Anda di halaman 1dari 2

Kapitalisme pendidikan dan Pengkhianatan Intelektual

Jangan terlalu percaya dengan pendidikan formal. Guru yang baik bisa melahirkan anak didiknya menjadi bandit-bandit jalanan, Apalagi kalau gurunya sudah bandit pula ( Pramoedya Ananta Toer )

Ideologi dalam pendidikan mutlak menjadi unsur penting dalam proses pembentukan peradaban manusia dalam suatu bangsa. Kemajuan peradaban adalah wujud konkrit dari tingginya ilmu pengetahuan yang dibentuk oleh suatu bangsa tersebut. Tidak mudah untuk menjadi sebuah negara yang beradab. Proses untuk mencerdaskan perikehidupan bangsa mutlak harus dilakukan dengan pendidikan, Untuk meluncurkan manifestaso besar itu diperlukan model pendidikan yang tepat untuk membangun cita-cita tersebut. Model Pendidikan akan sangat mempengaruhi hasil cetakannya, yang menjadi persolan apakah dari hasil pendidikan yang telah dicanangkan oleh pemerintah sekarang ini sudah mengarah pada pembentukan manusia yang humanis dan berbudaya? Fenomena biaya pendidikan semakin mahal, internasionalisasi pendidikan yang lebih ditekankan pada sistem kelembagaan pendidikan begitu menciderai hati rakyat miskin. Rakyat sangat berharap agar mendapatkan akses pendidikan yang terjangkau. Padahal, masih banyak rakyat miskin yang sulit mendapatkan akses pendidikan, apalagi ingin mendapatkan pendidikan gratis, muskil akan terjadi. Sementara itu hanya kelas menengah keataslah yang bisa menikmati pendidikan. Elit-elit negeri ini nampaknya sudah kehilangan arah untuk mengkonstruksi sebuah pemikiran dalam pendidikan yang lebih beradab. Bahkan dunia pendidikan pun tak luput dijadikan sebagai lahan paling subur untuk korupsi. Anggaran 20 pesen untuk pendidikan hampir tidak dirasakan oleh rakyat. Persoalan kualitas pendidikanpun menjadi taruhannya, antara menjual cirta atau meningkatkan kualitas. Seolah birokrasi pusat hanya menjadi broker dan birokrasi kampus hanya menjadi anjing-anjing kapitalis yang tak beradab. Pendidikan cenderung dijadikan lahan untuk mencari capital sebanyak-banyaknya. Model pendidikan Di Indonesia harus dirubah mebjadi system sosialis dan egaliterisme, agar tidak ada ketimpangan dalam sebuah kebijakan pendidikan. Akses pendidikan yang merata dan tidak membedakan status sscial.

tidak lebih menekankan pada proses humanisasi, justru dehumanisasi malah terjadi, benang merah apa yang bisa menyebabkan semua ini bisa terjadi

Soe Hok Gie dan Ahmad Wahib, siapa yang tidak mengenalnya? Dua pemuda dengan tipikal pemberontak ini adalah aktivis mahasiswa yang sama-sama mati muda dizamannya, Gie meninggal di puncak mahameru, Wahib meninggal akibat tertabrak sepeda motor didepan kantor kerjanya saat menjadi wartawan di Tempo, namun mereka ber-evolusi ketika melihat dunia disekitarnya telah kalang kabut.Gie melihat pemimpin negaranya yang otoriter, ahmad wahib semakin geram dengan dunia intelektual mahasiswa yang sudah aus dengan kekuasaan. Romantisme perjuangan yang pernah diukir oleh Soe dan Wahib sangatlah satire, kedunanya mati dalam isealismenya, hingga menggetarkan nurani mahasiswa yang pernah mesra dengan jalan hidup mereka. Mereka berdua telah mencurahkan pemikiran dan sikap bagaimana seorang mahasiswa sebagai generasi agent of change, generasi yang mengaku sebagai kaum intelektual yang punya tanggung jawab moral demi sebuah kehendak yang baik untuk memperbaiki keadaan yang sudah hancur. Sungguh mengenaskan, Romantika sejarah perjuangan mahasiswa yang pernah mereka tuturkan dengan sebuah karya agungnya itu sekarang hanya jadi drama lelucon yang hidup dalam diktat-diktat buku belaka, bahkan sempat ditindas zaman karna gaya pemikirannya yang benar-benar tulus dan berani. Zaman sudah berubah, semuanya pun ikut berubah, namun setidaknya spirit perjuangan mahasiswa harus tetap sama, Sedih rasanya melihat pergerakan mahasiswa saat ini, demokrasi melebarkan semua jalan untuk bersuara dan berpendapat, bentuk penindasan masih ada, meskipun dengan gaya dan pola yang berbeda, terakhir pembodohan substansial telah berhasilkan diruntuhkan oleh kelompok intelektual di Indonesiua,sekarang bagaimanakah kondisi mahasiswa,apakah masih bisa berfikir kritis seperti dahulu kala, Sejarah mahasiswa adalah sejarah perjuangan, penindasan dan pembodohan, namun apakah kata itu masih berlaku bagi mahasiswa ataupun aktivis kampus sekarang ini, posisi kaum intelektual dalam kampus memang sangatlah penting, kaum intelektual muda adalah sekelompok mahasiswa yang mempunyai tanggung jawab moral,intelektual dan sosial, independent dan tidak berjuang atas nama golongan namun berjuang atas nama umat. Melihat pola gerak aktivis kampus sekarang rasanaya ingin sekali mencekik dan membinasahkan mereka,kenapa? Iya karena kampus yang seharusnya sebagai kawah Candradimuka bagi mahasiswa dan sebagai lembaga independent, semakin lama akan ternodai dengan kelompok-kelompok yang mengaku dirinya sebagai pejuang mahasiswa namun mereka membangun kepentingan dengan golongan tertentu, mereka mendiamkan sejumlah tindakan yang sebenarnya tak lagi pantas disebut sebagai tindakan intelektual walaupun para pelakunya adalah pemilik gelar intelektual yang bergengsi. Tindakan yang tercurah menindas hak mahasiswa dan kaum marginal tak ubahnya menjadi jamur kampus. Ironisme tingkat tinggi benar-benar telah menjangkiti dunia kampus yang katanya tempat bernaungnya para calon kreator-kreator perubahan bangsa. Independensi mati rasa, pola pikir kritis kini benar-benar mati gaya

Anda mungkin juga menyukai