Anda di halaman 1dari 15

Kisah Muhajirin dan Anshar Allah telah memuji keimanan dan sikap itsar antara kaum Anshar dan

kaum Muhajirin. Allah berfirman:

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (yaitu kaum Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (yaitu kaum Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka, dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (kaum Muhajirin) dan mereka mengutamakan (kaum Muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka membutuhkan (apa yang yang mereka berikan itu). Dan barang siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya mereka itulah orang-orang yang beruntung. (al-Hasyr: 9) Ibnu Katsir berkata dalam Tafsiir-nya: Mereka (kaum Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka, disebabkan kemurahan dan kemuliaan kaum Anshar, sehingga mereka mencintai kaum Muhajirin dan menolong mereka dengan harta mereka. dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (kaum Muhajirin), yaitu mereka tidak menemukan dalam hati mereka rasa dengki terhadap kaum Muhajirin yang telah dimuliakan oleh Allah dengan kedudukan dan kemuliaan, serta didahulukannya mereka dalam penyebutan dan kedudukan Kecintaan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin bukanlah karena kaum Muhajirin telah berjasa pada kaum Anshar atau telah menolong kaum Anshar sebelumnya. Sama sekali bukan. Keimanan mereka kepada Allah-lah yang menyebabkan hal itu. Kecintaan karena Allah-lah yang telah menyatukan antara kaum Muhajirin dan Anshar.[18] Anas bin Malik bertutur: Abdurrahman bin Auf datang (ke kota Madinah), maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengikat tali persaudaraan antara dia dan Saad bin ar-Rabi alAnshori. Saad menawarkan kepada Abdurrahman separuh hartanya berikut istrinya. Maka Aburrahman berkata: Semoga Allah memberi berkah pada keluargamu dan hartamu.[19] Dari Ibrahim yaitu Ibnu Saad bin Abdurrahman bin Auf-, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata: Tatkala kaum Muhajirin datang ke Madinah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengikat tali persaudaraan antara Abdurrahman dan Saad bin ar-Rabi. Saad bin ar-Rabi berkata kepada Abdurrahman: Saya adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan kaum Anshar, maka ambillah separuh hartaku. Saya juga memiliki dua orang istri, maka lihatlah diantara keduanya mana yang lebih kau senangi, lalu sebutlah namanya, sehingga saya menceraikannya.[20] Jika telah selesai masa iddah-nya, nikahilah dia. Abdurrahman berkata: Semoga Allah memberikan berkah kepadamu, juga kepada keluarga dan hartamu. Dimanakah pasar kalian?[21] Mereka pun menunjukinya pasarnya Bani Qainuqa. Tidaklah Abdurrahman kembali dari pasar, melainkan sambil membawa susu yang dikeringkan dan lemak (mentega). Keesokan harinya, ia pun ke pasar lagi. Begitulah yang terjadi setiap hari. Suatu ketika ia datang dan pada dirinya ada bekas (minyak wangi yang) berwarna kuning . Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepadanya: Bagaimana kabarmu? Abdurrahman menjawab: Saya sudah menikah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya lagi: Berapa yang kau berikan

padanya (sebagai mahar)? Ia menjawab: Lima dirham. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Buatlah walimah, meskipun hanya dengan seekor kambing.[22] Seorang pria pernah mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam maka Nabi pun mengutus seseorang kepada istri-istri beliau untuk bertanya tentang kondisi mereka. Kata istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Kami tidak mempunyai apa-apa kecuali air. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu bertanya kepada para Sahabat: Siapakah yang siap menjamu orang ini? Saya, jawab salah seorang dari kaum Anshar. Maka pergilah ia bersama laki-laki tersebut ke kediamannya. Sesampainya disana, ia berkata kepada istrinya: Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ini. Kita tidak memiliki apa-apa kecuali makanan untuk anak-anak kita, jawab istrinya. Persiapkanlah makananmu itu -yaitu yang disiapkan untuk anak-anak-, lalu nyalakanlah lampu dan tidurkanlah anak-anak kita jika mereka hendak makan malam. Istrinya pun mempersiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Setelah itu ia berdiri seakan-akan sedang memperbaiki lampu, lalu ia matikan lampu tersebut. Dalam keadaan gelap gulita, keduanya memberikan makanan kepada si tamu, lalu suami istri tersebut juga pura-pura makan. Lalu keduanya tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya sahabat tadi pergi menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Maka berkatalah Rasulullah: Allah tertawa tadi malam atau- Allah takjub karena sikap kalian. Lalu turunlah firman Allah: Dan mereka mengutamakan (kaum Muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka butuh (terhadap apa yang yang mereka berikan itu). Dan barang siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya mereka itulah orang-orang yang beruntung (al-Hasyr: 9)[23] Kisah Syuhada perang Yarmuk Ibnul Arabi berkata: Seusai perang Yarmuk, didapati Ikrimah bin Abi Jahl, Suhail bin Amr, al-Harits bin Hisyam, dan sekelompok orang dari Bani al-Mughirah sedang dalam keadaan sekarat. Dibawakan air bagi mereka namun mereka semua saling mengoper air tersebut hingga semuannya wafat dalam keadaan tidak minum air tersebut. Ketika Ikrimah dibawakan, ia melihat bahwa Suhail bin Amr sedang memandangnya, maka ia berkata: Berilah air kepadanya terlebih dahulu. Tetapi kemudian Suhail melihat al-Harits bin Hisyam sedang memandangnya, maka ia berkata: Berilah air kepadanya terlebih dahulu. Mereka semua akhirnya wafat sebelum meminum air tersebut.[24] Wahai saudaraku benarlah perkataan Ibnul Jauzi jika kita bandingkan antara persahabatan sejati di kalangan para sahabat dan Salafus Shalih dengan persahabatan yang ada diantara kita.

Ibnul Jauzi berkata: Di zaman ini nilai-nilai dan hikmah dari persaudaraan (ukhuwwah) telah hilang. Yang tersisa hanyalah kisah-kisah dari Salafus Shalih. Karena itu, jika engkau mendengar tentang persaudaraan yang sejati (dizaman ini) maka jangan kau benarkan.[25] Seorang penyair berkata:

Kami dengar tentang sahabat sejati tapi kami tidak melihatnya terwujudkan secara nyata di antara manusia. Kusangka itu adalah suatu kemustahilan yang mereka sampaikan sekedar hanya dalam bentuk kiasan Ibnu Aun berkata: Dari Umair bin Ishaq, ia berkata:

Kami merasa bahwa yang pertama kali diangkat dari manusia adalah persahabatan.[26] Catatan Kaki: [1] HR Muslim (54), Abu Dawud (5193), dan at-Tirmidzi (2689) [2] Wahai saudaraku, coba kita renungkan kembali, siapa kita pada tahun-tahun yang silam. Tatkala kita belum mengenal namanya ngaji. Saat itu kita masih berpesta di atas dosa, tersesat dalam belantara maksiat dan terombang ambing di lautan bidah. Alhamdulillah, Allah kemudian menyelamatkan kita, sehingga kita berkumpul dan bersaudara di atas tujuan yang satu, yaitu beribadah kepada-Nya semata. Ini merupakan karunia yang tiada tara. Maka apakah layak jika kemudian kita saling menggunjing, saling menjatuhkan, saling memutuskan hubungan, saling hajr, hanya karena perkara ijtihadiyyah yang masih diperselisihkan oleh para ulama Salafiyyun?! Apakah kita hendak membuang nikmat Allah yang sangat agung itu hanya karena perkara dunia atau permasalahan-permasalahan yang seharusnya kita bisa saling memahami?! Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang benar-benar merasakan nikmat persaudaraan, lalu bersyukur dan terus menjaga nikmat tersebut. Syaikh Abdul Malik ar-Ramadhani penulis Madaarikun Nazhar fis Siyaasah, buku yang dipuji dan diberi pengantar oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dan sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia- pernah bercerita kepada kami, bahwa dia pernah ditelepon oleh salah seorang ikhwah dari Perancis. Saudara kita dari Perancis ini menangis di telepon sekitar setengah jam. Apakah yang dia tangisi? Dia menangis karena jengkel memikirkan saudara-saudaranya sesama salafi saling tahdzir dan saling hajr, meskipun jumlah mereka sedikit. Padahal mereka sedang hidup di tengah lautan orang-orang kafir. Dahulu, mereka tidak bermusuhan di atas kesesatan. Tetapi

setelah mereka mengenal ajaran yang benar, lha kok malah berantem. Bukankah ini mengherankan?! Wallaahul mustaan. Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari tipu daya syaitan yang menghendaki perpecahan di kalangan pengikut ajaran yang benar, yaitu barisan Ahlus Sunnah. [3] Lihat penjelasan dari Syaikh Shalih Alu Syaikh dalam ceramah (tulisan) beliau yang berjudul Huquuq al-Ukhuwwah, sebagaimana yang akan disebutkan. [4] Tafsir At-Thabari (X/36), Hilyatul Auliya (III/297). Diriwayatkan juga dari Abu Lubabah, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah dengan sanad yang marfu, dalam Taariikh Waasith, pada biografi Abdullah bin Sufyan Al-Wasithi (I/178), dengan kisah yang sama, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani karena syawaahid-nya. Lihat: as-Shahiihah (V/10) hadits (2004). [5] HR Al-Bukhari (13) dan Muslim (45) [6] Lihat Majmu Fataawa (VII/14-19) [7] Majmu Fataawa (VII/41) [8] Jaami al-Ulum wal Hikam (I/304). [9] HR Muslim (1844). [10] Dalam Syarh al-Arbaiin an-Nawawiyyah, oleh Syaikh Shalih Alu Syaikh [11] Jaami al-Ulum wal Hikam (I/306) [12] Karena yang wajib dalam syariat adalah ia menginginkan agar orang-orang seperti dirinya dalam kebaikan. [13] Disarikan dari Jaami al-Ulum wal Hikam (I/309-310). [14] Syarh al-Arbaiin an-Nawawiyyah, hal. 164. [15] HR Muslim (1844). Hadits ini semakna dengan hadits Anas yang sedang kita bicarakan, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Rajab dalam Jaami al-Ulum (I/304) [16] Faidah yang kami dapatkan guru kami, Syaikh Abdurrazzaq hafizhahullah-, tatkala menjelaskan hadits ke-18 dari al-Arbaiin an-Nawawiyyah. [17] Lihat muqoddimah tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman terhadap risalah Adabul Isyrah wa Dzikrus Shuhbah wal Ukhuwwah, hal 5-6.

[18] Lihat Mawaaqif Iimaaniyyah, hal 469. [19] HR Al-Bukhari (VII/317), kitab Manaaqib al-Anshar. [20] Allahu Akbar! Beginilah keimanan para sahabat. Betapa besar kasih sayang di antara mereka. Kalau kita bandingkan dengan kita dizaman sekarang ini, sepertinya ini hanyalah mimpi yang tidak mungkin bisa terwujudkan. Saya pernah bertemu dengan beberapa orang ikhwah dari luar negeri yang sangat kenceng membantah para ahli bidah. Bahkan saking kenceng-nya, mereka menyatakan bahwa seorang ulama besar yang ada di Saudi sebagai ahli bidah. Padahal beliau yang dituduh itu sampai saat ini masih duduk di al-Lajnah ad-Daa-imah lil Buhuuts wal Iftaa (Komite Tetap untuk Urusan Riset dan Fatwa). Meskipun demikian, ternyata tingkah laku mereka sehari-hari dalam muamalah masih jauh dari manhaj Salaf. Sampai-sampai untuk masalah makanan saja mereka tidak segan-segan mengambil jatah saudaranya, sebagaimana yang pernah penulis saksikan sendiri sewaktu acara makan bersama di tempat kediaman Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh. Apakah manhaj Salaf hanya terkait dengan membantah ahli bidah, tetapi untuk muamalah sehari-hari dengan saudaranya manhajnya ditinggalkan?! Jangankan mengorbankan istri yang paling dicintai, jatah makan saudaranya saja ia ambil.Wallaahul mustaaan. [21] Beginilah jiwa para sahabat dari kaum Muhajirin. Kebaikan kaum Anshar tidaklah menjadikan mereka bergantung pada kaum Anshar. Abdurrahman bin Auf tetap berusaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. [22] HR Al-Bukhari (3780). lihat Al-Fath (7/142), kitab manaqib Al-Anshar [23] HR Al-Bukhari (3798). Lihat al-Fath (VII/151) dan Umdatul Qori (XIII/341), kitab Maanaqib al-Anshar. [24] Al-Muntzhom 4/123 [25] Sebagaimana dinukil oleh Ahmad Farid dalam kitabnya Mawaaqif Iimaaniyyah (hal. 443), dari kitab Ibnul Jauzi yang berjudul al-Hubb fillaah wa Huquuqul Ukhuwwah. [26] Tafsiir Ibnu Katsir, surat al-Anfal: 63. Sumber : http://www.firanda.com/index.php/artikel/7-adab-a-akhlaq/52-hak-hak-persaudaraanbag-1

BEBERAPA PERISTIWA PENTING Pertama Tersebarnya berita tentang masuk Islamnya sekelompok penduduk Yatsrib (Madinah), membuat orang-orang kafir Quraisy semakin meningkatkan tekanan terhadap orang-orang Mukmin di Makkah. Lalu Nabi saw. memerintahkan kaum Mukminin agar hijrah ke kota Madinah. Para sahabat segera berangkat menuju Madinah secara diam-diam, agar tidak dihadang oleh musuh. Namun Umar bin Khattab justru mengumumkan terlebih dahulu rencananya untuk berangkat ke pengungsian kepada orang-orang kafir Makkah. Ia berseru, Siapa di antara kalian yang bersedia berpisah dengan ibunya, silakan hadang aku besok di lembah anu, besuk pagi saya akan hijrah. Tidak seorang pun berani menghadang Umar. Kedua Setelah mengetahui kaum Muslimin yang hijrah ke Madinah itu disambut baik dan mendapat penghormatan yang memuaskan dari penduduk Yatsib, bermusyawarahlah kaum kafir Quraisy di Darun Nadwah. Mereka merumuskan cara yang diambil untuk membunuh Rasululah saw. yang diketahui belum berangkat bersama rombongan para sahabat. Rapat memutuskan untuk mengumpulkan seorang algojo dari setiap kabilah guna membunuh Nabi saw. bersama-sama. Pertimbangannya ialah, keluarga besar Nabi (Bani Manaf) tidak akan berani berperang melawan semua suku yang telah mengutus algojonya masing-masing. Kelak satu-satunya pilihan yang mungkin ambil oleh Bani Manaf ialah rela menerima diat (denda pembunuhan) atas terbunuhnya Nabi. Keputusan bersama ini segera dilaksanakan dan para algojo telah berkumpul di sekeliling rumah Nabi saw. Mereka mendapat instruksi: Keluarkan Muhammad dan rumahnya dan langsung pengal tengkuknya dengan pedangmu! Ketiga Pada malam pengepungan itu Nabi saw. tidak tidur. Kepada keponakannya, Ali r.a., beliau memerintahkan dua hal: pertama, agar tidur (berbaring) di tempat tidur Nabi dan, kedua, menyerahkan kembali semua harta titipan penduduk Makkah yang ada di tangan Rasulullah saw. kepada para pemiliknya. Nabi keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh satu orang pun dari para algojo yang mengepung rumahnya sejak senja hari. Nabi saw. pergi menuju rumah Abu Bakar yang sudah menyiapkan dua tunggangan (kendaraan) lalu segera berangkat. Abu Bakar menyewa Abdullah bin Uraiqith Ad-Daily untuk menunjukkan jalan yang tidak biasa menuju Madinah. Keempat Rasulullah dan Abu Bakar berangkat pada hari Kamis tanggal 1 Rabiul Awwal tahun kelima puluh tiga dari kelahiran Nabi saw. Hanya Ali dan keluarga Abu Bakar saja yang tahu keberangkatan Nabi saw. dan Abu Bakar malam itu menuju Yatsib. Sebelumnya dua anak Abu

Bakar, Aisyah dan Asma, telah menyiapkan bekal secukupnya untuk perjalanan itu. Kemudian Nabi saw. ditemani Abu Bakar berangkat bersama penunjuk jalan menelusuri jalan MadinahYaman hingga sampai di Gua Tsur. Nabi dan Abu Bakar berhenti di situ dan penunjuk jalan disuruh kembali secepatniya guna menyampaikan pesan rahasia Abu Bakar kepada putranya, Abdullah. Tiga malam lamanya Nabi saw. dan Abu Bakar bersembunyi di gua itu. Setiap malam mereka ditemani oleh Abdullah bin Abu Bakar yang bertindak sebagai pengamat situasi dan pemberi informasi. Kelima Lolosnya Nabi saw. dari kepungan yang ketat itu membuat kalangan Quraisy hiruk pikuk mencari. Jalan Makkah-Madinah dilacak. Tetapi mereka gagal menemukan Nabi saw. Kemudian mereka menelusuri jalan Yaman-Madinah. Mereka menduga Nabi pasti bersembunyi di Gua Tsur. Setibanya tim pelacak itu di sana, alangkah bingungnya mereka ketika melihat mulut gua itu tertutup jaring laba-laba dan sarang bunung. Itu pertanda tidak ada orang yang masuk ke dalam gua itu. Mereka tidak dapat melihat apa yang ada dalam gua, tetapi orang yang di dalamnya dapat melihat jelas rombongan yang berada di luar. Waktu itulah Abu Bakar merasa sangat khawatir akan keselamatan Nabi. Nabi berkata kepadanya, Hai Abu Bakar, kita ini berdua dan Allah-lah yang ketiganya. Keenam Kalangan kafir Quraisy mengumumkan kepada seluruh kabilah, Siapa saja yang dapat menyerahkant Muhammad dan kawannya (Abu Bakar) kepada kami hidup atau mati, maka kepadanya akan diberikan hadiah yang bernilai besar. Bangkitlah Suraqah bin Jasyam mencari dan mengejar Nabi dengan harapan akan menjadi hartawan dalam waktu singkat. Sungguhpun jarak antara Gua Tsur dengan rombongan Nabi sudah begitu jauh, namun Suraqah ternyata dapat menyusulnya. Tatkala sudah begitu dekat, tiba-tiba tersungkurlah kuda yang ditunggangi Suraqah, sementara pedang yang telah diayunkan ke arah Nabi tetap terhunus di tangannya. Tiga kali ia mengibaskan pedangnya ke arah tubuh Nabi, tetapi pada detik-detik itu pula kudanya tiga kali tersungkur sehingga tak terlaksanalah maksud jahatnya. Kemudian ia menyarungkan pedangnya dalam keadaan diliputi perasaan kagum dan yakin, dia benar-benar berhadapan dengan seorang Nabi yang menjadi Rasul Allah. Ia mohon kepada Nabi agar berkenan menolong mengangkat kudanya yang tak dapat bangun karena kakinya terperosok ke dalam pasir. Setelah ditolong oleh Nabi, ia meminta agar Nabi berjanji akan memberinya hadiah berupa gelang kebesaran raja-raja. Nabi menjawab, Baiklah. Kemudian kembalilah Suraqah ke Makkah dengan berpura-pura tak menemukan seseorang dan tak pernah mengalami kejadian apa pun. Ketujuh

Rasulullah dan Abu Bakar tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal. Kedatangan beliau telah dinanti-nantikan masyarakat Madinah. Pagi hari mereka berkerumun di jalanan, setelah tengah hari barulah mereka bubar. Begitulah penantian mereka beberapa hari sebelum kedatangan Nabi. Pada hari kedatangan Nabi dan Abu Bakar, masyarakat Madinah sudah menunggu berjubel di jalan yang akan dilalui Nabi lengkap dengan regu genderang. Mereka mengelu-elukan Nabi dan genderang pun gemuruh diselingi nyanyian yang sengaja digubah untuk keperluan penyambutan itu: Bulan purnama telah muncul di tengah-tengah kita, dari celah-celah bebukitan. Wajiblah kita bersyukur, atas ajakannya kepada Allah. Wahai orang yang dibangkitkan untuk kami, kau datang membawa sesuatu yang ditaati. Kedelapan Di tengah perjalanan menuju Madinah, Rasulullah singgah di Quba, sebuah desa yang terletak dua mil di selatan Madmnah. Di sana Beliau membangun sebuah Masjid dan merupakan Masjid pertama dalam sejarah Islam. Beliau singgah di sana selama empat hari untuk selanjutnya meneruskan perjalanan ke Madinah. Pada Jumat pagi beliau berangkat dari Quba dan tiba di perkampungan Bani Salim bin Auf persis pada waktu shalat Jumat. Lalu shalatlah beliau di sana. Inilah Jumat pertama dalam Islam, dan karena itu khutbahnya pun merupakan khutbah yang petama. Kemudian Nabi berangkat meninggalkan Bani Salim. Program pertama beliau sesampainya di Madinah ialah menentukan tempat di mana akan dibangun Masjid. Tempat itu ialah tempat di mana untanya berhenti setibanya di Madinah. Ternyata tanah yang dimaksud milik dua orang anak yatim. Untuk itu Nabi minta supaya keduanya sudi menjual tanah miliknya, namun mereka lebih suka menghadiahkannya. Tetapi beliau tetap ingin membayar harga tanah itu sebesar sepuluh dinar. Dengan senang hati Abu Bakar menyerahkan uang kepada mereka berdua. Pembangunan Masjid segera dimulai dan seluruh kaum Muslimin ikut ambil bagman, sehingga berdiri sebuah Masjid berdinding bata, berkayu batang korma dan beratap daun korma. Kesembilan Kemudian Nabi mempersaudarakan antara orang-orang Muhajirin dengan Anshar. Setiap orang Anshar mengakui orang Muhajirin sebagai saudaranya sendiri, mempersilakannya tinggal di rumahnya dan memanfaatkan segala fasilitasnya yang ada di rumah bersangkutan. Kesepuluh Selanjutnya Nabi saw. merumuskan piagam yang berlaku bagi seluruh kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi. Piagam inilah yang oleh Ibnu Hisyam disebut sebagai undang-undang dasar negara dan pemerintahan Islam yang pertama. Isinya mencakup tentang perikemanusiaan, keadilan sosial, toleransi beragama, gotong royong untuk kebaikan masyarakat, dan lain-lain. Saripatinya adalah sebagai berikut: 1. Kesatuan umat Islam, tanpa mengenal perbedaan. 2. Persamaan hak dan kewajiban.

3. Gotong royong dalam segala hal yang tidak termasuk kezaliman, dosa, dan permusuhan. 4. Kompak dalam menentukan hubungan dengan orang-orang yang memusuhi umat. 5. Membangun suatu masyarakat dalam suatu sistern yang sebaik-baiknya, selurusnya dan sekokoh-kokohnya. 6. Melawan orang-orang yang memusuhi negara dan membangkang, tanpa boleh memberikan bantuan kepada mereka. 7. Melindungi setiap orang yang ingin hidup berdampingan dengan kaum Muslimin dan tidak boleh berbuat zalim atau aniaya terhadapnya. 8. Umat yang di luar Islam bebas melaksanakan agamanya. Mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam dan tidak boleh diganggu harta bendanya. 9. Umat yang di luar Islam harus ambil bagian dalam membiayai negara, sebagaimana umat Islam sendiri. 10. Umat non Muslim harus membantu dan ikut memikul biaya negara dalam keadaan terancam. 11. Umat yang di luar Islam, harus saling membantu dengan umat Islam dalam melindungi negara dan ancaman musuh. 12. Negara melindungi semua warga negara, baik yang Muslim maupun bukan Muslim. 13. Umat Islam dan bukan Islam tidak boleh melindungi musuh negara dan orang-orang yang membantu musuh negara itu. 14. Apabila suatu perdamaian akan membawa kebaikan bagi masyarakat, maka semua warga negara baik Muslim maupun bukan Muslim, harus rela menerima perdamaian. 15. Seorang warga negara tidak dapat dihukum karena kesalahan orang lain. Hukuman yang mengenai seseorang yang dimaksud, hanya boleh dikenakan kepada diri pelaku sendiri dan keluarganya. 16. Warga negara bebas keluar masuk wilayah negara sejauh tidak merugikan negara. 17. Setiap warga negara tidak boleh melindungi orang yang berbuat salah atau berbuat zalim. 18. Ikatan sesama anggota masyarakat didasarkan atas prinsip tolong-menolong untuk kebaikan dan ketakwaan, tidak atas dosa dan permusuhan. 19. Dasar-dasar tersebut ditunjang oleh dua kekuatan. Kekuatan spiritual yang meliputi keimanan seluruh anggota masyarakat kepada Allah, keimanan akan pengawasan dan penlindungan-Nya bagi orang yang baik dan konsekuen, dan Kekuatan material yaitu kepemimpinan negara yang tercerminkan oleh Nabi Muhammad saw. BEBERAPA PELAJARAN Pertama Seorang yang Mukmin yang percaya akan kemampuannya tentu tidak akan sembunyi-sembunyi beramal. Sebaliknya ia berterus terang tanpa gentar sedikitpun terhadap musuh, sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab sewaktu dia akan hijrah. Dalam kasus ini ada pelajaran, keberanian bisa membuat musuh merasa ngeri dan gentar. Seandainya orang-orang kafir Quraisy sepakat untuk membunuh Umar, tentulah mereka mampu melakukan itu. Akan tetapi sikap Umar yang berani itulah yang membuat gentarnya kafir Quraisy, dan memang onang-orang jahat selalu merasa takut kehilangan hidup (nyawa). Kedua

Ketika ajakan ke arah kebenaran dan perbaikan sudah dapat dibendung, apalagi pendukungpendukungnya sudah dapat menyelamatkan diri, tentulah orang-orang jahat berpikir untuk membunuh pemimpin dakwah itu. Mereka memperkirakan dengan terbunuhnya sang pemimpin, tamatlah riwayat dakwah yang dilakukannya. Pemikiran semacam ini selalu ada dalam benak orang-orang yang memusuhi kebaikan dari zaman dulu sampai sekarang. Ketiga Prajurit yang sungguh-sungguh ikhlas untuk menyerukan kebaikan tentulah bersedia menyelamatkan pemimpinnya sekalipun dengan mengorbankan jiwanya sendiri. Sebab, selamatnya pemimpin berarti selamatnya dakwah. Apa yang telah dilakukan oleh Ali yang tidur di tempat Nabi merupakan pengorbanan jiwa raga guna menyelamatkan diri Nabi. Pada malam itu sangat besar kemungkinan Ali terbunuh karena algojo-algojo yang melakukan pengepungan itu tentu akan menduga Ali itulah Nabi. Akan tetapi hal itu tidak merisaukan diri Ali sama sekali. Seba, ia lebih mementingkan keselamatan Nabi Muhammad saw. Keempat Dititipkannya harta benda milik orang-orang Musyrik kepada Nabi saw. sementara mereka sendiri memusuhi dan berambisi untuk membunuh Nabi, adalah menunjukkan kepercayaan mereka akan kelurusan dan kesucian pribadi Nabi. Mereka juga mengerti benar bahwa Nabi jauh lebih hebat dan lebih bersih hatinya daripada diri mereka sendiri. Hanya kebodohan, ketidaktahuan, dan keterikatan mereka pada tradisi dan kepercayaan yang salah sajalah yang membuat mereka memusuhi, menghalangi dakwah Nabi, dan berusaha membunuh Nabi. Kelima Berpikirnya seorang pemimpin dakwah, kepala negara, atau pemimpin suatu pergerakan untuk menyelamatkan diri dari ancaman musuh, sehingga ia mengambil jalan lain, tidaklah dapat dianggap sebagai tindakan penakut atau tidak berkorban jiwa. Keenam Adanya partisipasi Abdullah bin Abu Bakar dalam penencanaan dan pelaksanaan hijrah Nabi, menunjukkan adanya peranan genenasi muda dalam mensukseskan dakwah. Mereka merupakan penunjang yang dapat diandalkan bagi mempercepat proses kesuksesan. Pejuang-pejuang Islam yang pertama dahulu seluruhnya terdiri dari para pemuda. Rasulullah saw. berumur empat puluh tahun ketika dibangkitkan menjadi Nabi. Abu Bakar berumur tiga puluh tahun, sementara Ali paling muda di antara mereka. Demikian pula Utsman, Abdullah bin Masud, Abdurrahman bin Auf, Arqam bin Abu Arqam, Said bin Zaid, Bilal bin Rabah, Amman bin Yasir, dan lain-lain, seluruhnya adalah para pemuda. Mereka sanggup memikul tanggung jawab dakwah dengan segala pengorbanan dan berbagai macam derita. Dan mereka mampu memenangkan Islam. Dengan kesungguhannya beserta kaum Muslimin lainnya,

berdirilah negara Islam, ditahlukkanlah berbagai negeri, dan sampailah Islam ke tangan generasi berikutnya, hingga kini. Ketujuh Partisipasi Aisyah dan Asma binti Abu Bakar dalam pelaksanaan hijrah Nabi saw. mengisyaratkan bahwa kaum wanita bukannya tidak diperlukan dalam suatu perjuangan. Kaum hawa yang berperasaan halus itu pun diberi kepercayaan. Mereka banyak sekali membantu sang suami mengurusi anak-anak dan keluarga. Dalam pada itu perjuangan kaum wanita di zaman Rasulullah dahulu mengesankan kita sekarang, suatu gerakan Islamiyah akan berjalan seret dan kurang membekas di kalangan masyarakat manakala kaum wanita belum ikut ambil peranan. Bila sudah, maka itu berarti telah terbentuk suatu generasi wanita atas dasar keimanan, akhlak mulia, kesabaran, dan kesucian. Mereka akan lebih mudah menyebarkan nilai-nilai luhur yang dibutuhkan oleh dunia dewasini ke dalam masyarnakatnya sesama kaum wanita, ketimbang kaum pria. Tetapi hal ini tidak berarti mereka boleh untuk tidak menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang baik. Dalam rangka mendidik generasi muda, pada zaman Nabi, kaum wanita telah memberikan sumbangan yang tinggi nilainya. Merekalah yang banyak berbuat untuk menumbuhkan suatu generasi penerus yang berakhlak Islam, mencintal Islam, dan Rasulnya serta berjuang untuk Islam. Untuk ini dapatlah dikatakan, kaum wanita itu lebih berhasil membentuk sebaik-baik generasi penerus perjuangan Islam. Kini kita harus belajar dan sejarah di atas, harus berusaha membawa kaum wanita dan ibu-ibu, guna mencetak mereka menjadi perancang panji-panji Islam di tengah-tengah masyarakat, mengingat kuantitasnya melebihi separuh penduduk dunia. Hal itu menuntut kita untuk mendidik putri-putri dan saudari-saudari di lembaga-lembaga pendidikan Islam guna mempelajari berbagai ajanan Islam. Banyaknya jumlah mereka yang paham akan agama Islam, hukum, sejarah, dan ilmu lainnya, dan banyak mereka yang berakhlak seperti akhlak Nabi saw. dan isteri-isterinya, tentulah akan dapat lebih cepat lagi memacu perbaikan yang berdasarkan ajaran Islam dan menciptakan masyarakat yang mentaati seluruh ketentuan Allah swt. Kedelapan Tidak terlihatnya Nabi Saw. oleh mata orang-orang yang mengejarnya di Gua Tsur, dan adanya sarang laba-laba serta sarang burung yang sedang bertelur seperti dalam kisah, kedua-duanya merupakan contoh adanya pertolongan Ilahi kepada Rasul-Nya dan para pembela agama-Nya. Allah swt. tidak membiarkan cita-cita dakwah gagal di tangan orang-orang musyrik. Allah swt. selalu memberi jalan bagi hamba-hamba-Nya yang ikhlas dalam menegakkan risalahNya. Allah Swt. berfirman, Sesungguhnya Kami pasti menolong Rasul-rasul Kami dan onang-onang yang beriman, di duniini dan di akhinat nanti. (QS. Ghafir: 51). Kesembilan

Kekhawatiran Abu Bakar r.a. kalau musuh melihat mereka yang bersembunyi di dalam gua adalah menunjukkan betapa sayangnya sang pengawal kepada pimpinannya yang sedang terancam bahaya, melebihi rasa sayang terhadap dirinya sendiri. Seandainya ia mementingkan diri sendiri, tentulah dia tidak bersedia menemani Rasulullah dalam suatu perjalanan yang penuh bahaya itu. Ia bukannya tidak tahu, jika Nabi saw. tertangkap dan dibunuh, maka dia pun akan dibunuh. Kesepuluh Jawaban Rasulullah yang bermaksud menenangkan Abu Bakar pada saat itu merupakan katakata yang menunjukan betapa yakin-Nya Nabi kepada Allah yang pasti menolong hamba-Nya dan betapa tulusnya beliau bertawakkal kepada-Nya. Dan merupakan bukti nyata kebenaran dakwah kenabiannya. Betapapun beliau dalam keadaan sangat sulit dan terjepit, namun beliau yakin, Allah swt. tidak pernah melepaskannya sesaat pun, karena dirinya itu diutusNya untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Di sinilah beda Nabi dengan orang yang setengah-setengah dalam menyeru manusia ke jalan Allah, dan juga dengan orang yang berpura-pura. Kesebelas Apa yang telah terjadi atas diri Suraqah yang gagal total membunuh Nabi saw. juga merupakan bukti kenabian Nabi saw. Setiap kali Suraqah mengarahkan pedangnya ke arah tubuh Nabi, terjerembablah kudanya. Kaki kuda itu tenggelam ditelan pasir. Tapi jika diputar haluan, kembalilah kuda itu bangun dan berjalan seperti biasa. Bukankah ini pertolongan Allah swt. kepada Rasul-Nya? Ambisi Suraqah untuk memperoleh hadiah yang melimpah sebagaimana yang dijanjikan pemimpin-pemimpin kafir Qunaisy ternyata tidak dapat mengalahkan kekuasaan Allah yang menghendaki keselamatan Rasul-Nya. Oleh karena usahanya mengejar Nabi itu demi harta benda, maka ia pun merasa puas dengan janji Nabi untuk menghadiahkan sesuatu kepadanya. Kedua belas Janji Rasulullah akan menghadiahkan kepadanya pakaian kebesaran kaisar, setelah kegagalan Suraqah itu adalah juga suatu mukjizat yang dimiliki Nabi. Seorang manusia biasa yang sedang lari dan kepungan musuhnya tentulah tidak lagi sempat membayangkan dia akan mampu menaklukkan dan menampas mahkota raja. Tetapi karena beliau memang benar-benar seorang Nabi, masih segarlah dalam benaknya, pada akhirnya beliau akan dapat meraih mahkota rajaraja, dan apa yang dijanjikannya kepada Suraqah niscaya akan benar-benar terlaksana. Dalam suatu peperangan yang dimenangkan oleh umat Islam berikut harta rampasan yang tertimbun, terlihatlah oleh Suraqah sepasang gelang raja. Lalu ia minta kepada Umar bin Khattab agar gelang itu diberikan kepadanya sebagai realisasi janji Rasulullah kepadanya dulu. Umar pun memenuhi permintaan itu dengan disaksikan oleh sahabat-sahabat Nabi lainnya. Ketiga belas

Kegembiraan peduduk Madinah atas kedatangan Rasulullah saw. merupakan kegembinaan yang sesungguhnya bagi kaum Muhajinin dan Anshar, tetapi semu bagi kaum Yahudi. Mereka turut bergembira di lahirnya, tapi dengki di dalam batinnya, karena orang yang mereka sambut itulah yang akan mengambil alih kepemimpinan dan kewibawaan yang selama itu ada di tangan mereka. Bagi orang-orang Yahudi Madinah, kedatangan Rasulullah itu akan membuat mereka tidak lagi bisa berbuat seenaknya terhadap jiwa dan harta benda rakyat. Sungguhpun kedengkian dan keengganan tunduk untuk kepada hukum pada mulanya berhasil mereka tutup-tutupi, namun akhirnya terbuka juga. Isi piagam persaudaraan yang telah mereka sepakati di hadapan Nabi dan kaum Muslimin dulu mulai diingkarinya satu persatu. Ini berarti mereka tidak rela dan tidak suka hidup damai. Memang mereka sejak dulu selalu ingin mengobarkan api peperangan. Akan tetapi api yang dikobarkannya itu akan selalu dapat dipadamkan, sebagaimana dijanjikan Allah swt. dalam firman-Nya, Setiap kali meneka mengobankan api pepenangan, maka setiap kali itu pula Allah memadamkannya. (Al-Maidah: 64) Keempat belas Dari peristiwa hijrah ke Madinah, nyatalah yang pertama kali dilakukan oleh Rasulullah ialah membangun Masjid. Selama empat hari bermalam di Quba, Rasulullah saw. membangun Masjid Quba. Selanjutnya beliau membangun sebuah Masjid di perkampungan Bani Salim, yang terletak antana Quba dan Madinah. Begitu pula di Madinah sendiri. Yang pertama kali dilakukan Nabi ialah membangun Masjid Madinah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran Masjid dalam Islam. Semua ibadat yang terdapat dalam Islam bertujuan untuk mensucikan jiwa, meningkatkan akhlak, memperkuat persaudaraan dan kegotongroyongan antara sesama Muslim. Shalat berjamaah, shalat Jumat, dan shalat dua hari raya adalah cenminan persaudaraan sosial, persatuan kata dan tujuan dengan demikian tidaklah teringkari lagi Masjid itu membawa misi sosial kemasyarakatan dan kerohaniaan yang sangat besar maknanya bagi masyarakat Islam. Sejarah menyatakan dari Masjidlah tentara Islam berangkat untuk menyebarluaskan hidayah Allah (agama Islam) ke seluruh penjuru dunia. Dan di Masjidlah diolah dan dikembangkan kebudayaan Islam. Abu Bakar, Umar, Ali, Khalid, Said, Abu Ubadah dan para pembesar lainnya dalam sejarah Islam adalah tamatan madrasah Islamiyah yang berpusat di Masjid. Hal lain yang perlu dicatat ialah Masjid merupakan sarana pendidikan Islam yang bersifat masal dan pekanan. Setiap ekan (yaitu pada hari Jumat) dicanangkan seruan untuk mengikis habis kemungkaran di samping perintah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Dan dalam Masjid itu diberikan pula peringatan bagi orang yang lupa pada Islam, diserukan persatuan umat, diprotes segala bentuk kezaliman berikut pelaku-pelakunya. Bukankah dulu dari Masjidlah digalang persatuan dan semangat juang umat Islam untuk mengenyahkan penjajah, baik yang bernama imperialisme Perancis, Inggris, Belanda dan konco-konconya, maupun yang bernama Zeonisme Yahudi? Jika dewasa ini Masjid tidak difungsikan sebagaimana mestinya lagi, maka itulah kesalahan khatib-khatib yang rela membelokkan ajaran agama, hanya karena keselamatan pribadi dan kepentingan perut dan kedudukannya.

Sangat beruntung jika dalam keadaan tidak berfungsinya Masjid-masjid dewasa ini bangkit ulama yang ikhlas demi Allah. Mereka menyerukan agar kembali menjadikan Masjid sebagai sentral dakwah Islamiyah. Dari sanalah kita bina masyarakat Islam, kita bina dan cetak kaderkader, dan kita siapkan pahlawan-pahlawan agama. Dari sanalah kita pernangi kejahatan dan kemungkaran, guna memudahkan terbentuknya masyarakat Islam yang diidam-idamkan. Kemudian pendirian seperti ini disadani dan dilanjutkan oleh generasi muda Islam yang sudah berilmu dan berakhlak bagaikan akhlaknya Rasulullah saw. Kelima belas Persaudaraan yang dibina Rasulullah antana kaum Muhajirin dan Anshar adalah juga merupakan kenyataan dan keadilan Islam yang berperikemanusiaan, bermoral, dan konstruktif. Kaum Muhajirin telah meninggalkan negeri kelahirannya dengan tidak membawa harta benda, sedangkan kaum Anshae rata-rata merupakan orang-orang kaya dengan hasil pertanian dan industri. Oleh karena itu pantaslah jika mereka turun tangan mengatasi kesulitan-kesulitan yang diderita oleh saudara-saudaranya yang Muhajirin. Sungguh ini adalah perbuatan yang melebihi ajaran keadilan sosial yang didengung-dengungkan faham sosialisme dewasa ini? Atas dasar di atas dapatlah dikatakan, orang-orang yang mengingkari adanya keadilan sosial dalam Islam adalah orang yang memutarbalikkan fakta, setidak-tidaknya bermaksud agar ajaran ini ditinggalkan sedikit demi sedikit, atau agar orang yang belum memeluknya sama sekali menjadi tidak senang kepadanya. Kalau orang yang mengingkarinya itu adalah onang Islam sendiri, maka pastilah mereka itu orang yang jumud (tidak mengerti) yang tidak suka akan kata keadilan sosial itu saja. Sejarah telah membuktikan hal ini, Nabi saw. sendiri telah menegakkannya dan sekaligus menjadikannya landasan bagi berdirinya masyarakat dan negara Islam yang dipimpinnya sendiri. Keenam belas Dalam piagam persaudaraan antara kaum Muhajinin dan kaum Anshar, di satu pihak, dan piagam kerjasama antara kaum Muslimin dengan non Muslim di lain pihak, terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan Daulah Islamiyah itu ditegakkan di atas prinsip keadilan, asas hubungan antara Muslimin dan non Muslimin adalah perdamaian. Dalam piagam tersebut ditegaskan pula kebenaran, keadilan, gotong royong dalam kebaikan dan dalam mengikis segala akibat yang ditimbulkan oleh kemungkaran, yang telah melanda masyarakat merupakan tematema yang selalu dibawa oleh agama Islam. Daulah Islamiyah itu, di mana dan kapan pun adanya, haruslah ditegakkan di atas pninsip-prinsip yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya. Prinsip-prinsip dimaksud tentulah yang terbaik di antana prinsip-prinsip kenegaraan yang ada dan dipraktekkan dewasa ini. Usaha-usaha masyarakat Islam adalah sangat relevan dengan perkembangan pemikiran manusia tentang kenegaraan, hal mana masyarakat Islam sendiri harus mencontoh ajaran Islam sendiri. Di negeri Islam, kaum Muslimin tetap dilarang mengganggu kawan-kawannya yang non Muslim. Dilarang menganggu keyakinan mereka dan dilarang memperkosa hak-hak mereka.

Mengapa orang-orang masih tidak setuju memberlakukan hukum Islam di negerinya masingmasing, padahal hukum Islam ini cukup adil, benar, kokoh, mementingkan keadilan sosial yang berasaskan persaudaraan, cinta mencintai, dan tolong menolong? Kepada seluruh umat Muslimin patutlah diperingatkan, penjajahan, dalam segala bentuk dan manifestasinya, tidaklah akan terkikis habis, melainkan dengan cara menerapkan Islam. Inilah inti perjuangan dakwah dewasa ini. Perhatikan firman Allah berikut, Sekiranya penduduk negeri sudah beriman dan bertakwa, pastilah akan Kami limpahkan kepadanya keberkahan dan langit dan bumi. (Al-Araf: 96) Dan yang Kami perintahkan ini adalah jalan yang lurus, maka turutilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan yang lain itu mencerai-beraikan kamu dan membelokkan dan jalanNya. (Al-Anam: 153) Dan siapa saja yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan kelua dan memberinya rezeki dari jalan yang tiada disangka-sangka, dan siapa saja yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Ia akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi segala sesuatu. (At-Thalaq: 2-3) Dan siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (At-Thalaq: 4) Dan siapa saja yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengampuni kesalahankesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya. (At-Thalaq: 5)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/01/350/hijrah-nabi-dan-menetap-dimadinah/#ixzz1ffMpDqY7

Anda mungkin juga menyukai