Anda di halaman 1dari 6

Arab Pra Islam

(Studi atas sosio historis kabilah-kabilah Arab)


Giyarso Widodo Pengantar Studi mengenai Arab pra Islam, dipandang oleh kebanyakan para sejahrawan sebagai periode paling sulit sekaligus paling menantang. Sulit, karena untuk menguasai tema tersebut secara komprehensif, dibutuhkan penguasaan lebih dari bahasa, tak terkecuali dari bahasa-bahasa klasik semacam bahasa Bibel, Mesir masa lampau, Ibrani, Arman, Yunani, Latin, dan lain sebagainya. Menantang, tak lain karena tema tersebut masih jarang dikaji oleh orang Islam sendiri. Kebanyakan tema tersebut malahan diambil alih oleh sejahrawan Jerman, yang sampai saat ini banyak dijadikan rujukan bagi orang Islam.1 Tema Arab pra Islam juga merupakan tuntutan wajib bagi peniliti sejarah Islam awal. Bahwa sejarah tak berangkat dari kekosongan; artinya ia merupakan upaya kontinuitas dari peradaban-peradaban sebelumnya. Baik itu sebagai pengkoreksi maupun rekonstruksi. Hal yang juga menambah runyam, seperti disinyalir oleh Dr. Jurhi Zaidan, bahwa sejarah Arab pra Islam, banyak mendatangkan kontroversi disana sini.2 Tidak jarang satu tema dengan yang lainnya bertentangan. Misalnya saja tema pokok tentang asal muasal peradaban Arab. Para sejahrawan tidak bisa sepakat dalam satu kata. Oleh sebagian orang kegelisahan semacam ini didasarkan pada alasan radikal: menghapus semua warisan intelektual warisan arab era jahiliyah dan menutupnya dengan tulisan-tulisan Islam.3 Timbul pertanyaan yang tak terelakkan; lantas dari mana harus memulai? Dengan pernyataan lain, apa saja yang sampai kepada kita tentang sejarah-sejarah yang gelap tersebut? Satu hal yang mungkin perlu pemikiran kembali, kenapa kebanyakan sejarah tersebut hanya diulas sebagai pendamping untuk masuk dalam tema-tema keislaman; haji sebelum Islam, muruah sebelum Islam, dll. Dalam tulisan ini, yang kalau boleh dikatakan sebagai catatan pendamping atas tema Pemerintahan Nabi Muhammad SAW, tidak akan membahas hal-hal di atas, akan tetapi lebih memfokuskan kepada pembahasan kehidupan sosial masyarakat
1

Dr. Husein Muannits, dalam Pengantar buku al-Arab qabla al-Islam, karangan Dr. Jurhi Zaidan, hlm.5 2 Dr Jurhi Zaidan, al-Arab qabla Islam, hlm. 9 3 Ibid, hlm. 17

Arab sebelum datangnya Islam. Lebih mengerucutnya: kajian tentang kehidupan kabilah-kabilah Arab. Hal ini tak lain, bahwa untuk mengkomparasikan dengan pemerintah Islam era Nabi Muhamamad dan setelahnya, peran politik yang dipegang oleh kabilah-kabilah pada akhirnya diambil alih oleh para pemimpin Islam. Kabilah-kabilah Arab Sebagai gambaran yang mudah untuk dimengerti, bahwa sejarah Arab paling tidak dibagi menjadi dua ranah; arab jahili (badai) dan arab yang tersisa.(baqiyah)4 Kabilah-kabilah badai lebih ditujukan kepada kabilah pra Islam, yang setelah Islam datang, keberadaan kabilah tersebut tergerus dan berangsur hilang. Sedang yang kedua, bahwa kalibah tersebut telah ada, dan masa Islam kabilah tersebut masih memperlihatkan eksistensinya. Ada anggapan, bahwa kondisi masyarakat pada waktu itu terasing dari peradaban modern, dan sama sekali tidak bersentuhan dengan dunia luar. Pada dasarnya anggapan ini tidak selamanya benar, meskipun frekuensinya tidak bisa dikompasikan dengan kondisi saat ini, di mana masyakat di suatu negara tertentu bisa bebas bertemu dan berkomunikasi dengan masyarakat negara-negara lain tanpa ada batas. Hal tersebut mungkin dikarenakan kondisi geografis dan situasi sosial. Mekanisme pertemuan masyarakat Arab dan lainnya dapat terjadi antara lain; melaui perdagangan, pendirian kota-kota yang berafiliasi kepada pemerintahan Persia dan Romawi, serta adanya utusan dari kaum Yahudi dan Nasrani yang bertugas menyebarkan agama-agama mereka.5 Tak bisa dipungkiri, masyarakat pada waktu itu terdiri dari kabilah yang beraneka ragam. Dan yang paling terkenal dari kabilah Arab adalah Arab Qahthaniyah dan Arab Adnaniyah. Dalam perjalanan sejarah, peran-peran yang dimainkan oleh kabilah tersebut tidak selamanya mutlak didominasi oleh satu kabilah. Setidaknya ada tiga fase/ periode untuk menggambarkan dominasi ini6; periode pertama, penguasaan oleh kabilah arab utara, dan kebanyakan dihuni oleh arab baidah, periode kedua dipegang oleh arab selatan dan dimainkan oleh kabilah Qahthan, sedang periode terakhir kekuasaan kembali kepada kabilah Arab sebelah utara oleh kabilah Adnaniyah.
4 5

Dr. Yasin Ghadban, Madinah Yatsrib Qabla al-Islam, hlm.147 Ahmad Amin, Fajr al-Islam, hlm.22 6 Dr. Yasin Ghadban, Ibid.

Dominasi tarik menarik kekuasaan antar kabilah ini berakhir dengan datangnya Islam di jazirah Arab. Secara ringkas, dengan berpijak pada dominasi antar kabilah seperti di atas, ada tiga kabilah yang berperan. Pertama, Arab Baidah atau penduduk Arab yang bermukim di wilayah timur. Mereka terdiri dari kaum Tsamud, Ad, Thasam, dll. Kedua, Qahthaniyah, atau arab sebelah selatan yang terdiri dari kaum Saba, Khamir, dan suku-suku yang berafiliasi kepada keduanya. Ketiga, Adnaniyah, yaitu mereka yang hidup di daerah arab bagian utara. Yang paling terkenal dari kabilah ini adalah suku Quraish. Kehidupan Politik Kabilah Arab Kabilah-kabilah diatasbaik yang hidup menetap di Mekah, Khirah, maupun di Yatsribtak bisa dikatakan tidak mempunyai sistem pemerintahan, meskipun cakupannya kecil jika dibandingkan dengan kehidupan pada abad modern. Kehidupan sosial dan politik mereka dibungkus dalam nasionalisme kabilah atau pemerintahan kabilah (nuzum qabilah)7 yang berdasarkan kepada kesamaan asal-usul, kesamaan nasib sebagai warga masyarakat yaitu masyarakat yang suka berpindah (nomaden). Sistem itu juga berakar pada kesatuan adat istiadat, dan yang paling penting mereka disatukan oleh hubungan antar anggota kabilah yaitu fanatisme/ kesukuan (ashabiyyah). Sebuah fanatisme yang tentu saja ukurannya sangat beragam antara satu kabilah dengan yang lainnya. Keragaman hubungan antar kabilah yang melahirkan nasionalisme kesukuan, juga diwarnai oleh kesepakatan aliansi antar kabilah. Disinyalir bahwa aliansi-aliansi inilah yang melahirkan kabilah8. Aliansi antar kabilah ini antara lain bisa terjadi karena efek perang. Ada kalanya kabilah yang lemah minta pertolongan kepada kabilah yang kuat, dan sebaliknya sebagai imbalan atas pertolongan tersebut kabilah yang kuat mengajukan persyaratan tertentu, bisa juga hal tersebut terjadi karena kesamaan tujuan antar kabilah. Dengan masuk aliansi ini, maka kabilah-kabilah tersebut bersama-sama menanggung semua hak dan kewajiban antar satu dengan yang lainnya. Mereka berjuang bersama atas musuh, meskipun hanya musuh satu kabilah. Akan tetapi hal tersebut tidak menghalangi, misalnya jika ada kabilah tertentu menawarkan
7 8

Dr. Yasin Ghadban, Madinah Yatsribq qabla al-Islam, hlm. 162 Ibid, hlm. 163

kesepakatan yang menarik, maka kabilah itu akan menarik dari aliansi. Jika aliansi kabilah tersebut mempunyai pengaruh besar, maka ia bisa dengan semaunya menghendaki apakah kabilah lain bisa melaksanakan perang atau tidak. Singkatnya, ia bisa melerai perselisihan atau ketegangan antar kabilah9 Diantara aliansi yang mulia adalah hilf al-fudhuli (aliansi campur tangan) yaitu aliansi antar Quraish di Mekkah yang berisi bahwa mereka sepakat untuk saling tolong menolong terhadap satu dan yang lainnya, dan berjanji bersama untuk menumpas segala bentuk kezaliman.10 Sedang aliansi yang paling buruk tentunya terjadi setelah era Nabiadalah kesepakatan keterlaluan dari kaum Quraish untuk mengasingkan Nabi Muhammad.11 Bagi kabilah-kabilah saat itubaik yang beraliansi maupun tidak mempunyai semacam tempat pertemuan (majlis), yang hadir disana umumnya adalah para pemimpin dari masing-masing kabilah. Meskipun demikian tidak dilarang bagi siapapun untuk hadir ditempat itu. Di tempat itu mereka membicarakan urusan kabilah dari yang kecil sampai permasalahan perang. Biasanya, mereka berkumpul pada waktu sore hari. Namun dalam keadaan tertentu mereka akan berkumpul jika ada permasalahan mendesak.12 Umumnya para pemimpin kabilah yang diutus dalam pertemuanadalah mereka yang pandai strategi dan mempunyai kekayaan yang lebih. Ini tak lain, dalam pertemuan itu, ia bisa bernegosiasi dan dapat diperhitungkan oleh wakil kabilah lain. Dan bagi anggota biasa, mereka menyerahkan semua kepentingan mereka kepada pemimpinnya, dan sebagai imbalannya mereka harus senantiasa siap untuk rela berkorban demi eksistansi kehidupan kabilah. Bagi pemimpin (kabilah), akan menanggung semua hak-hak rakyatnya. Dari kabilah mereka akan memperoleh pengayoman dari beragam gangguan yang datang dari luar. Timbal balik hak (kesepakatan) antara kabilah dan person-person sangat memegang peranan penting demi untuk menjaga eksistensi mereka dan karena didorong oleh banyaknya pertikaianyang bahkan masih berlangsung ketika Islam datang dan hal tersebut tidak hanya berlaku kepada kabilah badawi namun juga kabilah kota. Salah satu peristiwa yang kemudian berhasil dileraikan oleh Nabi dari perang berkepanjangan adalah peristiwa Aus dan Khazraj.
9

Dr. Syauqi Dief, Tarikh al-Adab al-Jahili, hlm. 57 Ibid 11 Ibn Katsir, al-Sirah an-Nabawiyah, jilid 2, hlm. 43 12 Dr. Yasin Ghadban, Madinah Yatsribq qabla al-Islam, hlm. 165
10

Penutup Sejarah Arab pra Islam sebagai sebuah bidang kajian masih menimbulkan berbagai permasalahan, termasuk kajian tentang kabilah-kabilah yang hidup pada waktu itu. Hal tersebut, sebagai mana diungkap dimuka, dikarenakan ada upaya dari orang-orang Islam untuk menghapus peradaban mereka, dan di hal yang lain, mungkin karena kebanyakan sarjana-sarjana yang meriwayatkan berasal dari kalangan muslim. Itu juga dikarenakan karena tak adanya dokumen tertulis yang absah yang sampai kepada kita. Sebelum Islam datang, paling tidak, tercatat pernah hidup beberapa kabilah (kelompok) kaum arab. Eksistensi mereka sangat mempengaruhi perjalanan kaum setelahnya, termasuk kaum Arab Islam. Masing-masing mereka mempunyai sistem pemerintahan, meskipun masih sebatas pemerintahan suku yang berasas kepada kesatuan primordial. Dan ketika Islam datang, sistem pemerintahan itu kembali diperkuat dengan ikatan kepercayaan. Maka, setelah itu peran Nabi Muhammad sebagai pemimpin tak bisa dilepaskan. Keberhasilan Nabi Muhammad adalah sangat luar biasa. Tatkala wafat pada tahun 632, beliau telah berhasil menyatukan hampir semua suku Arab menjadi sebuah komunitas baru, atau ummah. Dia telah mempersembahkan kepada orang-orang Arab sebuah spiritualitas yang lain dari tradisi mereka dan yang membukakan kunci bagi sumber kekuatan yang besar sehingga dalam waktu seratus tahun mereka telah mendirikan imperium sendiri yang luas membentang dari Himalaya hingga Pirenia, dan membangun sebuah peradaban baru, peradaban Islam.13

Daftar Pustaka
13

Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, hlm. 188-190

Amin, Ahmad, Fajr Islam (Kairo: al-Haiah al-Misriyyah al-Ammah li al-Kitab, 2000) Amstrong, Karen, Sejarah Tuhan, terj. Zaimul Am (Bandung: Mizan, 2002) Dief, Syauqi, Tarikh al-Adab al-Jahili (tanpa penerbit dan tahun) Ghadban, Yasin, Madinah Yatsribq qabla al-Islam (Kairo: Dar al-Bashir li-Nasr wa Tauziq, 1993) Zaidan, Jurhi, Al-Arab qabla al-Islam (Kairo: Dar al-Hilal, cet.II 2006 )

Anda mungkin juga menyukai