Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

KEJANG DEMAM

Pembimbing: dr. Yahya G. Lubis, Sp.A

disusun oleh: Revy Octarian Palmendha 030.06.217

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 20 September 27 November 2010 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2010 1

I.

IDENTIFIKASI
A. Identitas Os Nama Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Masuk RSUD Koja B. Identitas Orangtua Nama Ayah Umur Agama Alamat Pekerjaan Penghasilan Nama Ibu Umur Agama Alamat Pekerjaan Hubungan dengan orang tua Suku bangsa : Agus : 30 tahun : Islam : Jl. Kenanga 2 No.10 Jakarta Utara : PNS : Rp. 2.000.000,00 : Yusniah : 25 tahun : Islam : Jl. Kenanga 2 No.10 Jakarta Utara : Ibu rumah tangga : Anak kandung : Jawa : An. Farhan : 7 bulan : Laki-laki : Islam : Jl. Kenanga 2 No.10 Jakarta Utara : Selasa, 26 Oktober 2010

II.

ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien pada tanggal 26 Oktober 2010, pukul 14.00 WIB. A. Keluhan Utama Kejang 10 menit sebelum masuk rumah sakit.

B. Keluhan Tambahan Demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit yang disertai batuk berdahak dan pilek. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien seorang anak laki-laki berusia 7 bulan datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan kejang sejak 10 menit sebelum masuk rumah sakit. Lama kejang 10 menit. Beberapa saat sebelum kejang pasien demam sangat tinggi. Ibu pasien mengatakan bahwa sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien sudah mulai demam, oleh ibu pasien sudah diberi obat penurun panas sanmol dan panasnya sempat turun. Namun sore harinya pasien panas lagi, dan pada malam harinya panasnya semakin tinggi, lalu beberapa saat kemudian pasien kejang. Kejangnya seluruh badan (kaki dan tangan kaku), mulut terkatup dan mata mendelik ke atas, tidak ada keluar busa dari mulut pasien, dan lidah juga tidak tergigit. Setelah kejang pasien sempat terdiam beberapa saat, lalu menangis dan dapat bergerak aktif seperti semula. Orangtua pasien tidak memberikan pengobatan apapun dan pasien langsung dibawa ke Unit Gawat Darurat RSUD Koja Menurut ibu pasien, sejak seminggu yang lalu pasien menderita batuk pilek, kemudian sudah berobat namun belum ada perbaikan. Riwayat muntah dan mencret disangkal oleh ibu pasien. D. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Alergi Cacingan Demam Berdarah Demam Thypoid Otitis Parotitis

Umur -

Penyakit Difteria Diare Kejang

Umur v -

Penyakit Jantung Ginjal Darah Radang paru

Umur -

Kecelakaan Morbili Operasi -

Tuberkulosis Lainnya 3

Kesan : Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya dan tidak ada riwayat trauma atau kecelakaan maupun operasi. E. Riwayat Penyakit Keluarga Kedua orangtua pasien tidak memiliki riwayat kejang demam pada masa kanak-kanaknya. Tidak ada riwayat penyakit jantung maupun diabetes mellitus. F. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi Tidak ditemukan kelainan Setiap bulan periksa ke bidan Rumah Bersalin Bidan Spontan 9 bulan Berat lahir 2,9 kg Panjang badan 40cm Langsung menangis Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik. G. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Pasien dapat tengkurap pada umur 2 bulan dan mengeluarkan kata kata seperti "mama" pada umur 6 bulan. Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik. H. Riwayat Makanan Umur (bulan) 02 24 46 68 ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

KELAHIRAN

Kesan : Kebutuhan gizi pasien terpenuhi dengan cukup baik. 4

I. Riwayat Imunisasi : Vaksin Bcg DPT PT Polio Campak Dasar ( umur ) 1 bulan / 5 bulan 2 bulan 6 bulan 3 bulan 3 bulan 4 bulan 4 bulan 5 bulan Ulangan ( umur )

Hepatitis 2 bulan

Kesan: Riwayat imunisasi dasar pasien belum lengkap J. Riwayat Keluarga : Ayah Nama Perkawinan Ke Umur Saat Menikah Pendidikan Terakhir Agama Suku Bangsa Keadaan Kesehatan Agus Pertama 30 S1 Islam Jawa Baik Ibu Yusniah Pertama 25 SMA Islam Jawa Baik

Kedua orangtua pasien tidak memiliki riwayat kejang demam pada masa kanak-kanaknya. Pasien merupakan anak pertama. Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua pasien saat ini dalam keadaan baik. K. Riwayat Perumahan dan Sanitasi : Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya di rumah sendiri, yang hanya terdiri dari satu ruangan. Kamar tidur, ruang keluarga dan dapur menjadi satu. Hanya terdapat satu jendela, dan hanya sedikit sinar matahari yang masuk kedalam rumah. Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik yang memungkinkan pasien menderita penyakit infeksi.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2010 Keadaan Umum Kesadaran Data Antropometri Berat Badan Tinggi Badan Lingkar Kepala Lingkar Lengan Atas Lingkar Dada Status Gizi BB/U TB/U BB/TB = (5,5 kg/8,4 kg) x 100 % = 65 % Gizi kurang (60-80%) : 5,5 kg : 69 cm : 40 cm : 13 cm : 35 cm : Tampak sakit sedang : Compos mentis

= (66,5 cm/69 cm) x 100 % = 95 % Normal (90-110%) = (5,5 kg/7,8 kg) x 100 % = 75 % Gizi kurang (70-90%)

Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa status gizi pasien kurang . Tanda Vital abdominalis Kepala Mata Telinga Hidung : Normocephali, rambut hitam merata, tidak mudah dicabut : Pupil bulat isokor, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/: Normotia, sekret (-), serumen (-), membran timpani tidak dapat dinilai : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), secret (+), septum deviasi (-) 6 Tekanan Darah : Tidak diperiksa

Nadi : 144 x/menit, reguler, cukup, simetris kanan kiri Suhu : 39,4 C Pernapasan : 32 x/menit, teratur, tipe thorako-

Mulut Bibir Lidah Tenggorokan Leher Toraks Jantung Paru

: Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan bengkak (-), gigi belum tumbuh : Bibir kering dan pecah- pecah (-), cianosis (-) : Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-) : Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (-) : Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kel. tiroid tidak teraba membesar

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga ke 5 Perkusi : Batas jantung normal derap kuda ( - )

Auskultasi: Bunyi jantung 1& 2 reguler, bising (-), irama

Inspeksi

: Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)

Abdomen Extremitas Kulit

Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri sama Perkusi Auskultasi : Sonor di kedua hemitoraks : Suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-).

: Datar, supel, tidak ada pembesaran hati dan limpa, timpani, bising usus (+) normal : Akral hangat, oedem (-) : Ruam (-), petechie (-), pucat (-), cyanosis (-) (-), Laseque (-)

Refleks Patologis : Kaku kuduk (-), Brudzinksy I (-), Brudzinsky II (-), Kernig

IV.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

JENIS PEMERIKSAAN

26/10/10

27/10/10 Hematologi

28/10/10

NILAI NORMAL

Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit VER (MCV) HER (MCH) KHER (MCHC) LED GDS Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit PH PCO2 PO2 HCO3 BE O2 Saturasi Na K Cl

8,8 g/dL 27 % 15.300/uL 190.000/uL

9,4g/dL 28 % 12.000/uL 169.000/uL

11,2-15,7 g/dL 34-45 % 3.90010.000/uL 132.000369.000/uL 4,0-5,0 jt/uL 82-93fL 27-31 pg 32-36 g/dL <15 mm/jam <180 mg/dL 0-1 % 1-3 % 2-6 % 50-70 % 20-40 % 2-8 % 7,38-7,44 35,0-45,0 mmHg 95,0-100 mmHg 21,0-28,0 meq/L -2,502,50meq/L 94,0-100,0% 134-146 mmol/L 3,4-4,5 mmol/L 96-108 mmol/L 8

3,74 jt/uL 75 fL 25 pg 33 g/dL 12 mm/jam 103 mg/dL Hitung Jenis Leukosit 1% 0% 0% 28 % 64 % 7% Analisis Gas darah 7,387 36,0 mmHg 97,6 mmHg 21,8 meq/L -2,0 meq/L 97,4 % 7,616 35,5 mmHg 111mmHg 21,1 meq/L -0,2 meq/L 99,2 % Kimia Elektrolit 7,428 35,8 mmHg 103mmHg 23,1 meq/L -1,2 meq/L 97,9 % 132 mmol/L 4,05 mmol/L 107 mmol/L

103 mmol/L 3,97 mmol/L 104 mmol/L

V.

RESUME
Pasien seorang anak laki-laki berumur 7 bulan, BB 5,5 kg datang diantar keluarganya dengan keluhan kejang yang disertai panas tinggi 20 menit sebelm masuk rumah sakit, pasien kejang dengan mata mendelik ke atas dan seluruh badan pasien menjadi kaku, kejang terjadi lebih kurang selama 10 menit. Pasien pernah menderita batuk pilek disertai demam beberapa hari sebelumnya dan sudah mulai mengalami perbaikan selain itu pasien tidak pernah memiliki riwayat kejang sebelumnya. Pemeriksaan fisik Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Gizi dalam batas normal). 9 Nadi Suhu Laju napas : 144x/ menit : 39,40C : 32x/ menit : 69 cm : Kurang : Sakit sedang : Compos mentis

Panjang badan

Pada pemeriksaan fisik secara umum tidak ditemukan adanya kelainan (semua

V. DIAGNOSA KERJA Kejang demam sederhana VI. DIAGNOSA BANDING 1. Kejang demam sederhana 2. Kejang demam kompleks 3. Meningitis

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


Pungsi Lumbal EEG

VI.
1. 2. 3. 4. 5.

PENATALAKSANAAN

IUFD KAEN 3 A 20 tetes/menit Sagestam 2 x 15 mg Ceftizoxim 3 x 300 mg Pamol syrup 2 x 0,8cc Diazepam suppostoria 5 mg kalo perlu

VII.

PROGNOSIS
Ad Vitam Ad Functionam Ad Sanationam : Bonam : Bonam : Bonam

VIII.

FOLLOW UP

10

Pemeriksaan 26 Oktober 2010


Kejang ( +) Keluhan kurang dari 10 menit Demam ( + ) Batuk (+) Pilek (+)
Keadaan umum

Tanggal 27 Oktober 2010


dari 5 menit Demam (+) Batuk (+) Pilek (+)

28 Oktober 2010
Demam (-) Batuk (+) Pilek (+)

Kejang ( +) kurang Kejang ( - )

Sakit Sedang Compos mentis HR = 144x /menit RR = 32x /menit Suhu = 39,4 C

Sakit Sedang Compos mentis HR = 188x /menit RR = 60x /menit Suhu = 39,1 C Normocephali CA -/- , SI -/ Kaku kuduk (-) Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ Bunyi jantung 1 2 reguler Bising (-) Irama derap Kuda (-) Datar, Supel NT(-) Akral hangat Oedem (-) Sianosis (-) Brudzinsky (-) Kernig (-)

Sakit Sedang Compos mentis HR = 132x /menit RR = 60x /menit Suhu = 36,6 C Normocephali CA -/- , SI -/ Kaku kuduk (-) Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ Bunyi jantung 1 2 reguler Bising (-) Irama derap Kuda (-) Datar, Supel NT(-) Akral hangat Oedem (-) Sianosis (-) Brudzinsky (-) Kernig (-)

Kesadaran Tanda vital

Kepala Mata Leher Paru

Normocephali CA -/- , SI -/ Kaku kuduk (-) Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/-

O
Jantung

Bunyi jantung 1 2 reguler Bising (-) Irama derap Kuda (-)

Abdomen Extremitas

Datar, Supel NT(-) Akral hangat Oedem (-) Sianosis (-) Brudzinsky (-) Kernig (-)

A P

Diagnosa Pengobatan

Kejang Demam

Kejang Demam

Kejang Demam

IUFD KAEN IUFD KAEN 3A IUFD KAEN 3A 3A tetes/menit Gentamisin 215mg Ceftizoxim 2x300mg Pamol sirup 2x0,8cc 20 20 tetes/menit Gentamisin 215mg Ceftizoxim 2x300mg Pamol sirup 2x0,8cc Stesolid 20 tetes/menit Gentamisin 215mg Ceftizoxim 2x300mg 11 Pamol sirup 2x0,8cc Stesolid 5 mg

ANALISA KASUS
Pada kasus ini didiagnosa sebagai kejang demam sederhana karena dari anamnesa, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa kejang yang terjadi pada pasien ini memenuhi kejang demam menurut Kesepakatan UUK Neurologi IDAI, Saraf Anak PERDOSSI (2004), yaitu: Kejang demam yang berlangsung singkat Umumnya serangan akan berhenti sendiri dalam waktu kurang dari 10 menit Bangkitan kejang tonik atau tonik-klonik tanpa gerakan fokal Tidak berulang dalam waktu 24 jam Pada kasus ini dari anamnesa diketahui bahwa pasien seorang anak perempuan berusia 7 bulan datang dengan diantar keluarganya dengan keluhan kejang sejak 20 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien kejang dengan mata mendelik ke atas dan seluruh badan pasien menjadi kaku. Kejang terjadi selama 10 menit. Tidak ada riwayat kejang sebelumnya. Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya menderita batuk pilek 12

disertai demam 7 hari sebelum masuk rumah sakit yang bisa menjadi faktor pencetus dari timbulnya demam bila tidak diobati dengan baik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu yang tinggi 38 0C menunjukkan adanya demam yang dapat menyebabkan perubahan keseimbangan potensial membran sel neuron sehingga terjadi kejang. Differential diagnosis pada pasien ini dengan penyakit lain tidak diperlukan misalnya dengan penyakit meningitis atau encephalitis.Karena dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda rangsangan meningeal yang merupakan bukti bahwa tidak adanya proses infeksi intrakranial sehingga menyingkirkan diagnosis banding. Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. IUFD KAEN 3 A 20 tetes/menit Sagestam 2 x 15 mg Ceftizoxim 3 x 300 mg Pamol syrup 2 x 0,8cc Diazepam suppostoria 125 mg kalo perlu Sagestam dan ceftizoxim merupakan antibiotik yang diberikan pada pasien ini sebab pada pasien juga terdapat batuk dan pilek. Prognosis pasien pada kasus ini adalah baik sebab kejang berlangsung singkat, kurang dari 10 menit dan langsung berhenti dan tidak ada kejang susulan sesudahnya. Tetapi prognosis dapat berubah menjadi buruk bila tipe kejangnya adalah kejang demam kompleks dimana kejang berlangsung lebih dari 15 menit terdapat kejang berulang dalam waktu 24 jam. Prognosis juga diperberat seandainya ada riwayat epilepsy dalam keluarga, tetapi hal ini tidak ditemukan pada pasien ini. Kesimpulan pada pembahasan kasus ini bahwa diagnosa kejang demam sederhana dapat ditegakkan sesuai dengan teori dan tinjauan kasus yang ada

13

TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (380C, rektal), biasanya terjadi pada bayi dan anak antara umur 6 bulan dan 5 tahun, yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, dan tidak terbukti adanya penyebab tertentu. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam tidak termasuk dalam batasan ini.1 Definisi ini menyingkirkan penyakit saraf separti meningitis, ensefalitis atau enselopati. Kejang keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. 1 EPIDEMILOGI Kejang demam adalah tergantung umur dan jarang sebelum umur 9 bulan dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-18 bulan dan insiden mendekati 3-4 % anak kecil. Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua. 1 Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, Eropa Barat. Di negara Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira- kira 80% dan mungkin mendekati 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Beberapa studi prospektif menunjukan bahwa kira- kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (1723). Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki. 1 ETILOGI Pada tingkat pengetahuan kita saat ini dapat dikatakan bahwa infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demam yang terjadi. Faktor-faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam, misalnya: 2 1. 2. Demam itu sendiri Efek produk toksin daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak 14

3. 4. 5. 6.

Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau encefalopati toksik sepintas Gabungan semua faktor diatas

Terjadinya bangkitan kejang pada anak dan bayi kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat. Kejang demam biasanya didahului oleh demam yang disebabkan oleh infeksi saluran nafas, tonsillitis, otitis media maupun gastroenteritis. 3 PATOFISIOLOGI Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang. Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. 4 Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. 4

15

Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya: 1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler. 2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis dan juga direabsorpsi untuk daur ulang. Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antar neuron. Neuron menyalurkan sinyalsinyal saraf ke seluruh tuuh, menggunakan hantaran listrik dalam neuron dan hantaran kimia di antara neuron.secara anatomis neuron tidak bersambung satu sama lainnya. Tempat tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan dengan neuron lain atau dengan organ organ efektor disebut sinaps. Sinaps merupakan satu-satunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari suatu neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan neuron berikutnya ( atau organ efektor ) dikenal dengan nama celah sinaptik (synaptic cleft). Neuron yang menghantarkan impuls saraf menuju 16

ke sinaps disebut neuron prasinaptik. Neuron yang membawa impuls dari sinaps disebut neuron postsinaptik. 4,5

Neurotransmiter disintesis dalam ujung prasinaps dan dilepaskan dalem paketpaket gelembung kecil yang disebut kuanta (vesikel). Potensial aksi yng terdapat pada ujung prasinaps menyebabkan fusi gelembung ke ujung membran sehingga neurotransmiter terlepas kedalam celah sinaps. Bila neurotransmiter berikatan dengan reseptor khususnya pada membran pasca sinaps, terjadi perubahan reaksi rantai kimia dan listrik dalam neuron pasca sinaps. 4 Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi

17

pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang. 3 KLASIFIKASI Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya.2 Di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta digunakan klasifikasi kriteria Livingston sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana sebagai berikut: 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun 2. Kejang berlangsung sebentar tidak melebihi 15 menit 3. Kejang bersifat umum 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan neurologis sebelum dan setelah kejang normal 6. Pemerisaksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu setelah suhu normal tidak menunjukan kelainan 7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 7 kali Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ke tujuh kriteria di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Namun kriteria ini sudah tidak digunakan lagi karena studi epidemilogi membuktikan bahwa resiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan. 2 MANIFESTASI KLINIK Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media kut, bronkitis,dll. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapeat berbentuk tonik-klonik, tonik atau klonik. Umumnya kejang berhenti 18

sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak dapat memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. 2 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada anak kejang ditujukan selain untuk mencari etiologi kejang juga untuk mencari komplikasi akibat kejang yang lama. Jenis pemeriksan laboratorium disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada kejang yang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, hitung jenis dan prorombin time. Pada kejang demam beberapa peneliti menemukan kadar yang normal terhadap pemeriksaan diatas, oleh karenanya tidak diindikasikan pada kejang demam, kecuali bila didapatkan kelainan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila dicurigai adanya meningitis bakterialis dilakukan pemeriksaan kultur darah, dan kultur cairan cerebrospinalis. 2. Pungsi lumbal Pemeriksaan cairan cerebrospinalis dilakukan untik menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien dengan kejang demam yang pertama. Selain itu pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang disertai penurunan status kesadaran, kaku kuduk, gejala infeksi, paresis, peningkatan sel darah putih, atau tidak adanya faktor pencetus yang jelas. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 12 bulan, dianjurkan pada pasien berumur 12- 18 bulan dan dipertimbangkan pada anak berumur diatas 18 bulan. 3,7,8 1. Elektroensefalografi
3,7,8

Saat ini EEG tidak diindikasikan untuk anak-anak dengan kejang demam demam sederhana, karena hasil studi menunjukan bahwa mayoritas dari anak- anak dengan kejang demam sederhana mempunyai gambaran EEG yang normal. Akan tetapi EEG yang dikerjakan 1 minggu setelah kejang demam dapat abnormal, biasanya berupa perlambatan di bagian posterior. Kira- kira 30% penderita yang mengalami perlambatan di posterior akan menghilang 7-10 hari kemudian. Menurut American Academy of Pediatric EEG tidak dianjurkan pada penderita kejang demam sederhana maupun kompleks. 3,7,8 19

2.

Neuroimaging Pemeriksaan ini meliputi CT Scan dan MRI. Kedua pemeriksaan ini diindikasikan pada pasien yang dicurigai terdapat lesi intrakranial berdasarkan adanya riwayat pemeriksaan neurologis yang abnormal, seperti : kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis). 3,7,8 DIFERENSIAL DIAGNOSIS Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkanapakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya : meningitis, ensefalitis, dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau epilepsi yang di provokasi oleh demam. 4 KOMPLIKASI Komplikasi jarang terjadi pada kejang demam sederhana, sedang kejang demam kompleks dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi, yaitu: 3,7,8. 1. Kejang demam Berulang Komplikasi yang paling umum dari kejang demam adalah kemungkinan kejang demam berulang. Sekitar sepertiga anak-anak yang memiliki kejang demam akan mengalami kejang demam berulang. Risiko kekambuhan lebih tinggi jika: anak menderita demam rendah pada saat kejang demam pertama, periode antara awal demam dan kejang itu pendek, ada anggota keluarga dekat yang memiliki riwayat kejang demam, usia anak kurang dari 15 bulan pada saat kejang demam pertama. 2. Kerusakan sel otak Pada kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan O2 dan energi untuk kebutuhan otot skelet yang akhirnya hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat oleh karena metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meninggi disebabkan meningkatnya aktivitas dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian di atas adalah penyebab tejadinya kerusakan neuron otak. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia

20

sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. 2. Epilepsi Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi. Namus resiko untuk menjadi epilepsi di kemudian hari juga sangat kecil, sekitar 2% hingga 3%. 3. Penurunan IQ Ganguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam tidak berbeda bila dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang demam. IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis. Selain itu resiko retardasi mental pada pasien dengan kejang demam yang berulang menjadi 5x lebih besar 8,10. PENATALAKSANAAN Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan: 2,3 1. 2. 3. Pengobatan pada fase akut Mencari dan mengobati penyakit Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam Pengobatan pada fase akut Pada sebagian kejang besar kasus kejang demam sering kali kejang berhenti sendiri. Dan untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali sebaiknya diberikan profilaksis anti konvulsan karena kejang masih dapat kambuh selama anak masih demam. Pada anak yang masih mengalami kejang dilakukan perawatan yang adekuat meliputi: semua pakaian yang ketat dilonggarkan, kemudian penderita dimiringkan agar jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut, jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin, bila perlu diberikan tambahan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, keadaan jantung, tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan perlu diikuti dengan seksama. Suhu yang tinggi diturunkan dengan kompres atau pemberian antipiretik. 21 harus segera

Kejang harus segera dihentikan untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan pada otak, meninggalkan gejala sisa atau bahkan menyebabkan kematian. 1,3 Bila bayi dalam keadaan kejang berikan injeksi fenobarbital 20mg/kgBB secara IV, diberikan pelan_pelan dalam waktu 5 menit. Bila jalur IV belum terpasang, beri ijeksi fenobarbital 20mg/kgBB dosis tunggal secara IM. Bila kejang tidak berhenti alam waktu 30 menit, beri ulangan fenobarbital 10mg/kgBB secara IV atau IM. Dapat diulang sekali lagi 30 menit kemudian bila perlu. Dosis maksimal 40mg/kgBB. Bila kejang masih berlanjut atau berulang, beri injeksi fenitoin 20mg/kgBBdengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Campur dosis fenitoin ke dalam 15ml garam fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 0,5ml/ menit selama 30 menit. Fenitoin hanya boleh dicampur dengan garam fisiologis, sebab cairan lain akan mengakibatkan kristalisasi. Monitor denyut jangtung selama pemberian fenitoin IV. 10

Mencari dan mengobati penyakit Mencari faktor penyebab sesuai dengan pemeriksaan penunjang yang tersedia. Kejang demam biasanya disebabkan oleh suatu infeksi sehingga pemberian antibiotik yang tepat sangat di perlukan. 1 Pengobatan profilaksis Pengobatan profilaksis di bagi menjadi 2, yaitu: 1. 2. Profilaksis Intermiten Profilaksis jangka panjang

Profilaksis intermiten Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada saat anak mengalami demam,dengan tujuan mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan. Antipiretik

22

Efektif menurunkan suhu tubuh sehingga anak tampak lebih tenang, meskipun tidak terbukti dapat mengurangi resiko rekurensi. Antipiretik yang digunakan antara lain: Parasetamol atau Asetaminofen 10- 15 mg/kgBB/x dan diberikan sebanyak 4x sehari Ibuprofen 10 mg/kgBB/x diberikan sebanyak 3x sehari Antikonvulsan Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orang tua atau pengasuh pasien mengetahui dengan cepat adanya demam pada anak. Dapat diberikan diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB/hari tiap 8 jam saat demam atau diazepam rectal 0,5 mg/kgBB/hari setiap 8 jam bila demam diatas 380C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia 1 Profilaksis jangka panjang Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan terus- menerus untuk waktu yang cukup lama. Pengobatan ini diberikan bila terdapat lebih dari satu keadaan dibawah ini : Kejang demam lebih dari15 menit Adanya defisit neurologist yang jelas baik sebelum demam maupun setelah demam Kejang demam fokal Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga Dipertimbangkan bila terdapat lal- hal dibawah ini: - Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan. - Kejang berulang dalam waktu 24 jam - Kejang demam berulang (lebih dari 4 kali pertahun) Obat rumat yang dapat menurunkan resiko berulangnya demam hanya fenobarbital (3-5mg/kgBB/hari.dibagi dalam 2-3 dosis) dan asam valproat (1540 mg/kgBB/hari dan dibagi dalam 2 dosis per hari), obat ini diberikan terus menerus selama satu tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. 1 23

PROGNOSIS Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50% dan umumnya terjadi pada 6 bulan pertama dan resiko untuk terkenanya epilepsi rendah.10

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Dwi Putro Widodo. Kejang demam apa yang perlu diwaspadai. Penanganan demam pada anak secara professional, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta, RCSM 2005, hal 58-66. 2. Lumbantobing, S. M. Kejang Demam (Febrile Convulsion). Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007. 3. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007. 4. Sylvia AP. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi ke-6 Vol.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003. 5. Saraf Otot. Available at http://derajad-google.blogspot.com/2008/11/saraf-ototnerve-muscle.html Accessed on October 28th 2010 6. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III,Jilid II. Penerbit Media Aesculapius fakultas kedokteran Universitas Indonesia,2000, hal 434-437. 7. Sofyan Ismael, Prof. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta :Badan Penerbit IDAI. 2006. 8. Kejang Demam Pada Anak . Available at http://dr-anak.com/kejang-demam-padaanak.html Accessed on October 28th 2010 9. Febrile Seizure. Available at http://www.mayoclinic.com/health/febrileseizure/DS00346/DSECTION=complications Accessed on October 28th 2010 10. Kasim M.Sholeh, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1, Cetakan Pertama. Jakarta. IDAI. 2008, hal 246-247

25

Anda mungkin juga menyukai