Anda di halaman 1dari 12

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Menurut Zanuarita (2009), mengenai hasil penelitiannya tentang kajian sosial ekonomi usaha budidaya udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Desa Dinoyo Kecamatan Deret Kabupaten Lamongan menunjukkan bahwa tingkat motivasi masyarakat di Desa Dinoyo dalam membudidayakan udang Vannamei adalah tinggi dengan nilai rata-rata 100%. Motivasi yang mendasari masyarakat di Desa Dinoyo dalam menjalankan kegiatan budidaya udang Vannamei adalah kebutuhan fisiologis, pemuasan kebutuhan sosial, kebutuhan Esteem, dan kebutuhan aktualisasi diri. Menurut Izzah (1997), dalam penelitiannya mengenai peran serta ibu rumah tangga masyarakat nelayan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga di Watu Ulo Kabupaten Jember menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga nelayan cukup baik, rata-rata ibu rumah tangga masyarakat nelayan mempunyai pekerjaan sampingan dan mempunyai tempat tinggal rumah sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya dilihat dari kondisi dan upaya pemenuhan kebutuhan akan sandang, pangan, papan, kesehatan, serta usahanya. Menurut Yuliasari (2010), dari hasil penelitiannya tentang analisis usahatani dan prospek pengembangan budidaya lele di Desa Mojomulyo Kecamatan Puger Kabupaten Jember menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi yang dihadapi dalam kegiatan budidaya lele di Desa Mojomulyo Kecamatan Puger adalah ketersediaan dan kualitas benih, ketersediaan dan kualitas pakan, penentuan harga jual, dan pemasaran.

2.1.2 Masyarakat Nelayan atau Pesisir Pengelolaan wilayah pesisir adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai

pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung 3 dimensi: sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Wilayah pesisir pada umumnya tersusun dari berbagai macam sistem yang satu sama lain saling terkait, tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di lahan atas (uplaned areas) maupun laut lepas (oceans) (Dahuri dkk, 2001). Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia, dengan garis pantai lebih 81.000 km. Dari 67.439 desa di Indonesia, kurang lebih 9.261 desa dikategorikan sebagai desa pesisir. Pada dasarnya, penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan dapat ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama, dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap, struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi dan dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat terbatas. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi kedalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikan relatif banyak, sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya. Ketiga, dipandang dari teknologi peralatan tangkap yang digunakan, masyarakat nelayan terbagi kedalam kategori nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan-nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan nelayan tradisional. Jumlah nelayan-nelayan modern relatif kecil dibandingkan dengan nelayan tradisioanal. Perbedaan-perbedaan tersebut membawa implikasi pada tingkat pendapatan dan kemampuan atau kesejahteraan sosial-ekonomi (Kusnadi, 2002).

2.1.3 Komoditas Ikan Layur Layur (Trichiurus lepturus) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia. Jenis yang ditemukan di Pasifik dan Atlantik merupakan populasi yang berbeda. Ukuran tubuhnya dapat mencapai panjang 2m, dengan berat maksimum tercatat 5 kg dan usia dapat mencapai 15 tahun. Kegemarannya pada siang hari berkeliaran di perairan dangkal dekat pantai yang kaya plankton krustasea. Pada waktu malam ikan ini mendekat ke dasar perairan. Salah satu perilaku ikan layur adalah voracious atau sangat rakus, sehingga dalam suatu komunitas tertentu ikan layur dapat merupakan top predator yang memperebutkan makanannya berupa ikan-ikan berukuran kecil dengan ikan-ikan predator lainnya. Kedudukan ikan layur dalam taksonomi perikanan adalah sebagai berikut: Kerajaan Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes : Trichiuridae : Trichiurus : T. lepturus Ikan layur adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia. Dewasa ini paling tidak terdapat tiga jenis ikan layur, yaitu Eupluerogrammus muticus, Trichiurus lepturus dan Lepturacanthus savala. Perairan dengan dasar yang relatif rata dan berlumpur dengan salinitas yang relatif rendah biasanya merupakan habitat ikan layur. Dari beberapa pengamatan tentang sebaran ikan layur di pantai selatan Jawa diperoleh informasi bahwa ikan layur di Teluk Pelabuhan Ratu-Binuangeun dan Cilacap umpamanya, tertangkap pada perairan pantai di sekitar muara-muara sungai yang relatif dangkal (Annas, 2008). Jenis-jenis ikan demersal di perairan Paparan Sunda yang pernah tercatat adalah sekitar 50 famili yang terdiri dari sekitar 250 spesies, sehingga perikanan demersal di wilayah tropis bersifat multispecies. Ikan layur merupakan salah satu kelompok (species group) dalam komunitas sumber daya demersal. Dengan

demikian keberadaan populasi ikan layur akan terlibat dalam proses-proses dinamika dalam komunitas ikan demersal, seperti interaksi biologis antar jenis. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah antar hubungan pemangsaan (predator-prey relationship) dan persaingan makanan (food competetion) (Annas, 2008).

2.1.4 Teori Motivasi Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan atau energi seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan atau aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang (Sudrajat, 2008). Pendekatan hubungan manusia menyangkal argument dari pendekatan tradisional. Pendekatan ini beranggapan bahwa manusia tidak hanya

membutuhkan uang. Manusia juga membutuhkan interaksi dengan orang lain, dan uang tidak bisa memenuhi kebutuhan itu. Munculnya pendekatan ini sebenarnya diakibatkan oleh kejenuhan kerja dalam melakukan pekerjaan yang berulangulang atau menganggap kaya sebagai rutinitas. Pentingnya pengakuan dan penghargaan terhadap kebutuhan sosial pekerja merupakan penekanan utama pendekatan ini. Sebagai salah satu faktor produksi, manusia sepatutnya ditempatkan pada posisi yang penting dan strategis dalam usaha mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Dalam hubungan ini pimpinan dapat memotivasi pekerja dengan mengakui kebutuhan sosial pekerja dan membuat mereka merasa senang, berguna dan penting di lingkungan kerjanya (Amirullah dkk, 2004).

Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: 1. Durasi kegiatan; apa yang sedang dikerjakan berhubungan dengan waktu yang ditempuh. 2. Frekuensi kegiatan; kondisi dimana dalam melakukan suatu proses kegiatan tersebut secara terus menerus atau berkala. 3. Persistensi pada kegiatan; melakukan kegiatan tersebut sesuai dengan apa yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. 4. Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; menghadapi suatu pekerjaan mengharuskan setiap individu berusaha keras dalam menggapai apa yang diinginkan dari kegiatan yang dilakukannya. 5. Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; setiap apa yang diinginkan harus ada niat untuk mencapainya. 6. Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; kegiatan yang dilakukan oleh individu tersebut merupakan kegiatan yang benar-benar digelutinya dengan baik, sehingga apa yang dilakukan dalam setiap pengerjaannya penuh dengan semangat. 7. Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; hasil pekerjaan yang dilakukan dapat diukur tingkat keberhasilannya oleh individu tersebut dan orang lain. 8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan; dalam penerapannya, langkah apa yang akan diambil dalam melaksanakan pekerjaan tersebut yang sudah

direncanakan dan peramalan hasil dari usaha tersebut (Sudrajat, 2008). Ada banyak teori motivasi dan hasil riset yang berusaha menjelaskan tentang hubungan hubungan antara perilaku dan hasilnya, salah satunya adalah teori kebutuhan Maslow. Maslow adalah seorang psikolog klinik. Berdasarkan pengalaman dalam praktik kliniknya, ia menyatakan bahwa orang mempunyai 5 kebutuhan yang umum, yaitu kebutuhan fisiologi, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan sosialisasi, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi

diri. Ia berpikir bahwa semua itu dapat diatur menurut hierarki pentingnya. Kebutuhan yang paling dasar, kebutuhan yang harus dipuaskan orang pertama kali adalah kebutuhan fisiologis. Kemudian kebutuhan tersebut diikuti oleh kebutuhan rasa aman, sosial, dan kebutuhan penghargaan. Di puncak dari hierarki adalah kebutuhan akan pemenuhan diri sendiri. Teori ini memandang bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang bertingkat-tingkat dari yang paling sederhana hingga yang paling tinggi berdasarkan kadar kepentingannya. Apabila seperangkat kebutuhan telah terpenuhi maka kebutuhan tersebut tidak lagi berfungsi sebagai motivator (Amirullah dkk, 2004).

2.1.5 Teori Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi Kesejahteraan sosial dan ekonomi adalah adalah salah satu aspek yang cukup penting untuk menjaga dan membina terjadinya stabilitas sosial dan ekonomi. Kondisi tersebut juga diperlukan untuk meminimalkan kecemburuan sosial dalam masyarakat. Selanjutnya, percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat memerlukan kebijakan ekonomi atau peranan pemerintah dalam mengatur perekonomian sebagai upaya menjaga stabilitas perekonomian. Menurut Tambunan (1996) kebijakan-kebijakan itu meliputi kebijakan makro, kebijakan sektoral/regional serta kebijakan mikro. Dilihat dari peranannya, dapat dipilah beberapa peranan pemerintah menjadi peranan alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Melalui kebijakan fiskal (anggaran) diharapkan fungsi dan peranan tersebut dapat tercapai (Eddy, 2007). Teori kesejahteraan secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yakni classical utilitarian, neoclassical welfare theory dan new contractarian approach (Albert dan Hahnel, dalam Darussalam 2005: 77). Pendekatan classical utilitarian menekankan bahwa kesenangan (pleasure) atau kepuasan (utility) seseorang dapat diukur dan bertambah. Tingkat kesenangan yang berbeda yang dirasakan oleh individu yang sama dapat dibandingkan secara kuantitatif. Prinsip bagi individu adalah meningkatkan sebanyak mungkin tingkat kesejahteraannya. Sedangkan bagi masyarakat, peningkatan kesejahteraan kelompoknya merupakan prinsip yang dipegang dalam kehidupannya. Neoclassical welfare theory

merupakan teori kesejahteraan yang mempopulerkan prinsip Pareto Optimality. Prinsip Pareto Optimality menyatakan bahwa suatu komunitas dapat menjadi baik apabila setiap individu menjadi lebih baik dan tidak berperilaku buruk. Prinsip tersebut merupakan kondisi penting untuk tercapainya keadaan kesejahteraan sosial maksimum. Selain prinsip Pareto Optimality, neoclassical welfare theory juga menjelaskan bahwa fungsi kesejahteraan merupakan fungsi dari semua kepuasan individu (Eddy, 2007). Perkembangan lain dari teori kesejahteraan sosial adalah munculnya new contactarian approach. Prinsip dalam pendekatan ini adalah individu yang rasional akan setuju dengan adanya kebebasan maksimum dalam hidupnya. Intisari pendekatan ini adalah setiap individu mempunyai konsep yang jelas mengenai barang dan jasa serta tugas-tugas dari institusi sosial yang ada. Dalam hal ini individu akan memaksimalkan kebebasannya untuk mengejar konsep mereka tentang barang tanpa adanya campur tangan. Berdasarkan dari beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan seseorang sangat terkait dengan tingkat kepuasan (utility) dan kesenangan (pleasure) yang dapat diraih dalam kehidupannya. Guna mencapai tingkat kesejahteraan yang diinginkan, maka dibutuhkan suatu perilaku (behavioral) yang dapat

memaksimalkan tingkat kepuasannya sesuai dengan sumber daya yang tersedia (Eddy, 2007).

2.1.6 Teori Regresi Linier Berganda Analisis regresi adalah teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel. Penerapannya dapat dijumpai secara luas di banyak bidang seperti teknik, ekonomi, manajemen, ilmuilmu biologi, ilmu-ilmu sosial, dan ilmu-ilmu pertanian. Pada saat ini, analisis regresi berguna dalam menelaah hubungan dua variabel atau lebih, dan terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna, sehingga dalam penerapannya lebih bersifat eksploratif. Analisis regresi dikelompokkan dari mulai yang paling sederhana sampai yang paling

rumit, tergantung tujuan yang berlandaskan pengetahuan atau teori sementara, bukan asal ditentukan saja (Pusdatin, 2005). Teknik regresi berganda untuk menggambarkan suatu variabel dependen dihubungkan dengan 2 atau lebih dari 2 variabel independen. Analisa regresi linier berganda didasarkan pada asumsi: 1. Variabel random diasumsikan secara statistik independen dari X. Hal ini

berarti bahwa nilai kovarians adalah nol antara variabel independen dan tingkat kesalahan yang berhubungan untuk tiap pengamatan. 2. Variabel random diasumsikan terdistribusi secara normal. Hal ini berarti

bahwa untuk setiap variabel independen, kesalahan dari prediksi diasumsikan terdistribusi secara normal. 3. Variabel random 4. Variabel random memiliki rata-rata sama dengan nol. diasumsikan memiliki varians yang terbatas sehingga

konstan untuk semua nilai X. 5. Kesalahan prediksi dari X independen antar masing-masing variabel X. 6. Tidak satupun variabel independen yang saling berkolerasi satu sama lain. 7. Jumlah pengamatan (n) harus lebih besar dari jumlah variabel (m+1). Untuk melakukan pengujian apakah persamaan regresi memenuhi asumsi dalam regresi tersebut kita dapat melihat pada hasil pengolahan dengan menggunakan program komputer (Santosa, 2005). Regresi linier berganda dengan menggunakan 2 variabel independen dapat dimisalkan X1 merupakan variabel dependen ; X2 dan X3 merupakan variabel independen, maka model linier hubungan variabel-variabel di atas secara berganda menjadi, X1(23)= a + b2 X2 + b3 X3 dimana angka-angka dalam tanda kurung merupakan tanda variabel independennya, sedangkan a, b2 dan b3 merupakan koefesiennya (Dajan, 1996). Untuk menguji kebaikan dari model regresi dalam memprediksi variabel dependen, beberapa ukuran yang bisa digunakan adalah:

1. Koefisien determinasi. Koefisien determinasi memberikan panduan kebaikan model dengan menjelaskan seberapa besar perubahan dari variabel dependen yang bisa dijelaskan oleh perubahan dalam variabel independen. 2. Kesalahan standar estimasi. Nilai ini memberikan panduan tentang kesalahan dari model dalam memprediksi nilai y dengan variabel x. Semakin kecil kesalahan standar estimasi, semakin baik model dalam memprediksi. 3. Koefisien korelasi parsial. Koefisien korelasi parsial adalah koefisien korelasi antar variabel independen secara sendiri-sendiri dengan variabel dependen. Jika pada korelasi berganda kita melihat hubungan antara variabel independen secara bersama-sama dengan variabel dependen, maka pada korelasi parsial kita menganalisis hubungan dari variabel independen secara individu dengan variabel dependen (Santosa, 2005).

2.2 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan tersebar di beberapa daerah di seluruh wilayah Indonesia berupa perikanan darat, air tawar dan laut. Jenis ikan air laut yang biasanya ditangkap adalah kerapu, kakap, bandeng, udang, cumi-cumi, layur, teri, tongkol, tuna, cakalang, dan lain-lain. Penelitian kali ini merupakan pengkajian potensi perikanan laut yaitu potensi penangkapan ikan layur di Desa Loji Kecamatan Simpenan. Selain menjadi tempat penangkapan ikan layur, pantai Loji juga kedepannya akan djadikan sarana pariwisata, dikarenakan panorama dan kegiatan yang terjadi di pantai tersebut. Kegiatan penangkapan ikan layur di Pantai Loji telah menjadi prioritas di daerah Desa Loji Kecamatan Simpenan. Desa Loji yang terletak di Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kawasan penghasil ikan layur yang sudah mencapai ekspor ke luar negeri dengan menjadi komoditas yang paling banyak dicari dan dikonsumsi di Desa Loji. Jumlah produksi ikan layur tahun 2003-2007 adalah sebesar 918454 kg. Produksi ikan layur di Kabupaten Sukabumi sempat mengalami kenaikan dari tahun 2003 sampai 2005. Sedangkan pada tahun 2006 2007 mengalami penurunan hasil tangkapan. Penurunan tersebut disebabkan karena upaya penangkapan ikan layur yang kurang optimal.

Motivasi kerja dipengaruhi oleh suasana kerja. Suasana yag kondusif dalam kerja secara tidak langsung akan mempengaruhi gaya kerja dan efektivitas kerja (nelayan ikan layur di Desa Loji Kecamatan Simpenan). Dalam kinerjanya saling berhubungan dan mengakibatkan tingkat pengaruh terhadap indikator kesejahteraan seperti pendapatan maupun hasil dari usaha yang dilakukan. Potensi tangkapan ikan layur di Desa Loji Kecamatan Simpenan perlu dikembangkan. Dalam pengembangannya, memerlukan dukungan dari semua pihak, salah satunya adalah pemerintah. Motivasi dari nelayan ikan layur harus ditingkatkan guna meningkatkan kesejahteraan kehidupan nelayan tersebut. Motivasi yang tinggi akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan nelayan ikan layur itu sendiri dalam hasil penangkapan maupun pendapatan keluarga.

Pertanian

Perikanan

Perikanan Laut

Penangkapan Ikan Layur di Desa Loji

Analisis Motivasi Nelayan

Analisis Kesejahteraan Nelayan

Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Nelayan

Teori Motivasi

Teori Kesejahteraan (Analisis Deskriptif)

Regresi Linier Berganda

Kesejahteraan Nelayan Ikan Layur Desa Loji

Indikator Prioritas: 1.Pendapatan 2. Sumber Daya Alam 3.Daerah Berpotensi

Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Nelayan Ikan Layur: 1. Pemasaran 2. Penentuan Harga Jual 3. Umur 4. Tingkat Pendidikan

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis 1. Tingkat motivasi nelayan ikan layur Desa Loji Kecamatan Simpenan adalah tinggi. 2. Kesejahteraan nelayan ikan layur Desa Loji Kecamatan Simpenan cukup baik setelah adanya bantuan rumpon. 3. Tingkat kesejahteraan nelayan ikan layur Desa Loji Kecamatan Simpenan dipengaruhi oleh pemasaran, penentuan harga jual, umur, dan tingkat pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai