Anda di halaman 1dari 6

RESUME ASPEK PULMONOLOGIS INFEKSI OPORTUNISTIK PADA INFEKSI HIV/AIDS

I.PENDAHULUAN Latar belakang : Human Immunodeficiency virus (HIV) adalah virus penyebab AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dimana penyakit tersebut ditandai seperti infeksi oportunistik dan atau beberapa jenis keganasan tertentu yang diakibatkan oleh keadaan berkurangnya fungsi imun penderita akibat infeksi HIV. Dan dilihat banyaknya penyakit saat ini yang disebabkan oleh HIV dan dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi dari hal tersebut,baik komplikasi berupa infeksi pernapasan maupun komplikasi lainnya,dan bisa terpapar secara kronis terhadap bahan-bahan infeksius maupun noninfeksius dari luar (eksogen) dan (endogen) dari dalam.dan langsung melemahkan sistem imun. Hampir 65% penderita AIDS mengalami komplikasi pulmonologis,disebabkan oleh

jamur,bakteri,kuman,sedangkan untuk virus lebih jarang terjadi. Pada komplikasi terdapat penurunan konsentrasi igG pada paru itu akibat dari gangguan makrofag alveolar dalam merangsang igG di sel B. TUJUAN : Dari penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui komplikasi-komplikasi dari penyebab HIV,dan untuk mengetahui diagnosis dari penyakit yang ditimbulkan dilihat dari gejala-gejala yang dilihat dan dialami. MANFAAT : Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara pengobatan dari penyakit-penykait komplikasi dari HIV,dan untuk mengetahui cara pencegahan nya.

II.TINJAUAN PUSTAKA : Komplikasi pulmonologis pada infeksi HIV merupakan konsekuensi anatomis paru sehingga terpapar secara kronis terhadap bahan-bahan infeksius maupun noninfeksius dari luar (eksogen)dan (endogen) paparan secara hematogen tehadap virus untuk melemahkan sistem imun. EFEK INFEKSI HIV PADA PARU Makrofag dan limfosit alveolar yang terdapat di permukaan epitel alveoli adalah sel defender utama parenkim paru-paru.untuk molekul CD4 pada permukaan sel merupakan receptor untuk masuknya HIV dan untuk masuknya virus melalui kerja sama dengan ko-reseptor kemokin. Makrofag alveolar merupakan reservoir HIV yang utama. Pada paru,CD4 terdapat pada permukaan makropag alveolar dan ko-reseptordan yang paling berperan itu adalah CCR5. Sebagai reaksi defensif lokal paru terhadap masuknya virus dengan bantuan limfosit CD4 (Thelper),maka limfosit CD8 merupakan efektor sistem imunitas seluler,membunuh sel yang terinfeksi HIV melalui cytotoxic T-cell lymphocyte (CTL) CD8. Sel limfosit sitotoksik CD8 akan aktif dan berproliferasi sebagai respon terhadap adanya epitope virus HIV sehingga menekan replikasi virus secara langsung. Pada bahasan yang lainnya didapatkan abnormalitas dari sel B terjadi pada masa-masa awal infeksi.untuk penurunan dari ko9nsentrasi igG pada paru kemungkinan akibat gangguan kemampuan makrofag alveolar dalam merangsang igG dari sel B. untuk paparan terhadap infeksi mikroorganisme tertentu,misalnya P carinii akan merangsang produksi TNF-oleh makrofag alveolar,kemudian akan menggangu sintesis protein surfaktan,dan akhirnya terjadi deplesi natural antiviral factor pada paru. PNEUMOCYSTIS CARINII PNEUMONIA Pneumocystis carinii diklasifikan sebagai jamur. PCP merupakan oprtunistik tersering pada infeksi HIV/AIDS.cara penularan nya pada manusia bisa melalui rute respirasi,dan reservoirnya bersumber dari lingkungan atau manusia lainnya. Kemudian setelah terpapar P carinii tadi menempel pada sel epitel alveolar dan merupakan tahap yang penting untuk terjadinya respon imun.

Ciri-ciri dari PCP adalah batuk non produktif,rasa berat di dada dan sesak yang progresif dalam beberapa hari sampai minggu. Pada pemriksaan fisik didapatkan

sesak,hipoksia,takipneu,takikardi dan reles kering (cellophane) pada auskultasi paru. Karakter untuk PCP pada infeksi HIV/AIDS dilihat dari banyaknya jumlah patogen di paru dengan jumlah netrofil yang lebih sedikit dan berhubungan dengan oksigenasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan PCP tanpa infeksi HIV/AIDS. Untuk diagnosis PCP dibuat berdasarkan bukti histopatologi,bronkoskopi dengan BAL atau induced sputum kemudian analisis imunofluoresensi. TUBERKULOSIS PARU Tuberkulosis paru (TB paru) menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita. Infeksi M tuberculosis merangsang makrofag memproduksi TNF-,IL-1 dan IL-6 yang menyebabkan peningkatan replikasi virus HIV. Jadi antara HIV dan tuberkulosis terjadi interaksi patogenik 2 arah yang memperburuk prognosis penderita. Pada umumnya presentasi dari radiologis Tb parupada penderita infeksi HIV dengan CD4>350 sel/L sama dengan penderita tanpa infeksi HIV,pada gambaran radiologis menunjukkan adanya fibroinfiltrat pada lobus umumnya pada lobus atas paru dengan atau tanpa kavitas. Pendekatan diagnosis TB pada penderita HIV menggunakan pemeriksaan non-rutin misalnya dengan BACTEC(metode radiometrik dengan mengukur kadar karbon dioksida yang dihasilkan dari asam lemak oleh M tuberkulosis dan pemeriksaan PCR. Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama dengan infeksi HIV namun pada beberapa study didapatkan tingginya angka kekambuhan pada penderita yang menerima obat anti tuberkulosis selama 6 bulan dibandingkan dengan 9-12 bulan. Pada sekitar 36% penderita tuberkulosis aktif yang mendapatkan OAT dan ARV terjadi reaksi paradoksal(kemungkinan terjadinya imun restitution) dengan tanda dan gejala seperi demam tinggi,limfadenofati dan memburuknya gambaran radiologi toraks. Tindakan profilaksis terhadap infeksi patogen lainnya menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita tuberkulosis dengan infeksi HIV/AIDS . profilaksis diberikan apabila terbukti tidak ada TB aktif.obat yang diberikan profilaksis adalah isoniazid selama 9 bulan dengan dosis harian

atau 2 kali seminggu,atau salah satu dari pirazinamid,rifampisin atau rifabutin selama 2 bulan dengan dosis harian. MIKOSIS PARU Mikosis paru pada infeksi HIV/AIDS merupakan suatu progresi infeksi primer atau reaktivasi dari kondisi laten yangb akhirnya bermanifestasi karena kondisi imun yang menurun. Tanda dan gejalanya tidak spesifik,umumnya berupa deman,berkeringat,rasa lelah,dan sakit kepala,mengeluh batuk,sesak dan nyeri dada. Gambaran radiologis thoraks umumnya berupa pneumonia interstisial yang difus dengan dengan infiltrat interstisial,namun gambaran lain seperti konsolidasi fokal atau keseluruhan paru,bayangan ground-glass,nodul-nodul militer,cavitas,efusi pleura dan limfadenopati hilus dapat pula ditemukan. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan hasil biopsi,dan secara mikroskopis detemukan adanya kriptokokus pada jaringan atau granuloma. Namun secara klinis dan laboratoris,diagnosis dapat ditentukan dengan crytococcal antigen tes yang sensitif dan spesifik. PNEUMONIA BAKTERIAL Risiko untuk terjadinya pneumonia bakterial pada infeksi HIV adalah 7,8 kali lipat dibandingkan tanpa infeksi HIV. Mudahnya terjadi pneumonia bakterial ini adalah akibat berbagai faktor termasuk defek kualitatif sel B sehingga mengurangi kemampuan pembentukan antibodi yang pathogen-specific,menganggu fungsi dan atau jumlah netrofil serta faktor non-HIV lainnya seperti Intravena Drug User (IVDU),merokok,alkoholisme,dan penyakit penyerta lainnya. Diagnosis pneumonia bakterial pada penderita HIV/AIDS sama dengan tanpa infeksi HIV dengan dasar klinis,laboratoris dan radiologis untuk terapi empiris. Kultur sputum rutin dilakukan untuk mengetahui etiologi dan kepekaan kuman tehadap antibiotik. Penatalaksanaan pada dasarnya membidik pada patogen yang tersering menjadi etiologi terutama S pneumoniae dan H influenzae. Srategi pencegahan yang paling efektif adalah optimalisasi terapi ART. PNEUMONIA VIRAL

Selain cytomegalovirus (CMV),infeksi virus lainnya sangat jarang terdiagnosis. Infeksi CMV tidak selalu dapat terdiagnosis pre mortem karena adanya masa inkubasi yang panjang dan laten tanpa perubahan morfologi yang khusus serta sulinya mendapatkan sampel biopsi atau sitologi yang tepat. Walaupun CMV adalah virus tersering yang menyebabkan infeksi paru pada AIDS,tapi biasanya timbul bersama-sama dengan infeksi patogen lainnya ataupun dengan infeksi CMV ditempat lain dan sangat jarang sebagai infeksi tunggal. Gejala klinis yang sering timbul adalah panas,sesak,dan batuk yang non produktif .gambaran radiologis thoraks barvariasi dan tidak spesifik berupa infiltrat. Hipoksemia menunjukkan prognosis yang buruk dengan mortalitas sekitar 40%. Belum ada terapi maintenance yang direkomendasikan. III.METODOLOGI PENELITIAN Tempat penelitian nya ada di rumah sakit,dari hasil penelitian diperoleh dari cara pemeriksaan mikrobiologi,radiologi,histopatologi,dan pemeriksaan fisik. Dan setiap penyakit berbeda cara penelitiannya. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dan perbandingan dari penelitian tersebut yaitu banyak komplikasi pulmonologis pada infeksi HIV dan kompliksi-komplikasi tersebut bisa berupa pneumocystic,tuberkulosis paru,mikosis paru,dan cara pengobatan dari komplikasikomplikasi tersebut berbeda-beda dan tergantung dari jenis penyakitnya. V. KESIMPULAN Alasan yang sering terjadi komplikasi pulmonologis pada infeksi HIV adalah : Konsekuensi anatomis paru sehingga terpapar secara kronis terhadap bahan-bahan infeksius maupun noninfeksius (eksogen) Juga terjadi paparan secara hematogen terhadap virus HIV (endogen) yang melemahkan sistem imun.

Anda mungkin juga menyukai