Anda di halaman 1dari 4

Pengorbanan Alice

Prrangggg Gian melempar piring berisi makanan yang diberikan Alice padanya. Pecahan piring dan makanan berserakan di lantai. Alice mundur karena kaget.

Apa pedulimu denganku? Pergi! bentak Gian pada Alice yang membuatnya semakin kaget. Gi, aku tau ini berat, aku ngerti ba .. Tahu apa kamu dengan perasaanku? Gian memotong kata-kata Alice. Gak ada satupun yang ngerti gimana perasaanku sekarang. Gak ada yang peduli denganku bahkan orangtuaku sendiri, dan kamu gak perlu repot-repot memperhatikan. Gian kalap. Alice benar-benar mundur kali ini, belum pernah dia melihat Gian seperti ini. Dia tau Gian sedang banyak masalah, tapi dia tak menyangka Gian bisa sekalap ini. Tak ada gunanya memaksakan diri pikirnya, Gian mungkin butuh waktu sendiri. Setelah Alice pergi, Gian semakin kalap. Dia melempar semua barang yang ada di kamarnya. Gian terduduk di antara barang-barang yang berserakan. Dia muak dengan semuanya. Kedua orangtuanya hanya sibuk dengan urusan mereka sendiri, jarang ada di rumah, dan kalaupun mereka pulang, maka mereka cuma bertengkar dan saling menyalahkan. Mereka sama sekali tak peduli dengan Gian. Segala cara sudah dilakukan Gian agar orangtuanya mau memperhatikannya, tapi tetap tak ada hasilnya. Bahkan ketika Gian hampir dikeluarkan dari sekolah karena memukuli temannya sampai harus masuk rumah sakit, orangtua Gian malah bertengkar dan saling melempar kesalahan. Gian merasa benar-benar putus asa. Dan terakhir yang membuat Gian makin tertekan adalah kenyataan bahwa ternyata Gian bukan anak kandung orangtuanya, dia cuma anak angkat, dan selama ini orangtuanya merahasiakan kenyataan itu. Gian tak sengaja mendengarnya waktu mereka bertengkar. Gian tak bisa menerima keadan ini. Untuk apa harta yang melimpah, untuk apa kehidupan yang mewah, kalau kenyataannya dia tak bahagia. Selama ini, cuma Alice yang selalu menemaninya. Alice adalah temannya dari kecil. Kepada Alice lah dia menumpahkan semua kekesalannya, tempat dia berbagi suka dan duka. Tapi sekarang Gian separti kehilangan kepercayaan. Dia tak bisa percaya siapa pun lagi. Baginya semua hanya pura-pura. Dia benci semuanya.

Alice datang besoknya. Dia berharap Gian sudah tenang lagi. Tapi ternyata dia salah, Gian masih bersikap sama. Mau apa lagi kamu kesini? Apa kamu gak ngerti juga? Udahlah, di dunia ini emang gak ada yang peduli sama aku, semua cuma pura-pura. Pergi sana! Dasar cewek gak tau diri. Aku gak mau liat muka kamu lagi! Gian!! Alice benar-benar tak bisa percaya dengan apa yang didengarnya. Ya, cewek gak tau diri. Puas? Sekarang, pergi dari sini! Alice bagai disambar petir. Dia tak pernah menyangka Gian akan mengatakan kata-kata seperti itu. Alice berlari meninggalkan Gian. Dia tak bisa lagi menahan airmatanya. Dalam keadaan kalut Gian memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Dia tak punya tujuan. Dia cuma ingin pergi walaupun tak tahu kemana. Sebuah benturan keras menghantam Gian. Tubuh Gian terlempar dari motornya dan darah mengalir dari kepalanya. Gian tak tahu lagi apa yang terjadi. Prrang .... Gelas yang dipegang Alice jatuh dari tangannya. Gian. katanya tanpa sadar. *** Gian terbaring di tempat tidurnya, kepalanya dibalut perban. Alice duduk di sebelah tempat tidur Gian. Sudah tiga hari Gian tak sadar, dan selama itu Alice selalu menemani Gian. Dia tak pernah meninggalkan Gian walaupun cuma sebentar. Keadaan Gian sudah membaik setelah sempat kritis karena kehilangan banyak darah. Gi, aku tahu kamu punya masalah yang berat, tapi kamu salah kalau kamu pikir tak ada yang peduli sama kamu. Banyak yang sayang sama kamu, Gi. Dan kalaupun itu memang benar, kamu masih punya aku yang selalu peduli dan sayang sama kamu, aku gak akan ninggalin kamu. Tapi kalau kamu emang gak mau ketemu aku lagi, gak apa-apa, kamu gak usah khawatir, kamu gak akan pernah liat aku lagi. Cepet sembuh ya, Gi. Alice mengecup kening Gian dan menghapus airmatanya sendiri. Alice keluar dari ruang serba putih itu setelah ia berpamitan dengan orangtua Gian yang duduk di ruang tunggu. Alice pergi, bukan cuma dari rumah sakit itu, tapi juga dari Gian. Dia

sudah memutuskan untuk pindah ke Paris dan tinggal bersama orangtuanya yang bekerja disana, mungkin tak akan kembali lagi. Gian mulai membuka matanya, pertama pandangannya masih kabur, kemudian mulai jelas. Yang dilihatnya pertama kali adalah orang tuanya yang tersenyum memandangnya. Gian, kamu sudah sadar sayang? jelas sekali nada lega dalam suara mama Gian. Mama.....Papa...... kata Gian lemah. Maafin mama, Gian. Selama ini mama dan papa terlalu sibuk, kami kurang memperhatikan kamu, sampai dirumah kami malah bertengkar. Maafin mama, Gian. kata mama Gian. Airmata mengalir dipipinya. Iya Gian, maafin papa juga. Walaupun kamu bukan anak kandung kami, tapi kami menyayangi kamu seperti anak kami sendiri. Siapa lagi yang kami sayang kalu bukan kamu. Cuma kamu yang kami pumya. Maafin mama sama papa, karena kami kamu jadi begini. Alice sudah cerita semuanya, selama kamu koma dia yang menjaga kamu, dia juga yang udah mendonorkan darahnya buat kamu. Alice? Dimana Alice? Gian seperti baru tersadar. Mama dan papa Gian terdiam, mereka tak menjawab pertanyaan Gian. Ma, pa, Alice mana? desak Gian. Alice udah pergi. jawab papanya hampir tak terdengar. Pergi? Kemana pa? Kami gak tau Gian, Alice gak bilang. Dia cuma bilang dia bakal pergi dan gak akan kembali lagi kesini, karena dia bilang kamu gak mau ketemu dia lagi. jelas papa Gian. Alice ....... Gian gak sanggup ngomong apa-apa lagi. Dia ingat waktu dia mengatai dan mengusir Alice. Dia tak menyangka kata-katanya waktu sedang emosi itu sudah membuat dia kehilangan teman yang sangat menyayanginya dan rela berkorban demi dirinya walaupun dia sudah menyakiti perasaan Alice. Alice, maafkan aku. kata Gian dalam hati. Cuma itu yang bisa diucapkan Gian.

Tugas Bahasa Indonesia


Membaca Cerpen

Fariza Aulia Putri X-PPB / 14

Anda mungkin juga menyukai