Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan di seluruh dunia adalah penanganan masalah persampahan. Sebanyak 384 kota di seluruh dunia telah menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari. Dari jumlah tersebut, penanganan sampah yang diangkut dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 persen, yang dibakar sebesar 37,6 persen, yang dibuang ke sungai sebesar 4,9 persen dan tidak tertangani sebesar 53,3 persen. Sebagai perbandingan, rata-rata volume sampah yang ditimbulkan oleh setiap penduduk perkotaaan seperti kota Jakarta adalah sebanyak 0,9 kg/hari, Bangkok sebanyak 1,1 kg/hari, Singapura sebanyak 1,3 kg/hari, dan Seoul sebanyak 3,1 kg/hari (Bappenas, 2010). Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Sumber daya alam di Indonesia adalah segala potensi alam yang dapat dikembangkan untuk proses produksi, namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu sampah. Sampah merupakan masalah bagi semua orang, sehingga manusia menyingkirkan sampah sejauh mungkin dari aktivitas manusia. Di kota-kota besar untuk menjaga kebersihan sering kali menyingkirkan sampah ke tempat yang jauh dari pemukiman atau yang biasa disebut Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertambahan jumlah penduduk yang semakin besar di kota-kota besar, sampah pun menjadi suatu masalah yang harus mendapatkan banyak perhatian. Sampah merupakan buangan padat (solid wastes) yang mempunyai komposisi sebagian besar organik dan sisanya terdiri dari plastik, kertas, kain, karet, tulang dan lain-lain. Masalah pembuangan sampah di perkotaan seringkali menjadi beban karena menyangkut pembiayaan untuk angkutan sampah, lokasi pembuangan,

kesehatan dan kebersihan lingkungan. Beban pengelolaan sampah semakin meningkat dengan bertambahnya volume sampah akibat pertambahan jumlah penduduk dan perilaku masyarakat. Sebagai kota yang sedang berkembang menjadi metropolitan, Bandar Lampung mengalami masalah seperti yang telah dijelaskan diatas. Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi Lampung dan salah satu kota besar di Indonesia, berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 memiliki jumlah penduduk sebanyak 881.801 jiwa dan menghasilkan sampah rata-rata sekitar 0,43 kg/hari/orang. Jumlah volume sampah per hari di Kota Bandar Lampung tercatat sejumlah 2.086,71 m3 dan dilayani oleh pemerintah kota dengan menggunakan kendaraan operasional pengangkut sejumlah 84 kendaraan truck dan amrool dengan rotasi pengangkutan per harinya sebanyak 160-an rotasi. Banyaknya sampah yang terangkut melalui 160-an rotasi tersebut sebanyak 609,23 m3. Hal ini berarti bahwa kurang dari 50 persen sampah di Kota Bandar Lampung yang telah dapat dikelola (Studi Sektor Persampahan Unila, 2010).

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diperoleh rumusan masalah yaitu bagaimana manajemen pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung ?

C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana manajemen pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sampah Berdasarkan SK SNI tahun 1990, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Subekti, 2009). Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya yang ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup (Hadiwiyoto, 1983). Sampah adalah limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat, dari bahan organik atau anorganik, baik benda logam maupun benda bukan logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-benda tersebut dapat berubah menurut cara pengangkutannya atau cara pengolahannya (Direktorat Jenderal Cipta Karya,1986). Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari aktivitas manusia dan binatang yang secara normal padat dan dibuang ketika tidak dikehendaki atau sia-sia (Tchobanoglous, 1993). Sedangkan yang dimaksud dengan sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota (tidak termasuk sampah yang berbahaya dan beracun).

Klasifikasi Sampah Sampah dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai golongan; dan pengklasifikasian sampah dapat dilakukan berdasarkan beberapa tinjauan, yaitu : 1. Berdasarkan Jenis a. Sampah organik : Sampah yang sebagian besar tersusun oleh senyawasenyawa organik, dan berasal dari sisa-sisa tumbuhan (sayur, buah, daun, kayu, dll.), hewan (bangkai, kotoran, bagian tubuh seperti tulang, dll.).

Sampah ini bersifat dapat terurai (degradable) sehingga dalam waktu tertentu akan berubah bentuk dan dapat menyatu kembali dengan alam b. Sampah an-organik : Sampah yang sebagian besar tersusun oleh senyawasenyawa an-organik, dan berasal dari sisa industri, seperti plastik, botol / kaca, kaleng, logam, dll.. Sampah an-organik umumnya bersifat sukar terurai / sukar lapuk dan tidak lapuk (non-degradable) sehingga akan selalu dalam bentuk aslinya di alam. 2. Berdasarkan Sumber a. Rumah tangga : Sampah rumah tangga dapat bersumber dari kamar mandi dan dapur perumahan, rumah makan, dll. berupa limbah yang merupakan cairan bekas mencuci dan membersihkan sesuatu bahan keperluan seharihari. b. Industri : Sampah industri dapat bersumber dari pabrik, hotel, labratorium, rumah sakit, dll. berupa limbah yang dibuang yang mengandung berbagai macam bahan bahan kimia. c. Pertanian : Sampah pertanian bersumber kawasan pertanian berupa sisasisa insektisida dan pupuk, sisa-sisa produk pertanian (sisa sayuran, potongan daun / batang / akar, buah) atau sisa-sisa bekas penanaman. 3. Berdasarkan Tingkat Kelapukan a. Lapuk (garbage) : Sampah yang merupakan bahan-bahan organik; seperti sayuran, buah, makanan. Pelapukan jenis sampah ini dapat terjadi dalam waktu tertentu, sehingga akan berubah bentuk dan dapat menyatu kembali dengan alam. b. Sampah susah lapuk dan tidak lapuk (rubbish) : Sampah yang merupakan bahan organik maupun an-organik; seperti; kertas dan kayu (susah lapuk; pelapukan dapat terjadi tetapi dalam waktu yang lama, namun dapat dibakar); kaleng, kawat, kaca, mika (tidak lapuk dan tidak dapat dibakar), serta plastik (tidak lapuk tetapi dapat dibakar). 4. Berdasarkan Bentuk a. Padat : Sampah padat dapat berupa makhluk hidup (tumbuhan, hewan) yang merupakan sampah organik, dan benda-benda tak hidup (besi,

kaleng, plastik, dll.). Komposisi sampah padat sebagian besar merupakan sampah organik yang berasal dari berbagai sumber. Di Jakarta misalnya, sampah padat dapat melebihi 70 % berupa sampah organik. b. Sampah cair : Sampah cair dapat bersumber dari pabrik / industri, pertanian / perikanan / peternakan / manusia, dan limbah rumah tangga. c. Gas : Sampah dalam bentuk gas dapat bersumber dari pabrik / industri, alat transportasi, rumah tangga, pembakaran, dan efek lanjutan terurainya sampah padat dan cair.

B. Manajemen Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara 30 garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir (Kartikawan, 2007 dalam Faizah, 2008). Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan, yakni: pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Aboejoewono (1985) menggambarkan secara sederhana tahapan-tahapan dari proses kegiatan dalam pengelolaan sampah sebagai berikut: Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong maupun tempat pembuangan sementara (TPS/Dipo). Untuk melakukan pengumpulan, umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu. Tahapan pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir (TPA). Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga

tuntas penyelesaian seluruh proses. Pengelolaan sampah, terutama di kawasan perkotaan, dewasa ini dihadapkan kepada berbagai permasalahan yang cukup kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi tingginya laju timbulan sampah yang tinggi, kepedulian masyarakat (human behaviour) yang masih sangat rendah serta masalah pada kegiatan pembuangan akhir sampah (final disposal) yang selalu menimbulkan permasalahan tersendiri. Dalam sistem manajemen pengelolaan sampah ada lima sub sistem yang saling saling mendukung dimana antara satu dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-24542002). Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis operasional , aspek organisasi dan manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek bembiayaan, aspek peran serta masyarakat. Pemindahan dan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dilakukan oleh pemerintah daerah. Selain itu juga ada yang menerapkan pengelolaan sampah secara 3R yaitu (reduce, reuse dan recycle). Pada aspek pembiayaan, dibutuhkan biaya operasional dan pemeliharaan untuk sistem pengelolaan persampahan agar dapat bergerak dengan lancar baik dengan bantuan dana dari luar maupun dengan pembiayaan sendiri. Pembiayaan dalam sistem pengelolaan persampahan diperlukan untuk pembiayaan

pembangunan/perawatan/peningkatan sarana dan prasarana, upah tenaga operasional dan pemeliharaan. Pada aspek peraturan, perlunya peraturan baik dalam bentuk Undang-Undang maupun Perda untuk mendukung pengelolaan sampah yang lebih efektif, antara lain berisi tentang pengelolaan sampah 3R yaitu pemisahan sampah organik dan anorganik, serta memungkinkan pihak swasta ikut serta dalam mengelola sampah di TPA (Faizah, 2008). Aspek Teknik Operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaika dengan pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan

pertimbangan lingkungan (Tchobanoglous,1997:363 dalam Faizah, 2008).

1. Penampungan Sampah Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga tidak menggangu lingkungan. . Faktor yang paling mempengaruhi efektifitas tingkat pelayanan adalah kapasitas peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat bahan dan lokasi penempatan (SNI 192454-2002). 2. Pengumpulan Sampah Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai dari tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut : a. Pola Individual Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian diangkut ke tempat pembuangan sementara/ TPS sebelum dibuang ke TPA.
SUMBER SAMPAH PENGUMPUL AN PENGANGKUT

TPA

Pola Pengumpulan Sampah Individual Tak Langsung Sumber: SNI 19-2454-2002

b. Pola Komunal Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat penampungan sampah komunal yang telah disediakan / ke truk sampah

yang menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses pemindahan.
SUMBER WADAH PENGANGKUT

TPA

Pola Pengumpulan Sampah Komunal Sumber: SNI 19-2454-2002

3. Pemindahan Sampah Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau ram dan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002). Pemindahan sampah yang telah terpilah dari sumbernya diusahakan jangan sampai sampah tersebut bercampur kembali (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29 dalam Faizah, 2008).

4. Pengangkutan Sampah Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat pengepres, sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29 dalam Faizah, 2008). Tujuan pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah dari perkotaan ke tempat pembuangan akhir yang biasanya jauh dari kawasan perkotaan dan permukiman.

5. Pembuangan Akhir Sampah Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang sampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip pembuang akhir sampah adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan sampah. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah

Perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi 3 metode yaitu : a. Metode Open Dumping Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/ menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/ pengolahan sehingga sistem ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan. b. Metode Controlled Landfill (Penimbunan Terkendali) Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu. c. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter) Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi.

C. Model Model Pengelolaan Sampah 1. Model Pengelolaan Sampah di Indonesia Model pengolahan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan tumpukan. Model pertama merupakan cara yang paling sederhana, yaitu sampah dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan.

Urugan atau model buang dan pergi ini bisa saja dilakukan pada lokasi yang tepat, yaitu bila tidak ada pemukiman di bawahnya, tidak menimbulkan polusi udara, polusi pada air sungai, longsor, atau estetika. Model ini umumnya dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak begitu besar. Pengolahan sampah yang kedua lebih maju dari cara urugan, yaitu tumpukan. Model ini bila dilaksanakan secara lengkap sebenarnya sama dengan teknologi aerobik. Hanya saja tumpukan perlu dilengkapi dengan unit saluran air buangan, pengolahan air buangan (leachate), dan pembakaran ekses gas metan (flare). Model yang lengkap ini telah memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan. Model seperti ini banyak diterapkan di kota-kota besar. Namun, sayangnya model tumpukan ini umumnya tidak lengkap, tergantung dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat. Aplikasinya ada yang terbatas pada tumpukan saja atau tumpukan yang dilengkapi saluran air buangan, jarang yang membangun unit pengolah air buangan. Meskipun demikian, ada suatu daerah yang mengelolanya dengan kreatif.

2.

Model Pengelolaan Sampah Luar Negeri Di tahun terakhir, telah ada suatu aturan tentang prakarsa manajemen

sampah padat yang dilakukan oleh negara-negara Eropa, Australia, Austria, Selandia Baru, dan Jepang. Sebagai contoh, pemerintah Jepang sedang bekerja ke arah suatu target pengurangan timbunan sampah sebanyak 75%. Sebagian besar fokus dari program ini pada 3R (reduce, recyle, dan re-use). Umumnya pengelolaan sampah di luar negeri, khususnya Eropa, sudah dimulai di rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. Kantong sampah terbuat dari bahan yang bisa didaur ulang. Warna kantong dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Kantong sampah organik biasanya berwarna hijau, sedangkan kantong sampah anorganik berwarna cokelat. Adapun kantong sampah barang merah. Selain di lokasi perumahan, pemerintah setempat juga menyediakan tempat sampah di lokasi strategis untuk tempat buangan sampah di lokasi umum. Konstruksi tempat

10

sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkut oleh truk sekaligus bersama tempat sampahnya ke lokasi pengolahan. Sampah organik diambil oleh truk yang memiliki drum berputar dilengkapi pisau pencacah dan mikroba perombak bahan organik. Dengan cara ini pencampuran dapat dilakukan secara efisien dan merata karena volume sampah tidak begitu besar serta drum tersebut berputar dengan konstan. Kadang truk tersebut fungsinya hanya mengangkut, sedang pencacahan sampah dilakukan di tempat pengolahan. Setelah sampah di lokasi pengolahan, sampah dituangkan ke dalam tempat penampungan, lalu diangkut oleh conveyor untuk dipisahkan dari material anorganik (besi). Pemisahannya menggunakan magnetic separator. Sementara pemisahan material ringan seperti kertas, plastik, dan kain dengan menggunakan teknik sentrifugal/tromol berputar. Material yang berat selain besi seperti gelas atau potongan kayu dipisahkan dengan menggunakan hembusan udara (air classifier). Selanjutnya, sampah diangkut ke ruang pengolahan (komposting). Material anorganik yang masih bisa didaur ulang dipisahkan, sedangkan yang tidak bisa didaur ulang dibakar menggunakan incinerator.

11

BAB III PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini layak untuk ibu kota Propinsi Lampung. Kota yang terletak di sebelah barat daya Pulau Sumatera ini memiliki posisi geografis yang sangat

menguntungkan. Letaknya di ujung Pulau Sumatera berdekatan dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara. Wilayah Kota Bandar Lampung merupakan daerah perkotaan yang terus berkembang dari daerah tengah ke daerah pinggiran kota yang ditunjang fasilitas perhubungan dan penerangan. Pengembangan kota ditandai dengan tumbuhnya kawasan permukiman, namun demikian daerah pinggiran belum terlihat jelas ciri perkotaannya. Pada tahun 2001 Kota Bandar Lampung dimekarkan dari 9 Kecamatan dan 84 kelurahan menjadi 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 5020-5030 LS dan 10528-10537 BT dengan luas wilayah 192.96 km2 dengan batas-batas sebagai berikut : Batas Utara Batas Selatan : Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan :Kecamatan Padang Cermin, Ketibung dan Teluk Lampung Kabupaten Lampung Selatan Batas Timur Batas Barat : Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan : Kecamatan Gedungtataan dan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan

B. Masalah Persampahan Kota Bandar Lampung Masalah persampahan yang dialami Kota Bandar Lampung hampir dialami oleh sebagian besar kota-kota besar di Indonesia yaitu produksi sampah meningkat dan pemerintah kota mempunyai kemampuan yang sangat terbatas. Masalah yang dihadapi oleh Kota Bandar Lampung antara lain

12

adalah rendahnya jangkauan pelayanan khususnya untuk sampah domestik, tingginya kebutuhan akan land fill, serta tingginya subsidi pemerintah yang mengakibatkan masyarakat tidak perduli terhadap jumlah sampah yang dihasilkan Studi sektor yang dilaksanakan Universitas Lampung sebagai bagian dari program ACCCRN pada tahun 2010 menunjukkan bahwa manajemen sampah padat sangat berhubungan dengan resiko peningkatan dampak dari banjir ekstrem yang menunjukkan resiko meningkat setiap tahun di Bandar Lampung sebagai akibat dari dampak perubahan iklim. Padahal, manajemen sampah padat merepresentasikan strategi adaptasi jangka panjang yang secara kuat akan mengurangi kerentanan kota berkaitan dengan perubahan iklim di masa depan yang menunjukkan gejala semakin meningkat itu. Isu manajemen sampah padat adalah sesuatu yang sangat penting dan membawa sejumlah keterkaitan potensial yang kuat bagi pengembangan ketahanan kota terhadap perubahan iklim. Dua faktor penting yang mempengaruhi kecenderungan pertumbuhan sampah padat adalah populasi dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan populasi berkaitan secara langsung dengan kuantitas (jumlah) sampah padat. Kemudian pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh kepada pola konsumsi yang selanjutnya juga berkaitan dengan perubahan karakteristik sampah padat, melalui peningkatan sampah plastik, kertas, dan pengurangan sampah organik. Selain diantaranya, 1. pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat telah menyebabkan timbunan sampah pada perkotaan semakin tinggi, 2. kendaraan pengangkut sampah yang jumlah maupun kondisinya kurang memadai, 3. sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, dan 4. belum diterapkannya pendekatan reduce, reuse, recycle dan replace dan participation (4 R + P). itu, masalah persampahan disebabkan beberapa hal

13

Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah timbulnya berbagai penyakit menular, penyakit kulit, dan gangguan yang disebabkan terhambatnya arus air di drainase dan sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke drainase dan sungai sehingga mengakibatkan banjir (Wibowo dan Djajawinata, 2003). Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi di Kota Bandar Lampung telah meningkatkan jumlah sampah padat di perkotaan dari hari ke hari. Keterbatasan kemampuan Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pengelolaan Pasar, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum serta pihak kecamatan di wilayah Kota Bandar Lampung dalam menangani permasalahan sampah menjadi tanda awal dari semakin menurunnya sistem penanganan dan pengelolaan permasalahan sampah tersebut. Hal ini terasa semakin sulit untuk diselesaikan dalam jangka pendek karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kelurahan Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat, dan terkendala dengan jumlah kendaraan yang masih terbatas serta kondisi peralatan yang telah tua. Belum lagi pengelolaan TPA Bakung yang sampai saat ini belum sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menegaskan bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat akan menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan perubahan karakteristik sampah. Saat ini, pengelolaan sampah belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Saat ini juga sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar dapat memberikan manfaat secara ekonomi, peningkatan kesehatan masyarakat, aman bagi

14

lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Lebih lanjut juga disebutkan bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien. Berbicara fakta, penanganan sampah yang dilakukan saat ini belum sampai pada tahap memikirkan proses daur ulang atau menggunakan ulang sampah tersebut menjadi bahan yang bermanfaat (produktif). Penanganan sampah yang dilakukan hanya mengangkutnya dari tempat sampah di permukiman penduduk, pasar, terminal dan tempat penimbunan sementara dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah akhir. Cara seperti ini kurang bisa mengatasi masalah sampah karena masih dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan berhubungan erat dengan sampah karena sampah merupakan sumber pencemaran dan dapat memicu peningkatan pemanasan global. Permasalahan sampah timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengolahannya dan semakin menurun daya dukung alam sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini, saat ini menjadi problematika mendasar dalam manajemen terpadu sampah termasuk di Kota Bandar Lampung. Di satu pihak, jumlah sampah terus bertambah dengan laju yang cukup cepat, sedangkan di lain pihak kemampuan pengolahan dan pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung diakui masih belum memadai. Sistem pengelolaan sampah di perkotaan perlu perhatian khusus, karena timbulan sampah yang dihasilkan sangat besar seiring dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi, tidak adanya lahan sebagai tempat pengolahan dimana akhirnya dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan dan meningkatkan keretanan terhadap bahaya banjir.

Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena dalam semua aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah.

15

C. Manajemen Pengelolaan Sampah Kota Bandar Lampung Manajemen pengelolaan Sampah di Kota Bandar Lampung belum mampu mengatasi masalah persampahan di kota tersebut. Penanganan sampah yang dilakukan saat ini belum sampai pada tahap memikirkan proses daur ulang atau menggunakan ulang sampah tersebut menjadi bahan yang bermanfaat (produktif). Penanganan sampah yang dilakukan hanya

mengangkutnya dari tempat sampah di permukiman penduduk, pasar, terminal dan tempat penimbunan sementara dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dalam hal ini TPA Bakung. sumber Pengangkut

TPA Bakung

Kota Bandar Lampung masih menggunakan metode open dumping yaitu sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/ menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/ pengolahan sehingga sistem sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan. Manajemen terpadu sampah padat yang kurang maksimal di Kota Bandar Lampung telah diidentifikasi sebagai faktor kritis yang memperburuk dampak perubahan iklim dan berkontribusi kepada kerentanan di Kota Bandar Lampung melalui mekanisme sekunder, peningkatan resiko banjir sebagai akibat pembuangan sampah di saluran drainase. Pada sisi yang lain, Kota Bandar Lampung saat ini belum memiliki Master Plan Persampahan yang secara terpadu menjadi acuan dalam pengelolaan sampah perkotaan. Di sisi yang lain, keberadaan TPA Bakung, sebagai tempat open dumping, saat ini hanya mampu menampung 44,5% dari seluruh sampah yang dihasilkan di kota ini.

16

D. Dampak Pengelolaan Sampah yang Kurang Baik Beberapa masalah yang dapat ditimbulkan oleh sampah (termasuk di Kota Bandar Lampung) adalah sebagai berikut : 1. Sampah yang tercecer dan masuk ke dalam selokan/saluran drainase akan menyumbat saluran dan mengakibatkan banjir pada musim hujan. Keadaan seperti ini sudah sering terjadi di beberapa kota di Indonesia termasuk Kota Bandar Lampung. 2. Peningkatan jumlah sampah akan menimbulkan masalah dalam mencari tempat pembuangan sampah yang baru. Tempat yang dijadikan lokasi penimbunan sampah akan menjadi tempat berkembangnya organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Tempat ini juga akan menjadi sarang hewan liar atau lalat. Padahal, hewan liar ini dapat mempercepat penyebaran bibit penyakit. 3. Sampah yang terlalu lama ditimbun akan menghasilkan bau yang tidak enak dan akan mengganggu kesehatan orang yang tinggal di sekitarnya. Air yang dikeluarkan dari timbunan sampah juga dapat mencemari air sungai, air sumur, dan air tanah di sekitar tempat timbunan sampah tersebut.

17

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Penanganan sampah yang dilakukan saat ini di Kota Bandar Lampung belum sampai pada tahap memikirkan proses daur ulang atau menggunakan ulang sampah. Penanganan sampah yang dilakukan hanya mengangkutnya dari sumber (tempat sampah di permukiman penduduk, pasar, terminal dan tempat penimbunan sementara) kemudian

membuangnya ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dalam hal ini TPA Bakung. 2. Kota Bandar Lampung masih menggunakan metode open dumping yaitu sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/ menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/ pengolahan sehingga sistem sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.

B. Saran Dengan diketahuinya manajemen pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung dapat dijadikan perbandingan untuk mengetahui pengelolaan sampah yang baik.

18

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Profil Kota Bandar Lampung. Diakses pada tanggal 17 Desember 2011 di http://bandar lampung kota.go.id/download/bandar lampung _dd_report_%20environmental_(bahasa).pdf Anonim. 2011. Pedoman Perencanaan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Untuk Program REKOMPAK JRF. Diakses pada tanggal 21 November 2011 di http://www.rekompakjrf.org/download/ Pedoman _Desain_Persampahan_26_Juli_2011.pdf Anonim. 2011. Pengelolaan Sampah. Diakses pada tanggal 17 Desember 2011 di di http://www.wikipedia.org/download/PengelolaanSampah_26_ Juli_ 2011.pdf Radar Tanggamus. 2011. Pemkot Sambut Baik Pengelolaan Sampah Terpadu . Diakses pada tanggal 18 Desember 2011 di www.radartanggamus.co.id

19

Anda mungkin juga menyukai