Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN Latar belakang Dewasa ini ragam pemilihan bahasa hukum sangat diperhatikan.

Dalam penggunaannya bahasa hukum sangat sulit sekali dipahami. Suatu ragam bahasa, terutama bahasa hukum,tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosa kata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situsasi pmbicaraan,pelaku usaha,dan bicara dan topic pembicaraan(fishman ed, 1968; spradley,1980). Putusan MK merupakan ragam bahasa hukum yaitu hukum tertulis. Putusan MK meliputi menguji Undang Undang terhadap UUD 1945, memutuskan kewenangan antara lembaga negara, memutuskan perselisihan hasil pemilu dan memutuskan pembubaran partai politik. MK merupakan pengawal (pengawas) konstitusi, dalam arti bahwa konstitusi yang telah ada ini harus dihormati tidak oleh dilanggar, diinjak-injak oleh siapa pun. MK disebut juga Pegawal Demokrasi, dalam arti MK harus mampu melindungi hakhak asasi dari setiap warga negara. Dalam Putusan MK Nomor 145/PHPU.D-VIII/2010 mengenai perselisihan hasil pilkada di Kabupaten Minahasa Utara tahun 2010. Membatalkan berlakunya Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tingkat Kabupaten/Kota Oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Minahasa Utara, tanggal 11 Agustus 2010. Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Minahasa Utara untuk melakukan pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Minahasa Utara di seluruh TPS di Kecamatan Wori. Penggunaan ragam bahasa hukum dalam putusan MK Nomor 145/PHPU.DVIII/2010 kurang diperhatikan. Dengan kata lain banyak putusan MK mencontoh dari putusan sebelumnya (secara garis besar). Pemilihan tanda baca (titik, koma), penggunaan kata, bentukan kata, pemilihan istilah dan penyusunan kalimat dalm putusan MK. Secara keseluruhan penyusunan putusan tersebut jauh dari sempurna.

Dalam analisis ragam bahasa hukum penulis memilih menganalis ragam bahasa hukum yaitu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 145/PHPU.D-VIII/2010 Dari latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penggunaan tanda baca (titik, koma) dalam putusan MK tentang perselisihan pilkada di kabupaten Minahasa Utara tahun 2010? 2. Bagaimana penggunaan kata dan bentukan kata dalam putusan MK tentang perselisihan pilkada di kabupaten Minahasa Utara tahun 2010? 3. Bagaimana pemilihan istilah dalam putusan MK tentang perselisihan pilkada di kabupaten Minahasa Utara tahun 2010? 4. Bagaimana penyusunan kalimat dalam putusan MK tentang perselisihan pilkada di kabupaten Minahasa Utara tahun 2010? Untuk memperjelas pokok masalah dan menghindari terjadinya penyimpangan terhadap pembahasan masalah maka pembahasan ini dibatasi pada permasalahan yang berkaitan pemilihan tanda baca (titik, koma), penggunaan kata, bentukan kata, pemilihan istilah dan penyusunan kalimat dalm putusan MK. Tujuan penulisan analisis ragam bahasa hukum Putusan MK yaitu untuk menganalis putusan MK mengenai ragam bahasa hukum (hukum tertulis) Ssuai dengan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia yang telah disempurnakan. Karena masih banyak penulisan yang salah dan dapat menyebabkan akibat hukum yang salah dan berbeda tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam putusan tersebut.

PEMBAHASAN
1. Penggunaan tanda baca (titik, koma) dalam putusan MK tentang perselisihan pilkada di

kabupaten Minahasa Utara tahun 2010. Dalam pertimbangan hukum dalam setiap pembahasan suatu paragraf di akhiri dengan titik koma (;) Menimbang bahwa terhadap Pemungutan Suara Ulang di seluruh TPS di Kecamatan Wori yang dilaksanakan berdasarkan Putusan Sela Mahkamah Konstitusi Nomor 145/PHPU.D-VIII/2010 bertanggal 2 September 2010 tersebut, Pemohon mengajukan permohonan pembatalan terhadap Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Di Tingkat Kabupaten Oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Minahasa Utara tertanggal 8 Oktober 2010 dan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Minahasa Utara Tahun 2010, yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada hari Selasa tanggal 12 Oktober 2010 sesuai Tanda Terima Nomor 2087/PAN.MK/X/2010. Pemohon mengajukan bukti tertulis tambahan yaitu Bukti P-1 sampai dengan Bukti P-31. Pihak Terkait juga mengajukan Laporan Bukti-Bukti Pelanggaran Pasangan Calon Nomor Urut 4 (Fransisca M.Tuwaidan dan Willy EC Kumentas) Dalam Rangka Pemungutan Suara Ulang (PSU) Di Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2010, yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada hari Kamis tanggal 21 Oktober 2010 sesuai Tanda Terima Nomor 2137/PAN.MK/X/2010 dan mengajukan bukti tertulis tambahan yaitu Bukti PT-9 sampai dengan Bukti PT-19. Dalam kalimat terakhir paragraf di atas tidak menggunakan titik koma, melainkan menggunakan tanda titik. Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan. Pada paragraf yang lain dapat dibandingkan pada akhir paragraf menggunakan titik koma.

Menimbang bahwa berdasarkan Putusan Sela Mahkamah Konstitusi Nomor 145/PHPU.D-VIII/2010 bertanggal 2 September 2010, Termohon telah melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Kecamatan Wori pada tanggal 6 Oktober 2010 sebagaimana dinyatakan oleh Termohon dalam Laporan Hasil Pemungutan Suara Ulang Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Minahasa Utara Di Kecamatan Wori, yang selanjutnya Termohon telah melaksanakan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Di Tingkat Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2010 pada tanggal 8 Oktober 2010, sebagaimana dinyatakan oleh Termohon dalam Surat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Minahasa Utara Nomor 197/KPU-MU-/X/2010 bertanggal 11 Oktober 2010 perihal Laporan; Menimbang bahwa setelah Mahkamah mencermati dengan saksama laporan Termohon, keberatan dari Pemohon, Laporan dari Pihak Terkait, laporan Panitia Pengawas Pemilukada Kecamatan Wori, surat keterangan tertulis Panwaslukada Kabupaten Minahasa Utara, serta memeriksa bukti-bukti tertulis tambahan dari Pemohon, Termohon dan Pihak Terkait, menurut Mahkamah, tidak terdapat hal-hal dan keadaan baru yang didukung bukti-bukti tertulis tambahan yang meyakinkan Mahkamah, bahwa hal-hal dan keadaan baru a quo dapat mempengaruhi hasil perolehan suara, sehingga secara signifikan dapat mempengaruhi hasil perolehan suara dari masing-masing pasangan calon. Oleh karenanya, Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut keberatan Pemohon a quo terhadap pemungutan suara ulang yang dilakukan oleh Termohon, yang dilaksanakan berdasarkan Putusan Sela Mahkamah Konstitusi Nomor 145/PHPU.D-VIII/2010 bertanggal 2 September 2010. Untuk menjamin kepastian hukum yang adil, Mahkamah harus segera menjatuhkan putusan akhir dalam perkara a quo. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengingat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844), dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
2. Penggunaan kata dan bentukan kata dalam putusan MK tentang perselisihan pilkada di

kabupaten Minahasa Utara tahun 2010. Dalam penggunaan bentukan terdapat kesalahan dalam penggunaan huruf tebal. Dalam paragraf pertama putusan mahkamah konstitusi tersebut. Contoh: Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan Putusan Akhir dalam perkara permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2010, yang diajukan oleh: . . . . Menimbang bahwa berdasarkan Putusan Sela Mahkamah Konstitusi Nomor 145/PHPU.D-VIII/2010 bertanggal 2 September 2010, Termohon telah melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Kecamatan Wori pada tanggal 6 Oktober 2010 sebagaimana dinyatakan oleh Termohon dalam Laporan Hasil Pemungutan Suara Ulang Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Minahasa Utara untuk melakukan pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Minahasa Utara di seluruh TPS di Kecamatan Wori; Penggunaan huruf tebal pada kelompok kata menjatuhkan putusan akhir seharusnya menggunakan huruf miring saja tidak menggunakan huruf tebal. Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring

3. Pemilihan istilah dalam putusan MK tentang perselisihan pilkada di kabupaten Minahasa Utara tahun 2010. 4. Penyusunan kalimat dalam putusan MK tentang perselisihan pilkada di kabupaten Minahasa Utara tahun 2010.

SIMPULAN
1. Dalam penggunaan tanda baca perlu ketelitian. Penggunaan titik koma dalam putusan

pengadilan harus hati-hati. Memang terlihat tidak terlalu penting tetapi jika terdapat kesalahan dapat berakibat fatal bagi para pihak yang berperkara.
2. Dalam uraian di atas dapat disimpulkan Penggunaan bentukan kata dalam kalimat sangat

penting. Penggunaan huruf besar pun harus diperhatikan. Jika tidak sesuai dengan pedoman umum ejaan bahasa indonesia yang disempurnakan, dapat mengurangi kekuatan putusan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Isien brooo

Anda mungkin juga menyukai