Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMEN USAHA PERTANIAN STRATEGI PENANGGULANGAN PENCEMARAN LAHAN PERTANIAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN Dosen : Ir.

Heru Djatmiko, MS

Oleh: MUHAMMAD RIZAL P 091510501156

JURUSAN AGRITEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2011

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pembangunan di Tanah Air, seperti pembangunan kawasan industri dan pertambangan berdampak positif bagi masyarakat luas, yaitu menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun, keberhasilan tersebut sering kali diikuti oleh dampak negatif yang merugikan masyarakat dan lingkungan. Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya telah mengurangi luas areal pertanian produktif dan juga mencemari tanah dan badan air. Akibatnya kualitas dan kuantitas hasil atau produk pertanian menurun, serta kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lainnya terganggu. Kegiatan pertambangan juga dapat menyebabkan pencemaran lahan pertanian akibat digunakannya zat-zat kimia berbahaya dan beracun (B3) sewaktu pemisahan bijih tambang. Kerusakan tanah, erosi, sedimentasi, banjir, dan kekeringan juga sering terjadi akibat kegiatan ini. Pertambangan sering mengubah atau menghilangkan bentuk permukaan bumi (landscape). Kegiatan

pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) membuka vegetasi/pohon-pohonan, menggali tanah di bawahnya, dan meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan bumi. Untuk memperoleh bijih tambang, permukaan tanah dikupas dan digali menggunakan alat-alat berat seperti buldoser dan backhoe. Para pengelola pertambangan umumnya meninggalkan areal bekas tambang tanpa melakukan rehabilitasi dan/atau reklamasi lahan, sehingga tidak sejalan dengan komitmennya dalam pengendalian dampak lingkungan. Aktivitas pertanian juga dapat menyebabkan dampak yang merugikan. Erosi dan kerusakan tanah terjadi akibat budi daya pertanian yang melampaui daya dukung tanah. Penggunaan bahan-bahan agrokimia yang berlebihan dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kelestarian lahan. Cara-cara budi daya pertanian yang tidak mengindahkan kaidahkaidah konservasi lahan menyebabkan kualitas lahan menurun sejalan dengan hilangnya lapisan tanah subur akibat erosi dan pencucian hara.

1.2

Tujuan dan Manfaat

1. Mengembalikan lahan yang rusak agar menjadi lahan yang produktif kembalai 2. Menjaga lahan produktif yang ada agar tidak rusak oleh kegiatan manusia yang salah

II. TINJAUAN PUSTAKA

Hasil penelitian para pakar memperkirakan bahwa Indonesia akan mengalami defisit beras sebanyak 9,668 juta ton pada tahun 2020, sementara itu, lahan sawah subur yang beralih fungsi ke penggunaan non-pertanian atau produksi non pangan sangat luas, yaitu 1,63 juta ha pada periode 1981-1999 dan pada periode 1999-2002 mencapai 225.338 ha/tahun (Alihamsyah, 2005). Tanah mineral memiliki tekstur liat dengan tingkat kesuburan alami sedang - tinggi dan pH 4 - 5 serta drainase terhambat - sedang. Setiap tahun, lahan lebak umumnya mendapat endapan lumpur dari daerah di atasnya. Lahan lebak dengan tanah mineral yang berasal dari endapan sungai cukup baik untuk usaha pertanian. Sedangkan lahan lebak dengan tanah mineral yang berasal dari endapan marin biasanya memiliki lapisan pirit (FeS2) yang berbahaya bagi tanaman karena bisa meracuni tanaman terutama bila letaknya dekat dengan permukaan tanah. Oleh karena itu, reklamasi dan pengelolaan lahan ini harus dilakukan secara cermat dan hati-hati agar tanaman bisa tumbuh dan memberikan hasil yang baik (Alkasuma et al, 2003, Alihamsyah, 2005).

III.

PEMBAHASAN

Pada saat ini banyak macam usaha pengelolaan tanah masam yang dapat ditemukan di berbagai tempat, di mana masing-masing cara berkembang sesuai dengan kemampuan dan kondisi setempat. Upaya-upaya pengelolaan tanah ditujukan untuk menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan

keberlanjutan suatu sistem usahatani, yaitu mempertahankan produksi tanaman dari waktu ke waktu, mengontrol erosi dan mengatasi serangan hama, penyakit dan gulma (vander Heide et al., 1992). Pada prinsipnya ada tiga kelompok cara penanganan masalah tanah masam yang berhubungan dengan pengelolaan kesuburan tanah dan pengendalian gulma di tingkat masyarakat, yaitu cara kimia, cara fisik-mekanik dan cara biologi. Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dalam praktek ketiga cara tersebut seringkali diterapkan secara bersama-sama. A. Cara kimia Cara kimia merupakan salah satu upaya pemecahan masalah kesuburan tanah dengan menggunakan bahan-bahan kimia buatan. Beberapa upaya yang sudah dikenal adalah pengapuran, pemupukan, dan penyemprotan herbisida. 1) Pengapuran Pengapuran merupakan upaya pemberian bahan kapur ke dalam tanah masam dengan tujuan untuk: a) Menaikkan pH tanah Nilai pH tanah dinaikkan sampai pada tingkat mana Al tidak bersifat racun lagi bagi tanaman dan unsur hara tersedia dalam kondisi yang seimbang di dalam tanah. b) Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) KTK meningkat sebagai akibat dari peningkatan pH tanah. Namun peningkatan KTK ini juga bersifat tidak tetap, karena sistem penyangga pH tanah tersebut di atas. c) Menetralisir Al yang meracuni tanaman.

Menambahkan dolomit (Ca, Mg(CO3)2) yang lebih mudah bergerak, sehingga mampu mencapai lapisan tanah bawah dan menetralkan Al. 2) Pemupukan: penambahan unsur hara Pemupukan merupakan jalan termudah dan tercepat dalam menangani masalah kahat hara, namun bila kurang memperhatikan kaidah-kaidah

pemupukan, pupuk yang diberikan juga akan hilang percuma. Supaya tujuan yang ingin dicapai melalui pemupukan dapat berhasil dengan baik, maka harus diperhatikan hal-hal berikut: a) Waktu pemberian pupuk Waktu pemberian pupuk harus diperhitungkan supaya pada saat pupuk diberikan bertepatan dengan saat tanaman membutuhkannya, yang dikenal dengan istilah sinkronisasi. b) Penempatan Pupuk Penempatan pupuk harus diusahakan berada dalam daerah aktivitas akar, agar pupuk dapat diserap oleh akar tanaman secara efektif. c) Dosis pupuk Jumlah pupuk yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tanaman, supaya pupuk yang diberikan tidak banyak yang hilang percuma sehingga dapat menekan biaya produksi serta menghindari terjadinya polusi dan keracunan bagi tanaman. 3) Penyemprotan herbisida Tumbuhan pengganggu atau gulma yang tumbuh dalam lahan yang ditanami menyebabkan kerugian karena mengambil unsur hara dan air yang seharusnya dapat digunakan oleh tanaman. Cara kimia juga dipergunakan untuk menekan pertumbuhan gulma yang banyak ditemukan pada tanah masam seperti alangalang, yakni dengan memakai herbisida. Pemakaian herbisida harus dilakukan secara tepat baik dalam hal jumlah (dosis), waktu, macam herbisida dengan gulma. B. Cara fisik mekanik

Penanganan secara fisik dan mekanik terutama ditujukan untuk perbaikan media pertumbuhan perakaran, penanggulangan gulma dan usaha penekanan

erosi. Hambatan kedalaman perakaran yang disebabkan oleh adanya lapisan keras dari kerikil (krokos = laterit) mungkin dapat diatasi dengan pembongkaran secara mekanik dengan mengolah tanah dalam (deep plowing). Pengolahan tanah dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik tanah dan mineralisasi hara sehingga memperbaiki pertumbuhan tanaman untuk beberapa tahun. Oleh karena proses dekomposisi bahan organik tanah berlangsung lebih cepat, maka penambahan bahan organik harus selalu dilakukan. Jika penambahan bahan organik dari luar tidak dilakukan, maka tanah akan mengalami pemadatan kembali lebih cepat. Cara paling sederhana dan efektif untuk memperoleh kondisi hara bertahan dalam tanah adalah dengan membuat permukaan tanah tidak rata misalnya dengan guludan, sehingga di permukaan tanah terdapat bagian yang cembung (puncak) dan cekung(lembah). Bila terjadi hujan, maka kelebihan air di permukaan tanah yang cembung akan segera mengalir ke bagian yang cekung, sehingga infiltrasi dan aliran vertikal ke bawah yang melalui permukaan cembung lebih kecil jumlahnya dibandingkan pada permukaan yang cekung. Pengolahan tanah dengan membuat guludan di satu pihak dimasudkan untuk menekan pencucian unsur hara. C. Cara biologi Prinsip-prinsip pengelolaan kesuburan tanah secara biologi dikembangkan dari hasil pengalaman yang diperoleh dari sistem hutan alami di mana vegetasi dapat tumbuh subur tanpa tambahan unsur hara dari luar. Hal ini membuktikan bahwa pepohonan berperan penting dalam pemeliharaan kesuburan tanah. Sistem hutan alam memiliki siklus hara yang tertutup, di mana hara yang dipergunakan untuk pertumbuhan pohon diambil dari tanah dan pohon juga akan mengembalikan sebagian hara tersebut ke dalam tanah melalui daun, ranting dan cabang yang gugur. Kenyataan yang terpenting pada kondisi hutan ini adalah bahwa jumlah kehilangan hara melalui pencucian, erosi atau aliran permukaan sangat kecil.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan 1. Lahan yang telah rusak dapat dikembalikan atau diperbaiki dengan cara : a. Kimia b. c. 2. Mekanik atau Fisik Biologi

Pepohonan berperan penting dalam pemeliharaan kesuburan tanah, sistem hutan alam memiliki siklus hara yang tertutup, di mana hara yang dipergunakan untuk pertumbuhan pohon diambil dari tanah dan pohon juga akan mengembalikan sebagian hara tersebut ke dalam tanah melalui daun, dan sisa organik lainnya.

4.2 Saran Dalam menggunakan lahan sebaiknya kita mengetahui sifat lahan tersebut baik untuk dimanfaatkan sebagai lahan apa. Karena jika salah dalam

memanfaatkan lahan maka akan merusak lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Alkasuma, Suparto, dan G. Irianto. 2003. Idenetifikasi dan karakterisasi lahan rawa lebak untuk pengenbangan padi sawah dalam rangka antisipasi dampak El-Nino. Dalam F. Agus et al. (eds.). Pros. Seminar Nasional Sumberdaya Lahan, Cisarua-Bogor 6-7 Agustus 2002. Puslittanak. Bogor. Buku I. Hlm 49-72. Alihamsyah, T, 2005. Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Usaha Pertanian. Balittra. Banjarbaru. 53 halaman.

Anda mungkin juga menyukai