Anda di halaman 1dari 4

KEMUSLIMAHAN

Hari, Tanggal Pemateri Judul : Minggu, 7 Mei 2006 : Ust. Ridwan Hamidi : Menaati Perintah Rabb (halaman : 52-58) Tidak Berkhalwat dengan Ajnaby (halaman : 58-59)

Menaati Perintah Rabb


Seorang wanita muslimah adalah seorang muthiah yang taat kepada perintah Allah. Oleh karena itu ia harus menyadari bahwa dirinya mendapat kewajiban-kewajiban untuk mematuhi dan menjalani syariat ini.seorang hamba Allah harus memiliki totalitas yang penuh dalam hal penyerahan diri kepada Allah. Sehingga ketika mendengar perintah yang berasal dari Allah dan juga RasulNya, langsung dikerjakan tanpa ragu. Begitu pula jika ada larangan dari Allah dan Rasulnya, juga akan ditinggalkan. Inilah sebuah realisasi dari kalimat sami'na wa ato'na. Ketaatan seorang muslimah terhadap perintah Rabbnya dapat dilihat dalam firmanNya

Sesungguhnya laki-laki dan wanit ayang muslim, laki-laki dan wanita yang mukmin yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan wanita yang benar, laki-laki dan wanita yang sabar, laki-laki dan wanita yang khusyu', laki-laki dan wanita yang bershodaqoh, lakilaki dan wanita yang berpuasa, laki-laki dan wanita yang memelihara kehormatannya (menjaga kemaluannya), laki-laki dan wanita yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan kepada mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Ahzab : 35)

(35: )

( 97 : )
barangsiapa yang mengerjakan amal yang shaleh, baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kpada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (An-Nahl : 97)

Di dalam surat An-Nahl ayat 97 ini dapat dilihat, kehidupan yang baik adalah kehidupan yang sejalan dengan apa yang Allah kehendaki. Meskipun hal tersebut belum tentu sejalan dengan apa yang manusia kehendaki. Ukuran baik bagi Allah tidak sama dengan ukuran baik bagi manusia. Karena tolak ukur manusia dalam menilai baik dan buruknya sesuatu berdasarkan hal-hal yang bersifat duniawi dan fisik saja.

Di dalam Al-Qur'an dan As-sunnah banyak sekali perkataan " wahai sekalian manusia yang berarti meliputi laki-laki dan wanita. Jika terdapat seruan seperti ini,maka perintah yang mengikutinya berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan. Terdapat sebuah kisah di dalam Shahih Muslim, dari Ummu Salamah. Ia mendengar orang-orang berbicara tentang telaga di hari kiamat. Ia tidak mendengar dari Rasulullah melainkan dari orang lain. Pada suatu hari ia mendengar dari Rasulullah ." Lalu Ummu Salamah mengatakan kepada pembantunya menjauhlah dariku, sesungguhnya Rasulullah hanya memanggil kaum laki-laki dan tidak memanggil kaum wanita dijawab Sesungguhnya saya termasuk manusia. Rasullullah bersabda Sesunggunhya saya akan mendahului kalian dan menunggu kalian di telaga. Siapa yang meminum air telaga tidak akan merasa haus Di dalam diri wanita muslimah terdapat momen yang layak diambil pelajaran oleh para wanita yang lain, bagaimana perhatian mereka terhadap hukum-hukum Allah dan tidak mau berpaling darinya untuk mencari penggantinya. Diantaranya seperti yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Daud, dan juga dijelaskan Ibnu Katsir saat menyebutkan penjelasan di awal surat Al-Mujadilah, berkaitan dengan diri Khaulah Tsa'labah dan suaminya Aus bin Ash-Shamit, dimana suaminya telah menzhihar (menyerupakan istri dengan ibu kandungnya) dirinya, dimana pada semasa jahiliyyah hal ini sudah disejajarkan dengan perceraian. Khaulah menemui Rasullullah untuk menanyakan dan mengetahui ketetapan hukum Allah dan RasulNya berkaitan dengan dirinya dan suaminya.Berkaitan dengan hal ini turunlah surat Al-Mujadilah : 1-4. Bagi suami yang menzhihar istrinya , maka hendalah ia menarik kembali apa yang ia ucapkan. Ia wajib memerdekakan seorang budak sebelum suami iatri tersebut bercampur. Jika tidak mampu maka ia wajib berpuasa dua bulan bertutur-turut sebelum keduanya bercampur. Dan jika tetap tidak mampu, maka ia wajib memberi makan enam puluh orang miskin . Selain kisah Khaulah binti Tsa'labah juga terdapat kisah Ummul-Mukminin Zainab binti Jahsy. Ia diminta oleh Rasulullah untuk menikah dengan Zaid bin Haritsah, namun ia menolaknya karena ia adalah putri anak keturunan Absi Syams sedangkan Zaid adalah seorang anak angkat Rasulullah dan juga seorang budak. Lalu turunlah surat AlAhzab:36 yang menyatakan bahwa laki-laki da wanita mukmin harus tunduk kepada ketetapan Allah dan RasulNya. Mendengar ayat ini, ia menjadi ridha terhadap perintah Allah dan bersedia menikah dengan Zaid. Beberapa waktu kemudian, terjadilah perselisihan antara Zainab dan suaminya. Hal ini menyebabkan perceraian mereka. Setelah masa iddah Zainab habis, turunlah surat Al-Ahzab:37 yang memberitahukan bahwa Zainab akan menikah dengan Rasullulah. Dari kisah ini terdapat beberapa pelajaran yang dapat diambil mengenai penetapan hukum syariat yaitu : menciptakan persamaan hak yang utuh diantara manusia menggugurkan tradisi anak angkat yang berlaku di masyarakat jahiliyyah, dimana ayah angkat anak tersebut tidak dapat menikahi mantan istrinya. Dari beberapa kisah diatas telah memberi pelajran kepada kita, bahwa sebagai seorang wanita muslimah kita harus tunduk dan taat kepada perintah Allah dan RasulNya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

) :63
Dan, tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi wanita yang Mukminah, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) teantnag urusan mereka. Dan, barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah sesat, sesat yang nyata (Al-Ahzab:36) Tidak Berkhalwat dengan Ajnaby ketaatan kepada Allah dan RasulNya tidak akan terwujud kecuali dengan mengikuti printahNya dan menjauhi laranganNya. Diantara bentuk ketaatan wanita muslimah kepada Allah dan RasulNya adalah tidak berkhalwat (berkumpul menyendiri) dengan seorang laki-laki selain mahram. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam :

. : : : . )

Janganlah sekali-kali laki-laki berkhalwat dengan soerang wanita kecuali dia disertai mahramnya, dan janganlah wanita berpergian kecuali disertai mahramnya. Ada seorang laki-laki berdiri dan berkata Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku hendak pergi untuk haji, padahal aku sudah berketetapan untuk ikut dalam perang ini dan itu. Beliau bersabda Pergilah dan tunaikanlah haji bersama istrimu (diriwayatkan Muslim) Mahram adalah setiap laki-laki yang diharamkan menikah dengan seorang wanita selam-lamanya, yang dapat dilihat di surat An-Nuur:31, yaitu :

...dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka... Saudara sepersusuan juga dapat menjadi mahram, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah yang berbunyi :


Persusuan itu menyebabkan terjadinya mahram sebagaimana terjadinya mahram karena keturunan (nasab) (riwayat Bukhary dan Muslim)

Sedangkan Ajnaby adalah setiap laki-laki yang diperbolehkan menikah dengan seorang wanita, sekalipun mungkin ia masih terhitung kerabat, apalagi saudara ipar dan kerabakerabatnya. Hal ini didasarkan sabda Rasullah Janganlah engkau memasuki tempat tinggal wanita. Lalu ada seorang laki-lakianshor bertanya wahai Rasulullah, apa pendapat engkau tentang kelaurga suami/istri (ipar)? Beliau menjawab Keluarga suami (istri) sama dengan kematian (diriwayatkan Muslim) kemampuan seorang wanita untuk menjalankan syariat yang ada ditentukan juga dengan keimanannya. Iman adalah keyakinan dan keteguhan ketika menjalankan seluruh perintah Allah dan RasulNya tanpa memikirkan kenapa suatu ibadah diperintah oleh Allah dan RasulNya, namun mencari hikmah dari adanya perintah tersebut. Tolak ukur keimanan adalah seberapa baiknya ia tunduk dan taat kepada perintah Allah dan RasulNya. Jika Allah dan RasulNya telah menetapkan sesuatu, maka tidak ada pilihan lain pada dirinya kecuali patuh, tunduk dan taat (sami'na wa ato'na). Ibadah memiliki pengaruh yang sangat besar dalam peningkatan iman. Ketika kita melakukan sebuah ibadah maka otomatis keimanan kita akan meningkat, namun jika kita melakukan suatu kemaksiatan maka keimanan kita akan menurun.

Anda mungkin juga menyukai