Anda di halaman 1dari 8

Tugas Agama Ruang Lingkup Ekonomi Islam

Berbicara tentang sistem ekonomi islam tidak lepas dari pro dan kontra. Hal ini sangatlah wajar, pertama diakibatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap ekonomi islam sangatlah minim. Kedua, adanya upaya dari kalangan-kalangan yang membenci terhadap islam sehingga informasi tentang ekonomi islam tidak publis secara besar-besaran, justru yang ada dan di berikan kepada masyarakat adalah doktrin-doktrin kapitalis yang bersifat materialisme. Disamping itu tidak sedikit dari masyarakat atau bahkan intelektual muslim sendiri yang mencibir tentang system ekonomi islam. Mereka beranggapan bahwa ekonomi islam bersifat normative yang artinya hanya bersifat etika-etika dalam berperilaku ekonomi saja. Selain itu ada juga yang beranggapan bahwa ekonomi islam adalah Sistem Ekonomi Kapitalis dikurangi Riba dan ditambah zakat serta akhlak. Namun betulkah ekonomi islam itu seperti yang digambarkan diatas, yaitu ekonomi yang hanya mengatur etika, bebas riba, dan zakat saja? Tentu ini semua perlu ada penjelasan yang menyeluruh terkait ekonomi islam kepada umat. Sebab jika umat beranggapan ekonomi islam hanya sebatas itu, maka apa yang paling membedakan system ekonomi islam dengan system ekonomi yang lainnya? bahkan saat ini ada semacan penggiringan opini bahwa ekonomi islam hanya perbankan syariah saja. Mencermati persepsi dan tanggapan masyarkat yang beragam tentang ekonomi islam tentu perlu di cermat secara serius khusunya bagi kalangan intelektual muslim. Sebab jika hal ini di biarkan akan berdampak pada penyempitan makna ekonomi islam sendiri bahkan lebih parahnya terdapat pengkaburan Essensi dari ekonomi islam sendiri. Seperti halnya dalam sebuah sidang terbuka Doctoral, salah satu penguji tetap bersikukuh bahwa ekonomi islam tidak bisa dikaitkan dengan ideologi atau pemahaman agama tertentu . Itu statmen dari seorang intelektual yang notabene mereka jadi acuan bagi maasyarakat. Persepsi dari seorang intelektual saja sudah seperti itu tentang ekonomi islam, apalagi persepsi dari masyarakat yang memiliki akses sedikit dalam pendidikan tentu akan lebih minim. Lanjut menurutnya, bahwa saat ini perkembangan perbankan syariah seperti fenomena perkembangan perbankan syariah yang terjadi di barat menunjukan bahwa bank syariah tidak identik dengan agama dan ideology tertentu. Hal ini tentu sontak di bantah oleh pemakalah, justru perkembangan ekonomi syariah yang ada saat ini haruslah bersumber dari suatu pemahaman dan ideology tertentu sebab jika hal ini tidak bersumber dari hal itu maka perkembangan ekonomi syariah yang ada saat ini tidak memiliki pijakan dan landasan yang jelas . Maksud penulis menyampaikan hal tersebut adalah bahwa saat ini terdapat penyempitan makna terkait ekonomi islam. Hal ini tentunya harus diluruskan karena jika pemahaman seperti itu yang berkembang di masyarakat maka di khwatirkan pemahaman masyarakat terkait ekonomi islam tidak menyeluruh seperti saat ini.

1.

Pengertian system ekonomi

Menurut Dumairy (1996) dalam Tambunan, Sistem ekonomi adalah suatu system yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antarmanusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Sebuah system ekonomi terdiri atas unsur-unsur manusia sebagai subjek, barang-barang ekonomi sebagai objek, serta seperangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalinnya dalam kegiatan berekonomi. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga-lembaga ekonomi (formal maupun nonformal), cara kerja , mekanisme hubungan, hokum dan peraturanperaturan perekonomian, serta kaidah dan norma-norma lain (tertulis maupun tidak tertulis), yang dipilih atau diterima atau ditetapkan oleh masyarakat di tempat tatanan kehidupan yang bersangkutan berlangsung. Jadi, dalam perangkat kelembagaan ini termasuk juga kebiasaan, perilaku, dan etika masyarakat, sebagaimana mereka tetapkan dalam berbagai aktivitas yang berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan. Dumairy pun menjelaskan bahwa suatu system ekonomi tidaklah berdiri sendiri. Ia berkaitan dengan falsafah, pandangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak. Sebuah system ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur saja dalam suatu supersistem kehidupan masyarakat. Ia merupakanm bagian dari kesatuan ideology kehidupan bermasyarakat di suatu negara. Oleh karenanya, bukanlah hal yang mengherankan apabila dalam perjalanan atau penerapan suatu system ekonomi tertentu di sebuah negara terjadi benturan, konflik, atau bahkan tantangan. Pelaksanaan suatu system ekonomi tertentu di sebuah negara akan berjalan mulus jika lingkungan kelembagaannya mendukung. Oleh karena itu, Dumairy berpendapat bahwa sebagai bagian dari suprasistem kehidupan, system ekonomi di suatu negara berkaitan erat dengan sistem-sistem sosial lain yang berlangsung didalam masyarakat dan system serta ideology politik di negara tersebut. Dengan demikian, dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa ekonomi islam merupakan system ekonomi dan telah memenuhi syarat sebagai sebuah system ekonomi. Jadi sudah saatnya dari kalangan intelektual khususnya intelektual muslim untuk tidak lagi memperdebatkan apakah ekonomi islam merupakan sebuah system atau bukan. yang seharunya dilakukan adalah bagaimana kita menerapkan system tersebut.

2.

Ruang Lingkup Sistem Ekonomi Islam

Islam adalah agama yang sempurna hal ini di tegaskan oleh Firman Allah: .Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.(QS Al maidah:3) Dalam ayat tersebut dengan jelas Allah SWT, telah menyempurnakan Islam artinya Islam agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan yang mampu memecahkan

seluruh problematika kehidupan manusia, mulai dari hal yang terkecil, misalnya masalah individu hingga hal yang terbesar masalah negara. Hal ini semakin mempertegas bahwa ruang lingkup islam tidak hanya dalam ranah ibadah mahdah semata melainkan dalam ranah muamalah pun islam mengaturnya. Dalam muamalah kita tidak lepas dari problematika ekonomi, oleh karena itu islam tampil untuk bisa menyelesaikan problematika ekonomi. Dalam ekonomi, fakta sejarah telah membuktikannya bahwa tatkala islam tampil dalam bentuk sebuah sistem yang kaffah (menyeluruh), islam mampu membawa masyarakatnya baik secara individu maupun negara menuju pada kesejahteraan. Inipun di buktikan oleh intelektual barat yang objektif seperti menurut Will Durant dalam The Story of Civilization, menuliskan,: Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besar bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para khalifah telah menyiapkan berbagai kesempatan bagi siapa pun yang memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Jadi itulah ekonomi islam, jika sudah diterapkan baik dalam ranah individu, masyarakat maupun negara dipastikan akan membawa kemaslahan. 3. Asas- asas ekonomi Islam

Setelah kita memahami Islam sebagai sistem kehidupan yang memecahkan seluruh problematika manusia di dunia dengan pelaksanaan syari atnya, maka kita yakin aqidah Islam sebagai bangunan dasar agama ini di atasnya terpancar juga syari at yang mengatur kegiatan ekonomi yang lazim disebut sistem ekonomi Islam. Menurut An Nabhani (2009) dalam bukunya yang berjudul Sistem ekonomi Islam menyatakan bahwa ekonomi islam dibangun di atas landasan tiga kaidah atau tiga asas, yaitu kepemilikan (property), pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Asas Pertama : Kepemilikan Menurut definisi syariat kepemilikan adalah Izin pembuatan syariat (as-syari ) untuk memanfaatkan zat dan jasa tertentu, yang menyebabkan pemiliknya berhak mendapatkan kegunaan (utility)-nya, serta mendapatkan kompensasi darinya. Dengan demikian pada dasarnya segala sesuatu adalah milik Allah SWT. Allah mengizinkan kepada manusia untuk memiliki kekayaan dengan sebab-sebab tertentu. Allah SWT berfirman : Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian. (QS. An-Nuur : 33). An nabhani pun mengemukakan bahwa kepemilikan (property) menurut pandangan Islam dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1). Kepemilikan individu (private

property); (2) kepemilikan umum (collective property); dan (3) kepemilikan negara (state property). Kepemilikan Individu (private property) Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi dari barang tersebut (jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli). Oleh karena itu setiap orang bisa memiliki kekayaan dengan sebab-sebab (cara-cara) kepemilikan tertentu. An-Nabhaniy (2009) mengemukakan, dengan mengkaji secara komprehemsif hukumhukum syara yang menentukan pemilikan seseorang atas harta tersebut, maka akan nampak bahwa sebab-sebab kepemilikan tersebut terbatas pada lima sebab berikut ini : (1) Bekerja. (2) Warisan. (3) Kebutuhan akan harta untuk mempertahankan hidup. (4) Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat. (5) Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun. 2). Kepemilikan Umum (collective property) Kepemilikan umum adalah izin As-Syari kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda. Benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Allah SWT dan Rasulullah saw bahwa benda-benda tersebut untuk suatu komunitas dimana mereka masing-masing saling membutuhkan. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang akan sekelompok kecil orang.(An Nabhani, 2009) Dengan demikian dari pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:

a. Benda-benda yang merupakan fasilitas umum, dimana kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu komunitas, maka akan menyebabkan kesulitan hidup dan masyarakat menjadi sengsara serta berdampak sistemik. Yang merupakan fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Rasulullah saw telah menjelaskan dalam sebuah hadits bagaimana sifat fasilitas umum tersebut. Dari lbnu Abbas, bahwa Nabi saw bersabda: Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang, yaitu air, padang rumput, dan api. (HR. Abu Daud)

Anas ra meriwayatkan hadits dari lbnu Abbas ra. tersebut dengan menambahkan: wa tsamanuhu haram (dan harganya haram), yang berarti dilarang untuk diperjualbelikan. Dengan demikian jika kita melihat fakta saat ini maraknya privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah sebetulnya telah dan sangat bertentangan dengan prinsip ekonomi Islam. karena barang tambang, hutan dan air yang melimpah adalah milik umum tidak boleh individu memilikinya apalagi di kuasai oleh asing yang sudah sangat terangterangan memusuhi Islam dan umatnya.

b. Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan. Menurut Ismail (2009) Yang dapat dikategorikan sebagai kepemilikan umum adalah benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah hanya dimiliki oleh pribadi. Hal ini karena benda-benda tersebut merupakan benda yang tercakup kemanfaatan umum (kelompok pertama di atas). Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah jalan raya, sungai, masjid dan fasilitas umum lainnya. Benda-benda ini dari segi bahwa merupakan fasilitas umum adalah hampir sama dengan kelompok pertama. Namun meskipun benda-benda tersebut seperti jenis yang pertama, namun benda-benda tersebut berbeda dengan kelompok yang pertama, dari segi sifatnya, bahwa benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh individu. Contoh barang seprti ini mislanya meliputi jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat dan sebagainya. Dengan demikian, penguasaan jalan tol saat ini sebetulnya telah bertetangan, karena jalan merupakan milik umum, tidak boleh di kuasi oleh individu atau perusahaan. Sudah menjadi kewajiban negara dalam memberikan fasilitas yang layak untuk kesejahteraan masyarakat.

c.

Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar

Saat ini tidak hanya di Indonesia melainkan di seluruh penjuru dunia. individu bisa menguasai apapun yang dia inginkan, entah itu pulau, danau, tambang bahkan hutan sekalipun asalkan dia memiliki uang untuk membelinya. padahal itu semua bertentangan dengan Islam hal ini sesuai dengan hadist Rasululah. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia telah meminta kepada Rasulullah saw untuk dibolehkan mengelola sebuah tambang garam. Lalu Rasulullah saw memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki dari majelis tersebut bertanya: Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir. Rasulullah saw kemudian menarik kembali tambang tersebut darinya. (HR. At-Tirmidzi)

3). Kepemilikan Negara (state properti) Harta-harta yang termasuk milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang negara, dimana negara dapat memberikan kepada sebagian warga negara, sesuai dengan kebijakannya. Makna pengelolaan oleh negara ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki negara untuk mengelolanya semisal harta fa i, kharaj, jizyah dan sebagainya. Asas Kedua : Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah) Pengelolaan kepemilikan adalah sekumpulan tatacara (kaifiyah) yang berupa hukumhukum syara yang wajib dipegang seorang muslim tatkala ia memanfaatkan harta yang dimilikinya (Abdullah, 1990). An Nabhani (2009) menyebutkan Secara garis besar, pengelolaan kepemilikan mencakup dua kegiatan. Pertama, pembelanjaan harta (infaqul mal). Kedua, pengembangan harta (tanmiyatul mal). 1) Pembelanjaan Harta Pembelanjaan harta (infaqul mal) adalah pemberian harta tanpa adanya kompensasi. 2) Pengembangan Harta Pengembangan harta (tanmiyatul mal) adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki. Asas Ketiga : Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia Distribusi kekayaan merupakan masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Distribusi dilakukan dengan tujuan tercukupinya kebutuhan pokok individu masyarakat dan mengindari agar tidak terjadi penumpukan harta pada segolongan orang. seperti yang terjadi saat ini, dimana harta yang beredar hanya dimiliki oleh para capital. Dengan demikian islam mengatur itu semua. Islam telah mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Allah SWT berfirman : ..Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang yang kaya saja diantara kalian (QS. al-Hasyr[59]:7) Kemudian Islam pun melarang dengan sangat tegas penimbunan emas dan perak(harta kekayaan) meskipun zakatnya dikeluarkan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman: Dan Orang oang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah pada mereka, (bahwa mereka akan menfatkan ajab) siksa yang pedih. (QS. At Taubah:34)

ayat tersebut jelas merupakan solusi yang ditawarkan oleh ekonomi islam terkait distribusi kekayaan. Adapun secara teknis ekonomi islam melaksanakan dua mekanisme untuk pemerataan distribusi, yakni mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi.

Sumber :
http://dakwahkampus.com/pemikiran/ekonomi/1502-azas-dan-ruang-lingkup-ekonomi-islam.html

Anda mungkin juga menyukai