Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Pemikiran Khawarij: Dari Politik ke Teologi: Oleh Dr. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.

Makalah ini akan menfokuskan pembahasan pada aliran Khawarij, yang tercatat dala m sejarah memiliki pandangan-pandangan politik dan teologi yang ekstrem. Pertany aan yang ingin penulis teliti jawabannya adalah latar belakang apa yang menyebab kan Khawarij tidak saja mempunyai pandangan-pandangan politik dan teologi yang e kstrem tapi juga berperilaku keras bahkan cenderung kejam. Mereka, kata Abu Zahr a, suka menyabung nyawa dalam bahaya meskipun tidak ada pendorong untuk berbuat itu. Ironisnya mereka sangat kejam dan sama sekali tidak toleran dengan perbeda an pendapat sesama Muslim, tapi sangat toleran dengan Ahlul Kitab. Tapi sebelum menganalisis masalah di atas penulis akan deskripsikan terlebih dah ulu asal usul dan perkembangan Khawarij, dengan tekanan pada asal usul, untuk da pat melihat secara jelas bagaimana persoalan politk diberi legitimasi teologi di samping alasan teknis terbatasnya halaman untuk berbicara panjang lebar tentang perkembangan Khawarij masa-masa selanjutnya. Sedangkan mengenai doktrin pemikir an politik dan teologi Khawarij itu sendiri tidak penulis bicarakan secara khusu s, tetapi hanya beberapa doktrin diungkapkan dalam perjalanan bahasan kesejaraha n tentang perkembangan pemikiran itu sendiri. Sikap itu diambil karena makalah i ni memakai pendekatan historis, bukan doktriner. Kata kunci: doktrin, teologi, pemikiran Islam, khawarij

this working paper will concentrate discussion in sect of khawarij, wich recorde d in history wich has policies opinions and extreme theology. The question that will be answered is what causes khawarij not even has policies opinions and ext reme wich theology but also berperila hard even inclined cruel. they? ash word z ahra? like to fight cocks soul in danger although there is no organizer to make that. ironically they are very cruel and bot at all tolerant with moslem fellow different idea? but very tolerant with ahlul book. ? but before analyze problem above author description beforehand genesis and development khawarij? with press ure in genesis? to can see clearly how problem politk given theology legitimizat ion beside technical reason the limited yard to speaks detailed about developmen t khawarij times furthermore. while hit policies thinking doctrine and theology khawarij itself not author talks peculiarly? but only several doctrines is unfo lded on the way criticism kesejarahan about itself thinking development. that at titude is taken because this working paper wears to approach historic? not doktr iner. ? This working paper will focus the discussion in sect of Khawarij, which is recor ded in history wich has the political view and exstreem theology. Question which wish the accurate writer of its answer is what any background causing Khawarij not only has the extreme political view and theology but also hard behaviour eve n tend to cruel. They, Dusty word [of] Zahra, like to risk life in danger though [there] no impeller to do that. Ironically they very cruel and lenient [is] not at all with the different idea of Moslem humanity, but very lenient by Ahlul [i s] Buku. But before analysing problem [of] above writer of deskripsikan beforehand genes is and growth Khawarij, with the pressure [of] [at] genesis, to be able to see c learly how problem politk given [by] the legitimasi theology beside technical re ason the limited page;yard to converse elaborate about growth Khawarij [of] a pe riod of/to hereinafter. While hitting political idea doctrine and theology of Kh awarij of writer itself [do] not discuss peculiarly, but only some doctrine laid open on the way history discussion [of] about growth of itself idea. That attit

ude [is] taken [by] because this handing out hence historical approach, non dokt riner. Pendahuluan Kematian khalifah Utsman ibn Affan secara tragis melalui tangan para perusuh tahun 35 H telah menyebabkan terjadinya beberapa peristiwa yang mengguncang tubuh uma t Islam. Salah satu di antaranya adalah perang Shiffien, 2 tahun setelah Ali ibn Abi Thalib dibaiat jadi khalifah menggantikan Utsman. Perang besar antara kubu Ali dengan kubu Muawiyah ibn Abi Sufyan itu, tidak hanya mengoyak umat Islam menjadi dua kubu besar secara politis, tetapi juga melahirka n dua aliran pemikiran yang secara ekstrem selalu bertentangan yaitu Al-Khawarij dan Syiah. Misalnya Khawarij mengkafirkan dan menghalalkan darah Ali setelah per istiwa , sementara Syiah belakangan mengkultuskan Ali demikian rupa sehingga seola h-olah Ali adalah manusia tanpa cacat. Sekalipun semula kedua aliran tersebut be rsifat politik tapi kemudian untuk mendukung pandangan dan pendirian politik mas ing-masing, mereka memasuki kawasan pemikiran agama (baca: teologi) Makalah ini tidak akan membahas kedua aliran ekstrem tersebut, tapi menfokuskan pembahasan pada aliran Khawarij, yang tercatat dalam sejarah memiliki pandanganpandangan politik dan teologi yang ekstrem. Pertanyaan yang ingin penulis teliti jawabannya adalah latar belakang apa yang menyebabkan Khawarij tidak saja mempu nyai pandangan-pandangan politik dan teologi yang ekstrem tapi juga berperilaku keras bahkan cenderung kejam. Mereka, kata Abu Zahra, suka menyabung nyawa dalam bahaya meskipun tidak ada pendorong untuk berbuat itu. Ironisnya mereka sangat kejam dan sama sekali tidak toleran dengan perbedaan pendapat sesama Muslim, ta pi sangat toleran dengan Ahlul Kitab. Tapi sebelum menganalisis masalah di atas penulis akan deskripsikan terlebih dah ulu asal usul dan perkembangan Khawarij, dengan tekanan pada asal usul, untuk da pat melihat secara jelas bagaimana persoalan politk diberi legitimasi teologi di samping alasan teknis terbatasnya halaman untuk berbicara panjang lebar tentang perkembangan Khawarij masa-masa selanjutnya. Sedangkan mengenai doktrin pemikir an politik dan teologi Khawarij itu sendiri tidak penulis bicarakan secara khusu s, tetapi hanya beberapa doktrin diungkapkan dalam perjalanan bahasan kesejaraha n tentang perkembangan pemikiran itu sendiri. Sikap itu diambil karena makalah i ni memakai pendekatan historis, bukan doktriner. Asal-Usul dan Perkembangan Khawarij Pada tahun 37 H Muawiyah, Gubernur Syria memberontak terhadap Amir al-Muminin Ali i bn Abi Thalib. Pemberontakan itu meletus karena dalam suasana berkabung dan emos i yang meletup-letup karena pembunuhan Utsman, Ali mengeluarkan keputusan yang tid ak strategis sebagai seorang kepala negara, yaitu pemecatan Muawiyah dari jabatan Gubernur Syria. Dengan pemecatan itu Muawiyah punya dua alasan untuk melawan Ali. Tidak jelas mana yang lebih dominan, apakah karena ingin menuntut balas atas ke matian Ustman atau ingin mempertahankan jabatannya sebagai Gubernur. Sebelum peperangan meletus, Ali sudah mengirim Jarir ibn Abdillah al-Bajuli untuk berunding dengan Muawiyah. Tapi perundingan tidak berhasil mencegah peperangan karena tuntutan Muawiyah yang terlalu berat untuk dipenuhi oleh Ali. Muawiyah menun tut dua hal: (1) ekstradisi dan penghukuman terhadap para pelaku pembunuhan Amir al Muminin Utsman ibn Afan; dan (2) pengunduran diri Ali dari jabatan Imam (khalifa h) dan dibentuk sebuah Syura untuk memilih khalifah baru. Berbeda dengan Muawiyah yang secara pribadi punya alasan untuk menuntut balas ata s kematian Utsman, penduduk Syria yang mendukungnya memerangi Ali tidaklah dapat d ikatakan juga punya motivasi yang sama. Kalau memang mereka siap mati membela da rah Utsman, hal itu tentu telah mereka lakukan sejak awal-awal begitu Utsman dibun uh. Tetapi setelah Ali mencapai kemenangan dalam perang Jamal, penduduk Syria mel ibatkan diri dalam menentang Ali karena mereka menghawatirkan campur tangan Ali da lam urusan dalam negeri mereka sediri di Syria. Demi untuk melemahkan kedudukan A li penduduk Syria menjadikan pembelaan terhadap Utsman sebagai lambang perjuangan menentang Ali. Sekali lagi sebelum peperangan benar-benar meletus Ali mengirim kembali juru rund ing yang terdiri dari Syabats ibn Aibi al-Yarbui at-Tamimi, Ali ibn Hatim at-Thai, Y azid ibn Qais al-Arhabi, dan Ziyad ibn Khasafah at-Taimi at-Tamimi, untuk merund

ing dengan Muawiyah. Tapi perundingan inipun juga berakhir dengan kegagalan. Makalah ini tidak akan menguraikan tentang perang Shiffien secara rinci, yang pe nting diungkap di sini dalam kaitannya dengan kelahiran aliran Khawarij adalah i de Amru ibn Ash dari pihak Muawiyah untuk memecah belah pasukan Ali dengan mengangka t lembaran mushhaf Al-Quran dengan ujung tombak sebagai isyarat mohon perdamaian dengan bertahkim kepada Kitab Suci Al-Quran. Tiga Sejarawan Muslim besar, At-Thab ari, Ibnu al-Atsir dan Ibnu Katsir menyebutkan peristiwa itu dalam kitab mereka masing-masing. Menurut Amru, tawaran bertahkim kepada Al-Quran itu akan diterima oleh sebagian pengikut Ali dan akan ditolak oleh yang lain. Dengan demikian merek a pecah. Jika sekiranya mereka sepakat toh juga tidak ada ruginya bagi Muawiyah k arena paling kurang sampai waktu tertentu peperangan dapat berhenti. Benar saja, segera saja sebagian pengikut Ali menyerukan untuk menerima tawaran M uawiyah. Ali sendiri menolaknya, karena menurut dia itu hanyalah bagian dari takti k perang Muawiyah. Ali megatakan; Ibdallah, teruslah berada dalam kebenaran dan keyak inan kalian. Teruslah memerangi musuh, karena Muawiyah, Amru, Ibn Abi Muith, Habib, Ibn Abi Sarah dan Dhahhak bukanlah Asshb ad-dn dan bukan pula Ashhb Al-Quran. Saya lebih mengenal mereka dibandingkan kalian. Saya telah bergaul dengan mereka seja k kecil sampai dewasa, mereka adalah anak-anak dan laki-laki dewasa yang jelek. Mereka minta bertahkim kapada kitab Allah, pada hal, demi Allah, mereka mengangk at mushhaf itu hanyalah untuk tipu muslihat belaka. Mendengar seruan Ali mereka me njawab: Mereka mengajak kita kembali kepada Kitabullah, kenapa kita tidak menerim anya? Ali kembali menjawab: Saya memerangi mereka supaya mereka tunduk kepada hukum kitab Allah; karena mereka telah menentang perintah Allah dan melupakan janji m ereka dengan Allah, serta mengabaikan kitab suci itu. Kemudian Misar ibn Fadki atTamimi, Zaid ibn Hushain ath-Thai dan beberapa tokoh lain dari kelompok Al-Qura-salah satu unsur koalisi pasukan Ali--mendesak, bahkan mengancam akan memperlaku kan Ali seperti apa yang telah mereka lakukan terhadap Utsman. Setelah Ali terpaksa mengikuti kehendak mereka, Al-Asyasts ibn Qais menawarkan dir i untuk menemui Muawiyah dan menanyakan apa yang diinginkannya dengan mengangkat mushhaf seperti itu. Ali menyetujuinya. Muawiyah mengatakan: Mari kita kembali kepa da apa yang diperintahkan Allah di dalam Al-Quran. Kalian utuslah seseorang yang kalian sukai dan kami pun akan mengutus seseorang yang kami sukai. Biarkan merek a berdua berunding berdasarkan Kitabullah, kemudian kita ikuti apa yang mereka s epakati. Dengan segera usulan Muawiyah itu disetujui sepenuhnya oleh pasukannya se ndiri dan mereka sepakat mengutus Amru ibn Ash sebagai juru runding. Sementara dar i pihak Ali sekali lagi kelompok yang tadi memaksa Ali menerima perundingan memaks akan kehendak mereka kepada Ali. Mereka menunjuk Abu Musa al-Aysari, sementara Ali menginginkan Abdullah ibn Abbas atau Malik al-Asytar. Sekali lagi Ali terpaksa meng alah kepada keinginan mereka. Abu Musa adalah tokoh yang sudah terlibat dalam fase-fase pertama penaklukkan Ir aq baik sebagai jenderal pasukan maupun gubernur Kufah dan Bashrah. Dia juga per nah menentang kebijakan Utsman dan dipilih oleh kelompok sebagai gubernur Kufah ketika mengusir gubernur tunjukan Utsman, Said ibn Ash. Menurut Shaban, Abu Musa pu nya hubungan politik yang lama tidak tergoyahkan dengan kelompok . Sebaliknya Al i meragukan loyalitas Abu Musa karena Ali pernah memecat Abu Musa dari jabatannya karena kurang aktf dan loyal kepadanya. Perlu dicatat bahwa pada waktu itu Abu Musa tidak ada dalam pasukan, karena dia memencilkan diri ke tanah Hijaz. Waktu utusan memberi tahu bahwa dia telah dipilih sepakai Hakam, Abu Musa berkomentar : Inn lillahi wa inn illaihi rjiun. Tidak jelas bagaimana menafsirkan komentar Abu Musa seperti itu. Yang jelas baik Abu Musa maupun Amru adalah dua tokoh yang sang at mengenal daerah masing-masing. Abu Musa sangat kenal daerah Iraq dan Amru sang at kenal dengan Syiria. Perundingan di Daumah al-Jandal, Azruh itu berjalan cukup lama, sekitar enam bul an, mulai Shafar sampai Ramadhan tahun 37 H. tidak banyak yang dapat diketahui t entang apa saja yang dibicarakan dalam perundingan sehingga memerlukan waktu yan g lama. Kalaupun ada masalah yang alot dibicarakan juga tidak jelas masalah apa itu. Di antara yang terungkap adalah keberhasilan Amru meyakinkan Abu Musa bahwa Muawiyah sebagai wali Utsman paling berhak dibanding siapapun untuk menuntut balas atas kematian Utsman. Waktu Amru membicarakan keterlibatan Ali dalam pembunuhan Uts man, Abu Musa tidak mau melayani. Dia mengajak Amru membicarakan hal yang bisa me

nyatukan umat Muhammad. Kata Abu Musa : Anda tahu, penduduk Iraq sama sekali tida k menyukai Muawiyah, dan penduduk Syiria tidak menyukai Ali. Bukankah lebih baik k ita copot keduanya dan kita angkat Abdullah ibn Umar?. Amru segera menyetujui penda pat Abu Musa dan mengusulkan beberapa nama, tapi Abu Musa hanya menyetujui Ibnu U mar. Karena tidak tercapai kesepakatan siapa yang akan diangkat menjadi Khaifah, akhirnya disepakati menyerahkannya kepada permusyawaratan kaum Muslim. Beberapa sumber kemudian menyebutkan kedua juru runding itu mengumumkan hasil ke sepakatan mereka. Yang duluan bicara adalah Abu Musa, baru kemudian Amru. Tapi ke mudian Amru menghianati Abu Musa dengan secara sepihak mengukuhkan Muawiyah menjad i Khalifah tanpa menurunkannya terlebih dahulu seperti yang disepakati. Harun Na sution yang terkenal berpikiri kritis juga meyakini kelicikan bahkan kecurangan A mru tersebut. Tulisnya : Tradisi menyebut bahwa Abu Musa al-Asyari, sebagai yang te rtua, terlebih dahulu berdiri mengumumkan kepada orang ramai putusan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu. Berlainan dengan apa yang telah disetujui, A mru ibn Ash mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan Ali yang telah diumumkan al-As yari, tetapi menolak penjatuhan Muawiyah. Dalam hal ini penulis sepakat dengan Hasan Ibrahim Hasan yang meragukan kebenara n kisah tersebut. Menurut dia, mengutip Al-Masudi, kedua juru runding tersebut ti dak pernah berpidato menyampaikan hasil perundingan mereka. Mereka memang sepaka t mencopot Ali dan Muawiyah dan menyerahkan kepada permusyawaratan kaum Muslimin u ntuk memilih Khalifah baru. Bahkan Hasan menyetakan para sejarawan telah menzali mi Abu Musa dengan menuduh kalah cerdik dari Amru. Kemungkinan besar pelecehan te rhadap kemampuan diplomasi Abu Musa itu, menurut Hasan, karena pendapat Abu Musa dalam perundingan itu tidak sejalan dengan pendapat Ali dan Bani Hasyim walaupun sejalan dengan pendapat sebagian besar kaum Muslimin waktu itu. Kenapa kemudian kedudukan Muawiyah semakin kokoh di Syiria, bukan karena Amru tela h membaiahnya, tapi karena memangAli tidak lagi punya kekuatan yang cukup untuk me nggempur Muawiyah karena kemudian pasukan koalisinya menjadi lemah sesudah perang Shiffien, apalagi nanti setelah kelompok besar memisahkan diri yang kemudian di kenal dangan kelompok Khawarij. Sementara pendukung Muawiyah semakin solid, apala gi Muawiyah sudah mejadi Gubernur Syria semenjak zaman Umar. Sekarang kita kembali pada kelompok Qurr. Setelah perundingan selesai mereka berba lik menentang Tahkm, padahal tadinya mereka juga mendesak Ali menerima Tahkm. Sekar ang mereka kemukakan alasan-alasan yang bersifat teologis, untuk mendukung panda ngan dan sikap polotik mereka. Menurut mereka, Tahkm salah karena hukum Allah ten tang pertikaian mereka sudah jelas. Mereka yakin kubu Ali lah (dalam konflik deng an kubu Muawiyah) yang berada di pihak yang benar. Kubu Ali yang beriman. Tahkm ber arti meragukan kebenaran masing-masing pihak. Hal itu bertentangan dengan Al-Qura n. Mereka teriakkan L hukma illa lillah (tidak ada hukum kecuali hukum Allah). Me reka meminta Ali mengaku salah, bahkan megakui bahwa dia telah kafir kerena mener ima Tahkm. Mereka desak Ali supaya membatalkan hasil kesepakatan Tahkm. Kalau tuntu tan mereka dipenuhi mereka akan kembali berperang di pihak Ali. Tentu saja Ali men olak. Kesepakatan tidak boleh dilanggar. Agama memerintahkan kita untuk menepati janji. Kalau Ali mungkir janji koalisinya akan semakin pecah. Lagipula bagaimana mungkin dia mau mengakui dirinya telah kafir, padahal dia tidak pernah berbuat musyrik semenjak beriman. Karena tuntutan mereka tidak dipenuhi Ali, akhirnya mereka meninggalkan kamp Ali d i Kufah pergi ke luar kota menuju desa Harura yang tidak seberapa jauh dari Kufa h. Dari nama desa Harura inilah, maka untuk pertama kali mereka itu dikenal deng an nama golongan Al-Harriyah. Di Harura inilah mereka membentuk organisasi sediri dan memilih Abdullah ibn Wahab ar-Rasibi dari Banu Azd sebagai pemimpin mereka. Karena mereka keluar dari kubu Ali itulah kemudian mereka dikenal dengan al-Khawr ij, bentuk jama dari Khriji (yang keluar). Menurut Syahrastani, yang disebut Khrij, adalah siapa saja yang keluar dari (bari san) imam yang hak yang telah disepakati oleh jamaah, baik ia keluar pada masa sa habat di bawah pimpinan al-Aimmah ar-Rsyiddn atau pada masa tabiin atau pada masa i mam mana pun di setiap masa. Secara etimologis Syahrastani benar, tapi secara t erminologi apalagi secara historis nama Khawarij hanya diberikan kepada kelompok yang keluar dari kubu Ali seperti yang disebut di atas, dan disebut juga al-Ha rriyah karena mereka pergi memisahkan diri ke Harura. Tapi dibanding dengan nama-

nama lain yang dipanggilkan kepada mereka maka nama Khawarij lah yang paling um um bisa dipakaikan untuk semua kelompok pecahan Khawarij, sebab dalam perkembang an sekanjutnya kita akan lihat kelompok ini paling mudah memisahkan diri dari ke lompok awalnya karena perbedaan pendapat yang kadang-kadang tidak prinsip. Khurj sudah merupakan dustr mereka. Dalam bahasa Inggris Khawarij ditulis Kharijites d an dialihbahasakan menjadi Seceders, Rebels. Semakin lama kelompok yang meisahkan diri ke Harura semakin membesar, hingga bul an Ramadhan atau Syawal tahun 37 H jumlah mereka sudah mencapai 12.000 orang. Da n kamp mereka kemudian pindah ke Jukha, sebuah desa yang terletak di tepi barat sungai Tigris. Ali berusaha berunding dengan mereka tapi tidak membuahkan hasil. Secara diam-diam sebagian mereka pergi meninggalkan Jukha, berencana pindah ke-A l-Madain tapi ditolak oleh Gubernur setempat. Akhirnya mereka pergi ke Nahrawan. Jumlah mereka berkumpul di Nahrawan mencapai 4000 orang di bawah pimpinan Abbdul lah ibn Wahab ar-Rasibi. Semula Ali tidak menanggapi secara serius gerakan-geraka n orang Khawarij ini, sampai dia mendengar berita tentang kekejaman mereka terha dap orang-orang Islam yang tidak mendukung pendapat mereka. Di antara yang menja di korban adalah Abdullah ibn Khabbab, salah seorang putera sahabat Nabi. Abu Zah ra mengutip kisah kematian putera Khabbab dari buku Al-Kmil karya Al-Mubarrad seb agai berikut : Sekelompok Khawarij berjumpa pada suatu saat dengan seorang Muslim dan seorang Na srani. Mereka membunuh si Muslim tetapi berpesan kepada si Nasrani agar melakuka n kebaikan sambil berseru: Jagalah janji Nabi kalian! Kemudian ketika itu Abdullah ibn Khabab sedang membawa mushaf di pundaknya bersama isterinya yang sdang hamil , berjalan menjumpai mereka. Lentas mereka menegur Adullah, dengan mengatakan, Ses ungguhnya apa yang kamu bawa di pundakmu itu menyuruh kami untuk membunuhmu Bagai mana menurut pendapatmu mengenai Abu Bakar dan Umar? tanya mereka. Abdullah menjawa b, Aku memuji kedua beliau itu. Mereka bertanya pula, Bagaimana pendapatmu mengenai Ali sebelum Tahkm dan mengenai Utsman dalam kekhalifahannya selama enam tahun? Abdul lah menjawab, Aku juga memuji kedua beliau itu Lalu mereka masih bertanya, Bagaiman a pendapatmu mengenai Tahkm? Abdullah menjawab, Sesungguhnya Ali itu lebih tahu tent ang Kitab Allah dari pada kalian semua, lebih taqwa dari kalian dalam beragama, dan beliau lebih mengena pandangannya daripada kalian semua. Maka mereka mengatak an, Kamu ini tidak mengikuti hidayah, tapi kamu hanya mengikuti mereka atas nama mereka. Akhirnya mereka menyeret Abdullah ketepi sungai dan menyembelihnya di san a. Setelah itu mereka tawar menawar dengan orang laki-laki Nasrani tentangn poho n kurma. Orang Nasrani itu megatakan, Ambil saja, pohon kurma itu milik kalian! Me reka menjawab, Demi Tuhan, kami tidak mau membawa kurma ini kecuali dengan harga. Orang Nasrani itu lalu berkata dengan keheranan, Ini benar-benar aneh, kalian ber ani membunuh orang seperti Abdullah ibn Khabab, tetapi kalian tidak mau menerima kurma kami ini kecuali dengan harga. Ali kemudian mengirim utusan membujuk dan menyadarkan mereka. Ali menawarkan kepad a mereka untuk kembali bergabung dengannya bersama-sama menuju Syria, atau pulan g ke kampung masig-masing. Sebagian memenuhi anjuran Ali; ada yang bergabung kemb ali dan ada yang pulang kampung serta ada yang menyingkir ke daerah lain. Namun ada sekitar 1800 orang yang tetap membangkang. Mereka menyerang pasukan Ali pada tanggal 9 Shafar 38 H yang dikenal dengan pertempuran Nahrawan yang mengenaskan itu. Hampir semua mereka mati terbunuh. Hanya delapan orang saja yang selamat. Sejak peristiwa Nahrawan itu lah kelompok Khawarij yang terpencar di beberapa da erah semakin radikal dan kejam. Ali sendiri kemudian menjadi korban dibunuh oleh A bdurrahman ibn Muljam Al-Murdi, yang anggota keluarganya terbunuh di Nahrawan. M emang karena peristiwa Nahrawan ini, walaupun dari segi fisik Ali dapat menumpas habis semua Khawarij yang berada di situ, telah mengakibatkan Ali tidak pernah bi sa berangkat ke Syria. Antara tahun 39 dan 40 H berulangkali orang-orang Khawari j membuat kegaduhan yang menguras Ali untuk menghadapinya. Muawiyah pun, yang sete lah Ali wafat menjabat kedudukan Amirul Muminin dan terkenal hilm (lemah lembut da n arif), selama pemerintahannya yang 20 tahun itu tidak mampu membujuk apalagi me numpas habis Khawarij. Karena keterbatasan halaman makalah ini tidak akan medeskripsikan lebih jauh per kembangan Khawarij sampai masa-masa selanjutnya. Cuma yang perlu dicatat adalah bahwa dalam perkembangan selanjutnya Khawarij terpecah menjadi beberapa kelompok

, karena, seperti sudah diungkap di atas, sudah menjadi dustr mereka kalau berbed a pendapat segera memisahkan diri membentuk kelompok sendiri. Para sejarawan ber beda pendapat tentang jumlah kelompok-kelompok pecahan Khawarij, tapi mereka sep akat jumlahnya tidak kurang dari dua puluh kelompok, sebagian ushl dan yang lain fur. Yang termasuk ushl menurut Abu Hasan Al-Asyary adalah : Al-Azariqah, al-Ibadiy ah, an-Najdiyah dan ash-Shufriyah. Sementara menurut Syahrastani yang masuk ushl adalah al-Muhakkimah al-Ula, al-Azariqah, an-Najdat, al-Baihasiyah, al-Ajaridah, ats-TsaAlibah, al-Ibadhiyah dan ash-Shufriyah. Yang termasuk fur banyak sekali, ti dak relevan kita sebutkan semuanya dalam makalah ini, di antaranya adalah al-Atha wiyah, al-Fadikiyah dan al-Ajaridah. Latar Belakang Ekstremitas Khawarij. Seperti yang sudah diungkap di atas, Khawarij memiliki pemikiran dan sikap yag e kstrem, keras, radikal dan cederung kejam. Misalnya mereka menilai Ali ibn Abi Th alib salah karena menyetujui dan kesalahan itu membuat Ali menjadi kafir. Mereka memaksa Ali mengakui kesalahan dan kekufurannya untuk kemudian bertaubat. Begitu Ali menolak pandangan mereka walaupun dengan mengemukakan argumentasi, mereka me nyatakkan keluar dari pasukan Ali dan kemudian melakukan pemberontakan dan kekeja man-kekejaman. Yang menjadi sasaran pengkafiran tidak hanya Ali bi Abi Thalib sen diri, tapi juga Muawiyah ibn Abi Sufyan, Amru ibn Ash, Abu Musa al-Asyari dan lain-l ain yang mendukung mereka. Dalam perkembangan selanjutnya mereka perdebatkan apa kah Ali hanya kafir atau musyrik. Untuk mendukung pandangan mereka baik dalam aspek politik maupun teologi, mereka menggunakan ayat-ayat Al-Quran. Misalnya ; kelompok al-Azariqah, tidak hanya men yatakan Ali kafir, tapi juga mengatakan ayat; Wa min an-nsi man yujibuka qauluhu fi al-hayh ad-dunya wa yusyhidullah ala m fi qalbihi wa huwa aladdu al-khshm) diturunk an Allah mengenai Ali sedangkan tentang Abdurrahman ibn Muljam yang membunuh Ali Al lah menurunkan ayat (wa minannsi man yasyri nafsahu ibtigha mardhtillah). Mereka g ampang sekali menggunakan ayat-ayat Al Quran untuk menguatkan pendapat-pendapat m ereka. Yang menarik kita teliti adalah, latar belakang apa yang menyebabkan mereka memi liki pandangan seperti itu. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu melaku kan analisis terhadap pengertian istilah Qurr atau Ahl al-- Qurr, sebutan mereka seb elum menjadi Khawarij. Apakakah istilah itu berarti para penghafal Al-Quran atau orang orang kampung. Kalau sekiranya yang benar adalah yang pertama maka persoal annya adalah persoalan teologis murni (persoalan intepretasi yang sempit dan pic ik), tapi kalau yang benar adalah yang kedua persoalannya adalah persoalan sosia l politik. Penulis kira inilah kata kunci yang dapat membantu kita memahami lata r belakang ekstremitas Khawarij. Melihat pemahaman Khawarij yang dangkal dan literer terhadap ayat-ayat Al-Quran y ang mereka jadikan dalil membenarkan pandangan dan sikap politik mereka, maka pe nulis lebih cenderung mengartikan istilah Qurr bukan sebagai para penghafal Al-Qura n, tetapi orang-orang desa. Nourouzzaman Shiddiqi, sejarawan Muslim dari IAIN Su nan Kalijaga Yogyakarta yang pernah menulis paper tenang Khawarij waktu studi di McGill University, Canada menyatakan bahwa Ahlu al-Qurr lebih tepat diartikan seb agai para penetap walaupun Ahl al-Qurr bisa juga berarti para penghafal Al-Quran. Uraian yang panjang lebar dan agak memuaskan tentang pengertian istilah al-Qurr di tulis oleh Mahayadin Haji Yahaya dalam bukunya Sejarah Awal Perpecahan Umat Isla m (11-78 H/632-698 M) yang berasal dari disertasi doktor yang bersangkutan di Ex terter University, England dengan judul bahasa Inggris The Origins of The Khawar ij. Menurut Yahaya para sejarawan seperti Sayf, at-Thabary dan Ibn Atsam cenderun g menafsirkan al-Qurr sebagai para penghafal Al-Quran. Kekeliruan itu mungkin munc ul terpegaruh dengan ucapan Saidi ibn Ash dalam sebuah khutbah di Masjid besar di Kufah yang megatakan; Ahabbukum ilayya akramukum li kitbillah. Istilah-istilah lain yang dipakai oleh para sejarawan menunjukkan kelompok yang sama yang melakukan pemberontakan di Kufah waktu itu adalah asyrf, wujh, sufah, rijl min qur ahli al-kufah, khyar ahli al-kufah, jamaah ahli al kufah dan lain-lain yan g tidak satu pun yang menunjukkan makna penghafal-penghafal Al-Quran. Tetapi yang jelas ialah bahwa al-Qurra itu ialah golongan manusia di Kufah, atau sebagian da ri golongan asyrf, orang-orang kenamaan dan pemimpin-pemimpin Kufah yang tinggal atau menguasai kampung-kampung di Irak dan disifatkan sebagai orang-orang yang b

odoh. Sebagian dari mereka ini telah disingkirkan dari jabatan-jabatan penting d alam masa pemerintahan Khalifah Utsman. Sejalan dengan itu Harun Nasution menulis bahwa kaum Khawarij pada umumnya terdi ri dari orang-orang Arab Badawi. Hidup di padang pasir yang tandus membuat merek a bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati serta ber ani, dan bersikap merdeka, mereka tetap bersikap bengis, suka kekerasan dan tak gentar mati. Sebagai orang Badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajara n-ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Quran dan Hadits, mereka artikan men urut lafaznya dan haus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham m ereka merupakan iman dan paham orang sederhana dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatik. Iman yang tebal, tetapi sempit, ditambah lagi dengan sikap fanati k ini membuat mereka tidak bisa mentolelir penyimpangan terhadap ajaran Islam me nurut paham mereka, walau pun penyimpangan dalam bentuk kecil. Di sinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum Khawarij terpecah belah menjadi golongan -golongan kecil serta dapat pula dimengerti tentang sikap mereka yang terus mene rus mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan umat Islam yang a da di zaman mereka. Khawarij tidak hanya mengkafirkan Ali bn Abi Thalib tapi juga Kalifah Utsman ibn Af fan mulai tahun ketujuh pemerintahannya. Pengkafiran terhadap Utsman (masalah teo logis) juga berlatar belakang politik (kepentingan), tepatnya masalah tanah-tana h Sawad yang luas di wilayah Sasaniyah yang ditinggalkan oleh para pemiliknya. D i sekitar tanah yang ditinggalkannya itu, tulis Shaban, konflik itu terpusatkan. Tanah-tanah itu tidak dibagi-bagi, tetapi dikelola oleh kelompok Qurr, dan pengha silannya dibagi-bagi antara para veteran perang penaklukan terhadap wilayah ters ebut. Kelompok Qurr itu menganggap diri mereka sendiri hampir-hampir seperti pemil ik sah atas kekayaan-kekayaan yang sangat besar ini. Utsman tidak berani menentan g hak yang dirampas ini secara terbuka, tetapi menggunakan pendekatan secara ber angsur-angsur. Antara lain Utsman menyatakan bahwa para veteran yang telah kembal i ke Mekah dan Madinah tidak lantas kehilangan hak-hakya atas tanah-tanah Sawad ini. Kelompok Qurr dalam jawabannya menegaskan bahwa tanpa kehadiran mereka secara berkesinambungan di Iraq kekayaan-kekayaan ini sama sekali tidak akan pernah te rkumpulkan, dengan demikian membuktikan bahwa para veteran Kufah tidak memiliki hak lebih besar atas tanah ini. Akibat dari pelaksanaan kebijaksanaan Utsman itu kelompok Qurr belakangan mengetahui bahwa landasan kekuatan ekonomi mereka sedang dihancurkan karena tanah-tanah mereka dibagi-bagi, tanpa mempertimbangkan hak-h ak mereka. Sebagai manifestasi perlawanan mereka pada Utsman kelompok ini menghal ang-halangi kedatangan Said ibn Ash- Gubernur yang ditunjuk oleh Utsman--memasuki K ufah. Mereka memilih Abu Musa al-Asyary sebagai Gubernur dan memaksa Utsman mengak ui tindakan kekerasan ini. Penutup Dari uraian di atas penulis dapat megambil kesimpulan bahwa pemikiran politik da n teologi serta sikap ekstrem Khawarij lahir terutama disebabkan oleh latar bela kang sosio-kultural mereka sebagai orang-orang Arab Badawi yang punya watak kera s, kasar dan berani sehingga mereka tidak gentar mati walaupun untuk hal-hal yan g tidak perlu. Sebutan Qurr bagi mereka sebelum dikenal dengan nama Khawarij tidak lah menunjukkan arti para penghafal Al-Quran, tapi menunjukkan arti mereka sebag ai orang-orang desa. Dari sejarah Khawarij itu kita dapat mengambil pelajaran bahwa persoalan-persoal an sosial politik kalau dibungkus dengan agama bisa mendatangkan bahaya yang leb ih besar, apalagi kalau dilakukan oleh orang-orang yang pemahaman dan penguasaan nya terhadap ajaran Islam sangat terbatas bahkan sangat sempit. Wawasan yang san gat sempit dan tertutup dapat melahirkan ekstremitas tidak hanya pemikiran tapi juga sikap dan tindakan. KEPUSTAKAAN Amin, Ahmad, Fajrul Islam, Cairo : Dar al-Kutub, cet. XI, 1975. Al-Asyari, Abu Al-Hasan Ali ibn Ismail, Maqalt al-Islamiyn wa Ikhtilfu al-Mushalln, ro : Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah, cet. II, 1969. Abu Zahrah, M, Sejarah Aliran-aliran dalam Islam Bidang Politik dan Aqidah, terj emah Shobahussurur, Gontor : PSIA, cet.I, 1991.

Ghazaly, Ali Musthafa, Trkh al-Firaq al-Islamiyah wa Nasyah Ilmi al-Kalm Inda al-Musl mn, Cairo, Maktabah Muhammad Ali Shabij wa Auladih, cet. III. 1958. Grunebaum, G. E. von, Clasical Islam A History 600 A.D.-1258 A.D., Chicago: Aldi ne Publising Company, cet. I, 1970. Hasan, Ibrahim Hasan, Trkh al-Islm as-Siysi wa ad-diny wa ats-Tsaqafi wa al- Ijtimiy Cairo: Maktababah an-Nahdhah al-Misriyah, cet. IV, tahun 1957. Ibnu Al-Atsir, Al-Kmil fi at- Trkh , jilid III, Beirut: Darus Sader, 1965. Ibnu Katsir, Al-Bidyah wan Nihyah, juz VII, Lebanon : Darul Kutub al-Ilmiyah. Tt. Nasution, Harun, Teologi Islam, Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, Ja karta: Jakarta, UI Press, cet.V, 1986. Shaban, M.A., Sejarah Islam (Penafsiran Baru) 600-750, terjemahan Machnun Husein , Jakarta: Rajawali Pers, 1993. Shiddiqi, Nouruzzaman, Syiah dan Khawarij dalam Perspektif Sejarah, Yogyakarta, P LP2M, cet, I, 1985. Asy-Syahrastani, Muhammad Abdul Karim, Al-Milal wan-Nihal, Beirut: Darul Fikr, t t. Ath-Thabari, Muhammad ibn Jarir, Trkh al-Umam wal-Mulk, juz V, Lebanon: Darul Fi kr, 1979. Yahya, Mahayudi Haji, Sejarah Awal Perpecahan Umat Islam (11- 78 H/632 698 M), K ualalumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, cet. II, 1986.

Anda mungkin juga menyukai