Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN Kasus yang dibahas dalam tutorial dalam bidang klinis ini adalah tentang seorang laki-laki,

berumur 57 tahun, manager perusahaan ternama di Balikpapan. Ia telah menikah dan memiliki 2 orang anak yang beranjak remaja. Hampi sepanjang kehidupannya dihabiskan dengan merokok satu bungkuus rokok setiap hari. Walaupun jadwalnya sehari-hari begitu padat, namun dia selalu memiliki waktu rutin untuk makan keluar dengan kolega atau rekan bisnisnya (diduga ia mengalami obesitas ringan). Sejak usia 42 tahun hingga saat ini dia teruss mengkonsumsi beberapa obat untuk mengontrol tekanan darah tingginya. Dia pun telah beberapa kali mengalami sakit pada bagian dada. Namun ia tidak menghentikan kesibukannya dan gaya hidupnya. Diapun sangat percaya bahwa kehidupan itu begitu singkat sehingga tidak ada waktu untuk keluarganya. Dirumahpun ia selalu bekerrja hingga larut malam. Sulit baginya untuk rileks sesaat saja kerena dia selalu merasa bahwa setiap pekerjaan adalah penting dan dalam satu waktu harus mampu mengerjakan beberapa pekerjaan dengan cepat. Dokter yang menangani mendiagnosisnya menderita jantung koroner dan tekanan darah tinggi. Setelah berdiskusi berdasarkan scenario di atas, kami berdiskusi dan menjabarkan hasil diskusi kami dalam bentuk 5 jumps dari 7 jumps yang ada. Langkah-langkah tersebut antara lain : 1. Klasifikasi / Identifikasi Istilah (Clarify Terms) Identifikasi istilah yang kami kemukakan dalam kasus ini antara lain: Obesitas. Jantung koroner. Tekanan darah tinggi. Gaya hidup. Perokok. Rileks.

2. Membuat Daftar Masalah (Define the Problems)

Daftar masalah yang kami buat berdasarkan kasus tersebut antara lain: a. Apakah yang menyebabkan subjek sulit untuk rileks? b. Apa yang menyebabkan subjek mengalami obesitas, jantung koroner, dan tekanan darah tinggi? c. Bagaimana dampak gaya hidup pada subjek? d. Bagaimana bentuk gaya hidup yang sehat? e. Mengapa subjek menganggap hidup itu singkat? f. Apakah kepribadian subjek mempengaruhi gaya hidup yang dianut? g. Bagaimana intervensi yang dapat dilakukan?
3. Menganalisis Masalah (Analyze the Problems)

Berdasarkan hasil diskusi kelompok 3, analisis masalah berdasarkan daftar masalah yang ada antara lain: a. Yang menyebabkan subjek sulit untuk rileks antara lain: Subjek menganggap pekerjaan itu penting, cenderung Subjek memiliki banyak tugas-tugas dari pekerjaannya. Subjek tidak dekat dengan keluarga. perfeksionis.

b. Yang menyebabkan subjek mengalami obesitas, jantung koroner, dan tekanan darah tinggi antara lain: Gaya hidup dan pola makan yang buruk. Ada beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi. Coping maladaptif oleh subjek. Rentan terhadap penyakit. Sosioemosional subjek terganggu.

c. Dampak gaya hidup yang dianut subjek antara lain:

d. Bentuk gaya hidup yang sehat ialah dengan memperbaiki gaya hidup dan pola makan.

e. Subjek menganggap hidup itu singkat karena subjek memiliki kepribadian tipe A yang cenderung untuk lebih perfeksionis. f. Kepribadian subjek mempengaruhi gaya hidup yang dianut karena subjek memiliki tipe kepribadian A yang lebih rentan terhadap stress dan penyakit. g. Intervensi yang dapat dilakukan ialah dengan konseling keluarga dan memodifikasi perilaku subjek.
4. Mendaftar Semua Penjelasan Terhadap Poin 3 di atas Secara Sistematis

lalu Meringkasnya/ Problem Tree (Make A Systematic Inventory to the Various Explanations Found in Step 3 and Then Summarize Them). Definisi Jenis Faktor Penyebab
stress

Intervensi Tahap-tahap Dampak

Ciri-ciri

5. Menetapkan Sasaran Belajar (Formulate Learning Objectives) Sasaran belajar yang kami persiapkan adalah segala hal yang menyangkut tentang stress.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Stress Stress adalah suatu keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu (Slamet & Markam, 2007). Sumber stress disebut stressor (Nevid, Rathus & Greene, 2005). Stressor menyangkut faktor-faktor psikologis seperti ujian sekolah, masalah hubungan sosial, dan perubahan hidup seperti kematian orang tercinta, perceraian, atau pemutusan hubungan kerja. Stressor menyangkut pula masalah sehari-hari seperti kemacetan lalu lintas dan faktor lingkungan fisik seperti kebisingan dan suhu udara yang terlalu panas/dingin. Menurut Feldman (dalam Fausiah & Widury, 2005), stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, araupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang menimbulkan stress dapat saja bersifat positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau negatif (misalnya kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressful event) atau tidak tergantung pada respon yang diberikan oleh individu terhadap peristiwa tersebut.

B. Jenis-jenis Stress Selye (dalam Nasution, 2007) menggolongkan stress menjadi dua golongan. Penggolongan ini didasarkan atas persepsi individu terhadap stress yang dialaminya: 1. Distress (Stress Negatif) Selye menyebutkan distress merupakan stress yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stress dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga individu
4

mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul keinginan untuk menghindarinya. 2. Eustress (Stress Positif) Selye menyebutkan bahwa eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Hanson (dalam Nasution, 2007) mengemukakan frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stress. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya karya seni. C. Faktor Penyebab Stress Sumber stress disebut stressor. Sumber stress psikologik menurut Slamet & Markam (2007) antara lain: 1. Frustasi. Frustasi adalah keadaan terhambat dalam mencapai suatu tujuan. Keadaan frustasi yang berlangsung terlalu lama dan tidak dapat diatasi oleh seseorang akan menimbulkan stress. Frustasi dapat bersumber pada hambatan yang terjadi di luar diri, maupun di dalam diri seseorang. Hambatan dari luar misalnya cuaca mendung dan tak memungkinkan seorang menjemur cuciannya. Hambatan dari dalam contohnya seseorang yang ingin mendekati wanita cantik terhambat oleh perasaan takutnya.
2. Konflik. Stress dapat juga terjadi karena adanya tekanan hidup dann

konflik kebutuhan atau konflik tujuan. Konflik terjadi apabila suatu objek tujuan mempunyai nilai ganda bagi seseorang. Contohnya adalah apabila seseorang mengalami lebih dari satu tujuan dimana ia sukar menentukan pilihan. Apabila ia memilih satu, maka akan timbul frustasi dalam tujuan lain yang tidak terpenuhi. Ada tiga jenis konflik, yaitu konflik mendekatmendekat, konflik menjauh-mendekat, dan konflik menjauh-menjauh.
3. Krisis. Suatu keadaan yang mendadak menimbulkan stress pada seorang

individu

ataupun sesuatu kelompok. Misalnya kematian, kecelakaan,

penyakit yang memerlukan operasi, masuk sekolah pertama kali, dll.

Sedangkan Lazarus & Cohen (dalam Nasution, 2007) mengklasifikasikan stressor ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Catachlysmic Events, yaitu fenomena besar atau tiba-tiba terjadi, kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi banyak orang, seperti bencana alam. 2. Personal Stressors, yaitu kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi sedikit orang atau sejumlah orang tertentu, seperti krisis keluarga. 3. Background Stressors, yaitu pertikaian atau permasalahan yang biasa terjadi setiap hari, seperti masalah pekerjaan dan rutinitas pekerjaan. D. Ciri-ciri Stress Faktor-faktor psikologis (seperti stress) dapat mempengaruhi fungsi fisik. Gangguan fisik yang diyakini disebabkan atau dipengaruhi psikologis pada masa lalu disebut psikosomatis atau psikofisiologis (Nevid, Rathus & Greene, 2005). Istilah psikosomatis berasal dari bahasa Yunani psyche, yang artinya jiwa atau intelek, dan soma yang berarti tubuh. Gangguan fisik yang menyangkut unsur psikologis bentuknya mulai dari asma, sakit kepala, sampai sakit jantung. E. Dampak Stress Dampak stress menurut Nasution (2007) ada dampak fisiologis dan psikologis, yaitu: 1. Dampak fisiologis Selye mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor terus menerus muncul. Ia kemudian mengemukakan istilah General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri dari rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor: Alarm Reaction Pada tahapan ini arousal yang terjadi pada tubuh organisme berada di bawah normal yang untuk selanjutnya meningkat di atas normal. Pada akhir tahapan ini, tubuh melindungi organisme terhadap stressor.

Stage of Resistance

Arousal masih tinggi, tubuh masih terus bertahan untuk melawan dan beradaptasi dengan stressor. Respon fisiologis menurun, tetapi masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal. Stage of Exhaustion Respon fisiologis masih terus berlangsung. Hal ini dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan terus menguras energi tubuh. Sehingga terjadi kelelahan pada tubuh. Stressor yang terus terjadi akan mengakibatkan penyakit dan kerusakan fisiologis dan dapat menyebabkan kematian. 2. Dampak Psikologis Reaksi psikologis terhadap stress dapat meliputi: Kognisi Stress dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas kognitif (Cohen dalam Nasution, 2007). Emosi Reaksi emosional terhadap stress yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih, dan rasa marah (Sarafino dalam Nasution, 2007). Perilaku Sosial Individu dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif. Positif, misalnya dalam bencana alam dapat membuat individu untuk menolong sesamanya. Negatif, misalnya berperilaku agresif. F. Tahap-tahap Stress Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. an Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat dalam Sriati (2008) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :
7

Stres Tahap I Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting); 2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya; 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis. Stress Tahap II Dampak stres menggembirakan mulai hilang karena cadangan energi tidak mencukupi lagi sepanjang hari, keluhan-keluhan dirasakan : - Merasa lelah waktu bangun pagi - Merasa lelah sesudah makan siang - Merasa lelah menjelang sore hari - Kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan (gangguan usus, perut kembung) - Kadang-kadang jantung berdebar - Perasaan tegang diotot punggung dan tengkuk - Perasaan tidak bisa santai Stress Tahap III Keluhan-keluhan semakin jelas, berupa : Gangguan usus (sakit perut, mules, sering kebelakang) Otot-otot lebih tegang Ketegangan semakin meningkat Gangguan tidur (insomnia)

Pada tahapan ini bagi para eksekutif sudah harus berkonsultasi dengan dokter. Bila bebankerja terlalu berat perlu dikurang atau mengambil istirahat/cuti untuk memulihkan cadangan energi. Stress Tahap IV Tahapan ini merupakan keadaan lebih buruk, ditandai: Untuk dapat bertahan sepanjang hari terasa sukar

Kegiatan-kegiatan yang sebelumnya menyenangkan, terasa sukar untuk dilakukan

Kemampuan menanggapi situasi, pergaulan sosial dan kegiatan rutin lainnya menurun Tidur semakin sukar, disertai mimpi2 menegangkan terbangun dini hari Timbul perasaan negativistik Konsentrasi berkurang dan sering

Timbul perasaan-perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan

Stress Tahap V Merupakan tahapan lebih berat, ditandai : Keletihan sangat hebat secara fisik dan mental Untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana terasa

tidak mampu

Gangguan pencernaan (maag, sukar b.a.b, Perasaan takut hebat, mirip panik

diare dan

sering kebelakang) Stress Tahap VI Merupakan keadaan gawat darurat. Tidak jarang mengantarkan individu ke IGD. Keluhan-keluhan dirasakan : Debar jantung amat keras Nafas pendek dan megap-megap Badan gemetar Tubuh terasa dingin Keringat bercucuran
9

G. Coping Stress

Pingsan atau kolaps

Ada dua cara coping menurut Lazarus & Folkman (dalam Nevid, Rathus & Greene, 2005), yaitu: 1. Emotion-Focused Coping Pada coping yang berfokus pada emosi, orang berusaha segera mengurangi dampak stressor, dengan menyangkal adanya stressor atau menarik diri dari situasi. Namun, coping yang berfokus pada emosi tidak menghilangkan stressor atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatur stressor. 2. Problem-Focused Coping Orang menilai stressor yang mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah stressor atau memodifikasi reaksi mereka untuk meringankan efek dari stressor tersebut. Cara coping yang paling mendasar, yaitu yang berfokus pada emosi dan yang berfokus pada masalah, adalah cara-cara umum yang dilakukan orang untuk merespon penyakit. Strategi coping dapat memainkan peran penting yang dapat menentukan apakah individu akan mengalami permasalahan kesehaatan atau tidak. Seseorang yang dapat mengatasi stress secara efektif akan mengalami konsekuensi negatif dari stress yang lebih sedikit (Halgin & Whitbourne, 2010). H. Stress dan Kesehatan Peristiwa yang menimbulkan stress dapat menimbulkan serangkaian reaksi dalam tubuh yang dapat menurunkan daya tahan terhadap penyakit. Reaksi ini juga dapat memperburuk simtom gangguan fisik yang kronis yang terjadi karena dipengaruhi oleh stress. Salah satu penjelasan mengenai hubungan ini adalah bahwa stress menstimulasi hormon yang diatur oleh hipotalamus dan hormon ini menurunkan aktivitas sistem imun. Dengan perlindungan yang sedikit, daua tahan tubuh berkurang terhadap infeksi, alergi, dan kuman-kuman penyakit lainnya yang lebih serius seperti karsinogen. Reaksi sistem imun juga mengubah fungsi

10

sistem imun memlalui ujung saraf pada bagian tubuh yang melibatkan sistem imun, seperti getah bening, timus, dan limpa. Stress juga meningkatkan kortisol, hormon yang bertugas mengarahkan respons tubuh terhadap ancaman atau bahaya Costa & VandenBos, dalam Halgin & Whitbourne, 2010). Menurut Halgin dan Whitbourne (2010), stress dan kesehatan memiliki hubungan saling mempengaruhi dimana orang yang berada dalam kondisi stress cenderung mengabaikan kebiasaan kesehatan yang baik, mungkin individu akan merokok lebih banyak, lebih sering mengkonsumsi alkohol, makan makanan yang mengandung sedikit nutrisi, dan tidur dengan waktu yang lebih sedikit. jika individu yang stress jatuh sakit, apa pun penyebabnya, maka mereka cenderung tidak menurutu perawatan yang direkomendasikan, menempatkan diri mereka pada resiko fisik yang lebih besar (Cohen & Williamson, dalam Halgin dan Whitbourne, 2010).

11

BAB III PEMBAHASAN Berdasarkan kasus, dapat kita ketahui bahwa subjek mengalami stress, selain itu laki-laki tersebut memiliki pola perilaku tipe A yang memang rentan terhadap stress. Individu yang memiliki pola perilaku tipe A digambarkan dengan kepribadian yang keras, kompetitif, tidak sabaran, sinis, curiga dan menunjukkan permusuhan terhadap orang lain, serta mudah sekali marah (Halgin & Whitbourne, 2010). Ia menyangkal bahwa dirinya berusaha mengurangi dampak dari stressor dengan mengalihkan mengalihkannya dengan berfikir bahwa hidup itu singkat dan semuanya harus di kerjakan pada satu waktu sehingga secara tidak sadar stressnya bertumpuk. Ia juga menjadi tidak dekat dengan keluarganya karena kesibukannya yang hingga larut malam. Penyebab stress subjek berdasarkan pendapat Lazarus & Cohen (dalam Nasution, 2007) antara lain: 1. Personal Stressors, yaitu kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi sedikit orang atau sejumlah orang tertentu, seperti krisis keluarga. 2. Background Stressors, yaitu pertikaian atau permasalahan yang biasa terjadi setiap hari, seperti masalah pekerjaan dan rutinitas pekerjaan. Dampak akibat stress yang dialami subjek adalah dampak fisik dan dampak psikologis. Dampak fisiknya dia mengalami obesitas ringan, jantung koroner, dan darah tinggi. Sedangkan untuk dampak psikologisnya, dia menjadi

12

jauh dari keluarganya. Padahal, apabila sedang stress, dukungan keluarga sangat diperlukan untuk mengurangi rasa stress. Berdasarkan kasus, subjek berada dalam tahap stress tingkat 2, karena pada kasus disebutkan bahwa subjek sulit untuk rileks, yang merupakan karakteristik stress tahap 2. Untuk mengatasi hal ini, subjek tersebut dapat melakukan hal berikut: 1. Konseling Konseling yang dapat di berikan adalah konseling REBT (rational emotive behavior therapy) dan konseling keluarga. Konseling REBT dimaksudkan untuk mengubah kepercayaannya tentang kehidupan yang singkat dan tentang gaya hidupnya yang tidak sehat, sedangkan konseling keluarga dimaksudkan untuk memperbaiki hubungan subjek dengan keluarganya dan agar keluarga dapat menjadi suber dukungan bagi subjek supaya subjek tidak terlalu fokus terhadap pekerjaannya. 2. Behavioral medicine Behavioral medicine merupakan suatu pendekatan antardisiplin yang dikempangkan oleh psikolog dan dokter (Compas dkk.; Gentry; dalam Halgin & Whitbourne, 2010). Dalam teknik ini subjek diajarkan untuk mengambil tanggung jawab terhadap kesehatan mereka, memulai dan mempertahankan perilaku yang menyehatkan, serta menghilangkan perilaku yang tidak menyehatkan. Subjek diajarkan untuk waspada terhadap proses tubuh yang tidak menyehatkan dan belajar untuk mengambil tindakan dalam menghindari senrta mengubah keadaan yang dapat membuat mereka sakit. Subjek juga diajarkan untuk mengawasi tanda-tanda awal meningkatnya ketegangan dan belajar mengambil tindakan untuk mencegah berkembangnya penyakit, termasuk mempelajai berbagai macam emosi dan strategi coping yang berfokus pada masalah, seperti meninggalkan situasi yang menimbulkan stress atau membuat kerangka pikiran baru terhadap perspektif individu mengenai suatu situasi yang tidak dapat dihindari (Halgin & Whitbourne, 2010).

13

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Stress adalah suatu keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu (Slamet & Markam, 2007). Berdasarkan kasus, subjek mengalami stress. Dan dia memiliki pola tingkah laku A yang semakin mendukung terjadinya stress. Akibat stressnya itu, berdampak pada keadaan fisik dan psikologisnya. Keadaan fisiknya, dia menjadi terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi, sedangkan dampak psikologisnya dia menjadi jauh dari keluarganya. Untuk mengatasi stress yang terjadi pada subjek ialah dengan cara konseling REBT dan juga behavioral medicine. B. Saran 1. Untuk Subjek
a. Subjek yang mengalami stress, dapat melakukan strategi problem

focused coping atau emotion focused coping untuk mengatasi permasalahan yang sedang dialaminya. b. Subjek juga harus meluangkan waktunya untuk beristirahat dan berkumpul dengan keluarganya, agar subek tidak terlalu merasa tertekan. 2. Untuk Keluarga

14

a. Keluarga sebaiknya memberi dukungan kepada subjek agar subjek

tidak mudah merasa stress.

DAFTAR PUSTAKA Fausiah, F. & Widury, J. 2005. Psikologi Abnormal Klinis dewasa. Jakarta: UI Press. Halgin, R.P. & Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi Abnormal: Perspektif Klinis pada Gangguan Psikologis. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Nasution, Indri Kemala. 2007. Stress pada Remaja. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A & Greene, Beverly. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga. Slamet, Suprapti & Markam, Sumarmo. 2007. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Sriati, Aat. 2008. Tinjauan tentang Stress.

15

Anda mungkin juga menyukai