Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN A .

Latar Belakang Pos pelayanan terpadu(posyandu) merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang membawa arti yang sangat besar bagi kesehatan dan kesejahtraan masyarakat secara operasional. Posyandu adalah bentuk peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan dengan sasaran utamanya adalah kelompok bayi, anak balita, ibu hamil, ibu meneteki,serta wanita usia subur(WUS). Dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu.

Pelaksanaan kegiatan posyandu merupakan salah satu upaya untuk mendekatkan masyarakat terhadap jangkauan pelayanan kesehatan primer. Semakin tinggi pelayanan kesehatan terhadap masyarakat diharapkan akan semakin meningkat derajat kesehatan masyarakat (Depkes, 1996). Posyandu merupakan keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja puskesmas dilaksanakan di tiap tiap rukun warga(RW). Kegiatanya dari, oleh dan untuk masyarakat dan dibantu oleh petugas kesehatan setempat dengan menggunakan prinsip lima meja, yaitu dimulai dari pendaftaran,penimbangan bayi dan anak,pengisian kartu menuju sehat(KMS),penyuluhan gizi (terutama pada anak dengan berat badan di bawah berat badan seharusnya dan kelainan klinis,ibu hamil,Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta pelayanan tenaga profesional meliputi pelayanan KIA (Kesehatan Ibu Dan Anak), Keluarga Berencana (KB),Imunisasi, dan pengobatan seperti pemberian obat-obatan,vitamin A,tablet zat besi,(fe) atau pemberian rujukan ke Puskesmas dan Rumah Sakit jika ditemukan kasuskasus luar biasa pada posyandu (Muninjaya,A.G. 2004).

Pada anak sampai usia lima tahun seharusnya di bawa ke posyandu setiap bulan. Kegiatan pelayanan posyandu seharusnya dimanfaatkan oleh ibu-ibu khususnya yang memiliki balita dengan sebaik-baiknya,karna diposyandu ada pemantauan tumbuh kembang balita dengan cara mengukur berat badan sebagai cara terbaik untuk menilai status gizi balita tiap bulannya, sehingga tumbuh kembang anak akan terpantau. Disamping itu ibu balita akan diberikan penyuluhan tentang kesehatan seperti pengetahuan makanan bergizi, cara memberikan makanan bervariasi agar berat badan anak menjadi normal. Di posyandu anak-anak mendapatkan makanan tambahan, dan jika ditemukan gangguan atau kelainan pada anak balita, kader posyandu akan mengirim atau merujuk balita tersebut ke pelayanan kesehatan misalnya Puskesmas atau Rumah Sakit (Hendrawan, 1997). Di Kabupaten Jepara rata-rata pengaruh ketidakaktifan ibu balita akhir 2006 sebesar 67% dari jumlah total ibu balita di Jepara yang memiliki balita yang untuk tingkat kecamatan kedung adalah 68% dari jumlah total 300 balita di mana yang aktif ke posyandu sebanyak 205 balita, dan di desa sowan lor tempat penelitian akan dilakukan, mempunyai pengaruh ketidakaktifan ibu balita lebih rendah yaitu 43,8% persen, dimana masih di bawah target kabupaten yaitu 80% (Pemkab Jepara, 2006), jika hal ini berlanjut secarah terus-menerus tiap tahunnya, dimungkinkan semakin bertambah kejadian gizi kurang pada balita, maka perlu dibutuhkan perhatian dari tenaga kesehatan setempat untuk lebih banyah memberikan penyuluhan manfaat posyandu. Ibu-ibu di wilayah posyandu desa sowan lor kecamatan Kedung belum semuanya melaksanakan kunjungan aktif ke posyandu, walaupun kegiatan posyandu telah lama dilakukan. Ketidakaktifan ibu-ibu yang memiliki balita, di pengaruhi oleh beberapa factor yang mendorong yaitu ketidaktahuan ibu-ibu balita tentang manfaat penimbangan di posyandu, pengetahuan ibu tentang pertumbuhan balitanya, tidak adanya minat ibu balita untuk memonitoring pertumbuhan balitanya ke posyandu, tidak adanya penyuluhan dari tenaga kesehatan dalam meningkatkan minat ibu balita terhadap pelayanan

kesehatan dikarenakan membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada meningkatkan pengetahuan, memerlukan perhitungan waktu, faktor ekonomi(kemiskinan), status bekerja yang mempengaruhi kesibukan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu dengan alasan bekerja, tingkat pendapatan yang rendah yang mempengaruhi keaktifan ibu ke posyandu dikarenakan faktor jarak tempuh yang membutuhkan biaya, umur balita yang biasanya berumur 12 sampai 35 bulan merupakan umur yang berpengaruh terhadap kunjungan ke posyandu serta jumlah balita dalam sebuah keluarga. Menurut penelitian dari Soekartijah (1998) hal ini akan mempengaruh ketidakaktifan ibu balita untuk kunjungan ke posyandu dan pemanfaatan pelayanan kesehatan lainnya (Sri poedji,2006). Posyandu merupakan posyandu yang mudah dijangkau oleh masyarakat, faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu yaitu pendidikan, status pekerjaan, tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan, umur balita, dan jumlah balita. Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke Posyandu di Desa Sowan Lor Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah peneliti yang dapat dirumuskan faktor- faktor apa saja yang berhubungan dengan ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu.

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakaktifan ibu balita untuk kunjungan ke posyandu. 2. Tujuan khusus a. Mengambarkan karakteristik ibu yang memiliki balita yang meliputi umur,pendidikan,status pekerjaan,tingkat pengetahuan,umur balita, jumblah balita untuk kunjungan ke posyandu. b. Mengambarkan ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu. c. Menganalisis hubungan pendidikan ibu dengan ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu. d. Menganalisis hubungan status pekerjaan ibu dengan ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu. e. Menganalisis hubungan pendapatan ibu dengan ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu. f. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu. g. Menganalisis hubungan umur balita dengan ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu. h. Menganalisis hubungan jumblah balita dengan ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Profesi Keperawatan Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang ketidakaktifan ibu balita untuk kunjungan ke posyandu, hal ini diperlukan penyuluhan bagi ibu-ibu yang memiliki balita yang bertujuan untuk menambah informasi,keterampilan serta menumbuhkan minat dalam keaktifan ibu dalam kunjungan ke posyandu. 2.Kesehatan Bagi pengelola program yaitu dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas berfungsi sebagai data atau fakta tentang berbagai faktor yang berhubungan dengan tingkat keaktifan ibu balita di posyandu. 3.Puskesmas Memberikan informasi tentang angka kunjungan ibu dan fakto-faktor yang mempengaruhi sehingga dapat membantu puskesmas dalam perencanaan program mengaktifkan peran serta masyarakat. 4.masyarakat Memberikan dukungan moral atau material dalam bentuk fasilitas yang memadai untuk mengaktifkan minat masyarakat terutama ibu balita untuk kunjungan ke posyandu. 5.keder Menambah informasi sehingga dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan peran dalam masyarakat dalam bentuk pemberian suport atau motifasi untuk melakukan kunjungan ke posyandu.

USULAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN GAMBARAN PERAN KADER TERHADAP POSYANDU DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI POSYANDU

DISUSUN OLEH : SUSAN. TATUNDUGE PO. 717131009044

DEPARTEMEN KESEHATAN R.I POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO JURUSAN GIZI 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) 1. Pengertian Posyandu Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu juga merupakan tempat kegiatan terpadu antara program Keluarga Berencana Kesehatan di tingkat desa (syakira, 2009). Posyandu merupakan perpanjangan tangan puskesmas yang memberikan pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu. Kegiatan posyandu dilakukan oleh dan untuk masyarakat. Posyandu sebagai wadah peran serta masyarakat yang menyelenggarakan sistem pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan kualitas manusia secara empirik telah dapat meratakan pelayanan bidang kesehatan. Kegiatan

tersebut meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan ibu dan anak (Aritonang, 2000). Peran posyandu sangat penting karena posyandu sebagai wahana pelayanan berbagai program. Guna meningkatkan derajat kesehatan serta melihat kemunduran kinerja posyandu. Mendagri menginstruksikan program revitalisasi posyandu melalui surat edaran no. 411.3/536/SJ tanggal 3 maret 1999. Revitalisasi posyandu adalah upaya pemberdayaan posyandu untuk mengurangi dampak krisis ekonomi terhadap penurunan status gizi dan kesehatan ibu dan anak, yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi kerja dan kinerja posyandu. Pelakasanaannya di selenggarakan dengan dukungan Lembaga Kesehatan Masyarakat desa, tim penggerak Pembinaan Kesejahteraan keluarga, Lembaga Swadaya Masyarakat, sektor swasta dan sektor lembaga donor yang berminat (Aritonang, 2000).

2. Tujuan Pelaksanaan Posyandu Menurut DepKes RI (2003) kegiatan bulanan di Posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk : a. Memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS). b. Memberikan konseling gizi. c. Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar. Untuk tujuan pemantauan pertumbuhan balita dilakukan penimbangan balita setiap bulan di Posyandu dengan timbangan dacin, sedangkan hasil penimbangan balita dicatat dalam KMS. Di dalam KMS berat badan balita hasil penimbangan bulan tersebut diisikan dengan titik dan dihubungkan dengan garis sehingga membentuk garis pertumbuhan anak. Berdasarkan garis pertumbuhan ini dapat dinilai apakah berat badan anak hasil penimbangan naik (N) atau tidak naik (T). Selain informasi N dan T, dari kegiatan penimbangan dicatat pula jumlah anak ditimbang (D), jumlah anak yang ditimbang bulan lalu (Q), jumlah anak baru pertama kali ditimbang (B), dan jumlah anak yang berat badannya di bawah garis merah (BGM). Catatan lain yang ada di Posyandu adalah jumlah seluruh balita yang ada di Posyandu (S), dan jumlah balita yang memiliki KMS (K) (DepKes RI, 2003). Pemantauan pertumbuhan balita yang merupakan salah satu kegiatan utama perbaikan gizi, menitik beratkan pada upaya pencegahan dan peningkatan gizi balita. Selain dilakukan penilaian pertumbuhan secara teratur melalui penimbangan juga dilakukan penilaian hasil penimbangan dengan KMS. Dari hasil KMS akan terlihat apakah balita mengalami gangguan pertumbuhan atau tidak. Apabila terjadi kasus gangguan pertumbuhan maka perlu dilakukan upaya berupa konseling, penyuluhan dan rujukan guna mencegah memburuknya keadaan gizi masyarakat. Tindak lanjutan berupa kebijakan dan program ditingkat masyarakat, serta meningkatkan motivasi

untuk memberdayakan keluarga (DepKes RI, 2003). 3. Pelaksanaan Kegiatan Posyandu. Menurut Zulkifli (2009) dalam pelaksanaan posyandu dikenal dengan sistem 5 (lima) meja terdiri dari: 1) Meja pertama, Kader mendaftar bayi/balita yang dibawa ibuibu, menuliskan nama bayi/ balita pada secarik kertas dan diselipkan pada KMS/buku KIA. Apabila peserta baru, berikan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)/KMS baru dan tuliskan namanya kemudian selipkan secarik kertas bertuliskan nama bayi/balita pada buku KIA/KMS. Kader mendaftar ibu hamil : menulis nama ibu hamil pada formulir atau register ibu hamil. Apabila ibu hamil tidak membawa balita, langsung dipersilahkan menuju meja 4. Untuk ibu hamil baru, atau belum mempunyai buku KIA berikan buku KIA. 2) Meja kedua. Kader mendaftar bayi/balita yang dibawa ibuibu, menuliskan nama bayi/ balita pada secarik kertas dan diselipkan pada KMS/buku KIA.Selanjutnya menuju meja 3. 3) Meja ketiga. Kader mencatat hasil timbangan yang ada disecarik kertas dipindahkan ke dalam buku KIA/KMS. Cara pengisian buku KIA/KMS, sesuai petunjuk petugas kesehatan. 4) Meja keempat. Kader di meja 4 memberikan penyuluhan kepada ibu, sesuai dengan hasil pencatatan di buku KIA/KMS pengamatan kepada anaknya. Penyuluhan ini tidak hanya diberikan kepada balita yang tidak naik/turun timbangannya, tetapi yang timbangannya naikpun juga perlu diberi penyuluhan untuk dapat menjaga kesehatannya. Di meja 5 kader dapat melakukan rujukan ke tenaga kesehatan, bidan, atau Puskesmas pada kasus-kasus yang perlu dirujuk. Topik penyuluhan yang diberikan sesuai dengan permasalahan yang ada dapat memberikan

penyuluhan gizi misalnya Pemberian Makanan Tambahan, pertolongan dasar, pemberian Vitamin A, oralit, menurunkan demam ringan pada anak dan sebagainya. Tidak kalah pentingnya juga memberikan pujian kepada balita/ibunya, bila mereka rajin menimbang dan bagus hasil timbangannya atau perkembangannya. 5) Meja kelima. Khusus di meja 5, yang memberi pelayanan adalah petugas kesehatan/ bidan. Layanan yang diberikan antara lain: a. Imunisasi b. Keluarga Berencana c. Pemeriksaan ibu hamil d. Pemberian tablet tambah darah, kapsul yodium, dan lain lain. B. KADER POSYANDU 1. Pengertian Kader Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perorangan maupun masyarakat, serta bekerja di tempat yg dekat dengan pemberian pelayanan kesehatan (Syafrudin & Hamidah, 2007). Tugas mereka meliputi pelayanan kesehatan dan pembangunan masyarakat, tetapi hanya terbatas pada bidang-bidang atau tugas-tugas yang pernah diajarkan kepada mereka. Mereka harus benar-benar menyadari tentang keterbatasan yang mereka miliki. Mereka tidak diharapkan mampu menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya. Namun, mereka diharapkan mampu menyelesaikan masalah umum yang terjadi dimasyarakat dan mendesak untuk di selesaikan. Perlu di tekankan bahwa para kader kesehatan masyrakat itu tidak bekerja dalam sistem tertutup, tetapi mereka bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku

kesehatan. Oleh karena itu, mereka harus di bina, di tuntun, serta di dukung oleh pembimbing yg terampil dan berpengalaman (Syafrudin & Hamidah, 2007). Kenyataannya tidak semua kader telah mendapatkan pelatihan dan kader sering berganti-ganti sehingga menurunkan kualitas kegiatan pemantauan pertumbuhan anak di Posyandu. Kader juga sering tidak aktif sehingga kegiatan di Posyandu tidak terlaksana sesuai yang diharapkan. Kendala tersebut mengakibatkan upaya-upaya promosi kesehatan dan pencegahan gizi buruk atau kurang pada balita menjadi kurang efektif, sehingga mungkin gizi buruk menjadi tinggi (DepKes RI, 2003). 2. Persyaratan Kader Posyandu Seorang kader posyandu memiliki persyaratan sebagai berikut: - Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia. - Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader. - Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan. - Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya. - Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa. - Sanggup membina paling sedikit 10 KK untuk meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan. - Diutamakan telah mempunyai keterampilan. Pendapat lain mengenai persyaratan bagi seorang kader antara lain: - Berasal dari masyarakat setempat. - Tinggal di desa tersebut. - Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama. - Diterima oleh masyarakat setempat. - Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain.

- Sebaiknya yang bisa baca tulis. Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli diatas dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain, sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai krebilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai baca tulis, sanggup membina masayrakat sekitarnya (Zulkifli, 2009) Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upanya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di Posyandu (Zulkifli, 2009). 3. Peranan Kader Posyandu dalam Penyelenggaraan Posyandu Peranan kader dalam penyelenggaraan posyandu meliputi: a. Memberitahukan hari dan jam buka posyandu kepada para ibu pengguna posyandu (ibu hamil, ibu usia subur serta ibu yang mempunyai bayi dan anak balita). b. Menyiapkan peralatan untuk penyelenggaraan posyandu sebelum posyandu dimulai seperti timbangan, buku catatan, KMS, dan alat peraga penyuluhan. c. Melakukan pendaftaran bayi, balita, ibu hamil, dan ibu usia subur yang hadir di posyandu. d. Melakukan penimbangan bayi dan balita. e. Mencatat hasil penimbangan KMS. f. Melakukan penyuluhan perorangan kapada ibu-ibu dimeja IV, dengan isi penyuluhan sesuai permasalahan yang dihadapi ibu yang bersangkutan. g. Melakukan penyuluhan kelompok kepada ibu-ibu sebelum meja I atau setalah meja V. h. Melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan balita serta pasangan usia subur, untuk menyuluh dan mengingatkan untuk datang keposyandu (Syakira, 2009).

4. Pendidikan Kader Posyandu Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar perserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri kepribadian, kecerdasan. Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu maupun secara kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (UU Sisdiknas no 20 tahun 2003). Pendidikan kesehatan diperlukan untuk mendapatkan informasi masalah atau hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin bertambah pula kecakapannya baik secara intelektual dan emosionalnya (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pendidikan formal kader berperan penting dalam pengelolaan posyandu khususnya dalam hal pencatatan dan pelaporan. Hal ini dimungkinkankarena kader dengan pendidikan formal yang tinggi akan mudah cepat dan mudah mengerti serta memahami segala sesuatu yang diperolehnya baik pada waktu mengikuti kursus maupun waktu melaksanakan kegiatan di posyandu (DepKes RI, 2003). Selain dari tingkat pendidikan formal, juga didukung oleh pendidikan non formal. Pendidikan non formal biasanya dalam bentuk latihan-latihan ataupun kursuskursus, serta secara tidak langsung kader banyak mendapat pengalaman dengan adanya kegiatan supervisi oleh petugas Puskesmas. Dari kegiatan tersebut di atas sangat menentukan pengetahuan dan keterampilan kader Posyandu (Warta Posyandu no.2 th. 2004).

5. Pengetahuan dan Ketrampilan Kader Posyandu Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu subjek tertentu. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan dan keterampilan kader bukan hanya dapat meningkat tapi juga dapat menurun. Hal ini dapat terjadi karena kader kurang aktif sehingga lupa tentang hal-hal yang telah dipelajari sehingga pengetahuannya menurun. Tingginya nilai pengetahuan dan keterampilan kader dipengaruhi oleh pendidikan formal, kursus kader, frekuensi mengikuti pembinaan, keaktifan kader di Posyandu dan lamanya menjadi kader. Oleh karena itu perlu dilakukan penyegaran, yang dimaksudkan untuk memelihara dan menambah kemampuan kader tersebut (DepKes RI, 2003). 6. Keaktifan Kader Posyandu yang mempunyai kader aktif merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang berhasil. Dengan adanya kader yang aktif diharapkan cakupan pelayanan kesehatan dapat lebih baik sehingga derajat kesehatan masyarakatdapat meningkat. Posyandu sangat dipengaruhi oleh keaktifan dan partisipasi kader,karena dapat menentukan kualitas dan fungsi posyandu (Depdagri, 2001). Keaktifan kader diposyandu dapat mempengaruhi terhadap kemampuan dalam mengisi kartu menuju sehat (KMS). Hal ini kemungkinan disebabkan pada kader yang aktif akan mendapat kesempatan yang lebih banyak untuk mengikuti pembinaan rutin atau mengikuti kursus gizi, termotifasi untuk lebih aktif dan akan lebih lama menjadi kader. Dengan demikian kader yang aktif mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk dapat

meningkatkan pengetahuan dan memperoleh pengalaman jika dibandingkan dengan kader yang tidak aktif (Depdagri, 2001). Hal-hal yang dapat mempengaruhi keaktifan kader antara lain adanya dukungan dari petugas kesehatan, bimbingan dan pembinaan secara terus menerus, adanya perhatian petugas kesehatan terhadap kesejahteraan kader dan keluargannya (berobat gratis), adanya dukungan dana prasarana dari pihak/organisasi lain, pendapatan, ketersediaan waktu, peran serta pemerintah dan tokoh masyarakat (Tim Penggerak PKK Jateng, 2001). Hal-hal yang mempengaruhi ketidak aktifan kader adalah kurang minat (merasa diwajibkan menjadi kader), tidak ada waktu, pengetahuan program terbatas, tidak adanya inisiatif, kurang ada perhatian dari tokoh masyarakat, pamong desa dan petugas kesehatan (Tim Penggerak PKK Jateng, 2001). C. KONSEP PERTUMBUHAN 1. Pengertian Pertumbuhan Pertumbuhan adalah suatu ukuran kematangan fisik. Hal ini ditandai dengan peningkatan ukuran tubuh dan organ-organnya yang berbeda. Oleh karena itu, pertumbuhan bias diukur dalam satuan sentimeter atau inci dan kilogram atau pon. Sebagai contoh, seorang anak tumbuh dari kecil menjadi besar (DepKes RI, 2006). Perkembangan diartikan sebagai bertambahnya fungsi tubuh yaitu, pendengaran, penglihatan, kecerdasan dan tanggung jawab. Sebagai contoh seorang anak dari tidak dapat bicara menjadi mampu bicara (DepKes RI, 2003). 2. Pertumbuhan dan Gizi Gizi berhubungan dengan makanan dan kesehatan. Salah satu golongan umur yang rawan akan masalah gizi adalah Balita. Gizi pada Balita sangat penting untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, sehingga perlu pemantauan dan pemenuhan gizi yang baik (DepKes RI, 2003).

Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh (DepKes RI, 2003). Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan kebutuhan, maka disebut gizi seimbang atau gizi baik dan grafik berat badan anak pada KMS berada pada pita berwarna hijau. Bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang, grafik berat badan anak pada KMS berada pada pita berwarna kuning atau dibawah garis merah. Sedangkan Bila jumlah asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih, grafik berat badan anak pada KMS berada pada pita berwarna kuning diatas pita hijau. Dalam keadaan gizi baik dan sehat atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak akan normal, sebaliknya bila dalam keadaan gizi tidak seimbang, pertumbuhan seorang anak akan terganggu, misalnya anak tersebut akan kurus, pendek atau gemuk. Penilaian status gizi seperti tersebut di atas dapat dilakukan oleh kader dengan membaca rambu-rambu gizi yang ada pada KMS balita (DepKes RI, 2003). 3. Pemantauan Pertumbuhan dan Tindak Kewaspadaan Gizi Pemantauan pertumbuhan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan teratur. Dengan pemantauan pertumbuhan, setiap ada gangguan keseimbangan gizi pada seorang anak dapat diketahui secara dini melalui perubahan pertumbuhannya. Dengan diketahuinya gangguan gizi secara dini maka tindakan penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah. Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan penting dalam rangka kewaspadaan gizi, oleh karena itu kegiatan pemantauan pertumbuhan mempunyai tiga tujuan penting, yaitu : a. Mencegah memburuknya keadaan gizi. b. Meningkatkan keadaan gizi.

c. Mempertahankan keadaan gizi yang baik. Apabila ketiga tujuan ini dapat dilaksanakan oleh petugas, kader dan masyarakat dengan baik maka penurunan prevalensi gizi kurang dapat segera terwujud (DepKes RI, 2003). D. KERANGKA TEORI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER DALAM PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA Sumber : Notoatmodjo (2002) dengan modifikasi

Faktor Predisposisi Pendidikan kader Lama menjadi kader Keaktifan kader Umur kader Frekuensi mengikuti pembinaan Pengetehuan pemantauan pertumbuhan balita Faktor Pendukung Ketersediaan waktu Pendapatan keluarga Keterampilan pemantauan pertumbuhan balita

Faktor pendukung Sikap petugas Perhatian pemerintah atau tokoh masyarakat atau organisasi lain Dukungan dana dari pemerintah

E. KERANGKA KONSEP GAMBAR 2 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Tingkat keaktifan kader Ketetampilan Pemantauan Pertumbuhan balita Tingkat pengetahuan kader

F. HIPOTESIS Ada hubungan antara tingkat keaktifan kader dengan ketrampilan kader tentang pemantauan pertumbuhan balita. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan kader dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan balita.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian menurut Notoatmodjo (2002) bahwa penelitian pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk memahami dan memecahkan masalah secara ilmiah, sistematis, dan logis. 1. Desain Penelitian Desain penelitian adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan ini terjadi, kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena, baik antara faktor resiko dengan faktor efek. Yang dimaksud faktor efek adalah suatu fenomena yang mengakibatkan terjadinya efek (pengaruh) Dalam penelitian survey analitik ini korelasi dapat diketahui seberapa jauh kontribusi faktor resiko tertentu terhadap adanya suatu kejadian tertentu (efek) (Notoatmodjo, 2002). Adapun yang penulis lakukan adalah dengan desain metode penelitian Survey Analitik jenis Cross Sectional. metode penelitian Survey Analitik jenis Cross Sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antar faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian pada waktu yang sama.

2.

Kerangka Kerja

Identifikasi variable Variabel Independen Variabel Dependen - Peran Kader - Kunjungan Balita di Posyandu Pengumpulan data Peran kader menggunakan questioner Kunjungan Balita menggunakan Tingkat Partisipasi Masyarakat (D/S) Pengolahan data Editing Coding Populasi : Kader di puskesmas wawonasa N= Desain Sampel: Total Sampling

Analisa Data menggunakan Uji Statistik Chi Square.

3.

Identifikasi Variabel Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggotaanggota suatu kelompok

yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain (Notoatmodjo, 2002). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independen (variabel bebas) yaitu Peran kader dan variabel dependen ( variabel tergantung) yaitu kunjungan balita. Yang membedakan variabel tergantung atau dependen karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas atau independen (Notoatmodjo, 2002). 4. Definisi Operasional KRITERIA Peran Tinggi Kader aktif 3-4 orang SKALA Kader Nominal

VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL Peran Kader (Independen) Adalah dalam suatu perilaku

kader 1)

pelaksanaan

kegiatan

tugas-tugas melalui quesioner Tugas dan kegiatan Kader A. Sebelum Posyandu Pelaksanaan 2)

Peran Rendah

Kader

1)

ikut

dalam

rapat Kader aktif

perencanaan pelaksanaan Posyandu 2) ikut membuat jadwal kegiatan Posyandu 3) memberi kepada sasaran tahukan agar 1 2 orang

datang ke Posyandu

4)

menyediakan alat-alat dan bahan yang dalam

diperlukan

pelaksanaan Posyandu. 5) membagi tugas diantara kader

B. 1)

Saat Pelaksanaan Posyandu mendaftarkan setiap

bayi/balita yang datang ke Posyandu 2) melakukan penimbangan setiap bayi/balita yang

datang ke Posyandu 3) memberikan penyuluhan kepada ibu balita yang ke Posyandu 4) mencatat hasil

penimbangan dalam buku KMS 5) melaporkan kegiatan Posyandu C. Setelah Pelaksanaan hasil

Posyandu 1) mencatat pada buku register balita 2) mengunjungi Balita yang bermasalah 3) memberikan penyuluhan setiap kunjungan rumah 4) melaporkan hasil penimbangan

kegiatan kunjungan rumah 5) senantiasa merujuk

kepada petugas kesehatan bila menemukan ada

kelainan pada Balita Kunjungan Balita (Dependen) Adalah kunjungan balita di 1. Memenuhi Nominal target 80 % 2. Tidak memenuhi target < 80 %

posyandu berturut-turut selama 1 tahun dengan indikator Tingkat Partisipasi Masyarakat (D/S) ke Posyandu

5.

Populasi Penelitian Populasi yaitu keseluruhan obyek penelitian yang akan diteliti, Notoatmodjo (2002),

Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader yang ada di Puskesmas Wawonasa dan jumlah tersebut merupakan subyek penelitian, sehingga dalam penelitian ini tidak menentukan sample dan teknik sampling. Sedangkan pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, tetapi semata-mata hanya berdasarkan kepada segi-segi kepraktisan belaka (Notoatmodjo, 2002) 6. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengedarkan formulir yang berisikan pertanyaanpertanyaan (Notoatmodjo, 2002). Tempat penelitian di Puskesmas Wawonasa 7. Pengolahan Data 1. Editing Pengumpulan data yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengedarkan formulir yang berisikan pertanyaanpertanyaan Notoatmodjo (2002). Setelah data terkumpul kemudian ditabulasi dalam bagan sesuai dengan variabel yang hendak di ukur.

2. Coding Yang dimaksud dengan koding adalah suatu usaha untuk mengklarifikasi jawaban yang ada menurut macamnya dengan memberi kode angka. 1. Peran Kader Tinggi Rendah diberi kode (2) diberi kode (1)

2.

Kunjungan Balita Memenuhi target: Tidak memenuhi target: 3. Analisis Data Data penelitian yang telah terkumpul diolah secara manual dalam bentuk tabel dan diberi kode (1) diberi kode (2)

narasi dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Peran kader a. Memberi skoring terhadap 15 pertanyaan yang diajukan melalui pemberian quesioner yang diberi skor (1) jika jawaban ya dan skor (0) jika jawaban tidak, sehingga skor tertinggi 15 dan skor terendah 0. b. Selanjutnya dikatagori: Skor 11 15 Skor 6 10 Skor 5 Peran baik Peran cukup (aktif ) (aktif)

Peran kurang (tidak aktif)

c. Untuk menetapkan gambaran Kader pada setiap Posyandu digunakan ketentuan: Peran Kader tinggi jika kader aktif 3 4 orang Peran Kader rendah jika kader aktif 1 2 orang 2) Kunjungan balita a. Memenuhi target bila 80 % bila < 80 %

b. Tidak memenuhi target

Setelah semua data terkumpul diperiksa kelengkapannya kemudian peneliti melakukan analisa data dengan teknik analisa univasial yang dilakukan terhadap variabel peran kader. Analisa data ini akan menghasilkan distribusi dan persentase. Kemudian dilanjutkan dengan

analisis bivariat dengan menggunakan tabulasi silang. Setelah itu hasil tiap komponen digabungkan dan diinterprestasikan secara kualitatif dengan tahapan sebagai berikut: Setelah dilakukan perhitungan sesuai dengan sesuai skala, maka dimasukan dalam tabel kemudian dianalisa dengan menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kelemahan = 0,10. 8. Masalah Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian, penulis menanggap perlu mendapat rekomendasi dari institusi/lembaga atas pihak lain dengan mengajukan permohonan ijin kepada Kepala Badan Kesbang dan Linmas Kabupaten dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Puskesmas Wawonasa. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian dengan melakukan etika meliputi antara lain: 1. Informed Concent

Lembar persetujuan penelitian diberikan kepada responden yang bersangkutan agar subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti, maka harus menandatangani lembar persetujuan, tetapi jika subyek menolak untuk diteliti maka penelitian tidak boleh memaksa dan harus mengharmati hak-haknya. 2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar format pengumpulan data cukup diberi kode tertentu menurut peneliti. 3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. 9. Keterbatasan Keterbatasan merupakan kelemahan dan hambatan dalam penelitian yang dihadapi penulis, maka yang menjadi hambatan dimaksud adalah : Pengumpulan data dengan

pengamatan memungkinkan adanya kesalahan dalam pengamatan penulis, sehingga hasilnya kurang mewakili secara kualitatif. Alat ukur ini belum dilakukan uji validitas dan realibilitasnya, maka memungkinkan untuk dilakukan validitas dan realibilitas dari quesioner angket yang dipergunakan. 10. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas Wawonasa manado dengan jumblah sampel :

Anda mungkin juga menyukai