap biaya total
yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,84. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram tersebut menguntungkan
karena R/C rasio lebih dari satu dan layak untuk dikembangkan.
Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan
pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang
tepat. Pemasaran jamur tiram putih yang tepat harus dapat memberikan
keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang
maksimal diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis
pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan
produknya.
Pada saluran pemasaran jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari,
terdapat dua bentuk pola pemasaran. Pola pemasaran I, petani menjual ke
supplier, kemudian supplier menjual jamur tersebut ke pedagang pengecer dan
pedagang pengecer menjual lagi ke konsumen akhir. Sedangkan untuk pola
saluran II, petani menjual produknya kepada supplier dan supplier memasarkan
langsung ke konsumen.
Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memnuhi dua syarat yaitu
apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen
dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil
bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan
produksi.
Dilihat dari nilai rasio dan keuntungan dan biaya pemasaran yang
diperoleh petani, maka dapat disimpulkan bahwa pola pemasaran yang ada di
Kecamatan Tamansari sudah efisien karena nilai rasio keuntungan dan biaya
tataniaga diperoleh lebih besar dari satu. Nilai rasio keuntungan dan biaya pola
saluran I sebesar 7,22 dan pada pola saluran II sebesar 8,30.

ivi
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN
PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN
TAMANSARI KABUPATEN BOGOR










JULIANTO EFENDY SITEPU
H34066068








Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis












DEPATEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
vi
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram
Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
Nama : Julianto Efendy Sitepu
NRP : H34066068



Disetujui
Pembimbing



Ir. Juniar Atmakusuma, MS
NIP. 19530104 197903 2 001




Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Petanian Bogor



Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002



Tanggal Lulus :

vii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis
Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.



Bogor, April 2010


Julianto Efendy S
H34066068



viii
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 09 juli 1985. Penulis adalah
anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Alm Meslin Sitepu dan Rasmita Br
Tarigan.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Letjen Jamin Ginting
Berastagi pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada
tahun 2000 di SLTP Negeri 1 Berastagi. Pendidikan lanjutan menengah atas di
SMU Negeri 1 Berastagi diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan tingkat
universitas melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program
Teknologi Perlindungan Sumberdaya Hutan diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima pada Program Sarjana Ekstensi Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006.



viiii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penuls dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis
Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pendapatan usahatani, mengetahui
bentuk saluran pemasaran dan menganalisis efisiensi pemasaran jamur tiram putih
di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Penulisan skripsi ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan saran dan kritik yang bersifat membantu
(konstruktif) kearah perbaikan dan penyempurnaan sehingga dapat bermanfaat
bagi semua pihak.



Bogor, April 2010


Penulis



ixi
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi semua pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur dan terimakasih, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan
penghargaan kepada :
1. Ayah dan Ibu atas segala doa, kasih sayang, serta pengorbanan yang tidak
terbatas baik moril maupun materil. Untuk kakak tercinta Nelly Magdalena
atas segala doa dan dukungannya.
2. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing yang telah membantu,
mengarahkan, membimbing dan memberikan semangat untuk menyelesaikan
proses skripsi ini.
3. Ir. Narni Farmayanti, MSc sebagai dosen evaluator pada saat seminar
proposal (kolokium) yang telah memberikan masukan, perencanaan serta
perbaikan dalam penelitian.
4. Dr. Ir. Harianto, MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji utama.
5. Arif Karyadi, Sp atas kesediaannya sebagai dosen penguji komisi pendidikan.
6. Saudara Ahmad Bangun atas kesediannya sebagai pembahas pada saat
seminar yang telah memberi masukan.
7. Semua dosen ekstensi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,
terimakasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dari perkuliahan
hingga proses penelitian berlangsung.
8. Para petani jamur tiram putih di kecamatan Tamansari yang telah berbagi
informasi teknis budidaya dan pemasaran serta lembaga tataniaga (supplier,
pengecer).
9. Ibu Endjah Hodyah atas bimbingan dan dukungannya selama penelitian ini
dilaksanakan.
10. Hartaria Ginting yang selalu ada spesial dalam suka maupun duka, serta
motivasi yang telah diberikan.
11. Adik saya Amli Ramadana Harahap dukungan selama penyelesaian
penelitian.
12. Rekan-rekan di kostan Borobodur dan Pak Timo (Iqbal, Aulia, Jonh, Majus,
Muyan, Jefri, Irfan, BangBudi, Erik, Gunawan, Riko, Ali, Adith, Rizal) atas
dukungan dan semangat yang diberikan.
xi
13. Monalisa Sembiring, Nita, Aci dan Ratih atas segala dukungannya dalam
penyelesaian skripsi ini.
14. Sekretariat Ekstensi AGB (MbaNur, Mba maya, Mbaami, MbaDewi,
mbalus, Mas Aji, Mas Agus) terima kasih atas pelayanan dan kesabarannya
hingg akhir studi.
15. Dan semua pihak yang ikut berkontribusi pada proses penelitian yang cukup
banyak bila disebutkan satu persatu, terimakasih atas semua doa, dukungan,
dab harapan positif bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian



Bogor, April 2010


Julianto efendy Sitepu

xii
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vi
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 4
1.3 Tujuan Masalah ....................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 6
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik ............................................................................. 7
2.2 Deskripsi Jamur Tiram ............................................................ 7
2.3 Teknik Budidaya Jamur Tiram ................................................ 8
2.3.1 Bibit Jamur Tiram Putih ................................................. 11
2.3.2 Budidaya Jamur Tiram Putih ......................................... 12
2.4 Konsep Usahatani ................................................................... 15
2.5 Pendapatan Usahatani ............................................................. 15
2.6 Analisis Pendapatan Usahatani ............................................... 16
2.7 Konsep Pemasaran .................................................................. 17
2.8 Struktur Pasar .......................................................................... 18
2.9 Lembaga dan Saluran Pemasaran ............................................ 18
2.10 Marjin Pemasaran................................................................... 20
2.11 Efesiensi Pemasaran ............................................................... 22
2.12 Penelitian Terdahulu .............................................................. 24
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Teori Usahatani ........................................................................ 28
3.2 Pendapatan Usahatani .............................................................. 28
3.3 Kelembagaan Pemasaran ........................................................ 28
3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 29
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 31
4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 31
4.3 Metode Pengambilan Responden ............................................ 31
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................... 32
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ....................................... 32
4.4.2 Analisis Fungsi dan Saluran Pemasaran ......................... 34
4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ............................... 34
4.4.4 Analisis Efisiensi Tataniaga ............................................ 34
4.4.4.1 Analisis Farmers Share ..................................... 34
4.4.4.2 Analisis Marjin Pemasaran ................................. 35
4.4.4.3 Analisis Rasio Keuntungan dan
(R/C Rasio) ......................................................... 36
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi ........................ 37
5.2 Keadaan Sosial Ekonomi ........................................................ 38
5.3 Karakteristik Petani Responden ............................................... 39
5.3.1 Usia Petani ...................................................................... 39
5.3.2 Tingkat Pendidikan Petani .............................................. 39
5.3.3 Pengalaman Bertani ........................................................ 40
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih ...................................... 42
6.1.1 Persiapan Bibit ................................................................ 43
6.1.2 Persiapan Media Tanam .................................................. 43
6.1.2.1 Persiapan ............................................................. 43
6.1.2.2 Pengayakan ......................................................... 44
6.1.2.3 Perendaman ........................................................ 44
6.1.2.4 Pengukusan ......................................................... 44
6.1.2.5 Pencampuran ....................................................... 44
6.1.2.6 Pengomposan ...................................................... 44
6.1.2.7 Pewadahan........................................................... 45
6.1.2.8 Sterilisasi ............................................................ 45
6.1.3 Inokulasi ( Pemberian Bibit) .......................................... 45
6.1.4 Pemeliharaan .................................................................. 45
6.1.4.1 Inkubasi .............................................................. 45
6.1.4.2 Penumbuhan ....................................................... 46
6.1.5 Panen dan Pasca Panen .................................................. 46
6.2 Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih .............................. 46
6.2.1 Penerimaan Usahatani .................................................... 47
6.2.2 Biaya Usahatani ............................................................. 47
6.3 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih ............... 50
6.4 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran ............................. 51
6.4.1 Fungsi Pemasaran .......................................................... 53
6.4.2 Efisiensi Pemasaran ....................................................... 55
6.4.2.1 Margin Pemasaran ............................................... 55
6.4.2.2 Farmers Share ................................................... 57
6.4.3 Analisis Efisiensi Pemasaran ......................................... 58
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan .............................................................................. 59
7.2 Saran ........................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 61

DAFTAR TABEL


Nomor
Halaman
1. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran
dalam 100 gram Bahan .................................................................. 2
2. Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Produksi
Jamur Tiram Putih .......................................................................... 2
3. Perkembangan EksporJamur Segar dan Olahan Nasional
Tahun 2003-2007 ........................................................................... 3
4. Jumlah, Produksi, dan Produktifitas Jamur Tiram Putih
per Kecamatan di Kabupaten Bogor .............................................. 4
5. Kebutuhan Bahan-bahan dalam Budidaya Jamur Tiram Putih ...... 12
6. Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................... 27
7. Analisis Pendapatan Usahatani ...................................................... 33
8. Pembagian Wilayah Kecamatan Tamansari Berdasarkan
Jumlah Desa, Luas Wilayah, dan Jumlah Penduduk...................... 38
9. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Tamansari
Tahun 2009 .................................................................................... 38
10. Sebaran Petani Responden Menurut Usia
di Kecamatan Tamansari ................................................................ 39
11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan
di Kecamatan Tamansari ................................................................ 39
12. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani
di Kecamatan Tamansari ................................................................ 40
13. Sebaran Responden Menurut Skala Usaha di Kecamatan Tamansari 41
14. Penggunaan Input Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih
di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan) ............. 42
15. Penerimaan Petani Jamur Tiram Putih
di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan) ............. 47
16. Analisis Biaya Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih
di Kecamatan Tamansari pada Musim Tanam 2009 ...................... 48
17. Rata-rata Nilai Penyusutan Peralatan Jamur Tiram
Putih per Tahun. ............................................................................. 50
18. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani
Jamur Tiram Putih diKecamatan Tamansari .................................. 51

19. Fungsi Pemasaran yang dilakukan Lembaga Tataniaga


Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari ................................. 53
20. Besarnya Margin Pemasaran pada masing-masing Saluran
Tataniaga Jamur Tiram Putih ......................................................... 56

21. Besarnya Farmers Share, Biaya, dan Keuntungan Tataniaga
pada Masing-masing Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih ......... 58

DAFTAR GAMBAR

Nomor
Halaman
1 Kurva Margin Pemasaran dan Nila Margin ................................... 21
2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 30
3 SaluranPemasaran Jamur Tiram Putih ........................................... 52


DAFTAR LAMPIRAN


Nomor
Halaman
1 Gambar Kumbung Jamur Tiram Putih ........................................... 63
2 Gambar Log Jamur Tiram Putih .................................................... 64
3 Gambar Jamur Tiram Putih ............................................................ 65
4 Kuisioner Penelitian ...................................................................... 66
5 Peta Lokasi Kecamatan Tamansari ............................................... 67

I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk ditangani secara
sungguh-sungguh untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang
cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian mencakup usahatani
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan
untuk mewujudkan swasembada ketahanan pangan.
Peningkatan kebutuhan produk hortikultura menuntut adanya suatu cara
yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi holtikultura. Sistem
pertanian konvensional dengan penggunaan input-input anorganik dan bahan-
bahan kimia dalam proses budidaya ternyata membawa dampak negatif, akibatnya
terjadi masalah baru pada komoditas hortikultura seperti pencemaran lingkungan
oleh penggunaan bahan kimia berlebih, ketergantungan terhadap bahan kimia,
serta gangguan kesehatan yang diakibatkan adanya residu zat kimia berlebih yang
terkandung pada komoditas sayuran.
Penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida terbukti dapat
meningkatkan hasil produksi pangan dan hortikultura, tetapi dalam jangka
panjang akan memberikan dampak negatif seperti menurunkan tingkat kesuburan
tanah dan merusak kelestarian ekosistem.
Salah satu komoditas pangan holtikultura yang sedikit mengandung bahan
kimia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus [Jacq. Ex. Fr.] Kummer) yang
telah dibudidayakan secara meluas di Indonesia, khususnya di daerah dataran
tinggi karena jamur tiram putih tingkat pertumbuhannya lebih tinggi pada daerah
beriklim dingin dan kelembaban yang tinggi.
Jamur merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat
dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat.
Jamur tiram merupakan makanan yang aman untuk dikonsumsi karena
penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia relatif sedikit.
Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang memiliki
keunggulan bila dibandingkan dengan tanaman lain karena dapat tumbuh pada
media berupa limbah lignoselulosa, penggunaannya dalam proses fermentasi tidak

membutuhkan input yang mahal dan merupakan sumber protein nabati yang tidak
mengandung kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi setiap orang.
Protein nabati yang terkandung pada jamur tiram putih relatif sama atau
lebih tinggi dibandingkan protein sayuran lainnya dan memiliki kandungan lemak
jenuh yang rendah dibandingkan protein hewani dengan jumlah kalori yang sama
(Tabel 1).
Tabel 1. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran dalam 100 gram Bahan
No Bahan Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%)
1 Jamur Kuping 7.7 0.8 87.6
2 Jamur Shitake 17.7 8.0 67.5
3 Jamur Tiram Putih 30.4 2.2 57.6
4 Jamur Merang 16.0 0.9 64.5
5 Bayam 3.5 0.5 6.5
6 Kacang Panjang 2.7 0.3 7.8
7 Kangkung 3.0 0.3 5.4
8 Sawi 2.3 0.3 4.0
9 Wortel 1.2 0.3 9.3
10 Tauge 9.0 2.6 6.4
Sumber : Suriawiria, 2006
Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan protein jamur tiram putih relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan jamur kuping, jamur shitake, jamur merang,
bayam, kacang panjang, kangkung, sawi, wortel dan tauge. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa jamur tiram putih merupakan makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan dalam tubuh.
Daerah sentra jamur tiram putih tersebar di seluruh wilayah Indonesia, jika
dilihat dari jumlah produksi maka ada empat provinsi di Indonesia yang
merupakan penghasil jamur tiram putih yang terbanyak, yaitu Provinsi Jawa
Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa timur. Data produksi dan
produktivitas, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih
Provinsi
Produktivitas
(ton/log)
Produksi
(ton)
Jawa Barat 52,20 10.173,80
Jawa Tengah 143,00 2.285,10
D.I Yogyakarta 127,60 777,30
Jawa timur 127,60 10.231,61
Sumber : Ditjen Bina Produksi Holtikultura, 2007

Berdasarkan Tabel 2, Jawa tengah merupakan daerah yang memiliki


produktifitas tertinggi dibandingkan Provinsi lain dalam produksi jamur tiram
putih yaitu sebesar 143 ton per log. Sedangkan provinsi dengan produktifitas
terendah adalah Provinsi Jawa Barat sebesar 52,2 ton per log.
Berdasarkan data dari Redaksi Terubus (2002), bahwa peluang pasar
domestik jamur tiram putih masih potensial, hal ini ditandai dengan daya serap
pasar untuk wilayah Bandung, bogor dan Sukabumi sekitar tiga ton per hari dan
baru terpenuhi sekitar 600 sampai 1000 kg per hari.
Ditinjau dari populasi penduduk Indonesia yang demikian besar dan
tersebar di beberapa provinsi disertai dengan berkembangnya industri pengolahan,
pariwisata, terkait di dalamnya industri perhotelan, restoran dan rumah makan,
maka peluang pemasaran produk jamur tiram putih di dalam negeri dan ekspor
memberikan prospek yang cerah, hal ini dapat dilihat dari ekspor jamur segar dan
olahan seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Ekspor Jamur Segar dan Olahan Nasional Tahun 2003-
2007
Tahun Jamur Segar (kg) Jamur Olahan (kg)
2003
2004
2005
2006
2007
24.742.741
29.270.287
25.750.806
31.394.520
34.671.106
22.672.217
26.174.070
22.009.236
27.146.730
29.728.709
Laju (persen per tahun) 30,71 27,00
Sumber : Departemen Pertanian, 2007
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perkembangan ekspor jamur segar dan
olahan di Indonesia selama periode 2003-2007 cendrung mengalami penigkatan.
Untuk jamur segar dan jamur olahan volume ekspor tertinggi pada tahun 2003
sebesar 34.671.106 kg untuk jamur segar dan 29.728.709 kg untuk jamur olahan.
Laju pertumbuhan ekspor jamur segar maupun olahan relatif tinggi yaitu sebesar
30,71 persen per tahun untuk jamur segar dan 27,00 persen per tahun untuk jamur
olahan. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya peminat jamur tiram yang
menyebabkan pasar jamur menjadi sangat potensial.


1.2. Perumusan Masalah


Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten
Bogor. Usahatani jamur tiram putih yang ada di Kabupaten Bogor adalah
usahatani kecil, hal ini dapat dilihat dari teknik budidaya yang dilakukan dalam
kegiatan budidaya jamur tiram putih masih bersifat tradisional dimana masih
menggunakan teknologi drum (tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf)
dalam kegiatan budidayanya.
Tabel 4. Jumlah, Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan
di Kabupaten Bogor tahun 2007
No Kecamatan
Jumlah
(Log)
Produksi
(Kg)
Produktivitas
(Kg/Log)
1 Pamijahan 61.700 8.638 0,18
2 Leuwi sadeng 20.000 3.000 0,15
3 Rancabungur 34.000 4.420 0,13
4 Taman Sari 191.500 38.300 0,20
5 Cijeruk 17.000 2.040 0,12
6 Cisarua 780.000 173.250 0,17
7. Sukaraja 10.000 1.200 0,12
Rata-rata 0,15
Sumber : Dinas pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2007
Dari tabel 4 tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 rata-rata tingkat
produktivitas di Kecamatan Taman Sari adalah 0,20 kg/log dan merupakan
kecamatan yang paling produktif yang memberikan sumbangan produksi jamur
tiram di Kabupaten Bogor. Sedangkan kecamatan yang produktivitasnya paling
rendah adalah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Sukaraja dengan produktivitas
0,12 kg per log.
Hasil penelitian sebelumnya bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih
menguntungkan. Hal ini diketahui dari penelitian Ruillah (2006) dan Maharani
(2007). Kecamatan Tamansari merupakan kecamatan paling produktif di
Kabupaten Bogor, tetapi berdasarkan survei di lapangan bahwa jumlah petani
jamur tiram putih di lokasi penelitian hanya berjumlah tujuh petani, padahal dari
hasil penelitian sebelumya diperoleh bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih
sangat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan, oleh karena itu perlu
dianalisis kegiatan usahatani yang ada di Kecamatan Tamansari.
Produksi jamur tiram putih sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya untuk
memperoleh produk yang berkualitas baik. Dalam kegiatan budidaya jamur tiram

putih, pendapatan petani dapat dipengaruhi oleh besarnya skala usaha,


ketersediaan modal, harga jual produk, ketersediaan tenaga kerja keluarga dan
tingkat pengetahuan dan pengalaman petani. Namun kenyataan yang terjadi
dilapangan bahwa petani sangat kesulitan untuk memperoleh dana, sehingga akan
menghambat petani tersebut untuk memperbesar skala usahanya, adanya campur
tangan pemerintah maupun pihak swasta sangat diperlukan untuk mengatasi
masalah tersebut.
Karakteristik jamur tiram putih yang cepat rusak, menyebabkan petani
memerlukan pemasaran yang cepat, karena jika pemasarannya tidak cepat
menimbulkan biaya penyusutan berupa penurunan harga karena kondisi jamur
tiram putih tidak segar lagi. Jauhnya daerah pemasaran dari sentra produksi
memungkinkan timbulnya resiko yaitu: (1) apabila petani menjual langsung
produknya ke konsumen akhir akan memerlukan biaya transportasi yang tinggi,
(2) apabila petani menjual produksinya di daerahnya, maka petani akan menerima
harga jual yang terlalu rendah.
Saluran pemasaran yang efesien dipengaruhi oleh lembaga-lembaga
pemasaran yang terkait di dalamnya. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat
seperti pedagang pengumpul, supplier dan pedagang pengecer berperan dalam
penentuan saluran pemasaran jamur tiram putih. Lembaga pemasaran yang
berfungsi sebagai penghubung akan menentukan pola jalur distribusi atau saluran
pemasaran komoditi jamur tiram putih. Penanganan pascapanen yang belum
sepenuhnya dilaksanakan dengan baik oleh petani di lokasi penelitian maupun
perantara dapat menyebabkan kualitas jamur tiram putih menurun.
Lembaga-lembaga pemasaran di lokasi penelitian dalam melakukan
fungsi-fungsi pemasaran jamur tiram putih memiliki peranan yang sangat besar
dalam penyampaian poduk ke konsumen akhir, sehingga lembaga pemasaran yang
terkait memperoleh imbalan keuntungan dan marjin yang cukup tinggi.



Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dikaji dalam


penelitian ini adalah :
1. Berapa tingkat pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah
penelitian?
2. Bagaimana bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih dari produsen
sampai ke konsumen akhir di daerah penelitian?
3. Apakah sistem pemasaran, saluran pemasaran mulai dari produsen ke
konsumen akhir pada setiap lembaga sudah efesien?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah penelitian.
2. Mengetahui bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih di daerah
penelitian.
3. Menganalisis efesiensi pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan diharapkan dapat memberi manfaat :
1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi petani dalam usahatani
jamur tiram putih yang efesien dan dapat memberikan keuntungan
maksimum.
2. Sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Jamur
Jamur termasuk ke dalam kerajaan (kingdom) fungi, jamur merupakan
organisme eukariota karena inti selnya mempunyai inti sejati, dinding sel jamur
terdiri dari zat khitin, tubuh atau soma jamur terdiri dari hifa yang berasal dari
spora, jamur digolongkan sebagai tumbuhan heterotrofik karena jamur tidak
mempunyai klorofil sehingga tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri
secara fotosintesis, oleh karena itu jamur mengambil zat-zat makanan dengan
menyerap hasil penguraian materi organik (Gunawan, 2001).
Menurut Tapa Darma (2002), jamur mengalami fase vegetataif dan
generatif dalam perkembangbiakannya. Menurut sub kelasnya jamur dibedakan
menjadi dua, yakni Ascomycetes dan Basidiomycetes. Jamur dari subkelas
Basidiomycetes lebih mudah diamati karena ukuran tubuh buahnya cukup besar,
sedangkan Ascomycetes berukuran sngat kecil (mikroskopis).
2.2 Deskripsi Jamur Tiram Putih
Menurut Muchrodi (2001), disebut jamur tiram (Pleurotus ostreatus
[Jacq. Ex. Fr] Kummer) karena bentuk tudung membulat, lonjong, dan agak
melengkung seperti cangkang tiram. Ciri fisik jamur tiram yaitu tudungnya yang
menyerupai cangkang tiram dengan diameter 5-15 cm, permukaannya licin dan
agak berminyak ketika lembab, bagian tepinya agak bergelombang, letak tangkai
lateral agak disamping tudung dan daging buah berwarna putih
Pleurotus spp. Dapat tumbuh di kayu-kayu lunak dan dapat tumbuh pada
ketinggian 600 meter dpl, dengan suhu 15-30Celcius, berkembang pada pH 5,5-
7 dan kelembaban 80 persen 90 persen. Spesies ini tidak memerlukan intensitas
cahaya tinggi karena akan merusak miselia jamur dan tubuh buah jamur. Jamur ini
bermanfaat sebagai sumber protein nabati dan berkhasiat mencegah penyakit
hipertensi dan jantung (Dania, 1998)

Klasifikasi lengkap pleurotus spp. menurut Cahyana (1997) adalah sebagai


berikut :
Kingdom : Mycetea
Divisio : Amastigomycotae
Phylum : Basidiomycotae
Kelas : Hymenomycetes
Ordo : Agaricales
Family : Pleurotaceae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus ostreatus
2.3 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih
Dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih, beberapa tahap berikut perlu
diperhatikan, seperti :
2.3.1 Sarana Produksi Jamur Tiram Putih
Menurut Cahyana (1997), sarana produksi yang diperlukan sebaiknya
dipersiapkan dahulu sebelum melakukan kegiatan produksi. Sarana produksi itu
antara lain bangunan, peralatan dan bahan-bahan induk.
Bangunan Kumbung
Budidaya jamur secara komersial memerlukan beberapa bangunan yang
diperlukan dalam kegiatan usahanya. Bangunan yang diperlukan terdiri dari ruang
persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, ruang penanaman dan ruang
pembibitan.
a. Ruang Persiapan
Ruang persiapan digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam.
Kegiatan yang dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan,
pencampuran media tanam, pewadahan dan sterilisasi. Ruang persiapan dapat
digunakan pula sebagai tempat untuk menyimpan bahan-bahan seperti bekatul dan
kapur apabila skala produksi usaha itu tidak terlalu besar, namun bila skala
produksi dalam jumlah besar maka bahan-bahan itu sebaiknya ditempatkan dalam
ruang terpisah atau gudang.

b. Ruang Inokulasi
Ruang inokulasi adalah ruang untuk menanam bibit pada media tanam
jamur. Ruang inokulasi harus mudah dibersihkan dan disterikan untuk
menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Pada ruang inokulasi
diusahakan tidak banyak terdapat ventilasi yang terbuka lebar dan sebaiknya
ventilasi udara dipasang filter atau saringan dari kawat kassa atau kassa plastik,
hal ini untuk meminimalisasi tingkat kontaminan. Pada perusahaan dalam skala
besar biasanya ruang inokulasi dilengkapi dengan alat pendingin udara (air
conditioning).
c. Ruang Inkubasi
Ruang inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk menumbuhkan
miselium jamur tiram putih pada media tanam yang sudah diinokulasi. Ruang
inkubasi biasanya disebut dengan ruang spawning. Ruang ini dilengkapi dengan
rak-rak inkubasi untuk mendapatkan media tanam yang sudah diinokulasi.
d. Ruang Pemeliharaan
Ruang pemeliharaan atau sering disebut growing digunakan untuk
menumbuhkan tubuh buah jamur. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak tempat
baglog penumbuhan tubuh buah jamur dan alat penyemprot untuk menjaga
kelembaban dan kadar air dalam pemeliharaan tubuh buah jamur
e. Ruang Pembibitan
Ruang pembibitan adalah ruang yang khusus digunakan dalam pembuatan
media bibit jamur. Ruang ini diperlukan bila skala produksi sudah besar, dalam
skala produsi kecil bibit dapat dibeli dari produsen bibit sehingga ruang
pembibitan tidak diperlukan lagi.
Peralatan
Budidaya jamur tiram secara sederhana dapat dilakukan dengan alat-alat
yang mudah diperoleh seperti cangkul, sekop, botol, kayu, alat pensteril, lampu
spritus.
Untuk produksi dalam kapasitas besar diperlukan peralatan yang cukup
besar sepaerti ayakan, mixer, filler, boiler dan chamber sterilizer. Mixer
digunakan sebagai alat pencampur media tanam jamur ; filler digunakan sebagai
alat pengisi media kedalam kantong plastik dalam jumlah tertentu ; boiler

digunakan sebagai sumber pemanas (uap) ; chamber sterilizer digunakan sebagai


alat untuk sterilisasi dalam jumlah yang besar.
Bahan Bahan
Bahan-bahan untuk budidaya jamur tiram yang perlu dipersiapkan terdiri
dari bahan baku dan bahan pelengkap.
a. Bahan baku
Jamur tiram putih merupakan tumbuhan sapprofit dimana tumbuh dan
berkembang pada kayu atau pohon dan mengambil sari makanan dari inangnya.
Dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih media tanam utama yang digunakan
adalah serbuk kayu atau serbuk gergaji supaya media hidup jamur dalam kegiatan
budidaya sama dengan di alam. Serbuk kayu yang umum digunakan dalam
kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah dari pohon sengon (Parasientes
falcataria) karena kandungan getah yang terdapat pada pohon ini relatif lebih
rendah bila dibandingkan dengan jenis pohon yang lain, karena kandungan getah
pada pohon dapat menghambat pertumbuhan miselia jamur tiram putih.
Serbuk gergaji dapat diperoleh dari pabrik pengrajin kayu. Pemilihan
serbuk gergaji sebagai bahan baku media penanaman jamur perlu memperhatikan
tingkat kebersihan dan kadar getah pada kayu untuk mengurangi kontaminan
dalam pelaksanaan budidaya jamur tiram putih.
b. Bahan tambahan
Bahan-bahan lain yang digunakan dalam budidaya jamur tiram putih pada
media plastik terdiri dari beberapa macam yaitu bekatul (dedak padi), kapur
(CaCO3), gips (CaSO4) dan dapat pula ditambahkan mineral-mineral lain.
1. Bekatul
Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai
sumber karbohidrat, sumber carbon (C), dan nitrogen (N2). Bekatul yang
digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi dari hasil penggilingan di pabrik.
Bekatul sebaiknya dipilih yang masih baru, belum tengik dan tidak rusak
2. Kapur (CaCO3)
Kapur ditambahkan pada media tanam sebagai sumber kalsium (Ca) dan
untuk menstabilkan tingkat keasaman (pH) pada media tanam. Jenis kapur yang
digunakan adalah kalsium karbonat (CaCO3). Unsur kalsium dan karbon

digunakan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur bagi


pertumbuhannya.
3. Gips (CaSO4)
Gips digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk
memperkokoh media tanam, dimana dengan kondisi kokoh maka media tanam
tidak akan cepat rusak.
4. Kantong Plastik
Penggunaan kantong plastik bertujuan untuk mempermudah pengaturan
kondisi dan penanganan media selama pertumbuhan. Kantong plastik yang
digunakan adalah plastik yang kuat dan tahan panas sampai suhu 100C, jenis
plastik biasanya dipilih dari jenis polipropilen (PP). Ukuran dan ketebalan plastik
terdiri dari berbagai macam ukuran. Dalam usaha budidaya jamur tiram biasanya
yang digunakan adalah ukuran 20 x 30 cm, 17 x 35 cm, 14 x 25cm dan ketebalan
0,3 0 7 mm.
2.3.2 Bibit Jamur Tiram Putih
Budidaya jamur yang berhasil dengan baik dipengaruhi beberapa faktor
yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama, diantaranya adalah bibit
jamur. Meskipun semua faktor dalam budidaya jamur telah dipenuhi dengan baik
tetapi bibit jamur yang digunakan berkualitas kurang baik maka produksi jamur
yang diharapkan akan kurang memuaskan atau tidak akan menghasilkan sama
sekali (Gunawan, 2001)
Bibit yang dipakai sebaiknya berasal dari turunan pertama (F1) karena
dengan menggunakan turunan F2, F3 dapat menyebabkan lemahnya pertumbuhan
miselium dan dapat mengurangi produktifitas. Ada beberapa indikasi bibit yang
baik adalah sebagai berikut :
a. Bibit berasal dari varietas unggul
b. Bibit tidak terlalu tua atau sudah terlalu lama disimpan
Bibit tidak terkontaminasi



2.3.3 Budidaya Jamur Tiram Putih


Menurut Cahyana (1997), langkah-langkah dalam melakukan budidaya
jamur tiram putih dengan menggunakan serbuk kayu adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
Serbuk gergaji, bekatul, gips dan kapur disiapkan sesuai dengan komposisi
perbandingannya. Perbandingan komposisi kebutuhan bahan-bahan dapt dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 5. Kebutuhan Bahan-Bahan dalam Budidaya Jamur Tiram
Formulasi
Serbuk gergaji
(kg)
Bekatul
(kg)
Kapur
(kg)
Gips
(kg)
TSP
(kg)
I 100 15 5 1 -
II 100 5 2.5 0.5 0.5
III 100 10 2.5 0.5 0.5
VI 100 10 5 1 0.5
Sumber : Cahyana (1997)
Pada Tabel 5 terdapat berbagai formulasi media untuk pertumbuhan jamur
tiram. Hal tersebut berdasarkan pengalaman masing-masing pengusaha yang
dilakukan di tempat yang berbeda yang lebih menguntungkan. Berdasarkan Tabel
4 dapat dipilih salah satu formulasi yang sesuai dengan kondisi tempat budidaya.
2. Pengayakan
Serbuk gergaji yang diperoleh dari pengrajin mempunyai tingkat
keseragaman yang kurang baik karena di dalamnya biasa terdapat potongan-
potongan yang cukup besar dan tajam yang dapat merusak plastik sebagai media
tempat tanam yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan miselia jamur tidak
merata. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan pengayakan serbuk gergaji.
3. Perendaman
Perendaman serbuk gergaji perlu dilakukan untuk menghilangkan getah
yang terdapat pada serbuk gergaji. Disamping itu perendaman juga berfungsi
untuk melunakkan serbuk gergaji agar mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman
dilakukan selama 6-12 jam, kemudian serbuk gergaji ditiriskan.

4. Pengukusan
Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu 80-
90C selama 4-6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba
yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih yang ditanam dan untuk
menghilngkan getah yang terkandung pada serbuk gergaji.
5. Pencampuran
Bahan-bahan tambahan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi
yang dibutuhkan di campur dengan serbuk gergaji. Pencampuran harus dilakukan
secara merata. Didalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan,
terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan penggumpalan
dan komposisi media yang diperoleh tidak merata.
6. Pengomposan
Proses pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa
kompleks dalam bahan-bahan bantuan mikroba sehingga diperoleh senyawa-
senyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah
diserap oleh jamur sehingga memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik.
Pengomposan dilakukan dengan cara membunbun campuran media kemudian
menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1-2 hari. Proses
pengomposan yang baik ditandai dengan peningkatan suhu sekitar 50C. Kadar air
dalam pengomposan harus diatur pada kondisi 50-65 persen dengan tingkat
keasaman (pH) 6-7. Adonan yang baik adalah bila adonan itu dikepal membentuk
gumpalan, tetapi mudah dihancurkan.
7. Pewadahan (log Jamur)
Setelah dilakukan pengomposan maka media tanam tersebut dimasukkan
kedalam plastik polipropilen karena plastik ini relatif tahan panas dalam proses
sterilisasi. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak
optimal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah, untuk
menghindari hal tersebut dalam proses pewadahan adonan dalam plastik
dipadatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain. Media tanam yang
dimasukkan ke dalam plastik polipropilen tersebut yang dinamakan log jamur atau
media tempat tumbuh jamur tiram putih.

8. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menginaktifkan
mikroba baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menghambat
pertumbuhan miselium jamur. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-90C selama 6-
8 jam.
9. Inokulasi (pemberian bibit)
Inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan
taburan dan tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit
kedalam media tanam secara langsung. Sementara denagan tusukan dilakukan
dengan cara membuat lubang dibagian tengah media melalui cincin sedalam tiga
per empat dari tinggi media tanam, selanjutnya dengan lubang tersebut diisi bibit
yang telah dihancurkan.
10. Inkubasi
Inkubasi merupakan proses penumbuhan miselium jamur sampai
memenuhi seluruh media tanam. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
miselia jamur adalah 22-28C. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media akan
tampak putih merata. Biasanya media akan tampak putih merata antara 40-60 hari
sejak dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat
diketahui sejak dua minggu setelah inkubasi.
11. Penumbuhan
Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap
untuk dilakukan penumbuhan tubuh buah jamur dengan cara membuka plastik
media tumbuh yang sudah penuh miselia. Satu sampai dua minggu setelah media
dibuka akan tumbuh bakal buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut akan
tumbuh optimal selama 2-3 hari. Kondisi suhu optimal dalam proses pertumbuhan
tubuh buah adalah pada suhu 16-22C dengan kelembaban 80-90 persen.
12. Pemanenan
Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat optimal,
yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanena dilakukan lima hari
setelah bakal buah tumbuh. Ukuran jamur yang sudah siap dipanen adalah dengan
diameter 5-10 cm. Pemanenan dilakukan sebaiknya pada pagi hari untuk
mempertahankan kesegarannya. Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong

hingga menjadi bagian per bagian tudung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran
yang menempel pada bagian akarnya saja supaya daya simpan jamur dapat lebih
lama.
2.4 Konsep Usahatani
Definisi usahatani adalah seluruh organisasi dari alam, tenaga kerja, modal
dan manajemen yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian.
Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan
orang, baik yang terkait secara genealogis, politis maupun teritorial. Dalam hal
ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk yang paling modern yaitu
mencari keuntungan (Hernanto, 1989).
Menurut Soekartawi (1986), usahatani adalah sistem organisasi produksi
dilapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur
tenaga kerja yang mampu bertumpu pada anggota keluarga tani. Terdapat unsur
modal yang beranekaragam jenisnya salah satunya adalah unsur pengelolaan atau
menajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Tipe
unsur mempunyai kedudukan yang sama penting dalam usaha tani dan tak dapat
dipisahkan satu sama lain.
2.5 Pendapatan Usahatani
Berhasil atau tidaknya usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan
yang diperoleh petani dalam mengelola usahatani. Pendapatan dapat didefinisikan
sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan.
Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan
usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik
yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan ini mencakup semua produk
yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, yang digunakan kembali untuk bibit
atau yang disimpan digudang (Soekartawi, 1986).
Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana
produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Selain
biaya tunai yang harus dikeluarkan, ada juga biaya yang diperhitungkan yaitu nilai
pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usahatani itu sendiri.

Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya


pendapatan kerja petani kalau modal dan nilai kinerja diperhitungkan.
Pendapatan usahatani yang diterima seseorang petani dalam satu tahun
berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan
petani ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya masih dapat diubah dalam
batas-batas kemampuan petani, misalnya luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan
efisiensi produksi. Tetapi ada pula faktor-faktor yang tak dapat diubah seperti
iklim dan jenis lahan (Soeharjo dan Patong,1973).
Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986),
mengemukakan beberafa defenisi yaitu :
a. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) : nilai uang yang diterima dari
penjualan produk usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup
pinjaman uang untuk keperluan usahatani.
b. Pengeluaran tunai (farm payment) : jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani, dan tidak mencakup bunga
pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.
c. Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow): selisih antara penerimaan
tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usaha tani.
d. Penerimaan total usahatani (total farm revenue): penerimaan dari semua
sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai
penjualan hasil dan nilai penggunaan untuk konsumsi keluarga.
e. Pengeluaran total usahatani (total farm expensive): semua biaya-biaya
operasional dengan tanpa menghitung bunga dari modal usahatani dan nilai
kerja dari pengelolaan usahatani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai,
penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris dan nilai tenaga kerja
yang tidak dibayar atau tenaga kerja keluarga.
f. Pendapatan total usahatani (total farm income): merupakan selisih antara
penerimaan total dengan pengeluaran total.
2.6 Analisis Pendapatan Usahatani.
Analisis pendapatan mempunyai tujuan dan kegunaan bagi petani maupun
bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan,
yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan

menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi
seorang petani analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah
kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak.
Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan selain diukur
dengan nilai mutlak juga dianalisa nilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisien
adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost
ratio). Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai
dalam kegiatan usahatani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai
penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata lain analisis rasio penerimaan atas
biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif
kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat
diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak.
Selanjutnya Soeharjo dan Patong menjelaskan bahwa usahatani dikatakan
menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari 1 dan sebaliknya suatu
usahatani dikatakan belum menguntungkan apabila nilai R/C rasio kurang dari 1.
2.7 Konsep Pemasaran
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran adalah serangkaian
proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang
atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen. Kohls dan Uhl (1985)
mendefenisikan pemasaran pertanian sebagai jembatan penghubung antara
produsen dan konsumen pertanian.
Konsep paling dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan
manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kehilangan.
Berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya
dengan mempertukarkan produknya dan nilai dengan produsen. Suatu produk
adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan
kebutuha atau keinginan konsumen.
Tujuan dari pemasaran itu sendiri adalah dapat memenuhi kebutuhan yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Menurut Kotler (2002),
pemasaran terjadi ketika orang memutuskan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan lewat pertukaran. Pertukaran adalah tindakan memperoleh obyek yang
didambakan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai penggantinya.

Agar terjadi suatu pertukaran, beberapa kondisi harus dipenuhi, yaitu:


1. Paling sedikit harus ada dua pihak yang berpartisipasi dan masing-masing
pihak mempunyai sesuatu yang bernilai bagi pihak lain.
2. Setiap pihak juga harus ingin berdagang dengan pihak lain dan masing-masing
harus bebas untuk menerima atau menolak tawaran pihak lain.
3. Kedua belah pihak harus berkomunikasi dan menyerahkan barang.
2.8 Struktur Pasar
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), struktur pasar adalah suatu dimensi
yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh pengusaha maupun industri,
jumlah perusahaan dalam pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran,
seperti size dan concentrasi, deskripsi product dan product
differentiation, syarat-syarat entry dan sebagainya. Berdasarkan strukturnya,
pasar dapat digolongkan atas dasar yaitu persaingan sempurna, dan persaingan
tidak sempurna.
2.9 Lembaga dan Saluran Pemasaran
Aktivitas pemasaran komoditi pertanian memerlukan pelaku-pelaku
ekonomi yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung, dengan cara
melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Komoditi-komoditi yang dipasarkan juga
bervariasi, dengan kualitas dan harga yang beragam pula. Fungsi-fungsi
pemasaran yang dilakukan lembaga-lembaga pemasaran juga bervariasi.
Kompleksitas permasalahan pemasaran komoditi pertanian ini menuntut adanya
suatu pendekatan (approach), sehingga permasalahan yang diteliti menjadi jelas
dan menjadi lebih mudah untuk diselesaikan (Dahl dan Hammond,1992).
Pendekatan yang biasa dilakukan dalam pemasaran produk pertanian yaitu
pendekatan komoditi (commodity approach), pendekatan fungsi (functional
approach), pendekatan lembaga (institusional approach), pendekatan teori ilmu
ekonomi (economic theorical approach), dan pendekatan sistem (system
approach). Melalui pendekatan-pendekatan tersebut pemasaran pertanian dapat
diarahkan sedemikian rupa sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam pemasaran
dapat tercapai.

Lembaga-lembaga pemasaran dalam menyampaikan komoditi pertanian


dari produsen berhubungan satu sama lain yang membentuk jaringan pemasaran.
Arus pemasaran yang terbentuk dalam proses ini beragam sekali, misalnya
produsen berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau petani, produsen
berhubungan terlebih dahulu dengan tengkulak atau pedagang pengumpul dan
membentuk pola-pola pemasaran yang khusus. Pola-pola pemasaran yang
terbentuk selama pergerakan arus komoditi pertanian dari petani produsen
kekonsumen akhir disebut sistem pemasaran. Menurut Sudiyono (2002), lembaga
pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran,
menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta
mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu. Lembaga pemasaran
timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang
sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas
lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta
memenuhi keinginan konsumen semaksimall mungkin. Konsumen memberikan
balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa marjin pemasaran. Lembaga
pemasaran ini dapat digolongkan menurut penguasaannya. Lembaga pemasaran
dikelompokkan kedalam:
1. Pedagang perantara (merchant middlement) yang terdiri dari pengecer
(retailers) dan grosir (wholessalers).
2. Agen perantara (agen middlement) terdiri dari brokers dan komisi.
3. Pengolah (processors) dan pengusaha pabrik (manufactures).
4. Organisasi fasilitas.
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), lembaga pemasaran adalah yang
terlibat selama proses penyampaian barang dan jasa terdiri dari produsen,
pedagang pengumpul mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai
tingkat propinsi atau pedagang besar, pengecer dan lembaga penunjang seperti
perusahaan pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, biro periklanan dan
lembaga keuangan. Lembaga-lembaga yang tersebut dikelompokkan berdasarkan
atas (1) fungsi yang dilakukan, (2) penguasaan terhadap barang, (3) kedudukan
dalam struktur pasar, dan (4) menurut bentuk usahanya.

Lembaga-lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukan dapat


dikelompokkan atas: (1) lembaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti
pedagang pengumpul, pengecer dan grosir, (2) Lembaga yang melakukan kegiatan
fisik tataniaga seperti lembaga pengolahan, pengangkutan, (3) lembaga yang
menyediakan fasilitas tataniaga seperti; lembaga kredit, lembaga keuangan,
lembaga yang melakukan kualitas barang.
Fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga tataniaga bermanfaat dalam
meningkatkan kegunaan bentuk, waktu, dan tempat. Fungsi pertukaran berguna
untuk memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa. Kegiatan yang
dilakukan yaitu melakukan fungsi penjualan dan pembeliaan. Fungsi fisik
merupakan fungsi yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa. Fungsi
fisik meliputi aktivitas penanganan dan pemindahan, fungsi pengangkutan dan
pengolahan. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang ditujukan untuk
memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen.
Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi pembiayaan,
fungsi resiko dan fungsi informasi pasar.
Fungsi standarisasi dan grading mempermudah pemberian harga,
mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan
memperluas pasar. Fungsi pembiayaan melakukan kegiatan bentuk uang untuk
memperlancar proses tataniaga. Fungsi penanggungan resiko merupakan fungsi
yang dapat menerima kemungkinan kehilangan dalam proses tataniaga yang
disebabkan karena resiko fisik dan resiko pasar. Fungsi informasi pasar berguna
dalam mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses tataniaga
menjadi lebih sempurna. Sistem tataniaga akan lebih efisien apabila informasi
yang diterima produsen dan konsumen lebih baik.
2.10 Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran ditentukan oleh struktur pasar dimana kegiatan
pemasaran terjadi. Kita dapat menghitung perbedaan harga dtingkat produsen
(petani) dan ditingkat konsumen, dengan menggunakan konsep marjin pemasaran.
Marjin pemasaran dapat di definisikan sebagai perbedaan harga yang di bayar
konsumen (harga di pengecer) dengan harga yang diterima produsen (petani)
(Dahl dan Hammond,1992).

Purcell (1979), Mendefinisikan marjin pemasaran sebagai alat yang biasa


digunakan untuk mengukur keragaan atau performen sistem pasar yaitu mengukur
perbedaan harga ditingkat usahatani dengan harga ditingkat pengecer.
Berdasarkan gambar 2, kita dapat mengukur nilai marjin pemasaran. Besar kecil
marjin pemasaran sering digunakan untuk menilai efisiensi pemasaran relatif.
Dahl dan Hammand (1992) mendefinisikan marjin pemasaran sebagai
perbedaan harga ditingkat petani (P
f
) dengan harga di tingkat pengecer (P
r
).
Sedangkan nilai marjin pemasaran (value of marketing margin) merupakan
perkalian antara margin pemasaran dengan jumlah produk yang dipasarkan atau
(P
r
- P
f
) Q
rf
dan mengandung pengertian markeing cost dan marketing charges
(Gambar 1).
Harga
Pr
Sr Sf
Pf

Nilai marjin = (Pr Pf) Qf
Dr
Df
Qr,f Jumlah
Gambar 1. Kurva Marjin Pemasaran dan Nilai Marjin
Keterangan: Pr = Harga ditingkat pengecer
Pf = Harga ditingkat petani
Sr = Suplai ditingkat pengecer
Sf = Suplai ditinngkat petani
Dr = Demand ditingkat petani
Df = Demand ditingkat petani
Qr,f = Jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer
Pr-Pf = Marjin tataniaga
Besaran marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran tertentu dapat
dinyatakan dari jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang
terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat

mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam
melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang
diterima petani atau farmer share terhadap harga yang dibayar konsumen akhir.
Farmer share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga
yang diterima konsumen akhir. Bagian yang diterima tataniaga sering dinyatakan
dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1998).
2.11 Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran (Dahl dan Hammand ,1992) dapat didefenisikan
sebagai peningkatan rasio keluaran-masukan, yang umumnya dicapai dengan
salah satu cara dari empat cara berikut :
Keluaran tetap konstan sedangkan masukan mengecil
Keluaran meningkat tetapi masukan meningkat
Keluaran meningkat dalam kadar yang lebih tinggi daripada peningkatan
masukan
Keluaran menurun dalam kadar yang lebih rendah daripada penurunan
masukan.
Efisiensi pemasaran menurut Purcell (1979) dibagi menjadi dua tipe yaitu
efisiensi produksi dan efisiensi harga. Efisiensi produksi adalah meliputi
hubungan antara input dan output dari kegunaan produksi dalam sistem
pemasaran secara keseluruhan. Efisiensi harga adalah kapasitas dari sistem untuk
mempengaruhi perubahan ketepatan alokasi ulang dari sumber daya untuk
memelihara secara konsisten anatara yang ingin diproduksi dan yang diminta oleh
konsumen. Ukuran efisien produksi dapat dicerminkan dengan menghitung biaya
pemasaran dan margin pemasaran, sedangkan efisiensi harga diukur dengan
korelasi harga sebagai adanya pergerakan produk dari satu pasar ke pasar yang
lainnya dan adanya alternatif lain pemasaran bagi produsen dan konsumen untuk
menjual atau membeli produk.
Dahl dan Hammand (1992), menjelaskan bahwa efisiensi pemasaran
adalah penilaian prestasi kerja proses pemasaran yang diukur dari peningkatan
rasio keluaran masukan dalam proses pemasaran. Pemasaran yang sempurna
merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai sistem pemasaran. Indikasi adanya
efisiensi pemasaran adalah kondisi pasar persaingan sempurna. Tujuan dari

analisis pemasaran untuk mengetahui apakah sistem pemasaran yang ada efisien
atau tidak. Terdapat dua konsep efisiensi pemasaran yaitu efisiensi operasional
dan dan efisiensi harga. Ukuran efisiensi operasional dicerminkan oleh rasio
keluaran pemasaran terhadap masukan pemasaran. Dalam pemasaran efisiensi
operasional sebenarnya sama dengan pengurangan biaya. Misalnya penggunaan
mesin untuk menggantikan pekerja agar memperoleh hasil yang seragam dengan
mutu yang lebih baik terkait dengan peningkatan efisiensi. Ukuran efisiensi harga
mengasumsikan bahwa hubungan input dan output dalam bentuk fisisk adalah
konstan. Efisiensi ini berkaitan dengan keefektifan harga dalam mencerminkan
biaya output yang bergerak melalui sistem pemasaran. Efisiensi harga diukur
dengan koefisiensi korelasi harga sebagai adanya pergerakan produk dari satu
pasar kepasar yang lainnya. Indikator lain untuk mengukur efisiensi harga adalah
tingkat keterpaduan pasar. Semakin kuat tingkat keterpaduan pasar, sistem
pemasaran akan berjalan dengan lebih efisien, karena harga pasar acuan akan
diteruskan secara langsung ke pasar lokal.
Pemasaran disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak
yang akan terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen
memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan
Sitorus,1987). Sedangkan Mubyarto (1989), menjelaskan bahwa kegiatan
pemasaran atau tataniaga dikatan efisien apabila (1) mampu menyampaikan hasil-
hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, (2)
mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harag yang dibayar
konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan
pemasaran barang tersebut.
Soekartawi (1986), menjelaskan bahwa pasar yang tidak efisien akan
terjadi apabila biaya pemasaran sama besar dengan nilai produk yang dipasarakan
jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi
jika : (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat
lebih tinggi (2) persentase perbedaan harga yang dibayar konsumen dan produsen
tidak terlalu tinggi (3) tersedia fasilitas fisik pemasaran, dan (4) adanya kompetisi
pasar yang sehat.

Salah satu cara untuk mempelajari apakah suatu tataniaga telah bekerja
dengan efisien dalam satu struktur pasar tertentu adalah dengan melakukan
analisis terhadap biaya dan margin tataniaga, dan analisis terhadap penyebaran
harga dari tingkat produsen sampai ketingkat eceran(konsumen). Untuk melihat
besarnya sumbangan pedagang perantara ebagai penghubung antara produesn dan
konsumen.
2.12 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Rahmawati (1999), mengenai Analisis Saluran
Pemasaran Manggis di desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat, bahwa pelaku pemasaran yang terlibat menyalurkan
komoditi manggis dari petani adalah Bandar kampong, pedagang pengumpul,
grosir dan pedagang pengecer, serta untuk pasar luar negeri terdapat peran
eksportir. Petani sistem panen sendiri menjual ke Bandar kampung sebanyak tiga
orang (10 persen) sedangkan yang menjual ke pedagang pengumpul sebanyak
delapan orang (26,67 persen). Harga beli Bandar kampung dari petani sebesar Rp
623,68 per kg sedangkan bandar kampung menjual ke pedagang pengumpul
dengan harga Rp 1000 per kg untuk manggis local dan Rp 2.416,67 untuk
manggis kualitas ekspor. Adanya manggis kualitas ekspor menyebabkan
keuntungan Bandar kampung meningkat mejadi Rp 1.192,68 per kg dengan rasio
keuntungan yang lebih besar dibandingkan saluran lainnya, yaitu sebesar 1,99.
Farmers share yang diterima petani tertinggi sebesar 44,37 persen terdapat pada
saluran pemasaran kelima (petani pedagang pengumpul pedagang
pengecer), dan yang terendah adalah sebesar 3,99 persen terdapat pada saluran
kedelapan (petani pedagang pengumpul eksportir).
Penelitian yang dilakukan Ruillah (2006), mengenai Analisis Usahatani
Jamur Tiram Putih, kasus Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bandung, jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa elastisitas produksi
yang terbesar adalah bibit yaitu sebesar 0,22 persen. Adapun variable dummy
adalah lahan dan luas kumbung yang tidak berpengaruh terhadap luas produksi,
tetapi lebih di tentukan oleh jumlah log jamur yang diproduksi oleh petani.
Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa
R/C atas biaya tunai petani skala III lebih besar dibandingkan dengan skala I dan

II yaitu sebesar 3,75. Hal ini berarti setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh
petani skala III akan memberikan penerimaan sebesar Rp 3,75 sehingga usahatani
jamur tiram putih yang lebih efisien pada skala II.
Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul, R. P (2007), mengenai analisis
usahatani dan tataniaga ikan hias maskoki oranda di Desa Parigi mekar,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul,
supplier, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Harga jual anakan Ikan
Maskoki Oranda di tingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar
anara Rp 130 sampai dengan Rp 150 per ekor. Harga jual Ikan Maskoki Oranda di
tingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai
Rp 950 per ekor. Harga yang berlaku di tingkat supplier ke pedagang pengecer
berkisar antara Rp 1.400 sampai Rp 1.500 per ekor, sedangkan di tingkat pengecer
ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per ekor. Farmers
share yang diterima petani pada pola satu dan dua yaitu masing-masing sebesar
39,5 persen. Pada pola ketiga rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp 1.116,7
peer ekor, sedangkan rata-rata harga yang Dibayar oleh konsumen akhir adalah
sebesar Rp1.250,00 per ekor. Farmers share yang diterima petani pada pola
ketiga sebesar 89,3 persen merupakan saluran tataniaga yang paling
menguntungkan bagi petani, karena pada saluran ini tataniaga Ikan Hias Maskoki
yang paling pendek dan efisien (petani pedagang pengecer Konsumen).
Farmers share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan
saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya.
Maharani (2007) melakukan penelitian yang berjudu Analisis Usahatani
dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Studi kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Memperoleh hasil bahwa besarnya
R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,69 dan besarnya R/C rasio atas biaya total
adalah 2,20. Berdasarkan kedua perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa usahatani jamur tiram putih ini menguntungkan dan sudah efisien. Bibit
jamur tiram putih dan mnyak tanah merupakan varisabel yang berpengaruh nyata
pada peningkatan produksi jamur tiram putih. Oleh karena itu dengan
memperhatikan penggunaan ketiga variabel tersebut maka efisiensi usahatani

jamur tiram putih dapat dipertahankan. Berdasarkan analisis saluran tataniaganya


dapat disimpulkan secara keseluruhan saluran tataniaganya tidak ada yang efisien,
hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh petani hampir sama, bahkan lebih
kecil dari keuntungan lembaga tataniaga lainnya.
Penelitian yang dilakukan Andry (2008) mengenai Analisis Pendapatan
Usahatani dan Saluran Tataniaga papaya California di Kecamatan Caringin,
Kabupaten Bogor, jawa Barat, menunjukkan bahwa pendapatan usahatani papaya
california di kelompokkan berdasarkan skala usaha yaitu skala kecil, skala
meengah dan skala besar. Dari analisi R/C rasio yang dilakukan diketahui bahwa
petani responden skala menengah memiliki nilai R/C rasio yang lebih besar untuk
R/C rasio atas biaya tunai dan total biaya.
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada studi kasus, tempat
serta lokasi dilakukannya penelitian. Pada penelitian ini dianalisis pendapatan
usahatani dan saluran pemasaran jamur tiram putih dilokasi penelitian. Dari
penelitian terdahulu yang mendekati dengan penelitian ini adalah penelitian
Andry, mengenai Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya
California di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perbedaan
penelitian ini adalah jumlah petani responden yang digunakan, dimana pada
penelitian ini jumlah petani ada tujuh orang dan semuanya dijadikan menjadi
responden (sensus). Sedangkan pada penelitian Andry, pemilihan reponden
dilakukan berdasarkan skala usaha yang dikelompokkan berdasarkan beberapa
kategori (jumlah kelas) yang dilakukan dengan sengaja (purposive). Perbedaan
lain terletak pada komoditas yang diteliti adalah jamur tiram putih yang
merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memerlukan pemasaran yang
cepat untuk menghindari penyusutan nilai produk.

Tabel 6. Kajian Penelitian terdahulu


No Nama Penulis Tahun Judul Metode analisis
1. Rahmawati 1999
Analisis Saluran Pemasaran
Manggis (Studi Kasus : Desa
Puspahiang, Kecamatan
Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya, jawa Barat)
Analisis sistem
usahatani, R/C
rasio, Farmers
share
2. Ruillah 2006
Analisis Usahatani Jamur
Tiram Putih (Studi Kasus :
Desa Kertawangi, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bandung,
jawa Barat)
Analsis
Pendapatan,
R/C rasio,
Fungsi Produksi
3. Sitompul, R. P 2007
Analisis Usahatani dan
Tataniaga Ikan Maskoki
Oranda (Studi Kasus : Desa
Parigi Mekar, Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat)
Analisis R/C
rasio, Farmers
share
4. Diah Maharani 2007
Analisis Usahatani dan
Tataniaga Jamur Tiram Putih
(Studi Kasus : Desa
Kertawangi, kecamatan
Cisarua, kabupaten Bandung,
Jawa barat)
Analisis
Efisiensi,
Pendapatan,
Fungsi Produksi
(Cobb-
Douglass) dan
analisis
Farmers share
5. Andry 2008
Analisis Pendapatan
Usahatani dan Saluran
Pemasaran Pepaya California
(Studi Kasus : Desa
Lemahduhur Kecamatan
Caringin, kabupaten Bogor,
Jawa barat)
Analisis R/C
rasio, Farmes
share

III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS


3.1 Konsep Usahatani
Usahatani adalah seluruh organisasi dari alam, tenaga kerja, modal dan
manajemen yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan
orang, baik yang terkait secara genealogis, politis maupun teritorial. Dalam hal
ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk yang paling modern yaitu
mencari keuntungan
3.2 Pendapatan Usahatani
Pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai
penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan adalah
pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan usahatani adalah nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Pendapatan usahatani yang diterima seseorang petani dalam satu tahun
berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan
petani ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya masih dapat diubah dalam
batas-batas kemampuan petani, misalnya luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan
efisiensi produksi.
Salah satu ukuran efisien adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost ratio). Dalam analisis R/C rasio akan diuji
seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani bersangkutan
dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata
lain analisis rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio
penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani
menguntungkan atau tidak.
3.3 Kelembagaan Pemasaran
Pemasaran dalam menyalurkan jamur tiram putih dari produsen ke
konsumen pada usahatani kecil masih merupakan masalah, hal ini dikarenakan
kurangnya informasi pasar yang berkaitan dengan pola permintaan konsumen baik

jenis, jumlah, mutu, harga pokok, musim dan waktu penyerahan. Selain itu
kurangnya kemampuan strategi dalam pemasaran. Kegiatan-kegiatan pemasaran
membutuhkan biaya-biaya yang disebut biaya pemasaran. Ada berbagai tingkat
lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran yang menyebabkan
terjadinya berbagai harga di tingkat perantara maupun di tingkat konsumen.
Perbedaan harga diantara kedua lembaga tataniaga tersebut disebut sebagai marjin
tataniaga yang sebenarnya adalah harga dari jasa-jasa yang diberikan oleh
lembaga-lembaga pemasaran (Dahl dan Hamond, 1992).
Penyaluran jamur tiram dari produsen ke konsumen dilakukan dengan dua
cara, yaitu: (1) dengan menjual langsung produknya ke pasar, (2) melalui
pedagang perantara. Sebagian besar petani jamur tiram putih memasarkan hasil
produksinya melalui lembaga perantara. Sistem tataniaga seperti ini membutuhkan
biaya pemasaran untuk sampai di lokasi pemasaran. Oleh karena itu, nilai suatu
produk dapat di tetapkan dengan menghitung jumlah total dari biaya produksi dan
biaya pemasaran untuk satu satuan produk yang dihasilakan.
3.3 Kerangka Pemikiran Operasional
Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam keberhasilan usahatani adalah
teknik budidaya. Teknik budidaya yang kurang tepat akan mempengaruhi
produksi yang dihasilkan oleh petani. Untuk memperbaiki mutu diperlukan
penanganan yang baik mulai dari prapanen, masa panen dan pascapanen.
Salah satu cara petani untuk memperoleh imbalan keuntungan dari
usahataninya adalah dengan memasarkan hasil produksi jamur tiram putih. Sistem
pemasaran yang efisien sangat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Agar
sistem pemasaran dapat berjalan seefisien mungkin maka petani harus memilih
saluran pemasaran yang tepat sehingga mampu menekan biaya pemasaran.
Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari analisis saluran pemasaran dan efisiensi
pemasaran yang meliputi analisis farmers share, analisis margin pemasaran dan
analisis keuntungan dan biaya.
Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keuntungan yang diterima petani atas biaya yang dikeluarkan, kemudian
digunakan analisis rasio R/C untuk mengetahui apakah usahatani jamur tiram
putih tersebut menguntungkan atau tidak.

Jika usahatani tersebut menguntungkan maka petani dapat mengambil


keputusan untuk melanjutkan usahatani tersebut, sedangkan apabila mengalami
kerugian maka perlu diakukan evaluasi terhadap kegiatan usahatani jamur tiram
putih. Selanjutnya, hasil dari analisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran
jamur tiram putih dapat memberikan keterangan bagi petani untuk memilih
alternatif pengambilan keputusan yang tepat dalam melakukan kegiatan usahatani
jamur tiram putih.


Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih
Di Kecamatan Tamansari
Analisis Efesiensi Pemasaran
Pengambilan Keputusan
Kegiatan Budidaya Jamur
Tiram Putih
Analisis
Saluran Pemasaran
Efisiensi Pemasaran :
Analisis Farmers share
Analisis Marjin Pemasaran
Analisis Keuntungan dan
Biaya
Analisis Rasio
R/C
Evaluasi Usahatani
Analisis
Sistem Pemasaran
Analisis Usahatani

IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tamansari merupakan daerah yang
potensial untuk budidaya jamur tiram putih karena suhu daerah ini berkisar antara
25

27
0
C dan kelembaban 82 90 %, dimana suhu dan kelembaban daerah
tersebut sesuai dengan kisaran suhu untuk pertumbuhan jamur tiram putih yaitu
pada suhu 15

30
0
C dan kelembaban 80 90 %. Penelitian ini juga dilakukan di
sejumlah Pasar yang berlokasi di Bogor seperti Pasar Bogor, Pasar Anyar sebagai
tempat transaksi pedagang pengumpul dan pedagang pengencer.
Pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan November sampai Bulan
Desember 2009. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari
pemimpin perusahaan, petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung
kepada petani jamur tiram putih dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan kepada petani antara
lain karakteristik petani seperti nama, umur, pendidikan dan sebagainya. Hal ini
digunakan untuk melihat gambaran umum petani didaerah penelitian. Untuk
menganalisis pendapatan yang diperoleh dari usahatani jamur tiram putih diajukan
pertanyaan-pertanyaan seperti kapasitas produksi, penggunaan tenaga kerja dan
biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Selain itu wawancara juga
dilakukan terhadap supplier dan pedagang pengecer.
Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah yang terkait seperti
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Tanaman Pangan, buku, internet dan
studi literatur yang terkait dengan penelitian.
4.3 Metode Pengambilan Responden
Pemilihan responden petani jamur tiram putih dilakukan dengan
menggunakan metode sensus dikarenakan jumlah petani responden dalam
penelitian ini hanya berjumlah tujuh orang, jadi semua petani jamur tiram putih di

lokasi penelitian dijadikan sebagai responden dan untuk pengambilan responden


lembaga pemasaran dengan metode Snowball sampling, dimana informasi
mengenai satu responden diperoleh berdasarkan rekomendasi dari responden
utama.
Penentuan responden pada saluran tataniaga dilakukan dengan penelusuran
saluran tataniaga mulai dari tingkat petani sampai ke tingkat konsumen akhir.
Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya
sehingga jalur tataniaga tersebut tidak terputus.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis
secara kualitatif dan kuantitatif. Data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk
deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuan kalkulator dan
komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis
efesiensi saluran pemasaran, yaitu: analisis marjin pemasaran analisis farmers
Share dan analisis keuntungan dan biaya.
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis usahatani yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah analisis
pendapatan dan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Perhitungan
pendapatan dibagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya dan pendapatan atas
biaya total.
Secara umum, perhitungan pendapatan atas biaya tunai dapat dinyatakan
dalam persamaan matematika sebagai berikut :


Dimana: Y = Pendapatan tunai (Rp)
NP = Nilai produksi, yang merupakan hasil jumlah fisik produk
dengan harga (Rp)
Bt = Biaya tunai (Rp)
Sedangkan perhitungan untuk pendapatan atas biaya total adalah :



Y = NP - Bt
Y = NP (Bt + BD)

Dimana: Y = Pendapatan total (Rp)


NP = Nilai produksi (Rp)
BT = Biaya tunai (Rp)
BD = Biaya diperhitungkan (Rp)
Analisis selanjutnya adalah analisis efisiensi usahatani dengan
menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Rasio penerimaan atas
biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap
rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani jamur tiram putih. Dalam hal
ini jika semakin tinggi nilai R/C, maka semakin menguntungkan usahatani
tersebut. Analisis R/C dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, et al. 1986).



Dimana : Q = Total Produksi (Kg)
P = Harga Jual Produk (Rp)
Bt = Biaya tunai (Rp)
BD = Biaya Diperhitungkan (Rp)
Tabel 7. Analisis Pendapatan Usahatani
No Uraian Jumlah
Harga
(Rp)
Nilai
(Rp)
1 Penerimaan Usahatani
a. Tunai
b. Tidak Tunai


Total Penerimaan
2 Biaya Usahatani
a. Tunai
b. Tidak Tunai


Total Biaya
3 Pendapatan atas Biaya Tunai
4 Pendapatan atas Biaya Total
5 R/C atas Biaya Tunai
6 R/C atas Biaya Total

Usahatani dikatakan efesien apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu,
semakin besar nilai R/C rasio maka menunjukkan semakin tinggi keuntungan
usahatani tersebut. Suatu metode dapat dikatakan lebih efisien dari metode
lainnya, apabila mampu menghasilkan output yang lebih tinggi nilainya untuk
R/C =
TotalBiaya
imaan TotalPener
=
BD BT
P Q
+
.

biaya yang sama atau menghasilkan keuntungan yang sama dengan biaya yang
lebih kecil.
4.4.2 Analisis Fungsi dan Saluran Pemasaran
Analisis ini menggambarkan rantai distribusi yang terjadi antara titik
produksi hingga titik konsumsi dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga yang terkait dalam saluran pemasaran tersebut. Analisis akan
dilakukan secara deskriptif dan perbandingan.
4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar
Analisis struktur pasar jamur tiram putih dapat dilihat dengan
mengidentifikasi jumlah penjual dan pembeli yang terlibat, konsentrasi pasar,
keadaan produk, dan syarat masuk-keluar pasar. Analisis perilaku pasar dilakukan
dengan mengamati sistem penentuan harga, praktek pembelian dan penjualan,
pembayaran serta kerjasama yang terjadi antara lembaga tataniaga. Analisis
struktur dan perilaku pasar disajikan secara deskriptif.
4.4.4 Analisis Efisiensi Tataniaga
Menurut Mubyarto (1989) sistem pemasaran dikatan efisien apabila
memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani
produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya, dan mampu
mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh
konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Efisiensi pemasaran dapat diabagi
menjadi dua kategori, yaitu efieiensi operasional (teknologi) dan efisiensi
ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi
operasional pada proses pemasaran suatu produk yaitu analisis margin pemasaran,
farmers share serta rasio keuntungan dan biaya.
4.4.4.1 Analisis Farmers Share
Farmers share merupakan perbandingan harga yang diterima petani
dengan harga yang diterima konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase.
Farmers Share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin
tinggi marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (Farmers
Share) semakin rendah.

FS =
PI
Pr
x 1%
Keterangan :
Fs = Farmers Share (%)
Pf = Harga di tingkat petani (Rp)
Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir (Rp)
4.4.4.2 Analisis Marjin Pemasaran
Analisis marjin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi
pemasaran jamur tiram putih. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan
pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat
lembaga tataniaga. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan
penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh dari
lembaga tataniaga. Analisis marjin pemasaran dapat dipakai untuk melihat
keragaan pasar yang terjadi. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), perhitungan
marjin tataniaga secara matematis dapat dilihat sebagai berikut:




Sehingga:


Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan tataniaga pada tingkat ke-i
adalah:


Maka besarnya marjin pemasaran adalah:



Keterangan:
M
i
=

Marjin tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
M
i
= H
ji
Hb
i
M
i
= C
i
+
i
H
ji
H
bi
= C
i
+
i

m
i
= M
i

i = H
ji
H
bi
- C
i

H
ji
=

Harga

penjualan pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
Hb
i
= Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
C
i
= Biaya pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)

i
= Keuntungan tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)
i = 1,2,3,.....,n
m
i
= Total marjin pemasaran (Rp/Kg)
4.4.4.3 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C Ratio)
Rasio keuntungan dan biaya pemasaran merupakan besarnya keuntungan
yang diterima lembaga pemasaran sebagai imbalan atas biaya pemasaran yang
dikeluarkan. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga pemasaran dapat
dirumuskan sebagai berikut :



Keterangan :
Keuntungan ke-i = Keuntungan lembaga tataniaga (Rp)
Biaya ke-i = Biaya lembaga tataniaga (Rp)



Rasio Keuntungan dan Biaya =
i Biayake
i ke Keuntungan

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN


5.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, tercatat bahwa
Kabupaten Bogor terdiri dari 30 kecamatan, 425 Desa/Kelurahan, 3.136 Rukun
Warga, 11.359 Rukun Tetangga yang terdapat dalam registrasi. Dari Jumlah desa
tersebut mayoritas desa berada pada ketinggian sekitar < 500 m dpl, yaitu 232
Desa dan 144 Desa berada pada ketinggian antara 500-700 m dpl dan 49 Desa
berada > 700 m dpl.
Lokasi penelitian tepatnya berada di Kecamatan Tamansari, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu kawasan berbukit karena
terletak di kaki Gunung Salak, oleh sebab itu secara geografis permukaan tanah di
Kecamatan Tamansari dapat dikatakan berombak dengan ketinggian 700 m dpl.
Kondisi udara di kecamatan ini sejuk dengan suhu rata-rata 25
0
- 30
0
C.
Berdasarkan ciri-ciri topografi diatas, Kecamatan Tamansari termasuk sebagai
daerah dataran tinggi sehingga cukup baik untuk budidaya dan pengembangan
komoditas jamur tiram putih. Kecamatan tamansari terletak 40 km dari Ibukota
Kabupaten Bogor, 120 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat dan 96 km dari
Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Adapun batas wilayah kecamatan tamansari sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Kecamatan Ciomas (Bogor Selatan)
2. Sebelah Selatan : Gunung Salak
3. Sebelah Timur : Kecamatan Cijeruk
4. Sebelah Barat : Kecamatan Tenjoloya (Dramaga)
Luas wilayah Kecamatan Tamansari adalah 26.309 km yang terdiri dari
1.364.711 Ha tanah darat dan 1.266.225 Ha tanah sawah. Secara administratif
Kecamatan Tamansari terbagi dalam delapan desa yaitu terlihat dalam Tabel
berikut:

Tabel 8. Pembagian Wilayah Kecamatan Tamansari Berdasarkan Jumlah Desa,


Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Nama Desa
Luas Wilayah
(Ha)
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Sirnagalih 200,59 12.760
Pasir Eurih 210,88 10.736
Sukamantri 639,00 13.380
Tamansari 181,20 11.183
Sukaluyu 301,00 7.343
Sukajaya 288,65 8.297
Sukajadi 503,30 7.623
Sukamanah 306,31 10.580
Jumlah 2.630,93 81.902
Sumber : Profil Kecamatan Tamansari (2008)
5.2 Keadaan Sosial Ekonomi
Kecamatan Tamansari merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan
Ciomas pada tahun 2001 dengan jumlah desa sebayak 8 desa, meliputi 25 dusun,
88 RW dan 353 RT. Sedangkan klasifikasi desanya adalah desa swakarya.
Menurut data sensus Kabupaten Bogor (2006), jumlah penduduk Kecamatan
Tamansari sebanyak 81.902 jiwa, yang terdiri dari 42.553 orang laki-laki dan
39.349 orang perempuan.
Ditinjau dari segi matapencahariannya, mayoritas penduduk Kecamatan
Tamansari bekerja sebagai buruh sebanyak 11.380 orang atau sebanyak 41,83
persen. Sedangkan persentase terkeciln adalah sebagai TNI/POLRI sebanyak 0,46
persen.
Tabel 9. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Tamansari Tahun 2009
Mata Pencaharian
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
Karyawan Swasta 6.752 24,82
PNS 1.076 3,95
TNI/POLRI 124 0,46
Wirausaha 2.073 7,62
Petani/Peternak 5.803 21,33
Buruh 11.380 41,83
Jumlah 27.208 100,00
Sumber : Data Monografi Kecamatan Tamansari (2008)


5.3 Karakteristik Petani Responden


Dari hasil wawancara di lapangan diperoleh karakteristik usia petani,
tingkat pendidikan petani, pengalaman bertani.
5.3.1 Usia Petani
Secara umum usahatani jamur tiram putih dilakukan oleh responden
dengan rata-rata usia 46,42 tahun dengan kisaran usia 31 tahun sampai 66 tahun.
Jumlah petani berusia 31-42 tahun sebesar 42,9 persen, berusia 43-54 tahun
sebesar 28,6 persen dan responden berusia 55-56 tahun sebesar 28,6 persen.
Tabel 10. Sebaran Petani Responden Menurut Usia di Kecamatan Tamansari
Tahun 2009
Umur
(Tahun)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
31-42 3 42,9
43-54 2 28,6
55-66 2 28,6
Jumlah 7 100

5.3.2 Tingkat Pendidikan Petani
Tingkat pendidikan petani yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam menyerap dan memahami informasi yang
disampaikan. Pada umumnya keseluruhan responden telah terlepas dari buta huruf
dan hitung, meskipun para petani tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi.
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden adalah pendidikan formal
seperti SD sampai SMU, dan belum ada reponden yang mendapat gelar sarjana
maupun yang sederajat. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan formal yang dicapai umumnya masih relatif rendah
Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan
Tamansari Tahun 2009
Tingkat Pendidikan
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
Tamat SD 2 28,6
Tamat SLTP 2 28,6
Tamat SMU 3 42,9
Jumlah 7 100




5.3.3 Pengalaman Bertani


Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh pengetahuan
budidaya jamur tiram putih adalah dengan mengikuti pelatihan yang diadakan
instansi tertentu. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa petani
responden belum pernah mengikuti pelatihan jamur tiram. Rata-rata pengetahuan
cara budidaya jamur tiram putih diperoleh dengan cara belajar dari petani yang
telah membuka usahatani jamur tiram putih atau sebelumnya petani responden
merupakan tenaga kerja budidaya jamur tiram putih.
Pengalaman usahatani juga mempunyai peranan yang sangat penting untuk
mencapai keberhasilan usaha. Pada umumnya semakin lama pengalaman yang
dimiliki oleh petani maka cenderung kemampuan budidaya dan mengelola
usahatani jamur tiram juga akan semakin baik.
Tabel 12. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani di Kecamatan
Tamansari Tahun 2009
Pengalaman Bertani
(Tahun)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
Tamat SD 4 57,1
Tamat SLTP 1 14,3
Tamat SMU 2 28,6
Jumlah 7 100

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata petani mempunyai
pengalaman bertani cukup lama, dengan perbandingan 57,1 persen petani
memiliki pengalaman 0-4 tahun; 14,3 persen petani dengan pengalaman 5-9 tahun
dan 28,6 persen memiliki pengalaman 10-14 tahun.
Usaha budidaya jamur tiram putih pertama kali di Kecamatan Tamansari
adalah tahun 1995 yang dipelopori oleh Ibu Endjah Hodyah yang kemudian
seiring berjalannya waktu masyarakat mulai mengenal dan mengetahui cara
budidaya jamur tiram. Petani jamur yang ada di Kecamatan Tamansari sebelum
melakukan usaha budidaya sendiri sebelumnya merupakan tenaga kerja Ibu
Endjah Hodyah dalam kegiatan usahatani jamur tiram putih. Menurut hasil
wawancara petani responden bahwa usahatani jamur tiram putih merupakan mata
pencaharian pokok mereka.
Dari hasil waancara, semua petani (kelompok tani) yang ada menggunakan
teknologi drum (tidak menggunakan teknologi autoklaf). Pengertian kelompok

tani yang dimaksud adalah hanya sebatas nama, bukan sebagai kelembagaan
petani untuk melakukan kegiatan-kegiatan usahatani. Petani jamur tiram yang ada
di Kecamatan Tamansari yaitu Pak Narta dengan skala usaha 11000 log, Nilyun
skala usaha 5000 log, Ibu Cucu Komalasari skala usaha 21000 log, Mumin Soleh
12000 log, Pak Dayat 14000 log, Pak Joko 15000 log dan Ibu Endjah Hodyah
10000 log (Tabel 13).
Tabel 13. Sebaran Responden Menurut Skala Usaha di Kecamatan Tamansari
No
Skala Usaha
(log)
Kerusakan
(%)
Produktivitas
(kg/log)
Produksi
(kg)
1 5000 10 0,40 1.800
2 10.000 7 0,45 4.185
3 11.000 10 0,40 3.960
4 12.000 10 0,40 4.320
5 14.000 10 0,40 5.040
6 15.000 10 0,40 5.400
7 21.000 7 0,40 7.812
Rata-rata 12.571 9,14 0,41 4.645

Dari Tabel 12 diperoleh bahwa rata-rata log yang digunakan petani
reponden dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah 12.571 log. Dari
ketujuh petani responden diperoleh rata-rata tingkat kerusakan (kontaminan) pada
log jamur sebesar 9,14 persen dari total log jamur yang diproduksi. Rata-rata
produktivitas jamur tiram putih di lokasi penelitian sebesar 0,41 kg per log.

VI HASIL DAN PEMBAHASAN


6.1 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih
Proses budidaya jamur tiram putih dimulai dari penyediaan input usahatani yang
terdiri dari bibit jamur tiram putih, media tanam seperti serbuk kayu, dedak,
kapur, gips, tepung kanji. Sarana pendukung dalam kegiatan usahatani jamur
tiram adalah minyak tanah, spritus, plastik, karet, kapas, alkohol, cincin paralon,
gula dan bahan bakar. Input tenaga kerja diperoleh dari dalam keluarga dan tenaga
kerja luar keluarga. Berikut ini adalah Tabel tentang rata-rata penggunaan input
produksi usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Tamansari.
Tabel 14. Penggunaan Input Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih di
Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 bulan)
Input Produksi
Skala Usaha (log)
5.000 10.000 11.000 12.000 14.000 15.000 21.000
Bibit Jamur (Botol) 250 500 550 600 700 750 1.050
Media Tanam :
Serbuk Gergaji (karung) 300 600 660 720 840 960 1.260
Kapur (kg) 150 300 330 360 420 450 630
Gips (kg) 75 150 165 180 210 225 315
Dedak (kg) 750 1.500 1.650 1.800 2.100 2.250 3.150
Tepung Kanji - - 1375 - - - -
Sarana Pendukung
Plastik (kg) 60 120 132 144 168 180 252
Karet (kg) 3,5 7 7,7 8,4 9,8 10,5 14,7
Cincin (buah) 5.000 10.000 11.000 12.000 14.000 15.000 21.000
Spritus (botol) 7,5 15 16,5 18 21 22,5 31,5
Alkohol (botol) 5 10 11 12 14 15 21
Minyak Tanah (liter) 400 800 880 960 1.120 1.200 1.680
Koran (kg) 5 10 11 12 14 15 21
Kapas (kg) 20 - - - - -
Gula (gula) 5 10 11 12 14 15 21
Formalin (buah) - 2 - - - - 4

Berdasarkan Tabel 14 penggunaan input usahatani jamur tiram putih
berbeda-beda tergantung dari jumlah log dan formulasi media. Semakin besar
jumlah log yang digunakan untuk budidaya jamur tiram, maka penggunaan jumlah
inputnya akan lebih banyak lebih banyak. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan
bibit jamur, media tanam dan sarana pendukung yang berbeda-beda jumlahnya
pada setiap skala penggunaan log tanam jamur tiram putih.

Perbedaan dalam penggunaan input disebabkan juga oleh formulasi media


yang dipakai oleh masing-masing petani, contoh pada media tanam ada yang
menambahkan tamabahan tepung kanji pada pencampuran media tanamnya.
Pemakaian formulasi media ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki oleh masing- masing petani
Kegiatan Budidaya Jamur tiram putih yang dilakukan di daerah penelitian
meliputi persiapan bibit, persiapan media tanam, pembibitan, pemeliharaan, panen
dan pasca panen.
6.1.1 Persiapan Bibit
Budidaya jamur yang berhasil dengan baik dipengaruhi beberapa faktor yang
perlu mendapatkan perhatian secara seksama, diantaranya adalah bibit jamur.
Meskipun semua faktor dalam budidaya jamur telah dipenuhi dengan baik tetapi
bibit jamur yang digunakan berkualitas kurang baik maka produksi jamur yang
diharapkan akan kurang memuaskan atau tidak akan menghasilkan sama sekali
Bibit jamur tiram putih yang digunakan oleh para petani didaerah
penelitian berasal dari salah satu responden yang memang telah mampu
menyediakan bibit jamur tieram putih yaitu Ibu Endjah Hodyah.
6.1.2 Persiapan Media Tanam
Dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih, dilakukan persiapan media taman
jamur (log) seperti :
6.1.2.1 Persiapan
Dalam melakukan budidaya jamur tiram putih dengan menggunakan serbuk kayu
sebagai komposisi utama untuk media tumbuh. Serbuk kayu yang biasa digunakan
dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah berasal dari serbuk gergaji
kayu sengon (Parasientes falcataria). Selain serbuk kayu, bahan-bahan lain
seperti dedak, gips, kapur (CaCO
3
) juga digunakan dalam mempersiapakan media
tanam jamur tiram putih.

6.1.2.2 Pengayakan
Serbuk gergaji yang diperoleh dari pengrajin mempunyai tingkat keseragaman
yang kurang baik karena di dalamnya biasa terdapat potongan-potongan yang
cukup besar dan tajam yang dapat merusak plastik sebagai media tempat tanam
yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan miselia jamur tidak merata. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dilakukan pengayakan serbuk gergaji.
6.1.2.3 Perendaman
Perendaman serbuk gergaji perlu dilakukan untuk menghilangkan getah yang
terdapat pada serbuk gergaji. Disamping itu perendaman juga berfungsi untuk
melunakkan serbuk gergaji agar mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman
dilakukan selama 6-12 jam, kemudian serbuk gergaji ditiriskan.
6.1.2.4 Pengukusan
Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu 80-90C
selama 4-6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang
dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih yang ditanam dan untuk
menghilngkan getah yang terkandung pada serbuk gergaji.
6.1.2.5 Pencampuran
Bahan-bahan tambahan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi yang
dibutuhkan di campur dengan serbuk gergaji. Pencampuran harus dilakukan
secara merata. Didalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan,
terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan komposisi media
yang diperoleh tidak merata.
6.1.2.6 Pengomposan
Proses pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa
kompleks dalam bahan-bahan bantuan mikroba sehingga diperoleh senyawa-
senyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah
diserap oleh jamur sehingga memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik.
Pengomposan dilakukan dengan cara membunbun campuran media kemudian
menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1-2 hari. Prosed
pengomposan yang baik ditandai dengan peningkatan suhu sekitar 50C. Kadar air
dalam pengomposan harus diatur pada kondisi 50-65 persen debgab tingkat

keasaman (pH) 6-7. Adonan yang baik adalah bila adonan itu dikepal membentuk
gumpalan, tetapi mudah dihancurkan.
6.1.2.7 Pewadahan
Setelah dilakukan pengomposan maka media tanam tersebut diamsukkan
kedalam plastik polipropilen karena plastik ini relatih tahan panas dalam proses
sterilisasi. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak
optomal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah, untuk
menghindari hal tersebut dalam proses pewadahan adonan dalam plastik
dipadatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain.
6.1.2.8 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menginaktifkan mikroba baik
bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menghambat pertumbuhan miselium
jamur. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-90C selama 6-8 jam.
6.1.3 Inokulasi ( Pemberian Bibit)
Inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengantaburan dan
tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit kedalam media
tanam secara langsung. Sementara denagan tusukan dilakukan dengan cara
membuat lubang dibagian tengan media melalui cincin sedalam tga per empat dari
tinggi media tanam, selanjutnya dengan lubang tersebut diisi bibit yang telah
dihancurkan.
6.1.4 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan dalam usaha budidaya jamur tiram putih
adalah :
6.1.4.1 Inkubasi
Inkubasi merupakan proses penumbuhan miselium jamur sampai memenuhi
seluruh media tanam. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselia jamur
adalah 22-28C. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media akan tampak putih
merata. Biasanya media akan tampak putih merata antara 40-60 jari sejak
dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat diketahui
sejak dua minggu setelah inkubasi.

6.1.4.2 Penumbuhan
Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap untuk
dilakukan penumbuhan tubuh buah jamur dengan cara membuka plastik media
tumbuh yang sudah penuh miselia. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka
akan tumbuh bakal buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut akan tumbuh
optimal selama 2-3 hari. Kondisi suhu optimal dalam proses pertumbuhan tubuh
buah adalah pada suhu 16-22C dengan kelembaban 80-90 persen.
6.1.5 Panen dan Pasca Panen
Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat optimal, yaitu
cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanena dilakukan lima hari setelah
bakal buah tumbuh. Ukuran jamur yang sudah siap dipanen adalah dengan
diameter 5-10 cm. Pemanenan dilakukan sebaiknya pada pagi hari untuk
mempertahankan kesegarannya. Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong
hingga menjadi bagian per bagian tung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran
yang menempel pada bagian akarnya saja supaya daya simpan jamur dapat lebih
lama.
6.2 Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih
Menurut Hernanto (1989), analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk
mengevaluasi kegiatan usaha pertaniandalam satu tahun, dengan tujuan untuk
membantu perbaikan pengelolaan usatani. Analisis pendapatan usahatnai
bertujuan untuk mengtahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang
dilakukan.
Suatu usahatani dikatakan menguntungkan juka selisih antara penerimaan dengan
pengeluaran bernilai positif. Smeakin besar selisih antar penerimaan dengan
pengeluaran maka semakin menguntungkan suatu usahatani. Selisih tersebut akan
dinamakan pendapatan atas biaya tubuai jika peneriamaan totalnya dikurangkan
dengan biaya tunai. Sedangkan pendapatan total usahatani diperoleh dari selisih
antar peneriamaan hasil produksi dengan pengeluaran total usaha tani (total farm
expense). Pengeluaran total usahatani jamur tiram ini terdiri dari pengluaran tetap
dan pengluaran variabel (Soekarwati, 1986).

6.2.1 Penerimaan Usahatani


Penerimaan merupakan hasil kali dari jumlah produksi total dan harga jual
persatuan. Produksi rata-rata jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani
responden adalah sebesar 4.645 kg dengan jumlah penggunaan log rata-rata
12.571 log. Harga rata-rata jamur tiram putih yang dijual jamur tiram putih yang
dijual adalah Rp. 8.000 per kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh oleh
petani responden di daerah penelitian selama satu periode (tiga bulan) adalah
sebesar Rp 37.162.286 (Tabel 15). Jika dilihat produktifitasnya (jumlah produksi
per log) diperoleh bahwa produktifitas rata-rata jamur tiram putih adalah sebesar
0,41 kg per log. Produk yang dihasilkan dari usahatani jamur tiram putih yang ada
di Kecamatan Tamansari adalah merupakan jmaur tiram putih segar.
Tabel 15. Penerimaan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama
Satu Periode (tiga bulan)
No
Skala
Usaha
(log)
Kerusakan
(%)
Produktivitas
(kg/log)
Produk yang
Dihasilkan
(Kg)
Harga
(Rp)
TR Tunai
(Rp)
1 5000 10,00 0,40 1.800 8.000 14.400.000
2 10.000 7,00 0,45 4.185 8.000 33.480.000
3 11.000 10,00 0,40 3.960 8.000 31.680.000
4 12.000 10,00 0,40 4.320 8.000 34.560.000
5 14.000 10,00 0,40 5.040 8.000 40.320.000
6 15.000 10,00 0,40 5.400 8.000 43.200.000
7 21.000 7,00 0,40 7.812 8.000 62.496.000
Rata-rata 12.571 0,09 0,41 4.645 8.000 37.162.286
6.2.2 Biaya Usahatani
Biaya Usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan
(biaya tidak tunai). Biaya tunai adalah biaya yang langsung dikeluarkan petani
dalam bentuk Rupiah yang harus dimiliki petani dalam menjalankan kegiatan
usahataninya seperti biaya pembelian bibit, pembelian bahan baku dan pendukung
serta upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan (biaya tidak tunai) digunakan
untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal, dan menilai
kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku.
Biaya penyusutan peralatan, bangunan dan sewa lahan milik sendiri juga dapat
dimasukkan kedalam biaya yang diperhitungkan.

Tabel 16. Analisis Biaya Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan
Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan)
Pengeluaran Usahatani Jumlah Harga
Nilai
(Rp)
%
Terhadap
Total Biaya

Biaya Tunai
Bibit Jamur (Botol) 628,571 5.000 3.142.857 13,29
Serbuk Gergaji (karung) 762,857 2.000 1.525.714 6,45
Kapur (kg) 377,143 1.000 377.143 1,59
Gips (kg) 188,572 6.000 1.131.429 4,78
Dedak (kg) 1885,714 1.000 1.885.714 7,97
Tepung Kanji 196,429 4.000 785.714 3,32
Plastik (kg) 150,857 10.000 1.508.571 6,38
Karet (kg) 8,800 13.000 114.400 0,48
Cincin (buah) 12571,420 50 628.571 2,66
Spritus (botol) 18,857 6.000 113.143 0,49
Alkohol (botol) 12,571 16.000 201.143 0,85
Minyak Tanah (liter) 1005,714 5.000 5.028.571 21,26
Koran (kg) 12,572 2.000 25.143 0,11
Kapas (kg) 2,857 15.000 42.857 0,18
Gula (gula) 12,571 4.200 52.800 0,22
Formalin (buah) 0,857 20.000 17.143 0,07
TKLK (HOK) 240,000 15.000 3.600.000 15,22
Total Biaya Tunai 20.180.914 85,31

Biaya yang Diperhitungkan
Penyusutan Peralatan 62.324 0,26
Penyusutan Bangunan 118.304 0,50
TKDK (HOK) 219,643 15.000 3.294.643 13,93
Total Biaya Diperhitungkan 3.475.270 14,69

Total Biaya 23.656.185 100,00
Keterangan : TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga
TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh
petani responden dalam melakukan budidaya jamur tiram putih adalah sebesar Rp
23.656.185 dengan jumlah penggunaan log rata-rata sebesar 12.571 log.
Penggunaan biaya tunai lebih besar terhadap penggunaan biaya yang
diperhitungkan yaitu sebesar Rp 20.180.914 (85,31 persen) untuk biaya tunai dan
Rp 3.475.270 (14,69 persen) untuk biaya yang diperhitungkan. Persentase terbesar
terhadap total biaya adalah dalam pengguanaan minyak tanah yaitu sebesar Rp.
5.028.571 (21,26 persen) dengan jumlah penggunaan rata-rata sebesar 1.006 liter.

Hal tersebut disebabkan karena minyak tanah mengalami peningkatan harga yang
cukup tinggi sehingga pengeluaran biaya usahatani meningkat.
Biaya Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang termasuk
dalam biaya tunai sedangkan biaya kerja dalam keluarga (TKDK) termasuk dalam
biaya yang diperhitungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk TKLK terhadap biaya
biaya total (upah per HOK Rp 15.000) adalah sebesar Rp 3.600.000 (15,22
persen), dimana lebih besar dibandingkan biaya TKDK sebesar Rp 3.294.643
(13,93 persen) terhadap biaya total, hal ini disebabkan karena jumlah tenaga kerja
luar keluarga lebih banyak yang dipekerjakan dalam kegiatan budidaya jamur
tiram putih dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga.
Biaya yang diperhitungkan yang digunakan oleh petani responden sebesar
Rp 3.475.270 (14,69 persen) yang terdiri dari : biaya penyusutan peralatan,
penyusutan bangunan dan upah tenaga kerja dalam keluarga. Pada Tabel 16 dapat
dilihat bahwa persentase penyusutan bangunan terhadap total biaya adalah sebesar
0,50 persen dan biaya penyusutan alat terhadap total biaya adalah 0,26 persen.
Jenis peralatan yang diberikan oleh petani responden dalam melakukan
kegiatan usahatani jamur tiram putih dilokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel
17. Metode yang dapat digunakan dalam menghitung nialai penyusutan peralatan
adalah metode garis lurus dengan asumsi bahwa peralatan tidak dapat digunakan
lagi setelah melewati umur teknis.
Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai penyusutan peralatan
pada usahatani jamur tiram putih sebesar Rp 62.324 per tiga bulan, yaitu sebesar
0,24 persen dari total biaya, dengan nilai penyusutan peralatan terbesar adalah
handsprayer dengan nilai Rp 55.000 per tahun (Rp 13.750 per tiga bulan).







Tabel 17. Rata-rata Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Jamur tiram putih per
Satu Periode (3 Bulan)
No Uraian
Umur
Produktif
(Tahun)
Jumlah
(Buah)
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
Penyusutan
per Tahun
(Rp)
1 Drum 8 3 75.000 300.000 9.375
2 Semawar 4 3 80.000 320.000 20.000
3 Pompa 8 1 26.000 26.000 3.250
4 Cocolok 2 4 1.500 7.500 750
5 kunci 10 4 1 5.000 5.000 1.250
6 Sepuyer 2 7 2.500 25.000 1.250
7 Kunci Sepuyer 2 1 12.500 12.500 6.250
8 Selang Tembaga 4 3 1.500 7.500 375
9 Dirigen 2 6 20.000 100.000 10.000
10 Karung 1 129 720 144.000 720
11 Mulsa 1 12 750 13.500 750
12 Tali Rapia 1 3 12.000 36.000 12.000
13 Bak Angkut 4 2 12.500 37.500 3.125
14 Sikup 1 2 35.000 70.000 35.000
15 Sapu Lidi 1 2 1.500 3.000 1.500
16 Ember 1 2 5.000 10.000 5.000
17 Gayung 1 2 2.500 5.000 2.500
18 Terpal 1 7 20.000 200.000 20.000
19 Pisau Cutter 1 1 3.000 3.000 3.000
20 Corong besar 2 1 2.500 2.500 1.250
21 Buyung 2 1 25.000 50.000 12.500
22 Timbangan 8 1 200.000 200.000 25.000
23 Tambang 1 4 2.000 10.000 2.000
24 Pengki 1 1 2.500 5.000 2.500
25 Saringan kawat 2 1 15.000 15.000 7.500
26 Handsprayer 4 1 220.000 220.000 55.000
27 Botol Bir 1 8 200 2.000 200
28 Cocolok Kayu 1 3 1.000 2.000 1.000
29 Golok 4 1 25.000 25.000 6.250
Penyusutan per tiga Bulan 62.324

6.3 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih
Dalam Penelitian ini dapat dilihat pendapatan rata-rata yang diterima oleh petani
jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari dan tingkat efisiensi usahataninya
dengan menghitung R/C rasio. (Tabel 18)
Pendapatan atas total biaya untuk penggunaan log rata-rata 12.571 log dengan
rata-rata produksi 4.645 kg adalah sebesar Rp 13.506.101 sedangkan pendapatan

atas biaya tunai adalah sebesar Rp 16.981.372 dari Rp 23.656.185 total biaya yang
digunakan.
Berdasarkan nilai penerimaaan dan biaya tersebut maka diperoleh nilai
imbangan dan biaya ( R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap
rupiah biaya total yang digunakan petani akan memperoleh penerimaan sebesar
Rp 1,57. Sedangkan untuk R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 1,84 artinya
untuk setiap rupiah biaya tunai yang digunakan petani akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp 1,84.
Tabel 18. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Jamur Tiram Putih
di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (Tiga Bulan).
Uraian Nilai Persentase (%)
Penerimaan Usahatani 37.162.286 100
Biaya Usahatani :
Tunai 20.180.914 85.31
Diperhitungkan 3.475.270 14.69
Total Biaya 23.656.185 100
Pendapatan atas Biaya Tunai 16.981.372
Pendapatan atas Total Biaya 13.506.101
R/C Rasio atas Biaya Tunai 1.84
R/C Rasio atas Total Biaya 1.57

Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram
putih di Kecamatan Tamansati efisien karena kedua nilai R/C rasio lebih besar
dari satu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram putih
tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. .
Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan
petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang tepat.
Pemasaran jamur tiram putih yang tepat dapat memberikan keuntungan yang
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh petani. Keuntungan yang maksimal
diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis
pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan
produknya.
6.4 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung
dan terlibat dalam proses mengupayakan produk atau jasa tersedia untuk
dikonsumsi. Saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari

produsen kepada konsumen. Hal ini mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan
kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang
membutuhkan atau menginginkannya (Kotler, 2003).
Saluran pemasaran dalam penelitian ini menggambarkan proses penyampaian
jamur tiram putih dari petani sampai ke konsumen akhir. Lembaga pemasaran
yang terlibat dalam memasarkan jamur tiram putih dari petani sampai ke
konsumen akhir di Kecamatan Tamansari adalah: petani, supplier, pedagang
pengecer dan konsumen akhir. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
dengan petani responden dilokasi penelitian, maka diketahui terdapat dua pola
saluran pemasaran jamur tiram putih (Gambar 3).




Gambar 3. Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari
Dari hasil wawancara yang dilakukan, terdapat dua pola pemasaran yang yang ada
di lokasi penelitian yaitu pola pemasaran pertama melibatkan petani, supplier,
pedagang pengecer, konsumen akhir dan pola pemasaran kedua dari petani ke
supplier dan supplier langsung memasarkan ke konsumen akhir. Pola pemasaran
pertama lebih banyak dipakai oleh petani responden yaitu sebanyak lima orang
petani (71,43 persen) yaitu petani dengan kapasitas produksi 11.000 log, 12.000
log, 14.000 log, 15.000 log dan 21.000 log. Sedangkan petani yang memilih pola
saluran kedua berjumlah dua orang (28,57 persen) yaitu petani dengan kapasitas
produksi 5.000 log dan 10.000 log.
Rata-rata produksi jamur tiram putih yang dihasilkan petani responden adalah
sebesar 4.645 kg per satu periode musim tanam (tiga bulan). Pada saluran pertama
petani menjual jamur tiram putih ke supplier dengan harga Rp 8.000 per kg,
supplier memasarkan jamur tiram putih ke pedagang pengecer dengan harga Rp
10.500 per kg dan pedagang pengecer menjual jamur tiram putih kepada
konsumen akhir dengan harga Rp 13.500 per kg. Pada saluran kedua petani
menjual jamur tiram putih kepada supplier dengan harga Rp 8.000 per kg dan
supplier langsung memasarkan produk jamur tiram putih ke konsumen akhir
Petani Supplier PedagangPengecer Konsumenakhir

dengan harga Rp 12.000 per kg. Pembayaran yang dilakukan oleh supplier kepada
petani dengan cara tunai (cash) atau angsuran.
6.4.1 Fungsi Pemasaran
Fungsi-fungsi pemasaran adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen
memperoleh barang yang diinginkan sesuai pada tempat, waktu dan harga yang
tepat. Fungsi-fungsi pemasaran dalam pelaksanaan aktifitas yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran ini yang akan terlibat dalam
proses penyampaian barang dan jasa dari prosuden sampai ketangan konsumen.
Fungsi-fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi
fasilitas (Tabel 19).
Tabel 19. Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Masing-masing Lembaga
Tataniaga Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari.
Fungsi Tataniaga
Lembaga Pemasaran
Petani Supplier Pengecer
Fungsi Pertukaran
Pembelian
Penjualan
-





Fungsi Fisik
Penyimpanan
Pengangkutan
Pengemasan
-
-
-
-


-
-

Fungsi Fasilitas
Sortasi
Grading
Penanggungan Resiko
Pembiayaan
Informasi Pasar
-
-




-



-
-



1. Petani
Fungsi pemasaran yang umumnya dilakukan petani responden dilokasi penelitan
adalah fungsi penjualan, pembiayaan dan informasi harga, dimana petani tersebut
merupakan produsen yang membudidayakan jamur tiram putih dan menjual hasil
panennya. Fungsi pembiayaan para petani tersebut membiayai sendiri seluruh
modal yang dikeluarkannya untuk kegiatan budidaya jamur tiram putih.
Harga yang diterima petani berdasarkan atas kesepakatan sebelumnya dengan
supplier. Petani tersebut juga akan menanggung resiko jika harga pasar jamur
tiram putih mengalami penurunan dan kegagalan dalam kegiatan budidaya. Petani

responden juga melakukan informasi harga yaitu dengan melakukan pengamatan


harga yang berlaku di pasar. Harga yang diterima petani dari hasil penjualan
jamur tiram putih adalah Rp 8.000 per kg.
2. Supplier
Kegiatan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh supplier adalah melakukan
pembelian jamur tiram putih secara langsung dari petani responden dengan harga
Rp 8000 per kg. Fungsi fisik pemasaran yang dilakukan oleh supplier adalah
pengemasan dan pengangkutan jamur tiram putih dari daerah budidaya untuk
didistribusikan kepasar (pedagang pengecer) dan konsumen akhir. Transaksi
pembelian dan penjualan petani dengan supplier dilakukan dilokasi
pembudidayaan petani. Supplier memasarkan jamur tiram putih dari petani
responden ke pedagang pengecer atau swalayan dengan menggunakan mobil box
L 300. Sebelum jamur tiram diangkut kedalam mobil terlebih dahulu dilakukan
sortasi yaitu dengan memisahkan (menyeleksi) jamur berdasarkan bentuk, ukuran,
dan bentuk potongan jamur. Selain itu supplier juga melakukan fungsi
penanggungan resiko, dimana jika terjadi kerusakan pada produk jamur tiram
putih sebelum produk tersebut dipasarkan. Fungsi pembiayaan, dimana supplier
melakukan pembiayaan atas kegiatan pengangkutan, pengemasan dan sortasi
jamur tiram putih. Selain itu supplier juga melakukan kegiatan informasi pasar
untuk memantau harga jamur tiram putih yang berlaku di pasar.
Fungsi penjualan yang dilakukan oleh supplier adalah menjual produk jamur
tiram putih kepada pedagang pengecer dan konsumen akhir. Harga jamur tiram
putih yang dijual ke pedagang pengecer dengan harga Rp 10.500 per kg
sedangkan untuk konsumen akhir dengan harga Rp 12.000 per kg.
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh
supplier adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik
(pengangkutan dan pengemasan) dan fungsi fasilitas (sortasi, pembiyaan,
informasi pasar serta penanggungan kerusakan pada produk).
3. Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lembaga
pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Pengecer adalah

lembaga yang membeli jamur tiram putih dari supplier dan menjualnya kembali
ke konsumen akhir dalam bentuk segar.
Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengecer adalah fungsi pembelian,
dimana pedagang pengecer membeli produk jamur tiram putih dari supplier
dengan harga Rp 8.000 per kg. Sebelum memasarkan produk jamur tiram putih ke
konsumen akhir maka pedagang pengecer melakukan fungsi pengemasan terhadap
produk jamur tiram putih. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi
penanggungan resiko, dimana jika produk jamur tiram putih rusak atau tidak habis
terjual maka pedagang pengecer akan menanggung resiko kerugian. Didalam
memasarkan produknya ke konsumen akhir, pedagang pengecer akan dikenakan
biaya retribusi. Sebelum menjual produk jamur tiram putih, pedagang mengecer
terlebih dahulu melakukan kegiatan informasi harga jamur tiram putih di pasar
Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah menjual
produknya ke konsumen akhir dengan harga Rp 13.500 per kg.
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh
pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi
fisik (pengemasan) dan fungsi fasilitas (pembiyaan, informasi pasar serta
penanggungan kerusakan pada produk) di pasar.
6.4.2 Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran dapat dibagi menjadi dua kategori menjadi dua kategori yaitu
efisiensi opersional (teknologi) dan efisiensi ekonomi (harga). Analisis yang dapat
digunakan untuk menentukan efisiensi operasioanal pada proses pemasaran suatu
produk yaitu analisis margin pemasaran, farmers share, rasio keuntungan dan
biaya.
6.4.2.1 Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayarkan
konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga
dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran dari
tingkat produsen sampai konsumen akhir. Adanya perbedaan dari setiap lembaga
akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga
yang lain sampai ketingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang
terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai ke titik

konsumen maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik
produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar konsumen.
Tabel 20. Besarnya Marjin Pemasaran pada Masing-masing Saluran
Tataniaga Jamur Tiram Putih.
Keterangan
Pola Saluran Pemasaran
1 2
(Rp/kg) (%) (Rp/kg) (%)
Produsen
Harga Jual 8.000,00 59,26 8.000,00 66,67
Biaya Produksi 5.091,00 37,71 5.091,00 42,43
Keuntungan 2.909,00 21,55 2.909,00 24,24

Supplier
Harga Beli 8.000,00 59,26 8.000,00 66,67
Biaya :
Pengangkutan 232,00 1,72 232,00 1,93
Sortasi 75,00 0,56 75,00 0,63
Pengemasan 123,00 0,91 123,00 1,03
Total Biaya 430,00 3,19 430,00 3,58
Harga Jual 10.500,00 77,78 12.000,00 100,00
Keuntungan 2.070,00 15,33 3.570,00 29,75
Marjin 2.500,00 18,52 4.000,00 33.33

Pedagang Pengecer
Harga Beli 10.500,00 77,78
Biaya :
Retribusi 116,00 0,86
Pengemasan 123,00 0,91
Total Biaya 239,00 1,77
Harga Jual 13.500,00 100,00
Keuntungan 2.761,00 20,45
Marjin 3.000,00 22,22

konsumen Akhir
Harga Beli 13.500,00 100 12.000,00 100,00
Total Biaya pemasaran 669,00 4.956 430,00 3,58
Total Keuntungan 4.831,00 35.79 3.570,00 29,75
Total Marjin 5.500,00 40.74 4.000,00 33,33
Rasio keuntungan/Biaya 7,22 8,30

Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa margin pemasaran pada pola saluran
satu yaitu sebesar Rp 5.500 per kg (40,74 persen), yang melibatkan produsen
jamur tiram, supplier, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Margin terbesar
berada pada pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 3.000 per kg (22,22 persen).

Pada pola saluran ini, biaya pemasaran terbesar dikeluarkan oleh supplier yaitu
sebesar Rp 430 per kg (3,19 persen) dari harga jual akhir. Biaya ini digunakan
untuk kegiatan pengangkutan, sortasi dan pengemasan jamur tiram putih,
sedangkan biaya pemasaran pada pedagang pengecer adalah sebesar Rp 239 per
kg (!,77 persen) dari harga jual akhir.
Pada pola saluran kedua diperoleh margin sebesar Rp 4.000 per kg (33,33 persen),
yaitu mulai dari petani, kemudian supplier dan langsung didistribusikan kepada
konsumen akhir. Biaya pemasaran yang dikeluarkan supplier sebesar Rp 430 per
kg (3,58 persen) dari harga jual akhir.biaya ini digunakan untuk kegiatan
pengangkutan, sortasi dan pengemasan.
Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya
keuntungan dan biaya yang dikeluarkan, dari Tabel tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa rasio keuntungan dan biaya petani pada saluran kedua lebih
tinggi daripada saluran pertama. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga pada
saluran kedua adalah sebesar 8,30 yang artinya bahwa setiap satu rupiah biaya
tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh hasil sebesar 8,30. Sedangkan rasio
keuntungan dan biaya pada saluran kedua sebesar 7,22 yang artinya setiap satu
rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh hasil sebesar 7,22.
6.4.2.2 Farmers Share
Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi pemasaran adalah
dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmers share terhadap
harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Semakin besar bagian yang diterima
petani maka alur pemasaran akan dianggap semakin efisien. Perbedaan bagian
yang diterima petani dapat dilihat dari masing-masing pola saluran pemasaran
yang terdapat di Kecamatan Tamansari (Tabel 21).
Tabel 21. Besarnya Farmers Share, Biaya dan Keuntungan Tataniaga pada
Masing-masing Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih.
Keterangan Saluran 1 Saluran 2
Farmer's share (%) 59,26 66,67
Keuntungan Petani (%) 21,55 24,24
Biaya Tataniaga (%) 4,96 3,58
Keuntungan Lembaga Tataniaga (%) 35,79 29,75
Harga di Tingkat Konsumen Akhir (%) 100,00 100,00

Pada Tabel 21 terlihat besarnya bagian yang diterima oleh petani pada pola
saluran satu adalah sebesar 59,26 persen dari harga jual pedagang pengecer.
Sedangkan pada pola saluran dua petani memperoleh farmers share sebesar
66,67 persen dari harga jual pedagang pengecer ke konsumen akhir. Sehingga
dapat disimpulkan, bahwa pola saluran yang paling menguntungkan petani dari
segi pendapatan atau bagian yang diperoleh adalah pada pola saluran kedua.
6.4.3 Analisis Efisiensi Pemasaran
Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu apabila
mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan
biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi
seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi.
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa sistem saluran pemasaran
yang paling menguntungkan bagi petani dari segi pendapatan terdapat pada pola
saluran kedua karena petani tersebut memperoleh farmers share (bagian yang
diterima petani) sebesar 69,57 persen, sedangkan pola saluran satu petani hanya
memperoleh farmers share sebesar 59,26 persen. Begitu juga dengan rasio
keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pada pola saluran pemasaran dua
(8,30) lebih besar dari rasio keuntungan dan biaya petani pada pola saluran satu
(7,22). Namun berdasarkan ukuran efisiensinya dapat disimpulkan bahwa kedua
pola saluran pemasaran tersebut sudah efisien dikarenakan nilai rasio keuntungan
dan biaya yang diperoleh petani pada kedua pola saluran tersebut lebih besar dari
satu.

VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan proses budidaya yang dilakukan petani responden, dalam
proses produksi yang dilakukan masih menggunakan teknologi drum atau
tidak menggunakan teknologi autoklaf, dengan penggunaan log rata-rata
12.571 log. Berdasarkan analisis pendapatan, maka diperoleh imbangan
dan biaya (R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap biaya
total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp
1,57. sedangkan R/C rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 yang
artinya untuk setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp 1,84. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
usahatani jamur tiram tersebut menguntungkan karena R/C rasio lebih dari
satu dan layak untuk dikembangkan.
2. Pada saluran pemasaran jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari,
terdapat dua bentuk pola pemasaran. Pola pemasaran I, petani menjual ke
supplier, kemudian supplier menjual jamur tersebut ke pedagang pengecer
dan pedagang pengecer menjual lagi ke konsumen akhir. Sedangkan untuk
pola saluran II, petani menjual produknya kepada supplier dan supplier
memasarkan langsung ke konsumen akhir. Pembayaran yang dilakukan
oleh supplier kepada petani dengan cara tunai (cash) atau angsuran.
Berdasarkan analisis margin pemasaran pola saluran satu diperoleh margin
sebesar Rp 5500 per kg (40,74 persen) sedangkan pada pola saluran kedua
diperoleh margin sebesar Rp 4.000 per kg (33,33 persen). Berdasarkan
nilai rasio keuntungan dan biaya pemasaran yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan bahwa pola pemasaran yang ada di Kecamatan Tamansari
sudah efisien karena nilai rasio keuntungan dan biaya tataniaga diperoleh
lebih besar dari satu. Nilai rasio keuntungan dan biaya pola saluran I
sebesar 7,22 dan pada pola saluran II sebesar 8,30. Sedangkan jika dilihat
farmers share, pola saluran satu adalah sebesar 59,26 persen dari harga
jual pedagang pengecer. Sedangkan pada pola saluran dua petani
memperoleh farmers share sebesar 66,67 persen dari harga jual pedagang
pengecer ke konsumen akhir. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pola

saluran yang paling menguntungkan petani dari segi pendapatan atau


bagian yang dibayarkan oleh konsumen akhir adalah pada pola saluran
kedua.
7.2. Saran
1. Dalam kegiatan usahatani jamur tiram putih yang menguntungkan,
disarankan untuk bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait seperti
koperasi dan kelompok tani, untuk pengembangan kegiatan usahatani dan
mempermudah petani dalam memasarkan jamur tiram putih.
2. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan penelitian di
kecamatan lain di Kabupaten Bogor untuk membandingkan sebaran petani
responden dan kapasitas produksi log jamur tiram putih.

DAFTAR PUSTAKA

Andry. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya
California (Studi Kasus : Desa Lemahduhur, Kecamatan caringin,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Cahyana, Y. A. 1997. Pembibitan dan Budidaya Jamur Tiram Putih. Papas Sinar
Sinanti. Jakarta.
Dahl, Dale C. and Hammond J.W,1992. Market and Proce Analysis. The
Agriculture Industries. Mc. Graww-Hill Book Company, Inc.
Dania. 1998. Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya. Jakarta.
Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2007. Monografi Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor. Bogor.
Direktorat Jendral Bina Produksi 2007. Statistik Produksi Holtikultura. Pusat Data
dan Informasi. Jakarta.
Gunawan, A. W. 2001. Usaha Pembibitan Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta
Kohls, R.L and J.N.Uhl,1985. Marketing of Agriculture Product. Seventh Edition.
Purdue University. Maccmillan Publishing Company. New York.
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Prenhallindo. Jakarta
Limbong, W.H dan P. Sitorus, 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu
Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Maharani, Diah. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostretus) di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bandung Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Mosher. 1966. Menggerakkan dan Membangun pertanian. CV Sasaguna. Jakarta.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Muchrodi. 2001. Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya. Jakarta .
Purcell, Wayne. D. 1979. Agriculture Marketing System, Coordination. Cash and
Future Prices. Reston Publishing Company.Inc. Reston
Rahmawati. 1999. Analisis Saluran Pemasaran Manggis (Studi Kasus : Desa
Puspahiang, Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Redaksi Terubus. 2002. Pengalaman Pakar dan Praktisi Budidaya Jamur. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Ruillah. 2006. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostretus) di Desa
Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Jawa Barat
[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sitompul, R. P. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga ikan Hias Maskoki
Oranda [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Soeharjo dan Patong. 1973. ilmu Usahatani. Penebar Jaya. Jakarta
Soekartawi. 1986. Ilmu usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani
Kecil. Universitas Indonesia. Jakarta.
Soekartawi. 1989. Teori Ekonomi Produksi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sudiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kelima. CV Alfa Beta.
Bandung
Suriawiria. 2006. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Cetakan Kelima. Yogyakarta.
Tapa Darma, I. G. K. 2002. Budidaya Jamur Pangan. Laboratorium Patologi
Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Lampiran1.GambarKumbungJamurTiramPutih

Lampiran2.GambarLogJamurTiramPutih

Lampiran3.GambarJamurTiramPutih

Lampiran 4 Kuisioner Penelitian



KUISIONER USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor










Hari/Tanggal :
Waktu :

A. IDENTITAS DIRI
No Pertanyaan Jawaban
1 Nama
2 Alamat
3 No.Telepon
4 Umur
5 Jenis kelamin
( ) Pria
( ) Wanita
6 Pendidikan
( ) Tidak Sekolah ( ) SMA/SMK
( ) SD ( ) Diploma
( ) SMP/MTS ( ) Sarjana
7 Jumlah tanggungan
8 Jenis usaha yang dilakukan
9 Lama menjalankan usaha
10 Alasan berusahatani jamur tiram
11
Keterlibatan anggota keluarga
dalam usaha tani jamur tiram

12
Jarak lokasi budidaya dengan
rumah

13
Perkiraan ketinggian lokasi
budidaya

14 Usaha sampingan
15 Pendapatan usaha sampingan

B. INVESTASI
No Pertanyaan Jawaban
1 Modal awal
2 Sumber kepemilikan modal
( ) Pribadi ( ) Kerjasama
( ) Pinjaman ( ) Lainnya.
Kuisioner ini digunakan sebagai data primer dalam rangka
penyusunan skripsi (penelitian) yang berjudul
Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram
Oleh Julianto Efendy Sitepu (H 34066068)
Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

3 Sumber peminjaman
( ) Bank ( ) Pengumpul
( ) Koperasi ( ) Lainnya..
( ) Kelompok tani
4 Bunga peminjaman/lainnya
5
Luas lahan yang digunakan untuk
budidaya jamur tiram
m2
6
Status kepemilikan lahan yang
digunakan untuk budidaya jamur
tiram
( ) Pribadi
( ) Sewa
( ) Lainnya
7 Besarnya biaya sewa
8
Jumlah kumbung produksi yang
dimiliki
Kumbung

PROFIL KUMBUNG PRODUKSI (BUDIDAYA)
Kumbung
Tahun
Pembuatan
Umur
Produktif
Biaya
Pembuatan
Luas
(m2)
Kapasitas
(log)
Biaya
Perbaikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

BANGUNAN YANG DIMILIKI KUMBUNG PRODUKSI (BUDIDAYA)
No Ruang
Tahun
Pembuatan
Umur
Produktif
Biaya
Pembuatan
Biaya
Perbaikan
Luas
(m2)
1 Persiapan
2 Sterilisasi
3 Inokulasi
4 Inkubasi
5 Produksi
6 Gudang
7
8
9







PERALATAN PENUNJANG PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH

No Uraian
Umur
Produktif
(Tahun)
Jumlah
(Buah)
Harga Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
1 Drum
2 Semawar
3 Pompa
4 Cocolok
5 kunci 10
6 Sepuyer
7 Kunci Sepuyer
8 Selang Tembaga
9 Dirigen
10 Karung
11 Mulsa
12 Tali Rapia
13 Bak Angkut
14 Sikup
15 Sapu Lidi
16 Ember
17 Gayung
18 Terpal
19 Pisau Cutter
20 Corong besar
21 Buyung
22 Timbangan
23 Tambang
24 Pengki
25 Saringan kawat
26 Handsprayer
27 Botol Bir
28 Cocolok Kayu
29 Golok

C. USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
1. Berapa baglog jamur tiram yang dibudidayakan untuk satu kali musim panen?
..baglog
2. Berapa baglog jamur tiram yang terkontaminasi dari total baglog yang dibuat
untuk satu kali membuat adonan baglog jamur tiram ?
..baglog
3. Jumlah kerja dalam satu hari HOK
4. Komponen biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu adonan baglog jamur
tiram.

KOMPONEN PENGELURAN
No Uraian Jumlah
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)

BIAYA VARIABEL
1 Bibit
2 Serbuk gergaji
3 Bekatul
4 Gips
5 Kapur
6 Serbuk jagung
7 TSP
8 Urea
9 SP 36
10 Kapas
11 Minyak tanah
12 Kantong plastik
13 Alkohol
14 Karet
15 Pplastik wrap
16 Kertas stereofoam
17 Cincin bamboo
18 Spritus
19 Formalin
20 Stiker logo
21 Penurunan nilai inventaris
22
23
24
25
26
27
28 Biaya pengemasan
29 Biaya pengangkutan
30 Biaya retribusi
31 Biya pemasaran
32
33
Total Biaya Variabel

BIAYA TETAP
34 Upah TK tetap (luar
keluarga)

35 Upah TK tetap (dalam
keluarga)

36 Biaya transportasi

37 Lisrik
38 Air
39 Bahan bakar
40
41
42
43
TOTAL BIAYA TETAP

KOMPONEN PENERIMAAN
No Uraian Jumlah
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
1 Jamur tiram
2
Jamur tiram yang
dikonsumsi rumah tangga

3 Media tanam
4
Kompos bekas media
tanam

5
Peningkatan nilai
inventaris

6
7
8
9
10

PEMASARAN
a. Jamur Tiram segar
No Tujuan Pemasran Jumlah
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
Frekuensi
Pemasok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Total

b. Media Tanam Jamur (LOG)


No Tujuan Pemasran Jumlah
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
Frekuensi
Pemasok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Total


L

Lampiran 55. Peta Lokasi Kecamataan Tamansarri

Anda mungkin juga menyukai