Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan...2 BAB II Isi Anamnesis......4 Pemeriksaan......5 Diagnosis....6 Etiologi......10 Epidemiologi.........12 Patofisiologi...13 Komplikasi......13 Penatalaksanaan...14 Pencegahan..

20 Prognosis...20 BAB III Kesimpulan..21 Daftarpustaka..22

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi yaitu HSV-Tipe I (Herpes Simplex Virus Type I) dan HSV-Tipe II (Herpes Simplex Virus Type II). HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes), sedangkan HSV-Tipe II biasanya menginfeksi daerah genital dan sekitar anus (Genital Herpes). Beberapa penulis menyatakan bahwa kedua tipe virus herpes simpleks ini dapat menyebabkan Oral Herpes atau Genital Herpes. Infeksi HSV-Tipe I pada genital dapat disebabkan oleh kontak oral-genital atau genital-genital dengan seseorang yang memiliki infeksi HSVTipe I. Perjangkitan HSV-Tipe I genital berulang tidak sebanyak perjangkitan HSV-Tipe II genital. Herpes simpleks genitalis merupakan penyakit masyarakat yang penting. Prevalensinya di seluruh dunia meningkat secara bermakna selama 2 dekade terakhir. Morbiditas penyakit, kekambuhan yang tinggi dan komplikasinya seperti meningitis aseptik dan transmisi neonatus menyebabkan penyakit ini mendapat perhatian yang besar dari penderita dan petugas kesehatan. Penyebab herpes genitalis yang sering menimbulkan masalah akhir-akhir ini adalah: 1. Belum ditemukannya obat yang efektif dalam memberantas HSV. 2. Sifat dari penyakit ini sendiri yang mudah terjadi kekambuhan karena adanya fase laten dan sebagian besar infeksi yang sifatnya subklinik.
3. Diagnosis banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinik, sehingga mudah terjadi

kesalahan. 1.2. Tujuan Agar mahasiswa memahami fraktur dari berbagai aspek.

BAB II. ISI 2.1. 2.2. Identifikasi Masalah Menurut kelompok kami tidak ada istilah yang tidak diketahui. Rumusan Masalah Mahasiswa 26 tahun dengan keluhan pada batang penis terdapat luka-luka kecil yang nyeri, gatal, disertai demam dan lesu setelah melakukan hubungan seksual satu minggu sebelumnya tanpa pelindung. 2.3. Analisis Masalah

Prognosis

Anamnesis

Pencegahan

Batang penis terdapat luka-luka kecil yang nyeri, gatal, disertai demam dan lesu setelah melakukan hubungan

Pemeriksaan

Diagnosis

Penatalaksanaan

seksual satu minggu sebelumnya tanpa pelindung.

` Komplikasi

Epidemiologi Patofisiologis Etiologi

2.4.

Hipotesis Mahasiswa dengan keluhan tersebut menderita herpes simpleks

2.5.

Sasaran Pembelajaran Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis.

2.5.1. Anamnesis

Identitas : -

Nama (+ nama keluarga) Umur/ usia Jenis kelamin Nama orang tua Alamat Umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua Agama dan suku bangsa

1. Riwayat penyakit :

Keluhan utama Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama Cerita kronologis, rinci, jls ttg keadaan pasien sblm ada keluhan sampai Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll) Tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran) Reaksi alergi Perkembangan penyakit gejala sisa/ cacat Riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga Riwayat penyakit lain yg pernah diderita sebelumnya Lama keluhan Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar

2. Riwayat perjalanan penyakit :

dibawa berobat

3. Hal hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala :

2.5.2. Pemeriksaan

Bertambah berat/ berkurang Yang mendahului keluhan Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya Keluhan yang sama adalah pada anggota keluarga, orang serumah, Upaya yang dilakukan dan hasilnya

sekelilingnya

Pemeriksaan fisik 2.5.3. Diagnosis Working diagnosis Secara klinis bila didapatkan lesi yang khas maka dapat dicurigai infeksi virus herpes simpleks, tetapi diagnosis yang paling baik adalah ditemukannya virus dalam kultur jaringan. Sensitivitas pada pemeriksaan kultur hampir 95 % sebelum lesi tersebut membentuk krusta saat spesimen diperoleh dan ditangani dengan benar. Pada hakekatnya hasil positif palsu tidak ditemukan. Sayangnya pemeriksaan ini cukup mahal dan membutuhkan waktu lebih dari 48 jam, dan bahkan pada yang eksaserbasi asimtomatik diperlukan waktu yang lebih lama lagi mengingat titer virus yang lebih rendah. Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA yang lain mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan membentuk intranuclear inclusion body.Intranuclear inclusion body yang matang perlu dibedakan dari citomegalovirus. Karakteristik dari lesi adalah adanya central intranuclear inclusion body eosinofilik yang ireguler yang dibatasi oleh fragmen perifer dari kromatin pada tepi membran inti. Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu :
1. Virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya

pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun.

2. Virus herpes simpleks tipe 2 hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus

genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual. Handoko Roni, P., Herpes Simpleks, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002 Differential diagnosis Tabel 4. Perbedaan herpes genitalis, sifilis std I, limfogranuloma venereum & granuloma inguinale HG Vesikel berkelompok, bl pecah, erosi ulkus dangkal, bentuk bundar, soliter / multipel, sekret sedikit, dinnding gaung, indurasi (-). Nyeri (+) LGV Efek primer tidak spesifik, cepat menghilang/sembuh sendiri,. Beberapa kelenjar yang membengkak melekat menjadi satu. Positif Ikatan komplemen untuk LGV, titer < dari 1/16, tes ulang titer Pembesaran KGB inguinal, perlunakan tidak serentak Tabel 3. Perbedaan ulkus durum & ulkus mole Etiologi Masa inkubasi Jumlah lesi Bentuk Ulkus Durum T. Pallidum 10 90 hari Soliter Bulat, bulat lonjong Tepi rata, tanda radang (-) Tegak lurus Ulkus Mole H. Ducreyi 1 14 hari Multipel Bulat atau lonjong, bentuk cawan Tidak rata , tanda radang (+) Bergaung

Lesi

Tanda > ringan dari UM radang akut Lab Pem. sediaan hapus sel raksasa berinti banyak (-) Pembesaran KGB

Tepi lesi Dinding

Dasar

Bersih, merah

Jaringan granulasi yg mudah berdarah Jaringan nekrotik, pus Indurasi (-) Dolen / nyeri Tanda supurasi (+)

Isi

Serum

Perabaan / Indurasi (+) konsistensi Nyeri atau tidak Indolen / tidak nyeri Pembesaran Tanda supurasi KGB (-) Ulkus durum

Ulkus durum merupakan keadaan pada sifilis stadium dini (primer) Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Ulkus molle UM penyakit infeksi genital akut, lokalisata, disebabkan oleh kuman Streptobacillus ducreyi (Haemophilus ducreyi). Gejala khas ulkus nekrotik, nyeri di tempat inokulasi & srg disertai dg supurasi KGB regional. Masa inkubasi sekitar 1-5 hari. Lesi mula-mula berbentuk macula atau papul yang segera berubah menjadi pustule yang kemudian pecah membentuk ulkus yang khas, antara lain: 1. Multiple. 2. Lunak. 3. Nyeri tekan. 4. Dasarnya kotor dan mudah berdarah. 5. Tepi ulkus menggaung. 6. Kulit sekitar ulkus berwarna merah.

ulkus pada penis Lokasi ulkus pada pria terletak di daerah preputium, glans penis, batang penis, frenulum dan anus; sedangkan pada wanita terletak di vulva, klitoris, serviks, dan anus. Lokasi ekstragenital pada lidah, bibir, jari tangan, payudara, umbilicus, dan konjungtiva. Pembesaran kelenjar limfe inguinal tidak multiple, terjadi pada 30% kasus yang disertai radang akut. Kelenjar kemudian melunak dan pecah dengan membentuk sinus yang sangat nyeri disertai badan panas.
Martodiharjo, Sunarko. dkk. 2004. Ulkus Mole (chancroid). Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. RSU dr.Soetomo hal. 203-207. Surabaya.

Limfogranuloma venerum LGV merupakan penyakit yang dominan terjadi pada jaringan limfe. Prosespatologis yang penting adalah trombolimfangitis dan perilimfangitis dengan proses penyebaran inflamasi dari nodus limfatikus yang terinfeksi ke jaringan sekitarnya. Limfangitis ditandai oleh proliferasi sel endotelial lapisan kelenjar getah bening dan penghubung kelenjar getah bening di dalam nodus limfatikus. Tempat terjadinya primer infeksi pada saluran nodus limfatikus cepat memperbesar dan membentuk area kecil, yang dipisahkan dari jaringan yang nekrosis oleh sel endotelial yang rapat. Area yang nekrotik menarik leukosit polimorfonuklear dan membesar sehingga terbentuk suatu bangunan yang khas yang berbentuk segitiga atau bentuk segi empat yang lebih dikenal dengan stellate abses Inflamasi nodus limfatikus yang berdekatan disertai dengan periadenitis, dan sebagai akibat dari perkembangan inflamasi, bisul bersatu dan ruptur, membentuk loculated

abses, fistula-fistula, atau sinus-sinus. Proses inflamasi terjadi selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyembuhan yang berlangsung mengakibatkan fibrosis, yang akan menghancurkan struktur nodus limfatikus yang normal dan menyebabkab obstruksi pembuluh limfe. Edema kronis dan sklerosa fibrosis menyebabkan indurasi dan pembesaran bagian yang terpengaruh. Fibrosis juga berperan dalam menyediakandarah untuk membran mukosaatau kulit, dan terjadinya ulserasi. Pada rektum mengakibatkan pembinasaan dan ulserasi mukosa, inflamasi transmural pada dinding bowel, obstruksi saluran limfatik dan pembentukan fibrotik. Pembentukanadhesi yang menentukan bagian yang lebih rendah dari sigmoid dan rektum terhadap dinding daritulang panggul dan organ yang berdekatan.lgv (sifilis) William, 2000, http://www.sexuallytransmitteddiseases.htm, diakses tanggal 23 Maret 2008 Oswari, E., 1995, Penyakit dan Penanggulangannya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Anonim, 2001, http://www.calicutmedical.org/2001;1(1)e6.htm, diakses tanggal 23 Maret 2008
2.5.4.

Epidemiologi HSV adalah penyakit yang sangat umum. Di AS, kurang lebih 45 juta orang memiliki

infeksi HSV kurang lebih 20% orang di atas usia 12 tahun. Diperkirakan terjadi satu juta infeksi baru setiap tahun. Prevalensi dan kejadian di Indonesia belum diketahui. Angka prevalensi infeksi HSV sudah meningkat secara bermakna selama dasawarsa terakhir. Sekitar 80% orang dengan HIV juga terinfeksi herpes kelamin. Infeksi HSV-2 lebih umum pada perempuan. Di AS, kurang lebih satu dari empat perempuan dan satu dari lima lakilaki terinfeksi HSV-2. HSV kelamin berpotensi menyebabkan kematian pada bayi yang terinfeksi. Bila seorang perempuan mempunyai herpes kelamin aktif waktu melahirkan, sebaiknya melahirkan dengan bedah sesar.jurnal Virus herpes simpleks menyebar melalui kontak tubuh secara langsung dan sebagian besar dengan kontak seksual. Dalam keadaan tanpa adanya antibodi , kontak dengan partner seksual yang menderita lesi herpes aktif, sebagian besar akan mengakibatkan penyakit yang bersifat klinis. Penyebaran tanpa hubungan sexual dapat terjadi melalui

autoinokulasi pada penderita infeksi virus herpes simpleks atau dengan cara lain yang dibuktikan pada kasus herpes genital pada anak-anak. Penyebaran transplasenta sangat jarang terjadi dan masih belum jelas, tetapi diduga tidak jauh berbeda dengan penularan virus herpes yang lain seperti sitomegalovirus, Epstein-Barr virus dan lain-lain. Penularan pada bayi dapat terjadi bila janin yang lahir kontak dengan virus pada ibu yang terinfeksi virus aktif dari jalan lahirnya dan ini merupakan penularan pada neonatal yang paling sering terjadi. Meskipun demikian kejadian herpes neonatal kecil sekali yaitu 1 : 25 000 kelahiran . Beberapa keadaan yang mempengaruhi terjadinya herpes neonatal adalah banyak sedikitnya virus, kulit ketuban masih utuh atau tidak, ada atau tidaknya lesi herpes genital, dan ada atau tidaknya antibodi virus herpes simpleks. Pada ibu hamil dengan infeksi primer dan belum terbentuk antibodi maka penularan dapat terjadi sampai 50 % sedangkan pada infeksi rekuren hanya 2,5 5 %.
2.5.5.

Etiologi

Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi yaitu : HSV-Tipe I (Herpes Simplex Virus Type I) HSV-Tipe II (Herpes Simplex Virus Type II)

HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes), sedangkan HSV-Tipe II biasanya menginfeksi daerah genital dan sekitar anus (Genital Herpes). HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata. HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual dan menyebakan gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada membran mukosa alat kelamin. Infeksi pada vagina terlihat seperti bercak dengan luka. Pada pasien mungkin muncul iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit (jaundice) dan kesulitan bernapas atau kejang.1,4 HSV terdiri dari 4 struktur dasar yaitu: envelope, tegument, nucleocapsid, dan DNAcontaining core.

Gambar 1: Partikel HSV-2 (Courtesy of Linda M. Stannard, University of Cape Town) Herpes genital disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) dan Herpes Virus Hominis (HVH). Secara serologik, biologik dan sifat fisikokimia HSV-I dan HSV-II sukar dibedakan. Dari penelitian seroepidemiologik didapat bahwa antibodi HSV-I sudah terdapat pada anak-anak sekitar umur 5 tahun, meningkat 70% pada usia remaja dan 97% pada orang tua. Penelitian seroepidemiologik terhadap HSV-II sulit untuk dinilai berhubungan adanya reaksi silang antara respon imun humoral HSV-I dan HSV-II.3 Dari data WHO dapat diambil kesimpulan bahwa antibodi terhadap HSV-II rata-rata baru terbentuk setelah melakukan aktifitas seksual. Pada kelompok remaja didapatkan kurang dari 30%, pada kelompok wanita di atas umur 40 tahun meningkat sampai 60%, dan pada pekerja seks wanita ternyata antibodi HSV-II 10 kali lebih tinggi daripada orang normal.2 1. Yunihastuti, E., Djausi, S., Djoerban, Z., Virus Herpes Simpleks, dalam Infeksi Oportunistik pada AIDS, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Hal 44-46, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005 2. Daili Sjaiful Fahmi, Judanarso Jubianto, Herpes Genital, dalam Daili, S., F., Makes, W., I., Zubier, F., Judanarso, J., Infeksi Menular Seksual, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 111-125, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005 3. Stannard Linda, Herpes Simplex Viruses, dalam http://virology-online.com/index.html. 2005

4. Gillespie S. dan Bamford K., 2007. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi Edisi Ketiga.Jakarta : Erlangga 2.5.6. Patogenesis

HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus menembus permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat resisten). HSV I ditransmisikan melalui sekresi oral,virus menyebar melalui droplet pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi. Ini sering terjadi selama berciuman, atau dengan memakan atau meminum dari perkakas yang terkontaminasi. HSV-I dapat menyebabkan herpes genitalis melalui transmisi selama seks oral-genital. Karena virus ditransmisikan melalui sekresi dari oral atau mukosa (kulit) genital, biasanya tempat infeksi pada lakilaki termasuk batang dan kepala penis, skrotum, paha bagian dalam, anus. Labia, vagina, serviks, anus, paha bagian dalam adalah tempat yang biasa pada wanita. Mulut juga dapat menjadi tempat infeksi untuk keduanya. Penyebaran herpes genetalis atau Herpes Simpleks II dapat melalui kontak langsung antara seseorang yang tidak memiliki antigen terhadap HSV-II dengan seseorang yang terinfeksi HSV-II. Kontak dapat melalui membran mukosa atau kontak langsung kulit dengan lesi. Transmisi juga dapat terjadi dari seorang pasangan yang tidak memiliki luka yang tampak. Kontak tidak langsung dapat melalui alat-alat yang dipakai penderita karena HSV-II memiliki envelope sehingga dapat bertahan hidup sekitar 30 menit di luar sel. Secara umum gejala klinik infeksi virus herpes simpleks dapat dibagi dalam 2 bentuk yaitu :
1. Infeksi primer yang biasanya disertai gejala ( simtomatik ) meskipun dapat pula tanpa

gejala ( asimtomatik ). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena adanya imunitas tertentu dari antibodi yang bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita infeksi tipe 1 saat anak-anak. Masa inkubasi yang khas selama 3 6 hari ( masa inkubasi terpendek yang pernah ditemukan 48 jam ) yang diikuti dengan erupsi papuler dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian menjadi nyeri dan pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang multipel dan dapat menyatu. Adenopati inguinalis yang bisa menjadi sangat parah. Gejala sistemik mirip influenza yang bersifat sepintas sering ditemukan dan mungkin disebabkan oleh viremia. Vesikel yang terbentuk pada perineum dan vulva mudah terkena trauma dan dapat terjadi ulserasi serta terjangkit infeksi sekunder. Lesi pada vulva cenderung menimbulkan

nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas yang berat. Retensi urin dapat terjadi karena rasa nyeri yang ditimbulkan ketika buang air kecil atau terkenanya nervus sakralis. Dalam waktu 2 4 minggu, semua keluhan dan gejala infeksi akan menghilang tetapi dapat kambuh lagi karena terjadinya reaktivasi virus dari ganglion saraf. Kelainan pada serviks sering ditemukan pada infeksi primer dan dapat memperlihatkan inflamasi serta ulserasi atau tidak menimbulkan gejala klinis.
2. Infeksi rekuren. Setelah infeksi mukokutaneus yang primer, pertikel-partikel virus

akan menyerang sejumlah ganglion saraf yang berhubungan dan menimbulkan infeksi laten yang berlangsung lama. Infeksi laten dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion saraf secara berkala akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut infeksi rekuren yang mengakibatkan infeksi yang asimtomatik secara klinis ( pelepasan virus ) dengan atau tanpa lesi yang simtomatik. Lesi ini umumnya tidak banyak, tidak begitu nyeri serta melepaskan virus untuk periode waktu yang lebih singkat (2 5 hari) dibandingkan dengan yang terjadi pada infeksi primer, dan secara khas akan timbul lagi pada lokasi yang sama. Walaupun sering terlihat pada infeksi primer, infeksi serviks tidak begitu sering terjadi pada infeksi yang rekuren.
3. Infeksi primer pada ibu dapat menular pada janin, meskipun jarang, melalui plasenta

atau lewat korioamnion yang utuh dan dapat menyebabkan abortus spontan, prematuritas, ataupun kelainan kongenital dengan gejala mirip infeksi pada sitomegalovirus seperti mikrosefali, korioretinitis, IUGR. Janin hampir selalu terinfeksi oleh virus yang dilepaskan dari serviks atau traktus genitalis bawah setelah ketuban pecah atau saat bayi dilahirkan. Herpes simpleks dibagi atas dua berdasarkan penyakit yang ditimbulkannya, yaitu 1. HSV-1 Sering asimtomatik, tapi pada anak kecil sering demam, gingivostomatitis vesicular, dan limfadenopati; orang dewasa menunjukkan gejala faringitis dan tonsillitis. Infeksi mata primer menyebabkan keratokonjungtivitis berat, infeksi rekuren menyebabkan terbentuknya jaringan parut kornea. Infeksi kulit primer (herpertic whitlow) biasanya muncul pada kulit yang mengalami trauma (misal jari). Ensefalitis fatal dapat terjadi. Transmisi maternal selama persalinan dapat menyebabkan infeksi neonates

menyeluruh dan ensefalitis. Tempat predileksi HSV tipe-1 di daerah pinggang ke atas terutama mulut dan hidung. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan (kontak kulit, menggigit jari-herpetic whitlow). Diduga penyebab herpes ensefalitis. 2. HSV-2 Menyebabkan ulkus genitalia, nyeri dan dapat memberat, dengan gejala sampai 3 minggu. Infeksi rekuren lebih ringan dan penyebaran virus terjadi dalam waktu singkat, tapi infeksi dapat ditransmisikan pada pasangan seksual. Meningitis jarang terjadi. Tempat predileksi HSV tipe-2di daerah pinggang ke bawah, terutama genital. Berperan dalam herpes meningitis dan infeksi neonatum. v3. Siregar, R., S., Herpes Genitalis, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi 2, Hal 82-84, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004 . Gandhi Monica, Genital Herpes, dalamhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000857.htm., Division of Infectious Disease, UCSF, San Francisco, CA., October 4, 2006 8. Tennen Melisa, Genital Herpes, dalamhttp://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/dc/caz/repr/stds/alert09262003.jsp 9. Daili Sjaiful Fahmi, Judanarso Jubianto, Herpes Genital, dalam Daili, S., F., Makes, W., I., Zubier, F., Judanarso, J., Infeksi Menular Seksual, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 111-125, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005 Mulyono. 1986. Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, 1sted. Meidian Mulya Jaya, Jakarta : 149-152. 2.5.7. 1. 2. 3.
4.

Komplikasi Infeksi sekunder oleh bakteri. Kekambuhan penyakit (sering terjadi). Komplikasi pada daerah genital seperti: genital neuralgia (terjadi pada beberapa Transverse myelopathy (mengganggu penyampaian melalui korda spinalis). Inkontinensia.

Komplikasi yang dapat terjadi pada orang yang terinfeksi HSV-II adalah:1,2,,9

remaja), striktur uretra, fusi dari labium, limpatik supuratif. 5.

6. 7.
8.

Tekanan psikologis yang berupa ketakutan dan depresi, terutama bila terjadi Pada wanita dengan infeksi HSV-II primer dapat terjadi aseptik meningitis, Pada wanita hamil, virus dapat melalui plasenta dan masuk ke dalam peredaran

salah penanganan pada penderita. encefalitis (jarang). darah janin sehingga dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian pada janin. Hal ini penting supaya wanita menghindari menderita herpes genital selama kehamilan. Infeksi ini mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup menderita cacat neurologik, atau kelainan pada mata. Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa encephalitis, meningitis herpetic, viremia herpetic, erupsi kulit kronis (berupa vesikel herpetiformis), keratokonjungtivitis, koroidoretinitis, microcephali, atau hepatitis. Beberapa ahli menganjurkan melakukan sectio caesarea pada ibu yang terinfeksi HSV-II aktif. Angka kejadian infeksi pada bayi dari wanita yang mengidap infeksi herpes jarang, di AS frekuensi herpes neonatal adalah 1 per 7500 kelahiran hidup. Sedangkan apabila pada trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intra partum atau paska partum.1,2,9 9. Pada orang tua: hepatitis, meningitis, ensefalitis, hipersensitifitas terhadap virus, sehingga timbul reaksi pada kulit berupa eritema eksudativum multiforme.
10. Penyebaran virus ke organ-organ lain pada individu imunokompromis. Infeksi

herpes dapat menjadi berat pada orang-orang dengan supresi sistem imun.4,5 11. Herpes memainkan peran pada penyebaran HIV, virus yang dapat menyebabkan AIDS. Herpes dapat membuat orang lebih rentan terinfeksi HIV, dan dapat membuat individu yang terinfeksi HIV lebih infeksius. Berbagai komplikasi berhubungan dengan infeksi herpes. Virus herpes penting untuk wanita. Virus ini memiliki keterlibatan dengan kanker serviks. Virus dapat menyebar dari vagina ke serviks pada wanita yang tidak merasakan simptom. Resiko meningkat ketika HSV muncul pada kombinasidengan Human Papilloma Virus (HPV), virus ini bertanggung jawab untuk Condyloma.5,6, Infeksi herpes juga merupakan masalah serius untuk individu imunokompromis (pasien AIDS, menjalani kemoterapi atau terapi radiasi, atau mendapatkan dosis tinggi kortison). Orang-orang ini dapat menderita infeksi bermacam-macam organ, meliputi:4,5,

1. Keratitis herpetik, infeksi herpes pada mata mengakibatkan parut pada kornea, dan akhirnya kebutaan. 2. Infeksi persisten pada membran mukosa dan kulit dari hidung, mulut dan tenggorok. 3. Esofagitis herpetik, infeksi pada liver menyebabkan inflamasi pada liver dan akhirnya gagal liver. 4. Ensefalitis, infeksi yang sangat serius pada otak. Jika tidak diobati, kira-kira 60-80% orang-orang yang mengidap infeksi ini akan berkembang menjadi koma dan meninggal dalam beberapa hari. Sedangkan orang sembuh sering mengalami pemburukan, kategori pemburukan neurologi sedang hingga paralisis. 5. Pneumonitis, infeksi pada paru-paru menyebabkan pneumonia. v1. Handoko Roni, P., Herpes Simpleks, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002 2. Torres Gisela, Herpes Simplex, dalamhttp://www.emedicine.com/DERM/topic179.htm, August 9, 2005 7. Gandhi Monica, Genital Herpes, dalamhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000857.htm., Division of Infectious Disease, UCSF, San Francisco, CA., October 4, 2006 9. Daili Sjaiful Fahmi, Judanarso Jubianto, Herpes Genital, dalam Daili, S., F., Makes, W., I., Zubier, F., Judanarso, J., Infeksi Menular Seksual, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 111-125, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005 4. Anonim, Genital Herpes, dalam http://www.cdc.gov/std/Herpes/STDFact-Herpes.htm., Centers for Disease Control and Prevention, 1600 Clifton Rd, Atlanta, GA 30333, USA, May, 2004 5. Anonim, Genital Herpes Simplex, dalamhttp://www.healthcentre.com/ency/408/000857.html 2.5.8. Penatalaksanaan Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua obat tersebut menghambat sintesis DNA virus. Oba-obat ini dapat menghambat

perkembangbiakan herpesvirus. Walaupun demikian, HSV tetap bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak jauh berbeda pada orang yang diobati dengan yang tidak diobati. Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus adalah Asiklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer. Pada infeksi primer, penatalaksanaannya adalah sebagai berikut: 1. Obat untuk mengurangi keluhan (simptomatis), misalnya: analgesik untuk meredakan nyeri. 2. Antivirus: Acyclovir, diminum 5 x 200 mg per hari selama 7-10 hari. Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 7-10 hari. Famcyclovir, diminum 3 x 250 mg per hari selama 7-10 hari.

Pada infeksi kambuhan (rekuren): Infeksi ringan, cukup dengan menggunakan obat untuk meredakan keluhan (simptomatis) dan obat antivirus topikal (salep, cream), misalnya acyclovir cream, dioleskan 5 kali sehari atau setiap 4 jam, selama 5-10 hari. Pada infeksi berat:
-

Acyclovir, diminum 5 x 200 mg per hari selama 5 hari. Acyclovir, diminum 3 x 400 mg per hari selama 5 hari. Acyclovir, diminum 2 x 800 mg per hari selama 5 hari. Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 5 hari. Famcyclovir, diminum 2 x 125 mg per hari selama 5 hari.

Jika kekambuhan (rekuren) terjadi lebih 8 kali dalam setahun, maka perlu dilakukan terapi supresif selama 6 bulan, menggunakan:
-

Acyclovir, diminum 2 x 800 mg per hari selama 5 hari. Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 5 hari

Wanita hamil yang terinfeksi Herpes genitalis dapat menularkan penyakit melalui plasenta (transplasental) kepada janin yang dikandungnya dengan berbagai resiko pada

janin. Penularan pada trimester (tiga bulan) pertama kehamilan beresiko terjadinya abortus, sedangkan pada trimester kedua beresiko terjadinya kelahiran prematur. Ahli kandungan biasanya melakukan secio caesaria (operasi caesar) jika pada saat melahirkan mendapati si ibu terinfeksi Herpes simplex genitalis untuk menghindari penularan terhadap janin melalui jalan lahir. Jawetz, E.,et al, 1984, Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan edisi 16, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta Oswari, E., 1995, Penyakit dan Penanggulangannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Mulyono. 1986. Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, 1sted. Meidian Mulya Jaya, Jakarta : 149-152. Gillespie S. dan Bamford K., 2007. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi Edisi Ketiga.Jakarta : Erlangga

2.5.9. Pencegahan Selama ini metode yang paling efektif dalam mencegah infeksi adalah menghindari kontak atau menggunakan barier yang impermeable. Penggunaan kondom lateks yang benar dan konsisten dapat mengurangi resiko herpes genital hanya jika area yang terinfeksi atau tempat yang potensial terpajan dapat terlindungi. Kondom wanita telah diuji dan memperlihatkan kesuksesan dalam mengurangi transmisi virus. Kondom dari bahan lateks adalah barier yang lebih efektif. Krim spermatisida dapat menghancurkan virus tapi tidak 100% efektif, sabun dan air mungkin dapat menghancurkan virus dalam beberapa menit pertama setelah kontak. Cara ini dapat digunakan pada permukaan kulit tapi tidak dapat digunakan pada vagina dan serviks. Phenol, alcohol, iodine, dan klorofom, dapat menghancurkan virus di ekstraseluler tapi tidak praktis digunakan rutin pada kulit atau mukosa. Seseorang dengan herpes harus berpantang dari aktifitas seksual dengan pasangan yang tidak terinfeksi ketika lesi atau simptom herpes muncul. Hal ini penting untuk diketahui bahwa ketika seseorang tidak memiliki simptom, dia masih dapat menginfeksi pasangan seks. Pasangan-pasangan seks harus dinasehati bahwa mereka dapat terinfeksi.

Pasangan seks dapat mencoba tes untuk menentukan jika mereka terinfeksi HSV. Tes darah HSV-II (+) sangat mungkin mengindikasikan infeksi herpes genital.4,6,7,8 Herpes dapat menyebar dari 1 bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain selama perjangkitan. Pasien disarankan untuk tidak menyentuh mata atau mulut setelah menyentuh vesikel atau ulkus. Selama perjangkitan, pasien supaya selalu mencuci tangan dengan cermat. Baju yang kontak dengan ulkus supaya tidak dicampur dengan baju yang lain. Pasangan harus mempertimbangkan semua kontak seksual, termasuk berciuman.6 Wanita hamil dengan infeksi herpes simpleks harus melaksanakan kultur virus tiap minggu dari serviks dan genitalia eksterna sebagai jalan lahir. Persalinan secara sectio caesaria direkomendasikan untuk mencegah infeksi bayi baru lahir.6,7 PILIHAN DAFPUS (buat yang belom ada dafpusnyaa, bisa dipilih sendiri mau yang mana hehe thanks) 1. Handoko Roni, P., Herpes Simpleks, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002 2. Torres Gisela, Herpes Simplex, dalamhttp://www.emedicine.com/DERM/topic179.htm, August 9, 2005 3. Siregar, R., S., Herpes Genitalis, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi 2, Hal 82-84, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004 4. Anonim, Genital Herpes, dalam http://www.cdc.gov/std/Herpes/STDFact-Herpes.htm., Centers for Disease Control and Prevention, 1600 Clifton Rd, Atlanta, GA 30333, USA, May, 2004 5. Anonim, Genital Herpes Simplex, dalamhttp://www.healthcentre.com/ency/408/000857.html 6. Anonim, Genital Herpes In Women, dalamhttp://www.medicinenet.com/genital herpes in women/page2.htm 7. Gandhi Monica, Genital Herpes, dalamhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000857.htm., Division of Infectious Disease, UCSF, San Francisco, CA., October 4, 2006

8. Tennen Melisa, Genital Herpes, dalamhttp://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/dc/caz/repr/stds/alert09262003.jsp 9. Daili Sjaiful Fahmi, Judanarso Jubianto, Herpes Genital, dalam Daili, S., F., Makes, W., I., Zubier, F., Judanarso, J., Infeksi Menular Seksual, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 111-125, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005 10. Stannard Linda, Herpes Simplex Viruses, dalam http://virology-online.com/index.html. 2005 11. Yunihastuti, E., Djausi, S., Djoerban, Z., Virus Herpes Simpleks, dalam Infeksi Oportunistik pada AIDS, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Hal 44-46, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005 12. Anonim, Herpes, dalam http://www.herpes-coldsores.com/std/herp. 2005

1. Djuanda, A. 2001. Limfogranuloma Venereum, dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S. (eds), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI, Jakarta : 388-391. 2. Mulyono. 1986. Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, 1sted. Meidian Mulya Jaya, Jakarta : 149-152. 3. Perine, L.P dan Stamm, W.E. 1999. Limfogranuloma Venereum, dalam Holmes, K., Mardh, P.A., Sparling, P.F., Lemon, S.M., Stamm, W.E., Piot, P. dan Wasserheit, J.N. (eds). Sexually Trasmitted Disease, 3rd ed. The McGraw-Hill Companies, New York : 423-430. Anonim, 2007, Virus Herpes Simpleks, http://id.wikipedia.org, diakses tanggal 10 April 2008. Anonim, 2007, Herpes Simpleks, http://medlinux.blogspot.com, diakses tanggal 18 April 2008. Anonim, 2008, Penggunaan Tablet Acylovir pada Infeksi Herpes Simpleks, http://yosefw.wordpress.com, diakses tanggal 18 April 2008. Brooks, G., et al, 1995, Mikrobiologi Kedokteran edisi 20, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta Jawetz, E.,et al, 1984, Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan edisi 16, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta Oswari, E., 1995, Penyakit dan Penanggulangannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: info@spiritia.or.id Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 519 HERPES SIMPLEKS 1. tlas Penyakit Kulit dan Kelamin, SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK. Unair, RSU Dr. Soetomo, Surabaya, cetakan keempat, 2008. 2. Ilmu Penyakit Kulit, Prof. Dr. Marwali H, cetakan I, 2000. 3. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FK UI, edisi keempat, 2005. 4. Djuanda A, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima (cetakan Kelima, 2010).Jakarta : Balai Penerbit FKUI 5. Gillespie S. dan Bamford K., 2007. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi Edisi Ketiga.Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai