Anda di halaman 1dari 9

Hidup itu terbatas. Kita mendiami satu tubuh, satu pikiran, dan melihat dunia dengan sepasang mata.

Melalui menulis dan membacalah dunia kita menjadi lebih terbuka. Kita menjadi lebih terbuka, -- dan dengan demikian menjadi tidak terbatas dikarenakan kita dapat menggunakan "mata" (pikiran) orang lain yang tersebar di mana-mana." (Joan Lingard)

Kegiatan terjemah sudah berumur cukup tua, barangkali setua manusia mengenal lambang-lambang bahasa lisan. Tidak demikian halnya dengan kegiatan terjemah profesional. Ia mungkin baru belakangan dikenal dan populer, yakni ketika bahasa (lisan dan tulisan) menjadi denominator utama bagi eksistensi kebudayaan dan peradaban besar di dunia, termasuk Indonesia. Di Mesir, selain oleh komunitas mahasiswa manca negara, kegiatan terjemah juga diramaikan oleh masico (Mahasiswa Cairo). Walaupun usianya sudah cukup lama, kegiatan terjemah di masisir terasa lebih semarak pada beberapa tahun terakhir. Obsesi dan motivasinya tentu sangat beragam. Saya tidak bisa menyebutnya secara urut dan pasti. Yang saya ketahui adalah bahwa setiap tahun, selalu saja muncul penerjemah-penerjemah baru. Tidak hanya yang terikat kontrak kerja secara resmi dengan penerbitpenerbit tanah air, bahkan ada yang tampil menjadi penerjemah-penerjemah lepas di lembaga pendidikan ataupun lembaga-lembaga swasta lainnya. Setidaknya ada tiga motivasi yang membuat kegiatan terjemah mulai bergairah di tengah masisir. Yang pertama, tumbuhnya kesadaran Masisir sebagai insan akademis untuk menyumbangkan hasil karya mereka demi perkembangan keilmuan dan gairah intelektual di tanah air. Yang kedua, meningkatnya permintaan dari penerbit-penerbit di tanah air untuk Mahasiswa Timur Tengah (secara khusus, Mesir) untuk menerjemah buku. Hal ini tiada lain disebabkan karena semakin tingginya minat baca dan kebutuhan keilmuan di tanah air. Buku-buku terjemah merupakan solusi konkret untuk menutupi kebutuhan baca masyarakat Indonesia, terutama di tengah kecilnya produktifitas karya para ulama dan cendekiawan Indonesia. Yang ketiga, secara materi, hasil dari menerjemah ini dapat membantu para mahasiswa untuk kesejahteraan hidup. Sehingga merangsang mereka untuk tetap melakukan aktivitas terjemah. Namun, bagaimana mengatasi beberapa permasalahan seputar terjemahan, terutama penerjemah pemula? Mengapa gairah menerjemah yang mengebugebu acapkali menurun dan kandas di tengah jalan ketika tersandung dengan problematika terjemah di lapangan yang ternyata sangat komplek dan unik ?

Untuk menjalankan aktivitas terjemah dan mengentaskan beberapa problematikanya, terutama bagi mereka yang baru mulai menapaki dunia terjemah (Ahlan wa sahlan ma'ana ), saya memberikan tulisan ringkas ini sebagai bahan untuk berbagi cerita dan pengalaman. Semoga bisa 'menjawab' beberapa dilema dan permasalahan yang dihadapi. Jika kurang memuaskan dan tidak sesuai dengan harapan, saya mohon maaf. Namanya juga usaha .

Langkah Awal Menerjemah A.Melatih, Mengasah Keterampilan Bahasa dan Terjemah Kegiatan terjemah pada dasarnya sama dengan aktivitas menulis. Ia pada hakikatnya adalah keterampilan atau kemahiran. Kita hanya butuh waktu dan kesabaran untuk mengasah ketajamannya. Sederhananya, kegiatan terjemah adalah kebiasaan (Habit), sama seperti kita sedang belajar berenang atau bersepeda. Artinya, walaupun dalam kemampuan terjemah terselip unsur bakat, akan tetapi ia tidak bisa banyak membantu jika alatalat untuk menerjemah itu sendiri tidak dimiliki dan digunakan. Alat-alat atau perangkat utama yang dimaksud adalah The language (bahasa). Faktor penguasaan bahasa (mahrah lughawiyyah), -baik itu bahasa asli penerjemah ataupun bahasa asing yang hendak diterjemahkanadalah sarana vital untuk menghasilkan terjemahan yang diharapkan. Penguasaan bahasa tidak hanya sekedar menguasai perangkat dasarnya saja, seperti tata bahasa atau gramatikal, tapi ternyata kita juga harus mampu menjadikan bahasa asing tersebut sebagai bagian dari bahasa kita. Artinya, dalam dunia terjemah, unsur perasaan (Dzauq) juga memiliki peran besar untuk menghasilkan terjemah yang baik dan berkualitas. Hal ini harus kita ketahui, agar kita tidak harus terpaku dan menilik kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Adapun cara untuk melatih dan menumbuhkan kebiasaan tersebut, dapat dilakukan dengan mengoptimalkan interaksi kita dengan bahasa tersebut. Bisa dengan membaca buku-buku asing tersebut, hadir dan mendengarkan bahasa asing tersebut, terutama native speakers-nya. Semakin sering kita membaca dan berinteraksi dengan dengan bahasa tersebut, maka akan memperkaya intuisi rasa dan kebahasaan kita terhadap bahasa tersebut. Disamping kita juga dituntut untuk banyak membaca bahasa Indonesia. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menghaluskan dan mencairkan bahasa terjemahan, agar selalu renyah dan mudah dipahami pembaca. Perlu diingat, Bahasa Indonesia adalah bahasa dinamis yang selalu tumbuh dan berkembang dari waktu kewaktu, terlebih di era modern dan keterbukaan seperti sekarang. Hampir setiap hari, selalu saja ada istilah atau

ungkapan-ungkapan asing yang masuk dan menjadi bagian dari bahasa Indonesia. Maka akan sulit menjadi padanan kata yang cocok dan klop dengan bahasa Indonesia, jika kita tidak terbiasa membaca dan 'mengikuti' perubahan-perubahan tersebut. Untuk langkah pertama, saya kira cukup sampai disini. Jangan lupa, Asah dan latihlah keterampilan Bahasa dan Terjemah anda ! Langkah selanjutnya .. B. 'Selektif' Memilih Buku Selektif memilih dan memilah buku. Pilihlah buku yang sekiranya cocok dan sesuai dengan kemampuan serta bidang anda. Jangan menerjemah buku-buku 'berat' yang bukan bidang (spesialisasi) anda, atau buku-buku yang anda tidak memiliki latar belakangan pengetahuan tentang hal itu. Karena, penyebab utama yang sering membuat penerjemah 'kalah' di tengah jalan adalah kurang selektif memilih buku yang sesuai dengan kemampuannya. Terlebih para penerjemah pemula. Terkadang, karena saking 'bersemangat' nya untuk menghasilkan karya, ia tidak jeli memilih buku untuk diterjemah. Baru memulai terjemah, sudah memilih buku sehingga ketika ia menemukan kesulitan dan problem, ia kebigungan mencari jalan keluar. Akhirnya, terjemah tidak selesai, waktu terbuang percuma. Kemudian, kita juga perlu memperhatikan jenis dan ketebalan buku. Upayakan naskah yang hendak diterjemahkan adalah buku dengan segmentasi yang kita gemari serta tidak terlalu tebal. Coba pilih buku-buku ringan dan populer yang anda gemari serta dengan ketebalan 'sedang' (antara 40-100). Biasanya buku-buku tentang remaja, sirah (sejarah), biografi serta buku-buku tentang fadhilah a'amal (keutamaan ibadah) ratarata memiliki struktur bahasa dan kalimat yang sederhada serta mudah dipahami penerjemah. Hal ini akan membuat kita menikmati kegiatan terjemah, bahkan merangsang kita untuk menambah produktivitas terjemah. Ingat, poin kedua, 'Selektif' Memilih Buku! Selanjutnya, bagaimana memperoleh hasil terjemahan yang baik? Sebagai tambahan dari penjelasan sebelumnya, berikut beberapa hal penting yang sangat membantu penerjemah dalam meningkatkan kualitas dan hasil terjemahnya. Yaitu: 1. Mengenali karakter kedua bahasa. Diantara karakteristik bahasa Arab adalah memberikan perhatian terhadap jumlah fi'liyah (predikat didahulukan dari subyek) dan jumlah ismiyyah (mendahulukan subyek dari predikat). Sementara karakteristik bahasa Indonesia, selalu mendahulukan subyek daripada predikat. 2. Menambah Wawasan

Berwawasan luas. Ya, seorang penerjemah dituntut untuk memiliki wawasan luas, terutama terhadap tema bahasan yang sedang ia terjemahkan. Dengan demikian, akan mempermudah dalam proses penerjemahan, khususnya ketika mendapatkan beberapa nama atau terminologi yang berkaitan dengan spesialisasi ilmu tertentu. Contoh sederhananya adalah penulisan nama orang di dalam bahasa Arab. Dalam buku-buku berbahasa Arab, jarang sekali kita mendapatkan penulisan nama orang asing, misalnya, Ban Ki Mon, Ehud Olmert, Susilo Bambang Yudoyono, dll, yang mengikutsertakan nama aslinya dengan tulisan latin. Sebagian kita mungkin menganggap sepele halhal seperti ini, namun di 'lapangan' terjemah kita akan menemukan banyak hal ini. Maka, jawabannya adalah, Penerjemah harus berwawasan. Terlebih, jika naskah terjemahan tersebut beraroma pemikiran dan politik. Contoh, kalimat Istifta, Hudnah, Abqoriyyat, Isytibakat dll. 3. Kemampuan menggunakan sumber-sumber rujukan, baik yang berbentuk kamus umum biasa, kamus elektronik, maupun kamus peristilahan serta nara sumber bidang yang diterjemahkan. Seorang penerjemah harus memiliki kamus dari dua bahasa sekaligus. Akan lebih baik jika ia memiliki pelbagai macam kamus, terutama berkaitan dengan kamus istilah terhadap spesialisasi suatu ilmu. Dan yang terpenting adalah, jangan 'malas' buka kamus, apalagi penerjemah pemula. Upayakan anda mendapatkan tiga kosa kata baru setiap hari. Kalau perlu 10 kosa kata perhari! Semakin banyak inventaris kosa kata yang kita miliki, maka akan semakin lancar dan luwes kita menerjemah. Jadi ingat! Jangan Malas buka kamus!! 4. Menggunakan Metode Maknawi Selain metode penerjemahan harfi, kata perkata (literal), atau memindahkan bahasa dari teks ke teks, adapula metode penerjemahan maknawi (adaftif). Saya tidak ingin mengatakannya sebagai terjemahan 'bebas' yang lebih berkonotasi negatif. Model terjemah seperti ini lebih menekankan pada tekhnik 'Pembahasaan kembali', yaitu dengan menggunakan pola dan struktur bahasa terjemah yang lebih renyah dan komunikatif. Metode terjemah seperti memiliki, memiliki implikasi positif dan negatif. Positifnya, sebuah terjemahan akan menjadi lebih sederhana dan lebih mengenai sasaran dibandingkan hanya menitikberatkan kepada terjemah harfiyah, yang seringkali kurang enak dibaca. Negatifnya, terjemah maknawi yang terlalu 'liar' bisa menghilangkan gaya bahasa dan karakteristik (uslub atau ta'bir) penulis. Maka, penerjemah perlu memahami kedua hal tersebut. Ia dituntut mampu menerjemah dengan struktur bahasa

yang sederhana serta dipahami, mempertahankan gaya bahasa penulis. Jadi, terjemah yang baik adalah:

dengan

tetap

berusaha

Terjemah yang dinamis, tidak kaku serta mudah dipahami! 5. Optimalkan Editing ! Editing adalah proses terakhir perbaikan naskah terjemah. Proses ini sangat menentukan hasil dan kualitas sebuah terjemah. Baik tidaknya sebuah terjemah sangat tergantung dengan hasil editing naskah, baik dari segi struktur bahasa, gramatikal dan validitas isi terjemahan. Jangan tergesa-gesa menyelesaikan editing atau perbaikan naskah. Cermati beberapa kali setiap halaman terjemahan anda. Hindari mengedit tulisan pada saat anda lelah atau mengantuk. Ini dapat menyebabkan kualitas editan anda kurang maksimal. Upayakan kondisi tubuh benar-benar fit dan bersemangat ketika mengedit, agar dapat merangsang seluruh potensi dan kemampuan kita ketika mengedit. Jika naskahnya akan diterbitkan di Indonesia, biasanya penerbit juga menyediakan editor khusus untuk setiap naskah yang masuk. Namun hendaknya kita tidak menyandarkan seluruh proses editing ke pihak penerbit. Selain hal ini terkait dengan citra kita sebagai penerjemah karena kita akan mendapat 'catatan' dari penerbit, jika hasil terjemah buruk, apalagi sampai tidak layak terbit- ini juga terkait dengan keterbatasan editor tersebut sebagai manusia biasa. Makanya, upayakan anda bisa mandiri mengedit naskah anda secara baik dan optimal. Ingat! Kualitas terjemah anda, tergantung secermat apa editing anda! Penutup Saya meyakini benar, bahwa tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan dan kecukupan. Apalagi jika anda hanya mengandalkan tulisan pengantar ini untuk belajar menerjemah, serta tidak tergerak untuk terus belajar dan mencoba

Terakhir saran saya, terutama buat rekan-rekan yang benar-benar ingin menggeluti dunia terjemah secara serius, teruslah belajar dan mencoba. Kita bisa, kalau kita yakin bisa. Karena acapkali perbedaan terbesar antara kita dengan para penerjemah sukses, hanya terletak pada keyakinan bahwa mereka bisa. Selamat mencoba! Ardiansyah Ashri Husein

Makalah ini disampaikan dalam SMS (Sekolah Menulis SINAI) yang diselenggarakan oleh
Studi Informasi Alam Islami (SINAI) Mesir, Rabu, tanggal 9 Syaban 1428 H/22 Agustus 2007 M. Beberapa bahan tulisan dan item dalam makalah ini pernah saya sampaikan dalam Pelatihan Terjemah (Terjemah Aplikatif, Surat Kabar dan Buku) yang diselenggarakan oleh PADU (Persatuan Alumni Darul Ulum) Mesir, Kamis, 25 Shafar 1428 H/15 Maret 2007 M, kemudian dalam Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan oleh KMA (Keluarga Mahasiswa Aceh, Ahad, tanggal 6 Rabi'ul Awwal 1428 H/25 Maret 2007 M.

Jurnalis dan Penerjemah. Sekarang menjabat Koordinator Kajian Dunia Islam dan Studi Pemikiran Islam Kontemporer SINAI (Studi Informasi Alam Islami). Karya-karyanya yang sudah diterbitkan; 1. Dunia Islam Menghadapi Konspirasi Global, Membongkar Spionase Amerika Melumpuhkan Kekuatan Perlawanan; 2. Saddam Husein, Dari Istana Ke Tiang Gantungan. Buku-buku yang sudah diterjemah: 1. Al Ka'bah Markzul 'lam; Ka'bah Pusat Dunia; 2. Al Jailu l-Ma'd bi an Nashr wa tamkn (Tipikal Generasi Pemenang) Karya Dr. Majdi al Hilaly; 3. Buytun bila Duyn (Rumah Bahagia Tanpa Hutang) karya Dr. Akram Ridha; 4. Musykilt As Syabb (Romantika Remaja), karya Ahmad Hanafi; 5. Babun fi Tafsir, Silsilah min Turts Imam Hasan Al Banna, karya Dr. Jum'ah Amin; 6. Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq; 7. Ma'lim Masyr al Hadhry Fi Fikri al Imm Al Syahd Hasan Al Banna; fi Dzikr Miawiyah Mld al Imm Al Syahd Hasan Al Banna (Konsep dan Cita-cita Peradaban Imam Syahid Hasan Al Banna; Memoriam 100 Tahun Kelahiran Hasan Al Banna), Karya DR. Muhammad Imarah. 8. Manhaj al Ishlh wa al Taghyr Inda Jamatil Ikhwn al Muslimn (Konsep Reformasi Dalam Persfektif Ikhwanul Muslimin, Studi Pembelajaran Terhadap Risalah Pergerakan Imam Syahid Hasan Al Banna), karya Dr. Muhammad Abdurrahman, Pengantar oleh Ir. Muhammad Khairat Syatir. http://abukhonsa.multiply.com/journal/item/39?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

Revolusi Metode Pembelajaran Bahasa Asing


Editor | Kolom Lepas | March 23rd, 2009

Oleh: Putu Adnyana* Belajar bahasa sebenarnya tidak sulit, tetapi juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yang penting adalah kemauan, ketekunan, dan praktik. Pakar pembelajaran bahasa, Douglas Brown, berpendapat tentang lima prinsip dalam belajar bahasa. Salah satunya, agar

pencapaiannya maksimal, misalnya belajar bahasa Rusia, semestinya dilakukan di Rusia juga (di tempat bahasa ibu). Umumnya, proses belajar seperti itu akan membuat kita lebih cepat menguasai bahasa asing tersebut. Karena, setiap hari kita bisa menerapkan secara langsung bahasanya, mulai dari tempat tidur sampai kembali ke tempat tidur. Mengapa bisa cepat? Karena, dengan cara seperti itu, bahasa Rusia sudah tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Jika tidak demikian, kita harus menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan kita dengan menerapkannya di mana saja, di setiap saat. Misalnya, dengan terlibat membaca, mendengar, menulis, dan berbicara dalam bahasa Rusia. Yang terpenting, kita harus secara konsisten mengondisikan waktu untuk membaca artikel dalam bahasa Rusia setiap hari, Membiasakan telinga kita mendengarkan bahasa Rusia, baik melalui kaset berupa lagu, berita, pidato, presentasi, atau kaset pelajaran bahasa. Berusahalah juga untuk mencoba menulis untaian kata-kata, seperti menulis memo, surat pendek, rencana ke depan, paragraf/komentar tentang beberapa hal, apalagi yang berhubungan dengan kepentingan guiding. Jadi, kelilingi hidup kita dengan bahasa Rusia, tentunya dengan topik-topik yang kita senangi. Selanjutnya, libatkan diri Anda dengan total commitment secara fisik, yaitu dengan mencoba mendengar, membaca, menulis, melatih pengucapan, terus-menerus dan berulang-ulang. Tiga tahapan dalam belajar bahasa harus dikuasai,yaitu pengenalan, pemahaman, dan pengembangan. Berdasarkan pengalaman saya melewati proses pembelajaran dan penguasaan beberapa bahasa asing, akhirnya saya menemukan cara belajar yang lebih efektif, yang saya namai dengan metode Interlanguage. Pendekatan ini sangat efektif untuk mendapatkan banyak perbendaharaan kata. Pada saat awal dua minggu saya menggunakan metode ini, saya temukan sampai 500 kata, yang saya tahu artinya tanpa melihat di kamus. Wow, dahsyat, bukan? Metoda Interlaguange ini sangat efektif untuk merangsang dan memaksimalkan fungsi kerja otak dan daya ingat kita, yang mana menurut Dr. Goulman, kita baru memanfaatkannya sekitar 5,75 persen saja dari keseluruhan kekuatan kerja otak kita. Banyak orang bertanya kepada saya, Pak Putu, kalau harus memilih, mana yang lebih didahulukan, kosa kata/vocabulary atau tata bahasa/grammar? Saya tegaskan, bahwa terlebih dahulu Anda harus menguasai perbendaharaan kata, baru kemudian tata bahasanya. Analoginya, mengetahui tata bahasa tetapi minim kosa kata, Anda tak lebihnya bagai orang yang bisa melihat tetapi lumpuh. Sebaliknya, mempunyai kosa kata yang bagus tetapi minim pengetahuan tata bahasa, tak lebihnya adalah Anda itu orang yang bisa berjalan ke mana-mana tetapi buta. Belajar bahasa juga tak lebih sulit dari belajar naik sepeda motor atau menyetir mobil. Kita tidak bisa mahir hanya dengan membaca buku manualnya, tetapi harus mencoba menggunakannya. Sangat wajar kita melakukan kesalahan. Yang terpenting adalah kita mengetahui kesalahan dan melakukan perbaikan pada kesempatan berikutnya. Biasanya, kita memang tidak gampang melupakan kritik/ralat yang dilakukan oleh orang lain terhadap kesalahan yang kita perbuat.

Ada banyak cara belajar, jadi ciptakanlah strategi belajar yang sesuai dengan kepribadian dan gaya belajar Anda masing-masing. Misalnya, ada yang lebih mudah belajar dengan menggunakan cue card, yaitu kartu kecil yang bertuliskan kata-kata yang ingin kita kuasai, disertai dengan contoh kalimat yang bisa menggunakan kata-kata tersebut. Kartu ini bisa dibawa kapan saja, di mana saja, misalnya pada saat Anda menunggu tamu di lobi, sedang menunggu taksi, menunggu hidangan makan siang, dll. Kita bisa mencoba dengan mengambil karu ini dan membacanya, serta melakukan improvisasi dengan kata-kata baru dalam struktur kalimat yang sama. Ada pula yang lebih mudah belajar dengan berkomunikasi secara lisan dengan orang lain atau native speaker. Dari komunikasi ini, mereka bertanya, mendengar, memperbaiki ucapan, dan meningkatkan kosa kata. Gaya belajar juga terbentuk berdasarkan kebiasaan kita sehari-hari. Ada beberapa macam pendekatan gaya belajar, seperti auditory learners merupakan cara mudah belajar dengan medengarkan. Cara ini bisa ditunjang dengan banyak mendengarkan lagu-lagu favorit, berita, pidato, menyimak lebih banyak percakapan dalam bahasa asing. Dengan unkapan dan ucapan yang digunakan, perhatikan konteks ataupun situasi di mana kata-kata tersebut digunakan. Lalu, lakukan hal ini berulang-ulang, maka kita akan bertemu dengan ungkapan serupa, yang dapat kita latih secara berkala sehingga kita lebih mahir mengucapkan dan menggunakannya. Tipe visual learners adalah apabila Anda termasuk orang yang lebih mudah belajar melalui input visual, seperti gambar dan tulisan. Banyak cara bisa diterapkan menurut gaya belajar ini, misalnya mambaca artikel-artikel yang menarik dalam bahasa Asing, atau membaca tulisantulisan yang dianggap penting di koran, internet, atau majalah. Bisa juga menulis contoh surat, proposal, dan brosur. Untuk memahaminya, kita bisa menceritakannya kembali dengan kata-kata yang kita susun sendiri, baik dalam bentuk tulisan ataupun ucapan. Bisa juga kita menggambarkannya dalam bentuk visual flow chart, table, atau bentuk visual lainnya. Tipe kinesthetic learners merupakan cara belajar yang lebih cocok dengan menggunakan gerak, misalnya dengan menulis (menggerakkan tangan untuk menulis ), atau mencoba memahami sebuah kata/ungkapan dengan membayangkan gerakan, yang biasa diasosiasikan dengan arti kata-kata tersebut. Biasanya, cara belajar seperti ini memerlukan alat bantu, seperti komputer atau alat peraga lainnya. Kita bisa mencoba satu per satu metode tadi. Kenyataannya, setiap orang bisa memiliki lebih dari satu gaya belajar. Jika kita sudah mengenalnya, tinggal menerapkan sesuai dengan gaya belajar tersebut agar hasilnya bisa lebih efektif. Pakar Smart English mengatakan, roh dalam belajar bahasa asing intinya ada tiga, yaitu praktik, praktik, dan praktik. Pakar bahasa yang pernah menekuni studi bahasa Indonesia di Universitas Gadjah Mada ini juga menekankan, bahwa tidak penting kepada siapa Anda mempelajarinya, tetapi yang penting adalah apa yang Anda lakukan setelah mempelajarinya. Pendapat bahwa knowledge is a power tidak seutuhnya benar karena dia hanyalah sebuah alat/tool. Yang lebih benar adalah, knowledge is a potential power. Karena, pengetahuan yang

Anda miliki akan berdaya guna apabila Anda selalu menggunakannya atau mempraktikkannya di setiap kesempatan. Di sana Anda akan mengalami sebuah proses pembelajaran, pergerakan, dan kemajuan. Dan, knowledge tadi akan memberikan hasil apabila Anda menggunakannya bukan pada tempat yang memerlukan. Tumbuh tanpa berbuah adalah dosa terbesar yang diperbuat oleh umat manusia, demikanlah petikan ayat dari sebuah Kitab Suci. Artinya, Tuhan telah memberikan kita potensi atau talenta. Tetapi, kita tidak akan pernah menyadarinya, tidak memanfaatkannya secara maksimal. Sebaliknya, kita malah menyia-nyiakan kemampuan dan kesempatan sebagai akibat dari kemalasan dan keragu-raguan kita. Selamat belajar untuk berbuah! Sukses untuk Anda![pa] * Putu Adnyana, MBA adalah Direktur Russian Centre dan Trinita EDU (Education,Development and Foundation. Ia dapat dihubungi melalui websitenya www.balirussiancentre.com atau atau email: adptad[at]yahoo[dot]com.
http://www.andaluarbiasa.com/revolusi-metode-pembelajaran-bahasa-asing

Anda mungkin juga menyukai