01 Buku Putih Permasalahan Kritis Sektor Migas
01 Buku Putih Permasalahan Kritis Sektor Migas
DRAFT
Buku Putih
PERMASALAHAN KRITIS SEKTOR MIGAS DAN DAMPAKNYA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA
www.migas.esdm.go.id
1. Buku Putih ini mengulas beberapa rekomendasi tentang tindakan yang perlu diambil oleh Pemerintah agar industri Migas Nasional dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan oleh para pelaku usaha dan masyarakat , sehingga dapat memenuhi kebutuhan migas dalam negeri dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk menjawab tantangan tersebut Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral sedang menyusun Rencana Umum Perminyakan dan Pergasbumian Nasional
(RUPPN) sebagai penjabaran penetapan kebijakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. Dalam rangka mewujudkan keberhasilan kebijakan tersebut diperlukan dukungan dan tindakan dari sektor lain yang terkait seperti Departemen Keuangan. 2. Untuk mendukung pertumbungan ekonomi yang berkelanjutan, Indonesia memerlukan investasi di sektor migas, baik pada kegiatan usaha hulu maupun pada kegiatan usaha hilir. Di sektor hulu kegiatan produksi minyak bumi pada 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan tingkat produksi yang cenderung menurun. Kecenderungan ini akan terus berlanjut kecuali bila diambil langkah-langkah terobosan untuk menghapuskan berbagai hambatan investasi, seperti hambatan birokrasi,
masalah perpajakan, kepastian hukum, tidak adanya plow-back pembiayaan di sektor migas dan kurangnya dukungan sarana / industri penunjang migas. Produksi minyak bumi kita masih berasal dari lapangan-lapangan yang relatif telah tua umurnya yang telah diproduksikan sejak tahun 1970 1980 an. Penemuan dan penambahan cadangan minyak bumi tersebut, baik melalui kegiatan eksplorasi maupun peningkatan perolehan minyak bumi/enhanced oil recovery tidak sebanding dengan laju pengurasan produksi . Untuk mendorong kegiatan eksplorasi yang intensif dalam rangka penemuan cadangan baru diperlukan dukungan yang kuat dari sisi fiskal , mengingat
cekungan ini masih menggunakan teknologi lama. Dengan adanya teknologi baru seperti high resolution seismic, aero magnetic survey, teknik
komputerisasi untuk interpretasi, dan lain-lain sebagainya, masih ada kemungkinan penambahan jumlah cekungan dan juga kandungan minyak atau gas yang lebih besar. Di sektor hilir, kebutuhan BBM yang semakin meningkat tanpa dimbangi dengan kapasitas kilang yang memadai, mengharuskan impor BBM yang cenderung meningkat, sehingga dapat mengakibatkan adanya ketergantungan pada produksi BBM impor. Peremajaan dan peningkatan efisiensi kilang yang ada dan sudah tua serta pembangunan kilang baru di lokasi yang strategis merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dengan seksama. Selain itu kurangnya pasokan minyak mentah domistik (dan / atau yang cocok spesikasinya) untuk bahan baku kilang dalam negeri, mengakibatkan ketergantungan ini tidak hanya kepada BBM impor, tetapi juga kepada minyak mentah impor. Pengembangan infrastruktur yang memadai dan dukungan pendanaan dalam pengembangan pemakaian gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selama ini kondisi sumber gas bumi kita terletak pada daerah-daerah remote yang jauh dari pasar dan konsumen sehingga dibutuhkan
saran/prasarana yang memadai untuk pengembangannya. Pengembangan bahan bakar gas sebagai pengganti bahan bakar minyak untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik, rumah tangga, transportasi dan industri. Ketersediaan BBM dan BBG yang mencukupi dan merata dengan harga yang memadai akan mendukung kelancaran dan pertumbuhan perekonomian nasional.
Pergasbumian Nasional yang merupakan kebijakan Pemerintah, sesuai dengan yang diatur dalam UU No.22 tahun 2001, untuk memenuhi kebutuhan investasi di sektor migas. 5. Prakondisi untuk rencana investasi ini adalah mutlak untuk segera disusun dalam suatu perencanaan kedepan yang matang melalui kebijakan-kebijakan yang terarah, terpadu, dan terukur sehingga sasaran dan tujuan yang ingin dicapai pada masa depan menjadi jelas . 6. Adanya beberapa isu/kendala yang berada di luar kendali sektor migas terutama di sektor perpajakan yang akhir-akhir ini dipermasalahkan oleh para pelaku usaha sebagai penyebab penurunan investasi. 7. Kendala operasional yang disebabkan oleh kurangnya kelengkapan peraturan pelaksanaan dan sinkronisasi peraturan perundangan terkait, termasuk peraturan peraturan daerah sebagai konsekuensi otonomi daerah, perlu ditindak lanjuti dengan mendahulukan upaya penyempurnaan peraturan perundangan minyak dan gas bumi dan refungsionalisasi kelembagaan Migas serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia di sektor minyak dan gas bumi, baik ditingkat pusat maupun daerah, sehingga proses proses kegiatan usaha minayk dan gas bumi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Langkah langkah penyempurnaan proses kegiatan usaha minyak dan gas bumi ini perlu dilandasi dengan penyusunan dan penerapan tata-kelola yang baik (good governance) di sektor Migas.
23 November 2006
Telah kita sadari bersama bahwa kontribusi kegiatan minyak dan gas bumi dalam perekonomian Nasional telah terbukti peranannya dalam memajukan perekonomian kita
sejak awal mula berdirinya republik ini sampai dengan sekarang. Buku putih ini akan mengungkapkan langkah-langkah pembaharuan yang perlu dilakukan dalam mengurangi kendala-kendala yang dihadapi disektor migas yang selama kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir ini dirasakan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kemajuan disektor migas di tanah air dan ditambah dengan perkembangan isu globalisasi dan keterbukaan politik dibeberapa Negara seperti ex Rusia yang menjadi pesaing investasi bagi Indonesia. Penurunan produksi migas pada 6 (enam) tahun terakhir sangat kita rasakan terlebih dengan beban penerimaan Negara yang masih bersandar pada kegiatan migas ini. Terjadinya penurunan produksi ini tidak semata-mata diakibatkan oleh turunnya kinerja para stakeholders dibidang minyak dan gas bumi saja tetapi lebih diakibatkan oleh faktor eksternal kita sendiri, seperti dikenakannya system perpajakan baru di Indonesia terhadapat kegiatan hulu migas terutama pada kegiatan eksplorasi yang padat modal, beresiko tinggi dan memerlukan teknologi tinggi. Pengenaan Ppn dan Bea Masuk pada kegiatan eksplorasi yang nota bene nya masih menanggung resiko kegagalan harus menanggung pajak. Penghapusan lex speciale yang telah dimulai sejak tahun 1999 yang memberikan dampak sangat signifikan pada industri migas nasional dengan menurunnya tingkat produksi minyak nasional sampai dengan saat ini karena berkurangnya investasi kegiatan eksplorasi dan usaha perolehan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery) Keterkaitan penurunan produksi minyak kita sangat terkait dengan pemenuhan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Sebagai faktor penggerak roda perekomonian, BBM masih sangat dominant penggunaannya di dalam negeri. Dominasi tersebut memaksa pemerintah untuk senantiasa memenuhi kebutuhan BBM dengan harga yang terjangkau masyrakat. Keterbatasan pemenuhan kilang dalam negeri dalam penyediaan BBM dan ditambah dengan keterbatasan produksi minyak mentah kita telah memaksa pemerintah untuk mengimpor baik minyak mentah dan BBM dengan harga
III.1 Perkembangan Cadangan Migas (eksplorasi dan wilayah kerja) III.1.1 Kegiatan Eksplorasi
Kebijaksanaan pemerintah untuk sektor energi dan sumber daya mineral diantaranya adalah menarik para investor agar bersedia menanamkan modalnya di sektor migas Indonesia. Hal ini dimaksudkan guna meningkatkan kegiatan eksplorasi di Indonesia pada umumnya dan eksplorasi pada daerah frontier. Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya tentang data geosains migas, yang diatur berdasarkan UU No.22 tahun 2001 tentang Migas dan Peraturan Pemerintah No.35 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas, disebutkan bahwa semua data yang diperoleh operator pertambangan minyak dan gas bumi, baik oleh Pertamina maupun Kontraktor Bagi Hasil adalah milik Negara dan dikelola oleh pemerintah cq Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan eksplorasi mencakup kegiatan seismik dan pemboran sumur eksplorasi. Kegiatan ini pada intinya mencari data sebagus mungkin dengan mengacu pada success ratio dari setiap pemboran sumur eksplorasi. Serta data ini dipakai sebagai bahan untuk penyiapan wilayah kerja baru blok perminyakan. Dari data yang dimiliki dapat dilihat bahwa kegiatan eksplorasi di darat masih dominan, sehingga menyulitkan pemerintah untuk menyiapkan blok-blok baru karena kurangnya data di wilayah perairan. Untuk mengantisipasinya pemerintah membuka kesempatan kepada pihak ketiga untuk melakukan kontrak kerja sama dengan pemerintah dalam upaya menyiapkan data baru dengan cara survei spekulatif.
5.26%
3.18%
3.10%
2.39%
2.78%
0.14%
0.43%
0.20%
0.19%
0.20%
Selain akibat dari penurunan secara alami, penurunan produksi minyak bumi Indonesia juga diakibatkan oleh gangguan-gangguan teknis yang terjadi baik di atas maupun di bawah permukaan bumi. Kendala operasional berupa gangguan keamanan dan terhambatnya pembebasan tanah juga merupakan faktor penyebab turunnya produksi minyak bumi nasional.
Pemerintah menerapkan kebijakan pengembangan dan pemanfaatan gas bumi didasarkan pada prinsip keekonomian. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan pasokan gas bumi oleh produsen gas bumi. Harga gas bumi untuk industri berbasis gas bumi yang produknya dimanfaatkan di dalam negeri ditetapkan Pemerintah berdasarkan keekonomian yang wajar bagi produsen gas bumi dan industri.
Kondisi Pendapatan Negara dengan Asumsi Harga MB Tetap Pendapatan Produksi MB (ribu Harga MB Negara dari MB Tahun barel) (milyar) 2000 451,333.00 $28.39 58,542.90 2001 471,258.90 $28.39 61,127.51 2002 442,491.41 $28.39 57,396.05 2003 400,621.14 $28.39 51,965.01 2004 379,109.84 $28.39 49,174.75 2005 365,943.94 $28.39 47,466.99
Oleh karena itu kita tidak dapat berpegang pada hasil akhir yang berupa pendapatan yang berasal dari sektor minyak bumi. Karena itu diperlukan suatu upaya yang dapat mempertahankan produksi minyak bumi nasional atau jika mungkin meningkatkan jumlah produksi sehingga pendapatan negara yang berasal dari minyak bumi dapat terus dipertahankan tanpa menggantungkan diri kepada harga minyak bumi di pasaran dunia.
sebanyak 20 perusahaan atau sebesar 14,6%. Dari 20 perusahaan tersebut baru 10 perusahaan yang sudah produksi sedangkan sisanya masih belum berproduksi. Pemerintah telah melakukan upaya untuk memperbesar keterlibatan perusahaan nasional dalam pengelolaan sumber daya migas nasional melalui lelang ataupun penawaran langsung. Keterbatasan perusahaan dalam hal dana merupakan hambatan terbesar bagi perusahaan nasional untuk dapat berkontribusi dalam pengelolaan migas nasional. Sehingga sampai saat ini keterlibatan perusahaan nasional dalam hal pengelolaan sumber daya migas masih sangat kecil.
harga patokan dengan harga jual eceran tersebut disubsidi oleh Pemerintah, dimana pada tahun 2006 jumlahnya mencapai Rp. 64,212 trilyun. Hal tersebut dilakukan karena kondisi perekonomian nasional yang masih tidak mendukung sehingga memaksa pemerintah untuk melakukan subsidi pada BBM untuk kalangan masyarakat tertentu. Akibat dari adanya subsidi pada jenis BBM tertentu ini telah membuat tidak adanya dorongan untuk pembuatan kilang minyak baru di Negara kita. Hal ini berdampak pada sistem penyediaan bahan bakar Negara kita dimana jumlah supply bahan bakar tidak mengalami peningkatan sementara jumlah permintaan terus meningkat dengan pesat. Keadaan yang demikian memaksa untuk dilakukannya impor bahan bakar minyak yang jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat yang menyebabkan ketergantungan akan supply dari Negara lain. Kondisi seperti ini akan menyebabkan kestidakstabilan perekonomian dan juga ketahanan nasional, karena dengan adanya sedikit perubahan pada harga minyak dunia (baik naik ataupun turun) akan menyebabkan gangguan pada kondisi perekonomian nasional.
semaksimal mungkin untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhan BBM dalam negeri,tanpa memperhatikan atau mengatisipasi perkembangan kualitas BBM dimasa depan. Nampak bahwa konfigurasi kilang minyak cukup sederhana dengan kapasitas secondary proses yang cukup kecil. Dewasa ini ketika dampak pembakaran BBM terutama pada sector transportasi semakin merusak kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan manusia, maka dunia secara bertahap segera mengupayakan penyediaan BBM yang lebih ramah lingkungan. Sebagai contoh pada saat ini hanya tinggal beberapa Negara saja di dunia ini yang masih menggunakan BBM jenis Bensin Bertimbal termasuk Indonesia (satu-satunya Negara di ASEAN). Untuk dapat menyediakan Bensin Tanpa Timbal guna memenuhi seluruh kebutuhan Bensin dalam negeri, sangat dibutuhkan sejumlah besar komponen mogas beroktan tinggi (HOMC) sebagai pengganti Timbal (TEL), yang sangat terbatas produksinya dari kilang minyak dalam negeri. Karena itu dibutuhkan impor HOMC dalam jumlah besar yang tentunya akan sangat berpengaruh pada keuangan Negara disamping menimbulkan ketergantungan pada Negara lain. Hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap kualitas BBM yang ramah lingkungan pada saat ini adalah pembatasan pada kandungan Aromatik, Olefin, Benzene, Sulfur dan Oxygenate.
eksplorasi oleh Kontraktor KKS diberikan insentif untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi pada obyektif baru yang umumnya terdapat di Indonesia Timur yang selama ini belum dilakukan dengan menerapkan konsep eksplorasi baru, khususnya dilakukan pada lapisan Pra Tersier dan wilayah laut dalam. Hasilnya antara lain telah dan siap diproduksikan di wilayah Grissik Jambi, Pulau Seram, Laut Arafuru, Bintuni Irian Jaya (Proyek Tangguh) dan West Seno Selat Makasar Kaltim. Intensifikasi eksplorasi juga mulai dilakukan terhadap potensi gas metana batubara
(coalbedmethane/CBM) dan gas hydrate yang keberadaannya tersebar diberbagai cekungan sedimen Tersier dan wilayah laut dalam dengan nilai cadangan yang cukup menjanjikan. Sedangkan ekstensifikasi eksplorasi dilakukan dalam rangka keamanan suplai energi (energy security) jangka panjang sehingga dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri ekstensifikasi eksplorasi terutama diarahkan ke daerahdaerah terpencil (remote area) yang pada umumnya kurang infrastruktur. Adapun ekstensifikasi ke luar negeri antara lain dilakukan oleh BUMN dan swasta nasional ke negara-negara Timur Tengah (Irak, Libia, Yaman) dan Asean (Myanmar, Malaysia, Thailand).
pengurasan primer telah berlangsung cukup lama sejak jaman kolonial dan sekarang telah melewati puncak produksi hingga cadangan nasional terambil lebih dari 75%. Untuk menguras sisa cadangan nasional tersebut sudah
45 40 Persentasi 35 30 25 20 1990
1995
2000 Tahun
2005
2010
Seperti dapat dilihat pada gambar di atas, terlihat bahwa persentasi penerimaan sektor migas terhadap penerimaan total negara semakin kecil dari tahun ke tahun. Hal
IV.6 Peningkatan Penggunaan Barang dan Jasa Hasil Produksi dalam Negeri.
Tingkat belanja pengeluaran (expenditure) di Kegiatan Usaha Hulu Migas pada tahun 2005 ini mencapai US$ 8.167 juta, oleh karena itu hal ini perlu dioptimalkan pemanfaatan penggunaan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri. Selama ini industri barang dan jasa dalam negeri sebagai penunjang kegiatan usaha Migas belum dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan sesudah sekian lama diberi kemudahan (preferensi harga). Preferensi harga tidak pernah dinikmati oleh produsen barang dan jasa dalam negeri, karena hanya digunakan sebagai alat evaluasi penawaran harga akhir. Pada kenyataannya apabila tender dimenagkan
oleh produsen barang dan jasa dalam negeri, maka selalu harus mengalami negosiasi sehingga harga penawaran produsen dalam negeri harus sama atau lebih murah dibandingkan penawaran barang dan jasa ex. Impor. Untuk memenuhi harapan pemakai barang dan jasa, maka industri barang dan jasa dalam negeri, harus meningkatkan daya saing melalui manajemen yang sehat dan efisiensi produksi. Kompetisi bisnis harus dilakukan secara sehat melalui peningkatan kualitas yang memenuhi persyaratan/standar internasional, harga yang kompetitif berbasis Total Cost Ownership (TCO), waktu suplai (delivery time) yang wajar sesuai waktu standar pabrik dan layanan purna jual yang memadai.
penurunan. Diharapkan pada masa yang akan datang melalui suatu mekanisme yang baik, jumlah tenaga kerja asing di Indonesia dapat dikurangi dan digantikan dengan tenaga kerja Indonesia yang memiliki kompetensi.
1694 1335
1602 1209
1669 1401
2004
2005
Tahun
Jumlah TKI berkompetensi
IV.9 Community Development sebagai agen pembangunan daerah sekitar kegiatan Migas
Minyak dan gas bumi merupakan SDA yang bersifat tidak dapat diperbaharui, oleh karena itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat di sekitar kegiatan migas saat minyak dan gas bumi sudah tidak lagi dihasilkan di daerah tersebut. Community Development (Pengembangan Masyarakat) di sekitar kegiatan migas dilakukan dengan tujuan meningkatkan taraf hidup dan kemandirian masyarakat yang isinya telah diatur di dalam UU No.22 tahun 2001 dan wajib dimuat di dalam kontrak kerja. Pelaksanaan program ini terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Community Service (pelayanan), Community Empowering (Pemberdayaan) dan Community Relation (hubungan). Diharapkan dengan 3 jenis program tersebut dapat tercipta suatu peningkatan taraf hidup masyarakat di sekitar kegiatan migas baik dalam hal fasilitas/infrastruktur publik, kualitas Sumber Daya Manusia, dan juga perekonomian. Selain itu juga diharapkan akan menciptakan suatu sinergi antara perusahaan dengan masyarakat sekitar sehingga terwujud kegiatan migas yang aman dan dapat diterima oleh masyarakat.
hutan seluas dua kali lipat dari luas yang dipakai secara clear and clean, dan bila hal tersebut tidak dapat dilaksanakan maka Kontraktor wajib menggantikan dengan kompensasi sebesar 1% dari jumlah produksi. Pengaturan tersebut sangat tidak kondusif bagi Kontraktor, karena tidak aplikatif atau sulit dilaksanakan dan juga berakibat pada biaya tinggi (high cost). Adapun permasalahan tumpang tindih lahan dengan Kuasa Pertambangan yang Izinnya dikeluarkan oleh Pemda setempat, adalah tidak adanya koordinasi secara baik antara Pemda setempat dengan Pemerintah Pusat dan Kontraktor sebelum dikeluarkannya Izin tersebut. Hal tersebut berakibat pada munculnya permasalahanpermasalahan di lapangan antara Kontraktor Migas dan Perusahaan pelaksana Kuasa Pertambangan.
mendapatkan hak PI, BUMD yang bersangkutan harus mencari partner swasta lain sebagai investor untuk mendukung pendanaan sehingga tujuan dari pemberian hak PI kepada daerah tidak mencapai sasaran secara tepat. Hal tersebiut juga berdampak apabila BUMD tidak siap akan menghambat dimulainya produksi migas oleh kontraktor di wilayah kerjanya.