Anda di halaman 1dari 55

BAB 47 PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I

3. SUMATERA BARAT

PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I 3. SUMATERA BARAT PENDAHULUAN Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat, terletak antara 054' lintang utara - 330' lintang selatan dan 9836'-10153' bujur timur, merupakan wilayah daratan dan kepulauan yang berbatasan di sebelah utara dengan Propinsi Sumatera Utara, di sebelah timur dengan Propinsi Riau, di sebelah selatan dengan Propinsi Bengkulu dan Jambi, dan di sebelah barat dengan Samudra Indonesia. Wilayah Propinsi Sumatera Barat mencakup areal seluas 42.899 kilometer persegi. Pada tahun 1990 tata guna lahan di wilayah Propinsi Sumatera Barat meliputi areal hutan seluas 22.308 kilometer persegi atau 52,0 persen, areal semak belukar seluas 4.762 kilometer persegi atau 11,1 persen, areal padang rumput seluas 1.630 kilometer persegi atau 3,8 persen, areal ladang seluas 1.072 kilometer persegi atau 2,5 persen, areal dataran tinggi seluas 1.287 kilometer persegi atau 3,0 persen, areal sawah seluas 2.617 kilometer persegi atau 6,1 persen, areal 121

perkebunan seluas 686 kilometer persegi atau 1,6 persen, areal perairan darat seluas 215 kilometer persegi atau 0,5 persen, areal permukiman seluas 1,201 kilometer persegi atau 2,8 persen, dan areal budi daya lainnya seluas 7.121 kilometer persegi atau 16,6 persen dari seluruh luas wilayah. Propinsi Sumatera Barat merupakan wilayah daratan dengan topografi landai dan berbukit, yang berada pada ketinggian 0 - 3.805 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini memiliki perairan umum yang berupa danau dan sungai. Iklim daerah Sumatera Barat termasuk tropis basah, dengan curah hujan yang beragam antara 3.000 - 7.929 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 22 Celsius - 32 Celsius. Wilayah Sumatera Barat mempunyai beberapa kawasan yang rawan terhadap bencana, yaitu letusan gunung berapi, gerakan. tanah dengan arah tegak atau miring, dan erosi. Lahan di Propinsi Sumatera Barat sebagian besar telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Selain itu, wilayah ini memiliki sumber daya air, perkebunan, peternakan, dan kehutanan yang potensial untuk dikembangkan, yang dewasa ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun 1990 penduduk Propinsi Sumatera Barat berjumlah 4.010.300 jiwa dengan kepadatan penduduk 93 jiwa per kilometer persegi. Daerah tingkat II yang terpadat penduduknya adalah Kotamadya Bukittinggi dengan kepadatan 3.328 jiwa per kilometer persegi, sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Pasaman dengan kepadatan 47 jiwa per kilometer persegi. Penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan berjumlah 808.391 jiwa atau 20,20 persen dari jumlah penduduk Propinsi Sumatera Barat. Jumlah penduduk perkotaan di propinsi ini mengalami peningkatan yang cukup berarti dengan rata-rata laju pertumbuhan antara tahun 1971 dan 1990 sebesar 2,8 persen per tahun.

122

Pada tahun 1990 penduduk usia kerja (10 tahun ke atas) di propinsi ini berjumlah 2.885.137 orang (72,1 persen). Dari jumlah tersebut, yang masuk ke dalam angkatan kerja sebanyak 1.563.744 orang dan angkatan kerja yang bekerja berjumlah 1.525.601 orang. Dari seluruh angkatan kerja yang bekerja tersebut, sebagian besar terserap di sektor pertanian (60,33 persen). Sisanya terserap di berbagai sektor lain, yaitu sektor industri (9,32 persen) dan jasa (30,35 persen). Propinsi Sumatera Barat memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, tradisi, kesenian, dan bahasa. Masyarakat Sumatera Barat terdiri atas berbagai suku, antara lain Melayu dan Minang yang masing-masing memiliki kebudayaan dan adat istiadatnya sendiri. Penduduk propinsi ini sebagian besar beragama Islam (98,0 persen), selebihnya beragama Kristen (1,6 persen), dan lainnya (0,4 persen). Secara administratif, Daerah Tingkat I Sumatera Barat terdiri atas delapan kabupaten daerah tingkat II, yaitu Kabupaten Pesisir Selatan, Solok, Sawah Lunto Sijunjung, Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Limapuluh Kota, dan Pasaman, serta enam kotamadya daerah tingkat II, yaitu Kotamadya Padang sebagai ibu kota propinsi, Solok, Sawahlunto, Padang Panjang, Bukittinggi, dan Payakumbuh. Dalam wilayah Daerah Tingkat I Sumatera Barat terdapat satu kota administratif (Kotif), yaitu Kotif Pariaman, 103 wilayah kecamatan, serta 2.539 desa dan kelurahan. II. PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT DALAM PJP I Perkembangan kependudukan di Propinsi Sumatera Barat selama pembangunan jangka panjang (PJP) I menunjukkan makin menurunnya laju pertumbuhan penduduk dari 2,21 persen per tahun dalam periode 1971-1980 menjadi 1,62 persen per tahun dalam periode 1980-1990. Dibandingkan dengan laju pertumbuhan 123

penduduk di wilayah Sumatera dan di tingkat nasional yang masing-masing sebesar 2,68 persen per tahun dan 1,97 persen per tahun dalam periode 1980-1990, laju pertumbuhan penduduk propinsi ini termasuk cukup rendah. Dalam PJP I pembangunan Propinsi Sumatera Barat telah meningkat dengan cukup berarti. Pada tahun 1990 produk domestik regional bruto (PDRB) nonmigas Propinsi Sumatera Barat atas dasar harga konstan tahun 1983 adalah sebesar Rp 1.832.855 juta. Jika dilihat dari pangsa sumbangan sektoral terhadap pembentukan PDRB nonmigas, sektor pertanian memberikan sumbangan tertinggi (29,6 persen), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (23,3 persen), sektor jasa (15,2 persen), dan sektor industri (11,64 persen). Dalam periode 1983-1990 laju pertumbuhan PDRB nonmigas tercatat sebesar 5,8 persen per tahun. Sektor yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian (15,2 persen), sektor listrik, gas, dan air minum (13,4 persen), dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya (10,0 persen). PDRB nonmigas per kapita pada tahun 1990 atas dasar harga konstan tahun 1983 mencapai Rp458 ribu. Dibandingkan dengan angka tahun 1983 yang besarnya Rp340 ribu, terjadi peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 4,37 persen per tahun. Laju pertumbuhan perekonomian daerah Sumatera Barat yang cukup pesat tersebut didukung oleh laju pertumbuhan ekspor nonmigas rata-rata sebesar 6,72 persen per tahun antara tahun 1987 dan 1992 dengan komoditas andalan batu bara, semen, kulit manis, karet, kopi, kayu lapis, kayu olahan, gambir, rotan, dan minyak pala.

124

Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial, telah menghasilkan tingkat kesejahteraan sosial yang lebih baik yang ditunjukkan oleh berbagai indikator. Jumlah penduduk melek huruf meningkat dari 75,49 persen pada tahun 1971 menjadi 91,34 persen pada tahun 1990, angka kematian bayi per seribu kelahiran turun dari 138 pada tahun 1971 menjadi 64 pada tahun 1990. Demikian pula, usia harapan hidup penduduk meningkat dari 61,4 tahun pada tahun 1971 menjadi 61,4 tahun pada tahun 1990. Peningkatan kesejahteraan tersebut didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan yang makin merata dan makin luas jangkauannya. Pada tahun 1990 telah ada 38 unit rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 3.219 buah, dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) serta puskesmas pembantu sebanyak 680 unit dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan 73,2 kilometer persegi dengan penduduk yang dilayani sebanyak 5.880 orang per puskesmas termasuk puskesmas pembantu. Keadaan ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan tahun 1972, dengan jumlah puskesmas baru mencapai 33 unit dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan 1.508,4 kilometer persegi dan penduduk yang dilayani sebanyak 86.510 orang per puskesmas. Tingkat pendidikan rata-rata penduduk Sumatera Barat telah menunjukkan kemajuan yang berarti, seperti diperlihatkan oleh angka partisipasi kasar sekolah dasar (SD) yang pada tahun 1992 telah mencapai 107,2 persen, dibandingkan tahun 1972 yang baru mencapai 86,3 persen. Angka partisipasi tahun 1992 tersebut mendekati tingkat nasional, yaitu sebesar rata-rata 107,5 persen. Tingkat partisipasi pendidikan ini didukung oleh ketersediaan sekolah yang makin meningkat. Pada tahun 1992 telah ada 4.182 unit SD yang berarti telah meningkat dibandingkan dengan tahun 1972 yang barn berjumlah 2.006 unit. Peningkatan jumlah SD dan murid didukung oleh jumlah guru yang makin meningkat. Pada tahun 1992 tercatat 31.898 orang guru SD dan setiap guru SD melayani 22 murid. 125

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat tercermin pula dari makin berkurangnya jumlah penduduk miskin. Pada tahun 1990, penduduk miskin di Propinsi Sumatera Barat berjumlah 600.212 orang atau kurang lebih 15,0 persen dari seluruh penduduk. Pada tahun 1984, penduduk miskin masih berjumlah 809.240 orang atau kurang lebih 21,3 persen dari jumlah penduduk. Pembangunan daerah Sumatera Barat didukung oleh pembangunan prasarana yang dilaksanakan, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II. Di bidang prasarana transportasi sampai dengan 1992 telah dibangun dan ditingkatkan jaringan jalan yang mencapai 10.698 kilometer. Ketersediaan jaringan jalan telah makin baik, seperti terlihat pada tingkat kepadatan yang mencapai rata-rata 300,6 kilometer per 1.000 kilometer persegi. Ketersediaan prasarana transportasi lainnya yang mendukung pembangunan daerah adalah prasarana transportasi laut dan transportasi udara juga telah meningkat. Sumatera Barat memiliki tiga pelabuhan laut, yaitu Teluk Bayur sebagai pelabuhan laut utama, pelabuhan Muara Padang Air Bangis melayani pelayaran nusantara dan lokal serta pelabuhan perikanan di Bungus. Transportasi udara di propinsi Sumatera Barat dilayani oleh dua bandar udara dengan Bandar Udara Tabing di kota Padang sebagai bandar udara yang berfungsi sebagai pintu keluar masuk Propinsi Sumatera Barat dan Bandar Udara Rokot di Sipora. Selain itu, prasarana transportasi antarwilayah yang telah dibangun selama PJP I, antara lain jalan lintas Barat dan Tengah Sumatera telah meningkatkan keterkaitan antara Propinsi Sumatera Barat dengan propinsi-propinsi lainnya di wilayah Sumatera. Di bidang pengairan, telah ada peningkatan prasarana pengairan, seperti bendungan dan jaringan irigasi. Pada tahun 1993 jaringan irigasi yang ada telah mengairi sawah seluas kurang lebih 215.000 hektare sehingga membantu peningkatan dan menunjang produksi pertanian sampai mencapai swasembada beras.

126

Penyediaan prasarana ketenagalistrikan di propinsi ini dilayani oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) Wilayah III yang meliputi Propinsi Riau dan Jambi yang sampai dengan tahun 1991 telah menghasilkan daya terpasang sebesar 307,5 megawatt. Investasi yang dilakukan oleh Pemerintah di Propinsi Sumatera Barat melalui anggaran pembangunan yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Alokasi anggaran pembangunan yang berupa dana bantuan pembangunan daerah (Inpres) dan dana sektoral melalui daftar isian proyek (DIP) dalam Repelita IV dan V masing-masing berjumlah Rp445,02 miliar dan Rp665,6 miliar. Pendapatan asli daerah (PAD) juga menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, dengan rata-rata pertumbuhan selama Repelita V kurang lebih 27,31 persen per tahun. Dalam masa itu PAD propinsi ini telah meningkat dari Rp12.361,9 miliar pada tahun 1989/90 menjadi Rp25.505,6 miliar pada tahun 1993/94. Peningkatan yang cukup berarti dari PAD dan Bantuan Pembangunan Daerah dari tahun ke tahun mempengaruhi pula peningkatan belanja pembangunan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) daerah tingkat I Sumatera Barat. Pada tahun pertama Repelita V belanja pembangunan daerah berjumlah Rp18,78 miliar dan pada tahun terakhir Repelita V telah meningkat menjadi Rp37,12 miliar, bagian terbesar dari belanja pembangunan digunakan untuk sektor perhubungan dan pariwisata. Meskipun investasi swasta masih relatif kecil, namun telah menunjukkan peningkatan. Gejala tersebut terlihat dari jumlah proyek baru penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang disetujui Pemerintah dalam masa empat tahun Repelita V, yaitu 45 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp526,5 miliar dan 4 proyek baru penanaman modal acing (PMA) dengan nilai US$4,7 juta.

127

Rencana tata ruang wilayah (RTRW) propinsi daerah tingkat I yang berupa rencana struktur tata ruang propinsi (RSTRP) dan RTRW kabupaten/kotamadya tingkat II yang berupa rencana umum tata ruang kabupaten (RUTRK) telah selesai disusun, meskipun pada akhir PJP I sedang dalam proses ditetapkan sebagai peraturan daerah.
III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN

Pembangunan Daerah Tingkat I Sumatera Barat selama PJP I telah memberikan hasil yang secara nyata dirasakan oleh masyarakat, dengan makin meningkatnya kegiatan perekonomian yang didukung oleh meningkatnya ketersediaan prasarana dan sarana pembangunan, meningkatnya taraf kesejahteraan, dan makin tercukupinya kebutuhan dasar masyarakat, termasuk pendidikan dasar dan kesehatan. Namun, disadari pula masih banyak masalah yang dihadapi. Pembangunan yang telah banyak dilakukan di Daerah Tingkat I Sumatera Barat selama PJP I, dalam PJP II akan dilanjutkan dan ditingkatkan sesuai dengan GBHN 1993. Untuk itu, perlu ditemukenali berbagai tantangan dan kendala yang akan dihadapi serta peluang yang dapat dimanfaatkan.
1. Tantangan

Dalam PJP I telah banyak kemajuan yang dicapai Propinsi Sumatera Barat, yang ditunjukkan antara lain oleh taraf kesejahteraan masyarakat yang cukup tinggi yang ditunjukkan oleh angka melek huruf, kematian bayi dan usia harapan hidup. Namun secara keseluruhan, baik PDRB nonmigas per kapita maupun laju pertumbuhannya di daerah ini masih lebih rendah dari rata-rata nasional. Dengan demikian, tantangan utama pembangunan daerah Sumatera Barat adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi 128

dan meningkatkan serta memperluas landasan ekonomi daerah yang memungkinkan peningkatan ekspor nonmigas, dan perluasan lapangan kerja sehingga mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktif. Kondisi ketenagakerjaan di Propinsi Sumatera Barat ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian yang produktivitasnya relatif rendah, terutama di sektor pertanian tradisional, dibandingkan dengan tenaga kerja yang terserap di sektor nonpertanian, khususnya sektor industri dan jasa. Sektor industri dan jasa, yang berperan sebagai penggerak percepatan laju pertumbuhan ekonomi daerah, memerlukan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi. Di Propinsi Sumatera Barat kondisi tenaga kerja yang tersedia umumnya belum memenuhi tuntutan tenaga kerja yang berkualitas, khususnya dalam sektor ekonomi yang cepat pertumbuhannya. Dengan demikian, untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Barat, tantangannya adalah membentuk serta mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang produktif dan berjiwa wiraswasta yang mampu mengisi, menciptakan, dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi yang besar, sedangkan kemampuan investasi pemerintah terbatas sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan peningkatan investasi oleh masyarakat khususnya dunia usaha. Sehubungan dengan itu, Propinsi Sumatera Barat harus mampu menarik dunia usaha agar menanamkan modal untuk mengembangkan potensi berbagai sumber daya pembangunan di propinsi ini. Dengan demikian, Propinsi Sumatera Barat dihadapkan pada masalah untuk menciptakan iklim usaha yang menarik bagi investasi masyarakat dan dunia usaha. Untuk itu, tantangannya adalah mengembangkan kawasan dan pusat pertumbuhan yang dapat

129

menampung kegiatan ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan sekaligus memenuhi fungsi sebagai pusat pelayanan. Kegiatan ekonomi dan sosial di Propinsi Sumatera Barat terkonsentrasi di wilayah bagian tengah propinsi ini. Bagian timur, pantai barat, dan kepulauan di sekitar propinsi ini, tingkat perkembangan wilayah serta kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya relatif tertinggal. Laju pertumbuhan ekonomi wilayah ini lebih lambat dari wilayah lainnya sehingga mengakibatkan bertambahnya kesenjangan antarwilayah. Dengan demikian, tantangannya adalah meningkatkan pengembangan wilayah yang tertinggal tersebut dengan menyerasikan laju pertumbuhannya agar kesenjangan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran antarwilayah makin berkurang. Pertumbuhan ekonomi yang perlu dipercepat tersebut membutuhkan dukungan prasarana dasar yang memadai, antara lain transportasi, tenaga listrik, pengairan, air bersih, dan telekomunikasi. Meskipun telah meningkat, ketersediaan prasarana dasar daerah Sumatera Barat belum memenuhi kebutuhan ataupun tuntutan kualitas pelayanan yang terus meningkat. Untuk daerah yang kondisi geografisnya seperti Sumatera Barat, diperlukan suatu sistem transportasi antarmoda yang merupakan sistem transportasi regional yang meliputi transportasi darat, Taut, dan angkutan udara perintis, serta sistem transportasi darat yang dapat meningkatkan keterkaitan wilayah produksi dengan pasar. Untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, terutama dalam distribusi barang, dan jasa diperlukan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang memadai. Di pihak lain ada keterbatasan kemampuan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk membangun prasarana dan sarana transportasi guna mempercepat pembangunan daerah ini. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan ketersediaan dan kualitas serta memperluas jangkauan pelayanan prasarana dasar, khususnya air bersih, dan tenaga listrik serta sistem transportasi antarmoda secara terpadu dan optimal, dengan mengikutsertakan dunia usaha. 130

Hasil pembangunan di bidang kesejahteraan sosial di Sumatera Barat telah menunjukkan kemajuan, dan lebih baik dibandingkan dengan tingkat kemajuan rata-rata nasional. Meskipun demikian, di propinsi Sumatera Barat masih terdapat kesenjangan kesejahteraan antargolongan ekonomi dan antardaerah, antara lain karena masih terbatasnya jangkauan prasarana dan sarana sosial. Kondisi di atas menghadapkan Propinsi Sumatera Barat pada tantangan untuk meningkatkan, memeratakan, dan memperluas jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial lainnya, serta jangkauan informasi sampai ke seluruh pelosok daerah. Dalam kaitan itu, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan masih cukup tinggi, yaitu pada tahun 1990 masih sebanyak 600,2 ribu orang atau sekitar 15,0 persen dari jumlah penduduk Sumatera Barat. Selain itu, pada tahun 1993, jumlah desa tertinggal di propinsi ini masih cukup banyak, yaitu 700 desa atau 31,1 persen dari seluruh desa di Sumatera Barat. Masalah kemiskinan yang memerlukan penanggulangan secara khusus dan menyeluruh ini, merupakan tantangan pula bagi pembangunan daerah Sumatera Barat dalam PJP II, khususnya Repelita VI . Meningkatnya intensitas pembangunan mengakibatkan meningkatnya pemanfaatan lahan, air, dan sumber daya alam lainnya, di samping juga menimbulkan kerusakan sumber daya alam dan menghasilkan limbah dan polusi dalam kadar yang makin meningkat yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan hidup. Dengan demikian, pembangunan daerah dihadapkan pada tantangan untuk membangun tanpa merusak lingkungan hidup dan meningkatkan efektivitas pengelolaan dan rehabilitasi sumber daya alam sehingga menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Belum mantap dan meratanya kemampuan aparatur di daerah serta belum serasinya koordinasi antarlembaga dalam mengelola

131

pembangunan merupakan tantangan yang dihadapi dalam rangka memperkuat kemampuan manajemen dan kelembagaan di daerah. 2. Kendala

Upaya pembangunan daerah di Propinsi Sumatera Barat dihadapkan kepada berbagai kendala yang erat kaitannya dengan kondisi geografis, dengan karakteristik fisik wilayah yang terdiri atas pegunungan Bukit Barisan di bagian barat propinsi, serta adanya keterbatasan lahan yang dapat dibudidayakan, merupakan kendala bagi pengembangan prasarana dan sarana, khususnya bagi pengembangan sistem transportasi. Propinsi ini mempunyai jumlah penduduk yang relatif sedikit dibandingkan dengan luas wilayah secara keseluruhan. Jumlah penduduk yang relatif sedikit dengan persebaran yang tidak merata dan terpencar dalam kelompok penduduk yang kecil di beberapa kawasan terpencil dan terisolasi, terutama di wilayah bagian selatan, wilayah bagian utara, wilayah pantai barat, dan wilayah kepulauan, merupakan kendala pula dalam meningkatkan pemerataan kegiatan ekonomi dan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat. 3. Peluang

Hasil pembangunan yang telah dicapai Propinsi Sumatera Barat selama PJP I dapat menjadi modal dan membuka peluang untuk meningkatkan pembangunan pada PJP II. Prasarana dan sarana sosial dan ekonomi yang telah dibangun, kelembagaan yang telah terbentuk dan berfungsi, serta peran serta masyarakat yang meningkat dalam keg iatan pembangunan adalah modal dan peluang yang dapat dikembangkan. Propinsi Sumatera Barat memiliki potensi sumber daya alam yang belum banyak dimanfaatkan. Demikian pula ada potensi pembangunan yang telah dimanfaatkan tetapi belum optimal 132

dikembangkan, antara lain adalah pertanian, pertambangan, industri, dan pariwisata. Potensi pertanian yang tersebar di wilayah Sumatera Barat meliputi pertanian dengan komoditas antara lain kelapa sawit, kopi, karet, kulit manis, dan gambir, sedangkan potensi pertanian lainnya adalah kehutanan, perkebunan, dan perikanan. Potensi perikanan meliputi usaha perikanan darat, tambak, dan perikanan laut di kawasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yang belum sepenuhnya dimanfaatkan dan sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Propinsi Sumatera Barat memiliki potensi kehutanan yang tersebar di seluruh wilayah daerah tingkat II dengan komoditas antara lain kasiavera, gambir, kayu meranti, dan damar. Di bidang pertambangan, Propinsi Sumatera Barat memiliki berbagai bahan tambang seperti batu bara, emas, dan timah hitam yang banyak ditemukan di Kabupaten Sawahlunto, Sijunjung, Agam, Pesisir Selatan, dan Kotamadya Padang. Selain itu Propinsi Sumatera Barat memiliki bahan galian belerang, asbes, batu apung, batu gamping, obsidain, granit, kalsit, kaolin, marmer, serta pasir kuarsa yang tersebar di seluruh wilayah propinsi yang cukup potensial untuk dikembangkan. Di bidang industri, baik yang memanfaatkan hasil hutan dan hasil pertanian seperti antara lain minyak sawit, rotan, dan kulit manis, yang banyak terdapat di Kabupaten Agam, Limapuluh Kota, dan Tanah Datar maupun industri yang memanfaatkan sumber daya alam lainnya serta ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi seperti industri semen di Indarung memiliki potensi untuk dikembangkan. Pariwisata juga merupakan sektor yang amat berpeluang untuk dikembangkan. Sumatera Barat memiliki objek dan daya tarik wisata yang beragam baik wisata alam, wisata budaya maupun 133

wisata sejarah. Wisata alam meliputi panorama Ngarai Sianok di Bukittinggi; pantai di Pantai Padang dan Pantai Bumpus; danau antara lain Danau Diatas, Danau Dibawah, Danau Maninjau dan Danau Singkarak; cagar alam seperti Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS); gunung seperti Gunung Merapi Singgalang; air terjun di Lembah Anai. Wisata budaya meliputi antara lain Pusat Kebudayaan Minang di Padang Panjang; serta wisata sejarah yang meliputi antara lain Gua Jepang di Kabupaten Agam dan Istana Kerajaan Pagaruyung di Batusangkar. IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN

1. Arahan GBHN 1993 GBHN 1993 mengamanatkan bahwa pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peranserta aktif masyarakat serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab, serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam upaya melaksanakan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air, pembangunan daerah dan kawasan yang kurang berkembang seperti di daerah terpencil perlu ditingkatkan sebagai perwujudan Wawasan Nusantara. Dengan mengacu kepada arahan GBHN 1993, pembangunan Daerah Tingkat I Sumatera Barat diarahkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah melalui pelibatan masyarakat setempat secara penuh; peningkatan peranserta masyarakat dan dunia usaha; peningkatan kesempatan kerja bagi tenaga kerja setempat dan perbaikan kualitas angkatan kerja melalui pendidikan dan pelatihan; peningkatan produktivitas perekonomian daerah; penganekaragaman kegiatan perekonomian daerah; peningkatan 134

pertumbuhan ekspor nonmigas; peningkatan jumlah dan kualitas investasi swasta; peningkatan kesejahteraan sosial dan percepatan penanggulangan kemiskinan; pengembangan sistem transportasi terpadu yang akan meningkatkan aksesibilitas daerah terpencil dan terbelakang; penguatan kelembagaan dan aparatur pemerintah di daerah dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pembangunan di daerah; pengembangan sumber daya alam yang memiliki potensi dan keunggulan komparatif dengan memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk pembangunan yang berkelanjutan; dan pengembangan kawasan andalan dengan menciptakan keterkaitan dengan wilayah sekitarnya. 2. Sasaran a. Sasaran PJP II Sasaran pembangunan Daerah Tingkat I Sumatera Barat dalam PJP II sesuai dengan GBHN 1993 adalah mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab, serta makin meratanya pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sasaran pembangunan ekonomi adalah tercapainya laju pertumbuhan PDRB nonmigas yang diperkirakan rata-rata sekitar 7,6 persen per tahun. Sasaran lainnya adalah meningkatnya ketersediaan dan kualitas pelayanan sarana dan prasarana dasar ekonomi, terutama terciptanya sistem transportasi antarmoda yang mampu meningkatkan aksesibilitas wilayah propinsi secara ekonomis; meningkatnya peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam pembangunan sehingga dapat mendukung penciptaan lapangan kerja, serta meningkatnya sumbangan daerah kepada ekonomi nasional. Sasaran pembangunan sosial adalah meningkatnya derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang diukur antara lain dari dua 135

indikator kesejahteraan sosial, yaitu bertambahnya usia harapan hidup menjadi 72,3 tahun dan menurunnya angka kematian bayi menjadi 21 per seribu kelahiran hidup; menurunnya laju pertumbuhan penduduk; dan telah mantapnya pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dasar dan kejuruan; serta terselesaikannya pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Dalam PJP II masalah kemiskinan di daerah Sumatera Barat, berdasarkan kriteria yang sekarang digunakan, diupayakan dapat terselesaikan. b. Sasaran Repelita VI Sasaran pembangunan Daerah Tingkat I Sumatera Barat dalam Repelita VI adalah berkembangnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab dengan titik berat pada pembangunan daerah tingkat II; meningkatnya kemandirian dan kemampuan dalam merencanakan dan mengelola pembangunan di daerah termasuk dalam mengoperasikan dan memelihara prasarana dan sarana yang dibangun di daerah, seiring dengan meningkatnya kemampuan pemerintah daerah untuk menggali dan mengerahkan sumber keuangan daerah, serta meningkatnya efisiensi belanja daerah. Sasaran pembangunan ekonomi adalah tercapainya laju pertumbuhan PDRB nonmigas yang diperkirakan rata-rata sekitar 6,5 persen per tahun, dengan laju pertumbuhan sektoral, yaitu pertanian yang diperkirakan akan tumbuh dengan laju sebesar ratarata 3,0 persen; industri nonmigas sekitar 9,8 persen; bangunan sekitar 8,7 persen; perdagangan dan pengangkutan sekitar 7,3 persen; jasa-jasa sekitar 6,8 persen; serta lainnya (mencakup pemerintahan, energi dan pertambangan) sekitar 7,3 persen. Sedangkan sasaran laju pertumbuhan ekspor nonmigas rata-rata untuk Propinsi Sumatera Barat rata-rata sekitar 13,1 persen per tahun. Sasaran laju pertumbuhan kesempatan kerja adalah rata-rata 136

2,7 persen per tahun sehingga tercipta tambahan kesempatan kerja baru bagi 219,2 ribu orang. Sasaran selanjutnya adalah meningkatnya ketersediaan prasarana dan sarana ekonomi terutama berkembangnya sistem tranportasi antarmoda yang terpadu sehingga mampu meningkatkan aksesibilitas wilayah propinsi ini secara merata dan efisien; meningkatnya peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam kegiatan produktif di daerah; meningkatnya produktivitas tenaga kerja setempat, terutama di sektor pertanian, industri, dan jasa; serta meningkatnya PAD termasuk di daerah tingkat II yang relatif tertinggal. Sasaran pembangunan sosial adalah meningkatnya derajat kesehatan dan gizi masyarakat secara merata dengan peningkatan usia harapan hidup menjadi 65,3 tahun dan penurunan angka kematian bayi menjadi 47 per seribu kelahiran hidup; menurunnya laju pertumbuhan penduduk sesuai dengan sasaran nasional; makin merata, meluas, dan meningkatnya kualitas pendidikan dasar dan kejuruan; meningkatnya angka partisipasi kasar sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) termasuk madrasah tsanawiyah (MTs) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) termasuk madrasah aliyah (MA) masing-masing menjadi sekitar 75,4 persen dan sekitar 53,1 persen; serta dimulainya pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Menjadi sasaran penting pula adalah meningkatnya pendapatan masyarakat berpendapatan rendah; berkurangnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan berkurangnya jumlah desa tertinggal selaras dengan sasaran penurunan jumlah penduduk miskin di tingkat nasional, serta meningkatnya daya dukung sumber daya alam dan terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup, termasuk menurunnya luas lahan kritis.

137

3. Kebijaksanaan Untuk mengatasi berbagai tantangan pembangunan dan mewujudkan berbagai sasaran tersebut di atas, kebijaksanaan pembangunan Daerah Tingkat I Sumatera Barat dalam Repelita VI diarahkan pada peningkatan pelaksanaan pemerintahan otonomi di daerah yang seiring dengan peningkatan peran serta masyarakat; pengembangan sektor unggulan; pengembangan usaha nasional; pengembangan sumber daya manusia; kependudukan; peningkatan pemerataan pembangunan; penanggulangan kemiskinan; pengembangan prasarana dan sarana ekonomi; pendayagunaan sumber Daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup;serta pengem-

bangan kawasan andalan. Kebijaksanaan tersebut di atas dilaksanakan dengan memperhatikan kebijaksanaan pembangunan propinsi yang berbatasan dalam rangka mewujudkan keserasian pembangunan antardaerah melalui peningkatan kerja sama antardaerah. a. Pelaksanaan Otonomi di Daerah Dalam rangka memperkukuh negara kesatuan serta memperlancar penyelenggaraan pembangunan nasional, kemampuan pelaksanaan pemerintahan di daerah tingkat I dan daerah tingkat II di Propinsi Sumatera Barat, terutama dalam penyelenggaraan tugas desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan, ditingkatkan agar makin mewujudkan otonomi yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab. Pelaksanaan otonomi di Propinsi Sumatera Barat ditingkatkan dengan peningkatan kemampuan aparatur melalui penguatan manajemen dan kelembagaan; peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); peningkatan kemampuan memobilisasi berbagai sumber keuangan daerah; serta peningkatan 138

kemampuan lembaga dan organisasi masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah. Penataan kembali batas wilayah dan daerah dalam rangka pemekaran dan penyesuaian status daerah tertentu, dimungkinkan untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan administrasi pemerintahan di daerah. b. Pengembangan Sektor Unggulan Dalam upaya mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, kebijaksanaan pembangunan ekonomi daerah dalam Repelita VI diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor unggulan yang diprioritaskan di Propinsi Sumatera Barat. Pembangunan industri dan pertanian, serta sektor produktif lainnya akan ditingkatkan dan diarahkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pembangunan industri di Propinsi Sumatera Barat diarahkan untuk mengembangkan industri yang berorientasi ekspor dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia. Sehubungan dengan itu, pembangunan industri di Propinsi Sumatera Barat dikembangkan secara bertahap dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan antara industri dengan pertanian, sehingga meningkatkan nilai tambah dan memperkukuh struktur ekonomi daerah. Upaya pengembangan dan perluasan kegiatan industri pengolahan, termasuk agroindustri dan industri yang mengolah hasil pertambangan seperti semen dan batu bara, ditingkatkan dan didorong melalui penciptaan iklim yang lebih merangsang, bagi penanaman modal. Penyebaran pembangunan industri di berbagai daerah tingkat II diupayakan sesuai dengan potensi dan rencana tata ruang daerah sehingga tertata dengan baik dan mendorong pemerataan. Untuk mendukung pengembangan industri diupayakan peningkatan prasarana, peningkatan usaha pemasaran, serta pelatihan tenaga kerja. Untuk meningkatkan ketersediaan prasarana penunjang agar tercipta kondisi yang 139

menarik bagi pengembangan kegiatan industri, diperlukan investasi yang cukup besar yang tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah sepenuhnya. Oleh karena itu, usaha swasta didorong untuk ikut serta membangun prasarana dan sarana yang dibutuhkan. Pembangunan pertanian di Propinsi Sumatera Barat diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, memantapkan swasembada pangan, dan menganekaragamkan produksi hasil pertanian yang berorientasi ekspor, khususnya hasil perkebunan, peternakan, dan perikanan. Upaya tersebut dilaksanakan secara terpadu, serta didukung oleh pengembangan agrobisnis dan agroindustri yang mampu menciptakan dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak, dan nelayan. Pembangunan kehutanan di Propinsi Sumatera Barat ditingkatkan dan diarahkan untuk menjamin kelangsungan, penyediaan dan perluasan keanekaragaman hasil hutan yang mendukung pembangunan industri, perluasan kesempatan kerja dan kesempatan usaha, perluasan sumber pendapatan negara dan peningkatan pembangunan daerah; dan menjaga fungsi hutan sebagai salah satu penentu keseimbangan ekosistem. Untuk menjaga kelestarian hutan, upaya perlindungan, penertiban, pengamanan, pengawasan, pengendalian, serta rehabilitasi dan konservasi hutan dilanjutkan dan ditingkatkan. Pengusahaan hutan dan hasil hutan diatur melalui pola pengusahaan hutan yang menjamin keikutsertaan masyarakat di kawasan hutan dan sekitarnya, serta peningkatan peran serta koperasi dan usaha kecil, terutama di dalam pengelolaan dan pemasaran hasil hutan. Pembangunan kepariwisataan di Propinsi Sumatera Barat mempunyai potensi yang luas dan prospek yang cerah. Untuk itu, pembangunan kepariwisataan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya daerah, dan dengan 140

memanfaatkan keindahan dan kekayaan alam, termasuk kekayaan alam bahari, keanekaragaman seni budaya, serta peninggalan sejarah; dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, citra kepribadian bangsa, serta harkat dan martabat bangsa. Pembangunan pertambangan di Propinsi Sumatera Barat ditingkatkan melalui pengembangan sumber daya mineral dan bahan galian, sekaligus mendorong proses pengolahan lanjutannya untuk meningkatkan nilai tambah, terutama batu bara, marmer, batu kapur, pasir, dan batu kali. c. Pengembangan Usaha Nasional Pengembangan usaha nasional yang meliputi usaha kecil dan menengah, koperasi, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD), serta usaha swasta diarahkan agar mampu tumbuh menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi daerah, serta memperluas kesempatan usaha dan kesempatan kerja menuju terwujudnya perekonomian daerah yang tangguh dan mandiri, yang dapat menopang pembangunan dan perekonomian nasional. Kemampuan dan peranan usaha menengah dan kecil, termasuk usaha tradisional dan informal di Propinsi Sumatera Barat ditingkatkan melalui pembangunan prasarana dan sarana usaha disertai dengan pengembangan iklim usaha yang mendukung. Struktur dunia usaha ditata pula sehingga tercipta lapisan usaha kecil yang kukuh dan saling menyangga dengan lapisan menengah yang tangguh dan saling mendukung dengan usaha besar. Kebijaksanaan yang mendukung perkembangan ekonomi rakyat dilakukan pula melalui peningkatan pemberian kemudahan di bidang perkreditan, investasi, perpajakan, asuransi, akses terhadap pasar dan informasi, serta dalam memperoleh pendidikan, pelatihan keterampilan, bimbingan manajemen, dan alih teknologi. Dengan demikian, ekonomi rakyat dapat berkembang secara 141

mantap dan berperan makin besar dalam perekonomian nasional. Dalam rangka itu dikembangkan bidang kegiatan ekonomi yang diprioritaskan bagi usaha ekonomi rakyat, yaitu koperasi dan usaha kecil termasuk usaha informal dan tradisional, dan jika perlu ditetapkan wilayah usaha yang menyangkut perekonomian rakyat terutama yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi dan usaha kecil untuk tidak dimasuki oleh usaha lainnya. Kebijaksanaan pemberian prioritas dapat pula diberikan kepada usaha ekonomi rakyat untuk turut berperan secara efektif dalam pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh Pemerintah disertai upaya penyediaan tempat usaha yang terjamin khususnya bagi koperasi dan usaha kecil, dan peningkatan peran serta masyarakat antara lain dalam pemilikan saham perusahaan besar melalui koperasi. Pembangunan koperasi di Sumatera Barat, dilakukan melalui peningkatan akses dan pangsa pasar; perluasan akses terhadap sumber permodalan, pengukuhan struktur permodalan dan peningkatan kemampuan memanfaatkan modal; peningkatan kemampuan organisasi dan manajemen koperasi; peningkatan akses terhadap teknologi dan peningkatan kemampuan memanfaatkannya; serta pengembangan kemitraan usaha. Upaya tersebut juga dilaksanakan di daerah tertinggal dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan kelompok tertinggal, seperti nelayan pada umumnya, petani kecil, dan mereka yang berada di kantung-kantung kemiskinan. Pembangunan perdagangan di Propinsi Sumatera Barat diarahkan untuk menunjang peningkatan produksi dan memperlancar distribusi barang dan jasa sehingga mampu mendukung upaya pemerataan dan pengembangan usaha dan peningkatan ekspor nonmigas dengan memanfaatkan perkembangan ekonomi, baik regional, nasional, maupun global.

142

d.

Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan sumber daya manusia di Propinsi Sumatera Barat diarahkan untuk mewujudkan manusia berakhlak, beriman, dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menanamkan sejak dini nilai-nilai agama dan moral, serta nilai-nilai luhur budaya bangsa, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah, serta pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Demikian pula, pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan, melalui peningkatan kualitas pendidikan umum, pendidikan kejuruan maupun pendidikan agama, serta pelayanan kesehatan dan sosial kepada masyarakat melalui peningkatan ketersediaan, dan sebaran prasarana dan sarana dasar secara makin berkualitas dan merata. Pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan kreativitas, produktivitas, nilai tambah, daya saing, kewiraswastaan, dan kualitas tenaga kerja, antara lain melalui kegiatan pembimbingan, pendidikan dan pelatihan yang tepat dan efektif, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek, serta pelestarian fungsi lingkungan hidup. Peningkatan produktivitas tenaga kerja di propinsi ini diarahkan pada sektor industri yang memanfaatkan sumber daya alam, yakni pertambangan, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan pariwisata. e. Kependudukan

Kebijaksanaan di bidang kependudukan di Daerah Tingkat I Sumatera Barat diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk di daerah yang mempunyai kepadatan dan laju pertumbuhan yang tinggi, serta mengarahkan mobilitas dan persebaran penduduk yang lebih merata terutama ke daerah jarang penduduk, dengan memperhatikan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan hidup. 143

Pertumbuhan penduduk dikendalikan, antara lain dengan upaya peningkatan keluarga berencana mandiri. Bersamaan dengan itu, upaya peningkatan kualitas penduduk dilakukan dengan meningkatkan keluarga sejahtera, termasuk ibu dan anak, remaja, serta penduduk lanjut usia. Peranan wanita yang dalam pembangunan di Propinsi Sumatera Barat telah meningkat diupayakan untuk dilanjutkan dan ditingkatkan pembinaannya. Persebaran penduduk dalam rangka mengendalikan perambah hutan diupayakan antara lain melalui transmigrasi lokal. Sebagai daerah penerima transmigran upaya memeratakan persebaran penduduk dan tenaga kerja ke kawasan andalan di wilayah Propinsi Sumatera Barat dilaksanakan antara lain melalui transmigrasi umum dan transmigrasi swakarsa mandiri. f. Peningkatan Pemerataan Pembangunan Pemerataan pertumbuhan antarsektor ekonomi di Propinsi Sumatera Barat diupayakan dengan menyerasikan secara bertahap peranan dan sumbangan setiap sektor ekonomi, dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan produktivitas ekonomi daerah yang optimal, dengan memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, memperlancar proses perpindahan tenaga kerja ke sektor yang lebih produktif, serta memadukan perencanaan dan pelaksanaan program antarsektor dan program regional, sehingga kegiatan pembangunan dapat terwujud secara terpadu dan berdaya guna. Untuk itu, produktivitas khususnya di sektor yang relatif tertinggal ditingkatkan, antara lain dengan penerapan teknologi yang tepat serta pendekatan baru dalam produksi dan pemasaran hasil. Untuk meningkatkan nilai tukar komoditas pertanian dan hasil sektor lainnya di perdesaan, ditingkatkan keterkaitan antarsektor, terutama antara sektor pertanian dengan industri dan jasa. Pemerataan pembangunan antardaerah di Propinsi Sumatera Barat diupayakan dengan lebih menyerasikan pertumbuhan dan 144

mengurangi kesenjangan, baik dalam tingkat kemajuan antardaerah maupun antara perkotaan dan perdesaan. Pembangunan desa dan masyarakat perdesaan ditingkatkan melalui koordinasi dan keterpaduan yang makin serasi dalam pembangunan sektoral, pengembangan kemampuan sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, serta penumbuhan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat. Di perkotaan, penataan penggunaan tanah ditingkatkan dengan lebih memperhatikan hak-hak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas maksimum pemilikan tanah, serta pencegahan penelantaran tanah termasuk upaya mencegah pemusatan penguasaan tanah yang merugikan kepentingan rakyat. Dalam rangka pemerataan pembangunan antardaerah di Propinsi Sumatera Barat ditempuh pula berbagai upaya, antara lain meningkatkan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah yang dikembangkan berdasarkan pendekatan wilayah atau kelompok wilayah dalam satu propinsi dengan menciptakan keterkaitan fungsional antardaerah, antarwilayah, antardesa, antarkota, dan antara desa dan kota. Selanjutnya penyerasian pertumbuhan antardaerah diupayakan pula dengan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk mendorong kegiatan ekonomi daerah dengan memberikan berbagai bentuk kemudahan dalam rangka menciptakan iklim usaha yang makin baik. Untuk mengatasi kesenjangan antargolongan ekonomi dilakukan penataan kembali peraturan daerah yang mengatur kehidupan ekonomi rakyat banyak, seperti kepemilikan hak atas tanah, perizinan usaha dan bangunan, perlindungan hukum dan mekanisme pasar, di daerah, serta pemberian fasilitas dan kemudahan berusaha bagi pengusaha kecil, termasuk untuk ikut dalam melaksanakan proyek-proyek Pemerintah di daerah, sehingga masyarakat golongan ekonomi yang lemah mendapat kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan kesejahteraannya.

145

g.

Penanggulangan Kemiskinan

Dalam rangka mempercepat penanggulangan kemiskinan di Propinsi Sumatera Barat, Inpres Desa Tertinggal (IDT) merupakan salah satu kebijaksanaan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya. IDT diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi dalam rangka mewujudkan kemandirian masyarakat miskin di desa atau kelurahan tertinggal, dengan menerapkan prinsip-prinsip gotongroyong, keswadayaan, dan partisipasi, serta menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif. Kegiatan sosial ekonomi yang dikembangkan adalah kegiatan produksi dan pemasaran, terutama yang cumber dayanya tersedia di lingkungan masyarakat setempat. Guna mempercepat upaya itu, ditingkatkan pembangunan prasarana dan sarana perdesaan serta disediakan dana sebagai modal kerja bagi penduduk miskin untuk membangun dan mengembangkan kemampuannya sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya secara mandiri. Dalam kerangka itu program IDT diupayakan pula untuk memantapkan segi-segi kelembagaan sosial ekonomi masyarakat perdesaan termasuk koperasi sehingga upaya meningkatkan taraf hidup dapat berlangsung secara berkelanjutan. Kebijaksanaan ini dilaksanakan khususnya di 700 desa tertinggal menurut pedoman yang telah ditetapkan secara nasional. h. Pengembangan Prasarana dan Sarana Ekonomi Pengembangan prasarana dan sarana ekonomi di Daerah Tingkat I Sumatera Barat diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan, efisiensi pemanfaatan, kualitas pelayanan, keterjangkauan pelayanan, dan efektivitas operasi dan pemeliharaan berbagai prasarana dan sarana ekonomi tersebut. Dalam Repelita VI sistem transportasi dikembangkan secara lebih luas dan terpadu terutama dengan mengembangkan sistem transportasi antarmoda dan antarpulau yang efisien, sehingga dapat menjangkau pula daerah terisolasi dan terbelakang. 146

Untuk mendukung kegiatan ekonomi yang meningkat, upaya pembangunan prasarana dan sarana ekonomi lainnya, seperti tenaga listrik dan pelayanan jasa telekomunikasi, serta prasarana pengairan, akan dilanjutkan dan ditingkatkan. Untuk mempercepat pembangunan berbagai prasarana dan sarana ekonomi tersebut, didorong dan ditingkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha.
i. Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup

Pendayagunaan dan pengelolaan sumber daya alam ditingkatkan untuk mendukung kegiatan pembangunan dan dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk pembangunan yang berkelanjutan. Dalam rangka itu, ditingkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam yang berkelanjutan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dan melakukan pengendalian pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup. Upaya pelestarian fungsi hutan dan lingkungan pesisir; rehabilitasi hutan dan tanah kritis; konservasi sungai, danau, hutan bakau, dan hutan lindung; pelestarian flora dan fauna langka; serta pengembangan fungsi daerah aliran sungai (DAS) ditingkatkan. j. Pengembangan Kawasan Andalan Kawasan andalan dikembangkan secara terencana dan terpadu dengan memperhatikan rencana tata ruang daerah, keterkaitan kota dengan daerah penyangganya, pertumbuhan penduduk, pengelolaan dan pembangunan lingkungan permukiman, lingkungan usaha, dan lingkungan kerja. Di samping kawasan andalan tersebut, bagi daerah perkotaan yang mengalami pertumbuhan pesat, ditingkatkan penyediaan dan 147

perluasan jangkauan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan, termasuk peningkatan pengelolaannya. V. PROGRAM PEMBANGUNAN Dalam upaya mencapai sasaran dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan tersebut di atas, pembangunan Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat dalam Repelita VI dilaksanakan melalui beberapa program yang meliputi program peningkatan kemampuan aparatur pemerintah daerah; peningkatan kemampuan keuangan pemerintah daerah; peningkatan prasarana dan sarana daerah; pengembangan usaha nasional; peningkatan produktivitas dan kualitas tenaga kerja; penataan ruang daerah; pengembangan kawasan andalan dan sektor unggulan; peningkatan kualitas lingkungan hidup; peningkatan kesejahteraan masyarakat; peningkatan peran serta masyarakat; percepatan penanggulangan kemiskinan; dan pengelolaan pembangunan perkotaan; dengan didukung berbagai program penunjang. 1. Program Pokok a. Program Peningkatan Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan kemampuan, disiplin, dan wawasan aparatur pemerintah daerah serta mendayagunakan fungsi dan struktur kelembagaan pemerintah daerah terutama aparatur pemerintah daerah tingkat II termasuk kecamatan dan desa; 2) meningkatkan kualitas manajemen pemerintah daerah yang meliputi sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian termasuk memantapkan fungsi koordinasi, baik 148

antarinstansi pemerintah di daerah maupun antara lembaga pemerintah pusat dan daerah; 3) menyempurnakan dan melengkapi perangkat peraturan perundang-undangan daerah; 4) mengembangkan sistem informasi manajemen pembangunan daerah; 5) meninjau kembali status dan Batas daerah otonom dan administratif daerah tertentu. b. Program Peningkatan Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan PAD dengan mengintensifkan sumber pendapatan yang ada, baik pajak, retribusi, maupun laba perusahaan daerah, serta menggali sumber pendapatan yang baru; 2) meningkatkan efisiensi dan pengelolaan bantuan termasuk Inpres serta pinjaman, antara lain melalui pemanfaatan rekening pembangunan daerah; 3) meningkatkan keikutsertaan pembangunan daerah; dunia usaha dalam

4) memantapkan perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan penggunaan keuangan daerah ; 5) meningkatkan efisiensi dan produktivitas BUMD .

149

c.

Program Peningkatan Prasarana dan Sarana Daerah Program ini meliputi upaya:

1) meningkatkan prasarana dan sarana transportasi darat, laut, dan udara yang meliputi kegiatan: a) rehabilitasi, pemeliharaan, dan peningkatan jalan, yang antara lain meliputi lintas barat Sumatera, ruas jalan Ranjaubatu-Lubuk Sikaping-BukittinggiPadang-Painan-Batas Bengkulu; rehabilitasi dan pemeliharaan jalan ruas Baso-Payakumbuh-Batas Riau, Kubu Kerambil-Batu Sangkar, Padang-SolokMuara Kelaban-Tanah Badantung dan peningkatan ruas jalan Kubu Kerambil-Solok, Tanah BadantungKiliranjau-Batas Riau, Padang-Lubuk Alung, Bukit Putus-Painan, Lubuk Selasih-Surian-Solok, Padang bypass, Bukittinggi bypass;

b) pengembangan transportasi darat yang meliputi kegiatan pengadaan dan pemasangan rambu jalan sebanyak 2.000 buah, pengadaan dan pemasangan pagar pengaman jalan sepanjang 115.000 meter, pembuatan marka jalan sepanjang 125 kilometer, pengadaan dan pemasangan alat pengujian kendaraan bermotor (PKB) berjalan sebanyak 4 unit, pengadaan dan pemasangan lampu lalu-lintas sebanyak 7 unit, pembangunan terminal penumpang/barang di 1 lokasi; pembangunan fasilitas angkutan sungai, danau, dan pelabuhan penyeberangan yang meliputi antara lain pembangunan dermaga/terminal danau/sungai di 2 lokasi, penyeberangan di 2 lokasi, rehabilitasi dermaga/terminal danau/sungai di 1 lokasi, dan rehabilitasi dermaga/terminal penyeberangan di 1 lokasi; serta pengembangan perkeretaapian yang meliputi rehabilitasi/peningkatan jalan kereta api (KA) sepanjang 60 kilometer, pem150

bangunan jalan KA sepanjang 20 kilometer, pemasangan sinyal elektrik sebanyak 5 unit;

c)

pengembangan transportasi laut yang meliputi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan Teluk Bayur, Simatalu, Sirilogu, Sinakak, dan Singapokna; pembangunan fasilitas keselamatan pelayaran di perairan Sumatera Barat, dan pengoperasian 1 kapal perintis; dan

d) pengembangan transportasi udara yang meliputi kegiatan pembangunan Bandar Udara Ketaping di Padang, peningkatan fasilitas Bandar Udara Tabing di Padang, dan peningkatan fasilitas keselamatan penerbangan di Padang, dan menjadikan bandar udara di Padang sebagai subpusat penyebaran; 2) meningkatkan kegiatan: a) penyediaan tenaga listrik yang meliputi

peningkatan sarana distribusi PLN berupa pembangunan jaringan transmisi sepanjang 993 kilometersirkit, gardu induk sebanyak 16 unit dengan kapasitas 420 megavoltampere; jaringan tegangan menengah (JTM) sepanjang 2.364 kilometersirkit; jaringan tegangan rendah (JTR) sepanjang 3.707 kilometersirkit; dan pembangunan gardu distribusi sebanyak 1.005 buah dengan kapasitas 251 megavoltampere, sehingga dapat melayani 176.000 pelanggan Baru;

b) pembangunan pusat listrik tenaga minihidro (PLTM) tersebar dengan kapasitas terpasang 7,6 megawatt, pusat listrik tenaga diesel (PLTD) tersebar dengan kapasitas terpasang 2 megawatt, pusat listrik tenaga uap (PLTU) Ombilin sebesar 2x100 megawatt, pusat listrik tenaga air (PLTA) Singkarak sebesar 4x43 megawatt;

c)

penyediaan listrik perdesaan dengan tambahan pelayanan listrik bagi 900 desa; 151

3) meningkatkan penyediaan bahan bakar minyak (BBM) yang meliputi kegiatan pembangunan terminal transit BBM di Teluk Bungus (Padang) yang dimaksudkan untuk memasok kebutuhan BBM di Pantai Barat Sumatera termasuk Meulaboh (Daerah Istimewa Aceh); 4) meningkatkan jaringan telekomunikasi, yang antara lain meliputi kegiatan penambahan telepon sebanyak 45.800 satuan sambungan termasuk sarana penunjangnya, perluasan kapasitas telepon umum, pembangunan warung telekomunikasi (wartel) secara tersebar, dan pengadaan perangkat radio komunikasi sebanyak 1 unit, serta pengadaan terminal automatic frequency management system (AFMS) sebanyak 1 unit; 5) meningkatkan pelayanan jasa pos dan giro yang antara lain meliputi pengadaan dan peningkatan fasilitas fisik pelayanan di kecamatan, perdesaan, daerah transmigrasi, dan daerah ter-pencil, yang antara lain meliputi pembangunan kantor pos besar 1 unit, kantor pos 1 unit, kantor pos pembantu sebanyak 24 unit, kantor pos tambahan sebanyak 8 unit, pos keliling kota/angkutan sebanyak 20 unit, pos keliling desa/antaran sebanyak 100 unit, dan berbagai sarana penunjang; memantapkan prasarana pengairan dan meningkatkan pendayagunaan sumber daya air, meliputi kegiatan penyusunan rencana induk Wilayah Sungai Anai Sualang dan Silaut; pemeliharaan 2 buah danau yaitu Danau Kerinci dan Singkarak; perbaikan dan pengendalian sungai sepanjang sekitar 63 kilometer, di Batang Anai, Batang Pariaman, Air Nipis, Sungai Lematang, Sungai Enim, Batang Naras; pemeliharaan jaringan irigasi seluas sekitar 265.000 hektare, perbaikan jaringan irigasi seluas sekitar 13.500 hektare, serta pembangunan jaringan irigasi seluas sekitar 24.500 hektare antara lain di Muko-Muko Kanan dan Kandis; pengembangan daerah rawa seluas sekitar 35.000 hektare antara lain di Lunang, Silaut, 152

Lasi, Tiku; dan pembangunan prasarana pengaman Pantai Padang sepanjang sekitar 5 kilometer; 7) meningkatkan sarana komunikasi dan penerangan yang meliputi kegiatan pembangunan stasiun pemancar radio di Padang dan Bukittinggi, pembangunan stasiun penyiaran televisi di Padang dan stasiun pemancar televisi di Lima Kaum, Payakumbuh, Suliki, Sijunjung, Talu, Rao, Pariaman, dan Indrapura; 8) meningkatkan prasarana pelayanan hukum yang meliputi pembangunan prasarana fisik lembaga pemasyarakatan di Maninjau, Painan dan pembangunan pengadilan tata usaha negara (PTUN) di Batusangkar; 9) meningkatkan sarana olahraga yang dapat menyebar sampai ke daerah tingkat II dan kecamatan, serta mengembangkan perpustakaan daerah, terutama di daerah tingkat II, dengan memanfaatkan sumber daya daerah dan peran serta masyarakat; dan 10) meningkatkan kemampuan pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. d. Program Pengembangan Usaha Nasional

Program ini meliputi upaya: 1) mendorong kegiatan ekonomi masyarakat, antara lain berupa penanaman modal swasta, termasuk PMDN dan PMA, dengan memanfaatkan keunggulan komparatif daerah; 2) meningkatkan dan mengarahkan investasi, baik PMDN maupun PMA pada berbagai wilayah, sektor, dan golongan 153

ekonomi, termasuk investasi dalam agroindustri dan agrobisnis di perdesaan, serta berbagai sektor jasa pendukung; 3) menyederhanakan mekanisme dan prosedur perizinan kegiatan dunia usaha di daerah, meningkatkan penerapan etika usaha yang baik untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan dinamis yang menjamin kepastian dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan efisiensi, produktivitas dan daya saing dunia usaha di daerah; 4) meningkatkan pengembangan usaha menengah dan kecil, termasuk usaha informal dan tradisional, melalui hubungan kemitraan usaha; meningkatkan akses pasar dan pangsa pasar; meningkatkan bantuan permodalan dengan memanfaatkan dana lembaga perbankan, seperti kredit usaha kecil (KUK), kredit umum perdesaan (Kupedes), serta dana lembaga keuangan nonbank, seperti modal ventura; 5) meningkatkan pembimbingan, pendidikan, pelatihan, dan magang dalam rangka peningkatan kemampuan teknologi dan manajemen, serta pengembangan usaha baru yang bersifat terobosan; 6) meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan dan pendayagunaan dana masyarakat, antara lain dengan mendorong pengembangan bank perkreditan rakyat (BPR), koperasi bank perkreditan rakyat (KBPR), bank perkreditan rakyat syariat (BPRS), dan lembaga modal ventura; 7) meningkatkan pengembangan koperasi melalui pemantapan kelembagaan, pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan koperasi, pengembangan lembaga keuangan dan pembiayaan koperasi, peningkatan dan perluasan usaha koperasi, kerja sama antarkoperasi dan kemitraan usaha, pembangunan koperasi di daerah tertinggal, serta pengembangan informasi perkoperasian; 154

8) mengembangkan sistem informasi usaha terutama untuk usaha menengah dan kecil, tentang potensi pembangunan daerah, melalui penyediaan data dan informasi yang mencakup tenaga kerja, prasarana dan sarana, sumber daya alam, kelembagaan, permodalan, kemitraan, penanaman modal, dan potensi pasar; serta meningkatkan kegiatan promosi tentang potensi daerah; 9) meningkatkan kegiatan perdagangan antara lain berupa penyelenggaraan pelayanan informasi perdagangan; peningkatan pemasaran komoditas basil pertanian termasuk pengembangan pasar desa dan pasar lelang; pembinaan pedagang, pengusaha, dan eksportir menengah dan kecil; peningkatan perdagangan perintis; peningkatan dan pengawasan mutu komoditas ekspor; penyusunan identifikasi potensi pasar komoditas ekspor; serta pengembangan dan peningkatan ekspor nonmigas, termasuk produk agroindustri. e. Program Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Tenaga Kerja Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan efisiensi dan produktivitas masyarakat di daerah meliputi pemasyarakatan produktivitas yang didukung dengan penyebarluasan informasi, penyuluhan, pembinaan melalui media massa, dunia pendidikan, forum masyarakat produktivitas Indonesia, dan organisasi masyarakat lainnya; penetap-an standar mutu produktivitas di perusahaan-perusahaan melalui analisis, penelitian, pengembangan, dan pengukuran produktivitas, serta pengembangan unit-unit produktivitas; 2) meningkatkan keterampilan dan keahlian serta profesionalisme tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan melalui pelatihan institusional, noninstitusional (mobile training unit) bagi kader-kader pembangunan desa secara terpadu; dan

155

pemagangan untuk membentuk tenaga kerja mandiri dan profesional; melalui pendayagunaan tenaga kerja terdidik, yang pelaksanaannya mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha; 3) meningkatkan pembinaan hubungan industrial yang serasi antara pekerja dan pengusaha, antara lain melalui pembinaan fungsi lembaga ketenagakerjaan dan pendidikan; penyuluhan ketenagakerjaan bagi kader-kader serikat pekerja dan organisasi pengusaha; dan pelaksanaan uji coba sistem deteksi dini; 4) meningkatkan perlindungan tenaga kerja khususnya tenaga kerja wanita di sektor formal maupun sektor informal dan perlindungan anak yang terpaksa bekerja. f. Program Penataan Ruang Daerah

Program ini meliputi upaya: 1) menyempurnakan dan menjabarkan rencana tata ruang wilayah propinsi daerah tingkat I dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kotamadya daerah tingkat II, terutama tata ruang kawasan andalan ke dalam rencana rinci dan program pembangunan daerah; 2) meningkatkan penatagunaan tanah bagi kawasan yang mempunyai potensi pertumbuhan cepat seperti di daerah perkotaan, antara lain kawasan industri di Padang dan sekitarnya, serta daerah wisata. g. Program Pengembangan Kawasan Andalan dan Sektor Unggulan Program ini meliputi upaya: 1) mengembangkan secara terpadu sektor unggulan industri yang menititikberatkan pada kegiatan pengembangan industri padat 156

sumber daya alam dengan memanfaatkan teknologi yang maju, dan industri padat karya yang makin padat keterampilan, yang meliputi kegiatan: a) pengembangan industri kecil dan menengah, termasuk industri kerajinan dan rumah tangga, dilaksanakan melalui (1) pola kemitraan usaha antara industri kecil, menengah dan besar; (2) penumbuhan dan pengembangan wirausaha industri kecil; (3) penumbuhan dan pengembangan industri perdesaan termasuk desa tertinggal; (4) pengembangan industri kecil melalui pembinaan 340 sentra industri kecil;

b) pendalaman dan penguatan struktur industri melalui pengembangan agroindustri, industri pengolahan hasil tambang dan industri yang berorientasi ekspor dengan pengembangan dan pemanfaatan keunggulan komparatif daerah, antara lain semen, pengolahan karet, kayu lapis dan rempah-rempah; c) peningkatan promosi investasi industri serta mendorong berkembangnya keterkaitan antarindustri dan aglomerasi industri di kawasan andalan khususnya di kawasan tengah propinsi Sumatera Barat;

2) meningkatkan produktivitas dan produksi sektor unggulan pertanian utama di Propinsi Sumatera Barat, melalui pengembangan usaha pertanian terpadu yang berorientasi pasar, yang mencakup pertanian tanaman pangan, perkebunan dan perikanan, antara lain meliputi kegiatan: a) peningkatan mutu dan luas areal intensifikasi usaha pertanian rakyat antara lain tanaman padi, jagung, ubi kayu, dan palawija;

157

b)

pengembangan usaha pertanian rakyat antara lain ikan hias, hortikultura, dan usaha peternakan unggas dan ternak kecil; peningkatan budi daya perikanan darat dan laut, terutama kepiting, udang, rumput laut, dan teknologi penangkapan ikan; penggantian tanaman perkebunan yang telah melebihi permintaan pasar dengan tanaman yang mempunyai potensi pasar tinggi; dan peningkatan kegiatan penyuluhan dalam mengembangkan investasi swasta di bidang agroindustri untuk pengolahan hasil pertanian;

c)

d)

e)

3) meningkatkan produktivitas dan produksi sektor unggulan kehutanan, antara lain melalui usaha peningkatan pengusahaan hutan produksi, hutan rakyat, hutan tanaman industri, dan produktivitas hutan alam di kawasan andalan Kepulauan Mentawai, di samping itu di seluruh daerah tingkat II dilaksanakan inventarisasi dan penatagunaan hutan untuk memutakhirkan status kawasan hutan; 4) mengembangkan secara terpadu sektor unggulan pariwisata melalui pengembangan objek dan daya tarik wisata alam, agrowisata, wisata peninggalan sejarah dan budaya, antara lain Ngarai Sianok dan Danau Maninjau di Kabupaten Agam, Gunung Marapi, dan kawasan wisata pantai di Padang, di samping itu dilakukan pengembangan berbagai taman rekreasi dan hiburan yang tersebar serta pembangunan sarana akomodasi di berbagai tempat, dan pemugaran rumah gadang 13 ruang suku Dalimo; 5) mengembangkan secara terpadu sektor pertambangan, diarahkan pada kawasan Sawahlunto (Waringin/Sugar), melalui

158

kegiatan meningkatkan tambang batu bara dan marmer; peningkatan peran serta masyarakat dalam usaha pertambangan skala kecil (PSK) melalui wadah koperasi, dan bimbingan usaha pertambangan golongan C; di samping itu, dilaksanakan kegiatan pemetaan geologi dan geofisika, penyelidikan bahan galian, mitigasi bencana alam geologis, dan eksplorasi air tanah. h. Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Program ini meliputi upaya: 1) menyelamatkan hutan, tanah, dan air yang meliputi kegiatan: a) pengembangan dan pembangunan Taman Nasional Kerinci Sehlat dan Siberut; b) penanggulangan kebakaran hutan; c) perbaikan, pemeliharaan, pengamanan dan pengembangan wilayah sungai untuk DAS Agam Kuantan; 2) membina dan mengelola lingkungan hidup yang meliputi: a) pembinaan dan pengembangan laboratorium yang sudah ada untuk dibina menjadi laboratorium lingkungan yang andal; b) pengembangan pusat studi lingkungan hidup di perguruan tinggi di kota Padang; 3) membina daerah pantai yang meliputi: pencegahan, penanggulangan dan pengamanan pantai serta terumbu karang yang rusak di Padang seluas 70.000 hektare;

159

4) merehabilitasi lahan kritis yang meliputi: a) rehabilitasi lahan kritis meliputi rehabilitasi di areal pertanian tanah kering, hutan lindung, dan suaka alam serta kawasan lindung lainnya di DAS Agam Kuantan dengan mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha; b) rehabilitasi lahan rusak bekas penambangan di Sawah Lunto. 5) menanggulangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan industri, terutama industri semen, transportasi, dan pengembangan energi. i. Program Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan pemerataan dan kualitas pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan terutama dalam rangka pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang kegiatannya antara lain meliputi penyediaan prasarana dan sarana pendidikan serta tenaga kependidikan sesuai dengan keperluan; penyelenggaraan kelompok belajar Paket A, Paket B, magang dan kelompok belajar usaha; perluasan atau peningkatan sekolah menengah kejuruan dalam berbagai bidang yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan tuntutan pembangunan daerah termasuk pengembangan Sekolah Menengah Industri Pariwisata dan pengembangan perguruan tinggi negeri maupun swasta sehingga lebih terkait dengan kebutuhan daerah. Selain itu akan dikembangkan pula politek-nik keteknikan dan pertanian; 2) meningkatkan ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan termasuk perbaikan gizi serta menambah dan menyebarkan tenaga medis spesialis dan paramedis termasuk bidan desa; 160

kegiatannya antara lain meliputi peningkatan penerapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi, pemberian vitamin A kepada anak balita di desa tertinggal, dan pembangunan 5 unit puskesmas, pembangunan 133 unit puskesmas pembantu, pengadaan 138 unit puskesmas keliling, penyelenggaraan pendidikan bidan program A, serta pencegahan dan penanggulangan
acquired immuno deficiency syndrome (AIDS);

3) meningkatkan penyediaan dan memperluas jangkauan pelayanan prasarana air bersih serta meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan permukiman yang kegiatannya antara lain meliputi kegiatan pembangunan kawasan terpilih pusat pengembangan desa sebanyak 75 desa, penyediaan dan pengelolaan air bersih perdesaan untuk 792 desa, serta pengelolaan air limbah perdesaan untuk 252 desa; 4) meningkatkan pembinaan kesejahteraan sosial, termasuk fakir miskin, lanjut usia, dan anak terlantar, di samping pembimbingan dan pembinaan keluarga sejahtera, yang antara lain meliputi kegiatan: a) pembinaan kesejahteraan sosial sebanyak 5.000 kepala keluarga; fakir miskin

b) pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat sebanyak 10.980 orang; c) pelayanan dan rehabilitasi sosial tunasosial sebanyak 600 orang; rehabilitasi dan peningkatan kelengkapan panti wredha milik Pemerintah dan masyarakat sebanyak 2 panti, rehabilitasi dan peningkatan kelengkapan panti asuhan milik Pemerintah dan masyarakat sebanyak 13 panti;

161

e) pembangunan dan rehabilitasi loka bina karya sebanyak 9 gedung; f) pengadaan unit rehabilitasi sosial keliling dan kelengkapannya (URSK) sebanyak 2 unit; g) pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing sebanyak 2.300 KK; h) pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintah bidang kesejahteraan sosial dari propinsi Sumatera Barat, Bengkulu, dan Jambi; 5) mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui kegiatan keluarga berencana yang didukung oleh sektor terkait, antara lain kesehatan, pendidikan, dan agama, serta mengarahkan persebaran dan mobilitas penduduk, antara lain melalui program transmigrasi yang meliputi kegiatan: a) penyiapan lahan permukiman transmigrasi beserta prasarana dan sarana pendukungnya;

b) penempatan transmigran dengan sasaran keseluruhan sebanyak 9.500 kepala keluarga, termasuk alokasi penempatan penduduk daerah transmigrasi (APPDT) sebanyak 3.500 kepala keluarga, yang dilaksanakan melalui (1) transmigrasi umum pola pertanian lahan kering 5.150 kepala keluarga dan lahan basah 2.850 kepala keluarga, dan (2) transmigrasi swakarsa berbantuan yang sasarannya berjumlah 1.500 kepala keluarga, yang terdiri atas (a) pola perkebunan inti rakyat transmigrasi (FIR Trans) 500 kepala keluarga, (b) pola perikanan tambak 200 kepala keluarga, (c) pola hutan tanaman industri (HTI Trans) 600 kepala keluarga, dan (d) transmigrasi pembangunan desa potensial sebanyak 200 kepala

162

keluarga; selain itu transmigrasi swakarsa mandiri sekitar 8.500 kepala keluarga; dan c) pembinaan usaha ekonomi dan sosial budaya transmigran yang sudah ada di permukiman transmigrasi; 6) meningkatkan dan mengembangkan nilai budaya dan seni budaya daerah Sumatera Barat untuk memperkaya dan melestarikan khazanah budaya setempat, serta memelihara peninggalan sejarah yang kegiatannya antara lain meliputi pemugaran Rumah Gadang 13 Ruang Suku Dalimo; 7) meningkatkan kualitas pendidikan agama dan keagamaan serta pengamalan ajaran agama untuk memantapkan keimanan dan ketagwaan umat beragama, yang kegiatannya antara lain meliputi bimbingan dan peningkatan kerukunan hidup umat beragama dengan mendorong peran serta masyarakat; penyediaan prasarana dan sarana pendidikan dasar dalam rangka pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; pembinaan pendidikan agama tingkat menengah dan tingkat tinggi, baik negeri maupun swasta; serta pembinaan kelembagaan seperti pondok pesantren dan tenaga penyuluh keagamaan. Secara khusus akan dilakukan pula rehabilitasi dan penyediaan fasilitas pendidikan untuk Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol, Padang. j. Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat

Program ini meliputi upaya: 1) menumbuhkembangkan peranan swadaya masyarakat untuk mampu memecahkan masalah bersama melalui kelompok swadaya di daerah, terutama di desa tertinggal; 2) meningkatkan peranan wanita dalam mendukung upaya membangun keluarga sejahtera, serta mengembangkan usaha 163

yang dapat menambah penghasilan keluarga, antara lain melalui pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK); 3)meningkatkan pembinaan generasi muda melalui karang taruna, pramuka, dan organisasi kepemudaan, yang kegiatannya meliputi antara lain pembinaan terhadap 124 karang taruna; 4)membina dan meningkatkan kemampuan dan kualitas lembaga masyarakat atau organisasi nonpemerintah, yang kegiatannya meliputi antara lain pembinaan terhadap 140 organisasi sosial, dan pembinaan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat sebanyak 3.820 orang; 5)meningkatkan pembinaan kesadaran masyarakat dalam berbangsa dan bernegara melalui penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), pendidikan pendahuluan bela negara, pelatihan dan pengorganisasian perlindungan masyarakat (linmas) dalam kegiatan penanggulangan bencana, serta pembinaan masyarakat terhadap ketertiban dan keamanan lingkungan. k. Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan ketersediaan dan persebaran jumlah serta kualitas pelayanan prasarana dan sarana dasar sosial dan ekonomi terutama di 760 desa tertinggal, antara lain pemugar-an perumahan dan permukiman desa tertinggal di 700 desa sebanyak 10.436 unit rumah; 2) meningkatkan kemampuan dan kesempatan berusaha masyarakat, khususnya kelompok masyarakat miskin dengan mengembangkan kegiatan ekonomi produktif yang dikelola melalui perkoperasian dan badan kredit 164

perdesaan; dan

3) mendukung dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas program khusus seperti Inpres Desa Tertinggal dan program sektoral dan regional lainnya yang ditujukan untuk menanggulangi masalah kemiskinan. 1. Program Pengelolaan Pembangunan Perkotaan

Program ini meliputi upaya: 1) membangun prasarana dan sarana perkotaan secara terpadu antara lain meliputi pembangunan perumahan dan permukiman daerah perkotaan dengan membangun rumah sederhana sebanyak 10.000 unit; perbaikan dan peremajaan kawasan perumahan dan permukiman kumuh seluas 100 hektare, dan perbaikan lingkungan permukiman kota/nelayan seluas 1.491 hektare di 5 kota; pengelolaan air limbah untuk 21 kota sedang/kecil; pengelolaan persampahan untuk 7 kota sedang/ kecil, dan 1 kota besar; penanganan drainase untuk 18 kota sedang/kecil dan 1 kota besar; penyediaan dan pengelolaan air bersih perkotaan dengan meningkatkan kapasitas produksi sebesar 1.380 liter per detik; serta penataan kota dan penataan bangunan; 2) meningkatkan kemampuan pengelolaan pembangunan perkotaan, yang kegiatannya antara lain meliputi pemantapan fungsi kota; pengembangan ekonomi perkotaan termasuk pembinaan sektor informal dan pengusaha kecil; peningkatan peran serta sosial masyarakat khususnya di Padang dan Bukittinggi; pemantapan keuangan perkotaan; pemantapan kelembagaan pemerintahan kota; penyusunan dan pengendalian pemanfaatan rencana tata ruang kota dengan penyiapan program jangka menengah (PJM) perkotaan untuk 15 kota; penyusunan rencana PJM untuk 6 kawasan andalan; penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan untuk 13

165

kawasan; serta peningkatan pengelolaan administrasi dan tertib hukum pertanahan di daerah perkotaan;
3)

mendukung dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup di daerah perkotaan, yang kegiatannya meliputi antara lain peningkatan konservasi kawasan budaya dan bernilai sejarah, serta pemantapan luasan ruang terbuka hijau. Program Penunjang

2.

Program penunjang meliputi seluruh program sektoral dan regional yang dilaksanakan dan berlokasi di Daerah Tingkat I Sumatera Barat.

166

TABEL 47 03 WILAYAH, SATUAN PEMERINTAHAN DAN JUMLAH PENDUDUK DAERAH TINGKAT I SUMATRA BARAT 1990, 1993, DAN 1998

Catatan : Jumlah penduduk tahun 1990, 1993 dan 1998: Angka perkiraan (Sumber:BPS, 1994)

167

168

Anda mungkin juga menyukai