Anda di halaman 1dari 11

Tugas Individu Ke-4 Mata Kuliah Nama NPM : Hukum Kebijakan Lingkungan : RACHMI ELMIRA : 1006737320

THE 1996 PROTOCOL TO THE LONDON DUMPING CONVENTION

Interaksi dinamis antara laut dan udara menentukan pola iklim dunia, dan system pergerakan arus laut turut memelihara keseimbangan suhu bumi. Dalam Kehidapannya manusia memanfaatkan laut secara penuh yaitu dengan penangkapan, pembudidayaan perikanan. Pada tahun 1996 dikeluyarkan protocol dari London dumping Convention yang dikenal dengan Protokol 1996.

Pengertian Pengertian dumping pada protocol 1996 ini adalah setiap penyimpanan limbah di dasar laut atau lapisan dasar laut atas kapal-kapal, pesawat udara, najungan-anjungan, dan setiap tindakan menelantarkan atau menghancurkan tepat di atas anjungan-anjungan hanya untuk tujuan memusnahkan dengan sengaja. Kecuali adalah pembuangan yang pada protocol ini mendapat tambahan yaitu tindakan meninggalkan bahan-bahan seperti kabel, pipa, dan peralatan riset kelautan di laut yang ditempatkan untuk suatu tujuan selain pembuangan.1

Tujuan Tujuan dari Protokol ini adalah melindungi dan melestarikan lingkungan laut dari segala bentuk pencemaran yang menimbulkan kewajiban bagi peserta protocol untuk mengambil langkah-langkah yang efektif, baik secara sendiri atau secara bersama-sama, sesuai dengan kemampuan keilmuan, tehnik, dan ekonomi mereka guna mencegah, menekan, dan apabila mungkin menghentikan pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan atau pembakaran limbah atau bahan lainnya di laut.

Patron, Jurnal Hukum Internasional, FHUI, 2005

Kewajiban Dari Negara Peserta Kewajiban dari Negara peserta protokol adalah sebagai berikut: 1. menerapkan prinsip precautionary approach atau suatu pendekatan kesiapsiagaan untuk melindungi lingkungan laut dari pembuangan limbah atau bahan lainnya. 2. Melaksanakan prinsip polluters pays Principle. Yaitu bahwa pelaku pencemaran harus secara prinsip menanggung biaya pencemaran. 3. Dilarang memindahkan baik secara langsung atau tidak langsung kerusakan dan suatu kawasan lingkungan lainnya atau mengubah satu bentuk pencemaran ke bentuk lainnya. 4. Wajib melarang pembuangan setiap limbah atau bahan beracun lainnya dengan pengecualian yang terdaftar dalam lampiran 1 dimana pembuangan nya harus mendapat izin terlebih dahulu . 5. Wajib menerapkan persyaratan administrasi atau hukum untuk menjamin bahwa penerbitan izin-izin dan syarat-syarat perizinan tersebut sesuai dengan diatur pada lampiran 2 protokol 1996 ini. Selain itu praktek pembakaran limbah atau bahan lainnya di laut dan pengiriman limbah atau bahan lain ke Negara-negara lain untuk pembuangan atau pembakarannya adalah termasuk hal yang dilarang dalam protocol ini dan Negara peserta harus melarangnya. 6. Wajib untuk menunjuk suatu badan atau badan-badan untuk menangani perizinan, membuat catatan-catatan tentang sifat dan banyaknya limbah atau bahan lain serta kualitaas dari limbah atau bahan lain yang sebenarnya telah dibuang, lokasi, waktu serta cara pembuangannya. Badan tersebut juga melakukan pemantauan secara individu atau bekerjasama dengan Negara-negara peserta lainnya.

Beberapa langkah-langkah juga harus diambil oleh Negara peserta dalam pelaksanaan penerapan dan penegakan hukum dari protokol ini, adalah :

1. Melakukan pencegahan dan menghukum tindakan-tindakan yang bertentangan dengan protokol in.

2. Menjamin melalui penerapan yang tepat pada kapal-kapal dan pesawat udara yang dimiliki dioperasikan dan bertindak menurut cara-cara yang tidak bertentangan dengan protokol ini. MARPOL 73/78 AND ANNEX I : AN ASSESSMENT OF ITS EFFECTIVENESS Marpol 73/78 adalah konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal,1973 sebagaimana diubah oleh protocol 1978. Marpol 73/78 dirancang dengan tujuan untuk meminimalkan pencemaran laut , dan melestarikan lingkungan laut melalui penghapusan pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan meminimalkan pembuangan zatzat tersebut tanpa disengaja. Peraturan MARPOL 1973/1978 dapat dibagi dalam 3 kategori:

1. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran 2. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran 3. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut. Kewajiban dari negara : 1. negara wajib untuk menyediakan fasilitas penerimaan untuk pembuangan limbah berminyak dan bahan kimia. Ini mencakup semua aspek teknis pencemaran dari kapal, kecuali pembuangan limbah ke laut oleh dumping, dan berlaku untuk kapal-kapal dari semua jenis, meskipun tidak berlaku untuk pencemaran yang timbul dari eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral laut. 2. Semua kapal berbendera di bawah Negara-negara yang menandatangani marpol tunduk pada persyaratan , tanpa memperhatikan tempat mereka berlayar dan Negara anggota bertanggung jawab atas kapal yang terdaftar dibawah kebangsaan Negara masing-masing. 3. Setiap Negara penandatangan bertanggung jawab untuk memberlakukan undang-undang domestic untuk melaksanakan konvensi dan berjanji untuk mematuhi konvensi, lampiran dan hukum terkait bangsa-bangsa lain 4. mengatur desain dan peralatan kapal; 5. menetapkan sistem sertifikat dan inspeksi.

MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) Annexes :

Annex I - Peraturan Pencegahan Pencemaran oleh Minyak, 2 Oktober 1983. Pencegahan pencemaran oleh minyak dan zat berminyak. memelihara terutama kriteria debit minyak yang ditentukan dalam tahun 1969 amandemen 1954 Pencemaran Minyak Konvensi. Selain pedoman teknis ini berisi konsep "daerah khusus" yang dianggap rentan terhadap pencemaran oleh minyak. Pembuangan minyak dalam mereka telah benar-benar dilarang, dengan pengecualian didefinisikan dengan baik kecil. Annex II Peraturan Pengendalian Pencemaran Zat Cair berbahaya di Bugs, 6 April 1987 Pengendalian pencemaran oleh zat cair berbahaya dilakukan secara missal digunakan untuk membagi bahan ke dalam dan berisi standar operasional dan prosedur rinci. Beberapa 250 zat dievaluasi dan termasuk dalam daftar ditambahkan pada Konvensi London. Pembuangan residu mereka hanya diperbolehkan untuk fasilitas penerimaan sampai konsentrasi tertentu dan kondisi (yang bervariasi dengan kategori zat) yang dikompilasi dengan. Dalam hal apapun, tidak ada pembuangan residu mengandung zat berbahaya diperkenankan dalam waktu 12 mil dari tanah terdekat. pembatasan lebih ketat berlaku bagi "daerah khusus".

Annex III - Peraturan Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Berbahaya Dibawa oleh Laut dalam Formulir Packaged, 1 Juli 1992 persyaratan untuk mengeluarkan standar rinci tentang pengepakan, penandaan, pelabelan, dokumentasi, penyimpanan, pembatasan kuantitas, pengecualian dan pemberitahuan untuk mencegah pencemaran oleh zat berbahaya. Lampiran harus diimplementasikan melalui Barang Berbahaya Maritim Internasional (IMDG) Code, yang telah diubah untuk menyertakan polutan laut. Perubahan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari1991.

Annex IV - Pencegahan Pencemaran oleh air limbah dari Kapal, 27 September 2003

persyaratan untuk mengontrol pencemaran laut oleh limbah dari kapal.

Annex V - Peraturan Pencegahan Pencemaran oleh Sampah dari Kapal, 31 Desember 1988. Mengenai berbagai jenis sampah dan menentukan jarak dari tanah dan cara di mana mereka dapat dibuang. Persyaratan jauh lebih ketat di beberapa "daerah khusus" tapi mungkin fitur yang paling penting dari Lampiran adalah larangan lengkap dikenakan pada pembuangan ke laut dari segala bentuk plastic..

Annex VI - Peraturan Pencegahan Polusi Udara dari Kapal dan NOx Teknis Kode, 19 Mei 2005 Persyaratan untuk mengendalikan polusi udara dari kapal. Menyediakan panduan dan ketentuan untuk emisi zat yang berbeda dan menentukan persyaratan untuk survei, pengujian dan sertifikasi mesin diesel laut untuk memastikan mereka mematuhi batas NOx. Perubahan yang dibuat secara teratur. Umumnya mereka memfasilitasi pelaksanaan lampiran, memperluas konsep "daerah khusus", membangun kawasan laut lebih sebagai "daerah khusus", ganti daftar bahan, desain standar konstruksi baru untuk kapal, persyaratan pelaporan yang tepat dan mengurangi jumlah minyak yang dapat dibuang ke laut dari kapal.

INTERNATIONAL CONVENTION

ON

OIL

POLLUTION

PREPAREDNESS,

RESPONSE AND CO-OPERATION 1990. OPRC Convention menjadi bagian dari Hukum Internasional sejak 13 Mei 1995. Dalam konvensi disebutkan bahwa apabila terjadi kecelakaan dan pencemaran, tindakan tepat segera diambil untuk menanggulanginya. Hal ini tergantung adanya kerjasama antara rencana penanggulangan darurat di atas kapal, instalasi perminyakan lepas pantai dan di pelabuhan serta fasilitas bongkar muatnya, bersama-sama dengan rencana penanggulangan darurat nasional dan regional. Tujuan : 1. Mendorong adanya kerjasama dimaksud dan kerjasama intemasional beserta

penanggulangannya, yang memungkinkan dapat memobilisasi sarana dan peralatan secara maksimal secepat mungkin. 2. Menyediakan fasilitas kerjasama dan saling membantu dalam menyediakan dan menangani pencemaran besar yang terjadi, dan mendorong negara anggota untuk mengembangkan pencemaran. Konvensi ini Mengatur tentang : Oil Pollutions emergency plans Negara bendera kapal, operator unit lepas pantai dan otoritas pelabuhan atau operator pelabuhan wajib untuk mempersiapkan rencana darurat pencemaran minyak individu ( pasal 3 OPRC) rencana darurat kapal tersebut harus sesuai dengan ketentuan IMO dan tanggungjawab untuk pemeriksaan oleh pejabat dari Negara konvensi sedangkan dalam yurisdiksinya baik dipelabuhan atau di terminal lepas pantai di bawah port state control inspeksi. Oil Pollutions reporting Procedures dan mempertahankan kesanggupannya untuk menanggulangi

Negara anggota mewajibkan bahwa kapal, offshore units, pesawat terbang, pelabuhan dan fasilitas bongkar muat lainnya akan melaporkan semua pencemaran yang terjadi ke pantai terdekat suatu negara atau ke penguasa pelabuhan negara tetangga terdekat, dan memberitahukan negara tetangga termasuk IMO. Action on receiving an oil pollution report Pada saat menerima laporan adanya pencemaran minyak , Negara pantai terdekat memiliki kewajiban antara lain: 1. menilai kejadian itu apakah itu sebuah insiden polusi minyak 2. menilai sifat, tingkat dari tumpahan dan kemungkinan konsekuensi insiden minyak tersebut 3. tanpa penundaan,memberitahukan kepada semua Negara yang kepentingannya

terpengaruh atau kemungkinan besar akan terpengaruh oleh insiden pencemaran minyak tersebut 4. kewajiban untuk menkaji lebih lanjut perkembangan dari situasi dan memberikan informasi pada Negara-negara yang bersangkutan dengan pencemaran minyak tersebut. 5. IMO harus diberitahu mengenai tingkat keparahan dari pencemaran minyak. National And Regional systems for Preparedness and Response Dalam pencemaran minyak baik lingkup nasional maupun regional, konvensi mewajibkan dibentuk sistem nasional untuk segera menanggulangi secara efektif pencemaran yang terjadi.Ini termasuk dasar minimum pembentukan National Contingency Plan, penentuan petugas nasional yang berwenang dan penanggung jawab operasi penanggulangan pencemaran persiapan dan pelaksanaannya, pelaporan, dan permintaan bantuan yang diperlukan. Setiap anggota, apakah sendiri ataukah melalui kerjasama dengan negara lain, atau dengan industri diwajibkan menyiapkan: 1. Peralatan pencegahan pencemaran minimum, yang proporsional dengan risiko yang diperkirakan akan terjadi dan program penggunaannya.

2. Program latihan organisasi penanggulangan pencemaran dan rencana training untuk beberapa personil. Rencana yang detail dan kesanggupan berkomunikasi untuk menangani penanggulangan pencemaran. 3. Rencana koordinasi penanggulangan kecelakaan, termasuk kesanggupan untuk memobilisasi sarana yang diperlukan. International co-operation in pollution responses Selain langkah-langkah praktis , Negara diwajibkan untuk bekerja sama dalam menyediakan jasa konsultasi, dukungan teknis dan peralatan untuk tujuan menghadapi insiden pencemaran minyak ketika parahnya insiden tersebut sehingga membenarkan atas permintaan setiap pihak yang terkena dampak atau mungkin akan terpengaruh.

Research and development Negara Negara diwajibkan bekerjasama baik secara langsung atau melalui Badan IMO untuk melakukan simposium internasional secara reguler tukar-menukar pengalaman dan penemuan baru melakukan penangulangan, peralatan yang digunakan dan hasil penelitian yang dilakukan, teknologi dan teknik pemantauan, penampungan, dispersion yang digunakan, pembersihan dan pemulihan kembali. Technical co-operation Negara negara diwajibkan secara langsung maupun melalui organisasi internasional dan badanbadan internasional lainya sepakat memberikan bantuan bagi mereka yang meminta bantuan teknis dalam hal kesiapsiagaan dan respon pencemaran minyak. Para pihak berjanji akan bekerjasama secara aktif sesuai dengan peraturan hukum nasional mereka dan kebijakan dalam transfer teknologi dalam hal kesiapsiagaan dan respon pencemaran minyak .

INTERNATIONAL CONVENTION ON CIVIL LIABILITY FOR OIL POLLUTION DAMAGE 1992. CLC 1992 merupakan Konvensi yang memuat kewajiban untuk mengasuransikan (disebut Blue Card) tanker minyak untuk menjamin pembayaran yang muncul atas tuntutan kompensasi pada saat terjadi pencemaran minyak yang merugikan negara pantai dapat dipenuhi. Konvensi ini adalah amandemen dari CLC 1969 yang terdiri dari 18 pasal dan memiliki satu Annex yang sangat penting bagi negara pantai dalam menjamin perlindungan haknya atas pencemaran yang mungkin terjadi di daerahnya, diadopsi pada 27 November 1992 dan berlaku pada 30 Mei 1996. Kewajiban negara peserta:

1. Pemilik kapal yang kapalnya mencemari laut bertanggung jawab atas kerusakan akibat pencemaran tersebut, sebaliknya tidak ada tanggung jawab yang dikenakan kepada pemilik kapal apabila pencemaran yang terjadi disebabkan perang, kesalahan pihak ketiga, negara atau pihak berwenang lain. Tanggung jawab juga tidak dikenakan kepada pembantu atau kru kapal, nahkoda, penyewa terkecuali apabila pencemaran itu

dimaksudkan untuk terjadi melalui perbuatan pribadi mereka. 2. Pencemaran yang disebabkan oleh dua kapal atau lebih akan ditanggung jawabi secara bersama-sama. 3. Membatasi penghitungan tanggung jawab/ganti rugi atas satu kecelakaan yang dikenakan atas pemilik kapal dalam Konvensi 4. Pembatasan tanggung jawab tidak akan diberikan apabila pemilik kapal sudah mengetahui dan menyadari bahwa tindakannya mengakibatkan pencemaran. 5. Kapal bendera negara peserta Konvensi yang mengangkut lebih dari 2.000 ton dalam bentuk kargo harus mengasuransikan atau memiliki jaminan keuangan seperti sertifkat bank yang akan pencemaran. menjamin adanya pertanggung jawaban bilamana terjadi

6. Setiap kapal yang terdaftar di negara peserta harus memiliki sertifikat yang berlaku sebagaimana diatur dalam Konvensi, dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, sementara bagi kapal yang bukan bendera kapal negara peserta Konvensi, maka sertifikatnya oleh salah satu negara peserta Konvensi dengan memuat informasi kapal, jenis keamanan, nama pemberi asuransi dan masa

dapat dikeluarkan

nama kapal, nama pemilik berlaku sertifikat.

7. Menerima sertifikat yang dikeluarkan oleh salah satu negara peserta, walaupun sertifikat tersebut dikenakan atas kapal yang tidak terdaftar di slah satu negara peserta Konvensi. 8. Negara, dibawah legilasi nasionalnya menjamin sertifikat atau jaminan keamanan yang berlaku atas setiap kapal, dimanapun kapal tersebut didaftarkan, masuk ke dan keluar dari pelabuhan, tiba di atau berangkat dari terminal di wilayahnya, apabila kapal tersebut membawa lebih dari 2.000 ton minyak dalam kargo.

Batas Kewajiban Ganti Rugi (Limitation of Liability)

Pada kondisi tertentu, pemilik kapal memberikan kompensasi ganti rugi dengan batas 133 SDR (Special Drawing Rights) perton dari tonage kapal atau 14 juta SDR, atau sekitar US$ 19,3 juta diambil yang lebih kecil. Apabila pihak yang mengklaim (Claimant) dapat membuktikan bahwa kecelakaan terjadi karena kesalahan pribadi (actual fault of privity) dari pemilik, maka batas ganti rugi (limit his liability) untuk pemilik kapal tidak diberikan. Permintaan Ganti Rugi (Channeling of Liability) KIaim terhadap kerusakan pencemaran di bawah CLC Convention hanya dapat ditujukkan pada pemilik kapal terdaftar. Hal ini tldak menghalangi korban mengklaim kompensasi ganti rugi diluar konvensi ini dari orang lain selain pemlik kapal. Namun demikian, konvensi melarang melakukan klaim kepada perwakilan atau agen pemilik kapal

Anda mungkin juga menyukai