Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Di kalangan masyarakat Indonesia masa kini, terdapat dua istilah yang seolah-olah bersaing untuk mendapatkan tempat yang utama, yakni Administrasi dan Manajemen. Bilamana kita memahami sejarahnya, maka kedua istilah tersebut tidak usah kita pertentangkan. Pertama, oleh karena kedua-duanya berasal dari kebudayaan asing, yang seolah-olah bersaing satu sama lain. Kedua, kita harus berpangkal tolak pada prinsip, bahwa kita hendak menarik keuntungan dari kebudayaan yang manapun guna memajukan atau mempercepat kemajuan pembangunan Bangsa dan Negara kita.

B. Rumusan Masalah Apakah yang menyebabkan terjadinya penyelewengan kasus-kasus yang berhubungan dengan Administrasi Negara?

C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui peran Administrasi Negara dalam menjalankan sistem pemerintahan, 2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya penyelewengan kasus-kasus yang berhubungan dengan Administrasi Negara.

BAB II PEMBAHASAN

Administrasi lebih popular dan lebih banyak dipergunakan di kalangan masyarakat-masyarakat dan bangsa-bangsa Eropa Barat Kontinental. Dengan demikian, kita Indonesia sebagai Negara bekas jajahan bangsa Eropa Barat Kontinental lebih mengenal istilah-istilah yang berhubungan dengan

administrasi dibandingkan dengan manajemen. Hal itu baik, asalkan kita mengembangkan artinya yang lengkap, yakni bahwa menjalankan administrasi itu berarti mengembangkan organisasi, mengembangkan tata usaha, dan

mengembangkan manajemennya. Kita di Indonesia mengembangkan kemampuan administrasi, yang terdiri atas kemampuan organisasi, kemampuan top manajemen, kemampuan tata usaha (pengembangan sistem informasi dan komunikasi), manajemen baik dalam arti ketatalaksanaan maupun pengelolaan dan kemampuan operasional yang artinya menghasilkan barang, informasi atau jasa sesuai dengan apa yang di desain, direncanakan, ditetapkan, dan sebagainya. Pengembangan daripada administrasi dalam segala seginya hanya dapat dilakukan dengan baik jikalau dijalankan secara ilmiah, artinya melalui Ilmu Administrasi. Ilmu Administrasi sendiri mempunyai pengertian, yaitu cabang atau displin ilmu sosial yang melakukan studi terhadap administrasi sebagai salah satu fenomena masyarakat modern. Bilamana kita berbicara tentang bidang spesialisasi, maka Ilmu Administrasi terdiri atas beberapa jurusan atau konsentrasi. Bidang spesialisasi Ilmu Administrasi yang tertua dan paling luas adalah Ilmu Administrasi Publik. Ilmu Administrasi Publik terdiri atas Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Administrasi Internasional Publik. Ilmu Administrasi Publik secara teoritis, terdiri atas Ilmu Administrasi Publik murni yang mengembangkan teori-teori yang berlaku universal di seluruh dunia. Dan Ilmu Administrasi Publik terapan yang mengembangkan ajaran-ajaran yang tidak bersifat universal, misalnya Ilmu Administrasi Negara Indonesia, Ilmu Administrasi Negara

Amerika, Ilmu Administrasi Negara Internasional Publik, dan lain sebagainya. Akan tetapi tidak semua dibahas, hanya masalah Ilmu Administrasi Negara saja. Pada hakikatnya, Ilmu Administrasi Negara harus dibedakan antara yang bersifat murni dan bersifat terapan. Administrasi Negara Indonesia sekarang masih banyak yang bersifat lanjutan daripada Administrasi Negara Hindia Belanda dahulu. Pengembangan daripada Administrasi Negara Hindia Belanda dahulu dilakukan oleh pemimpin-pemimpin, negarawan-negarawan, dan sarjana-sarjana hukum Belanda yang dengan sendirinya berpandangan Eropa Kontinental, yang pada intinya adalah napoleonistis, artinya berfikir dan bekerja menurut wilayahwilayah administratif yang ditetapkan secara sentral, dengan perkataan lain berfikir secara pembinaan wilayah, pemerintahan wilayah dan administrasi wilayah. Dalam banyak hal, Belanda hanya memberikan bentuk formal saja kepada ide-ide, pola-pola pemerintahan dan sebagainya yang sebenarnya berasal dari pemimpin-pemimpin, tokoh-tokoh atau para cerdik pandai bangsa Indonesia sendiri. Ambillah misal Pamong Praja, organisasi dan pranata kepamongprajaan itu bersifat khas Indonesia (terutama Jawa), bukan bikinan Belanda dan tidak ada di negara-negara lain di seluruh dunia. Pemerintah Belanda dulu hanya meresmikan saja. Administrasi Negara sendiri mempunyai pengertian, yaitu fungsi bantuan penyelenggaraan daripada pemerintah, artinya (pejabat) pemerintah tidak dapat menunaikan tugas-tugas kewajibannya tanpa Administrasi Negara. Administrasi Negara sebagai fungsi di Indonesia merupakan suatu pengertian yang sebenarnya merupakan pengertian paduan daripada dua pengertian yang satu sama lain berhubungan erat sekali, yakni Administrasi Negara adalah administrasi daripada Negara sebagai organisasi dan administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat kenegaraan. Dalam arti yang pertama, yakni administrasi daripada Negara sebagai organisasi, maka Administrasi Negara Republik Indonesia (sebagai fungsi) itu dijalankan oleh Presiden sebagai pemerintah, merangkap sebagai Administrator Negara, dengan memimpin dan mengepalai suatu Aparatur Negara yang besar sekali, yang juga disebut Administrasi Negara. Dengan demikian, maka Administrasi Negara itu

merupakan suatu fungsi, merupakan suatu lembaga, suatu institusi atau aparatur dan merupakan suatu proses kerja. Dalam arti yang kedua, yaitu Administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat kenegaraan, maka Administrasi Negara itu dijalankan oleh setiap Pejabat Negara yang diserahi pimpinan dan tanggung jawab atas suatu kesatuan organisasi kenegaraan, misalnya Departemen, Direktorat, Dinas, dan sebagainya, bahkan Ketua Mahkamah Agung sebagai Pejabat Negara yang harus memimpin dan bertanggung jawab atas Mahkamah Agung sebagai suatu kesatuan organisasi kenegaraanpun harus menjalankan Administrasi Negara dan demikian pula Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, setiap Pejabat Pemerintah secara otomatis berfungsi sekaligus sebagai Administrator Negara atau Kenegaraan. Dilihat dari segi pembagian kerja dan tugas, maka organisasi Administrasi Negara Republik Indonesia itu terdiri atas ratusan ribu jabatan-jabatan (jabatan pemerintah sekaaligus merupakan jabatan administrasi dan jabatan-jabatan yang merupakan jabatan administrasi murni tanpa wewenang pemerintahan)dan kelompok kecil, sedang dan besar daripada jabatan-jabatan yang berkaitan satu sama lain secara integral sehingga merupakan suatu unit organisasi administrasi Negara. Wewenang Administrasi Negara merupakan lanjutan dari wewenang Pemerintah dan bagian dari jabatan dan dijalankan oleh Pemegang Jabatan atau Pejabat yang bersangkutan masing-masing. Wewenang merupakan suatu hak dan kekuasaan formal yang bersifat hukum publik. Di Indonesia, banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran dan permasalahan-permasalahan yang menyangkut wewenang Administrasi Negara. Salah satunya adalah masalah jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Seperti penjelasan artikel dibawah ini yang dikutip dari salah satu situs internet.

Pengacara senior Adnan Buyung Nasution mengatakan, permasalahan jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji disebabkan adanya administrasi negara kurang cermat, namun bukan berarti ada cacat hukum.

"Administrasi tidak cermat, tapi bukan berarti cacat hukum, apalagi ilegal," kata Adnan Buyung saat sidang uji materi Undang-undang (UU) nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (24/8). Menurut Buyung, SK pengangkatan di masa lalu pada umumnya bersamaan dengan SK Presiden pengangkatan menteri negara, begitu pula pemberhentiannya. "Akan tetapi pada saat pengangkatan KIB (Kabinet Indonesia Bersatu) II, yang diangkat hanya para menteri negara dan tidak menyebutkan kedudukan jaksa agung," katanya. Adnan Buyung juga mengatakan, bahwa tidak benar masa jabatan jaksa agung tidak diatur, berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2004 jaksa agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Dia mengatakan, bahwa Jaksa Agung Hendarman Supandji masih diangkat sebagai jaksa agung dengan kedudukan sebagai setingkat menteri dengan SK No 31 Tahun 2007 dan tidak pernah diberhentikan dengan SK Presiden 83 Tahun 2009 maka Hendarman tidak perlu upacara pelantikan. Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra resmi mengajukan uji materi UU Kejaksaan ke MK untuk menguji konstitusionalitas penafsiran Pasal 19 dan Pasal 22 UU Nomor 16 tahun 2004 dihubungkan dengan prinsip negara hukum sebagaimana tertuang dalan Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004, Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007 dan Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2009. Dalam sidang uji materi yang dipimpin oleh Ketua MK Mahfud MD itu ikut mendampingi delapan hakim konstitusi lainnya. Dalam sidang uji materi ini mengagendakan mendengarkan keterangan ahli. Dalam sidang ini Yusril menghadirkan ahli mantan hakim konstitusi HAS Natabaya dan membacakan keterangan Erman Radjaguguk. Sedangkan dari pihak pemerintah mengajukan lima ahli, yakni mantan hakim konstitusi Letjen (purn) Achmad Roestandi, M Fajrul Falakh, Staf Khusus Presiden Denny Idrayana dan Pengacara Adnan Buyung Nasution.

Dari kutipan artikel diatas, dapat diketahui bahwa terdapat pelanggaran hukum Adminstrasi Negara, khususnya menyangkut hukum Administrasi Negara Heteronom. Hukum tersebut merupakan salah satu hukum administrasi yang mengatur seluk-beluk tentang wewenang, organisasi, aktivitas-aktivitas, personil, keuangan, materiil, dan peradilan administratif. Selain itu, jabatan seorang Jaksa Agung merupakan jabatan yang paling kuat dan setiap jabatan yang paling kuat pasti mengandung wewenang pemerintahan, salah satunya yaitu peradilan dan penyelesaian persengketaan. Jadi wewenang jabatan seorang Jaksa Agung harus disetarakan dengan jabatan-jabatan lainnya yang mempunyai hubungan dengan Unit Organisasi Administrasi Negara, seperti Presiden beserta seperangkat menterinya dan pegawai-pegawai pemerintah lainnya. Hal ini juga harus disesuaikan dengan pengertian Administrasi Negara dalam arti yang kedua, yaitu administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat kenegaraan. Masih banyak masalah-masalah lainnya yang menyimpang dari aturan Administrasi Negara Republik Indonesia. Salah satunya adalah yang dijelaskan dibawah ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan tugasnya dinilai kurang proporsional dalam menjalankan tugas mengusut kasus-kasus dugaan korupsi karena hanya menerapkan hukum pidana tetapi tidak menggunakan hukum administrasi negara. Demikian pendapat pengajar pasca sarjana hukum pidana STIE Mitra Indonesia Yogyakarta Syahrin Naihasy di Jakarta, Rabu (16/05) terkait upaya pengusutan kasus dugaan korupsi di birokrasi oleh KPK. Syahrin mengemukakan, kasus dugaan korupsi tidak bisa hanya dilihat dari aspek hukum pidana tetapi juga aspek hukum lainnya, termasuk perdata dan administrasi negara. Ia memberi contoh dalam kasus Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais terkait pembangunan bandara semestinya dijerat dengan hukum administrasi negara. Dalam penanganan kasus Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hasan Rais, terkait kasus rencana pembangunan Bandara Sultan Kutai Berjaya di Lao

Kulu Kalimantan Timur, semestinya diterapkan hukum administrasi negara kata Syahrin Naihasy. Jika Bupati Kutai Kartanegara dinilai salah dalam menjalankan tugas, maka sanksi hukum yang bisa dijatuhkan kepadanya hanyalah sanksi hukum administrasi negara, bukan hukum pidana karena sebagai Bupati, Syaukani tunduk kepada Peraturan Pemerintah (PP) No 70/2002 tentang Kebandaraan. Dengan adanya PP dan peraturan lainnya maka Syaukani memiliki kewenangan dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Bandara tersebut, sesuai UU yang berlaku yakni Kepres No 55/1993 dan Kepmen Agraria/ Ketua BPN No 1/1994 tentang Teknis Pengadaan Tanah, katanya. Atas dasar ketaatan Syaukani kepada peraturan itu maka dikeluarkanya SK Bupati tentang Penetapan Lokasi, SK tentang Panitia Pembebasan Tanah dan SK tentang Rencana Strategis Pembangunan Bandara. Karena persoalan pengadaan tanah itu rumit dan banyak aspek yang harus dihitung dan dipertimbangkan, maka dibentuk tim dengan personal dari aparat negara untuk menghitung harga tanah, harga tanaman yang tumbuh diatasnya serta untuk mengetahui status tanah. Mereka yang direkrut adalah kepala dinas pertanian, bertugas menghitung harga tanaman yang tumbuh di atas tanah itu. kepala dinas BPN untuk menentukan status tanah, apakah tanah yang dibebaskan itu tanah negara atau bukan, dan Ketua Bapeda bertugas untuk menentukan lokasi bandara. Maka kalau terjadi kesalahan, maka mereka itulah yang bertanggungj awab penuh, bukan Syaukani, katanya. Dia mengemukakan, Bupati hanya melaksanakan tugas negara. Bupati tidak melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan pidana, kecuali terkait administrasi negara. Kalau Bupati dikenakan sanksi adminsitrasi negara, hukumannya adalah memperbaiki Perda/SK yang dikeluarkan pemda dan mengembalikan uang yang diterima ke kas daerah. Syaukani sudah mengembalikan uang tersebut Rp15,8 miliar ke kas daerah sesuai tuduhan KPK. Itu dilakukan Syaukani sebelum ditetapkan sebagai tersangka katanya. Karena itu, kata Syahrin Naihasy, KPK tidak proporsional dan profesional dalam memahami dan menangani suatu masalah karena hanya

memahami hukum pidana (korupsi) saja, tetapi tidak terhadap hukum adminsitrasi negara. KPK harus mencermati kasus Syaukani secara jernih sesuai koridor hukum yang berlaku. Jangan hanya mengejar target. KPK harus memahami asas overheidbeleid, yaitu aparatur negara wajib melaksanakan tugas negara dan hak deskresioner (menandatangani) dokumen-dokumen, katanya. Karena itu, KPK sebagai pintu keadilan harus memahami berbagai disiplin ilmu hukum, tidak hanya hukum pidana tetapi juga ilmu hukum administrasi negara, agar dalam menjalankan tugas tidak salah dan merugikan orang lain. Sementara itu, Ketua Umum People Aspiration Center (Peace) Ahmad Shahab mengatakan, penanganan kasus Bupati Kutai Kartanegara sarat muatan politik. Karena itu dia mengimbau kepada semua pihak untuk menghentikan cara-cara buruk dan tidak terpuji seperti itu. Dalam kaitan ini, kinerja KPK harus dievaluasi. DPR, DPRD dan DPD serta komponen masyarakat yang peduli kepada keadilan agar ikut memberikan koreksi terhadap kinerja KPK yang sudah tidak obyektif secara hokum, karena takluk terhadap intervensi pihak lain melalui politisasi . Menurut Shahab, dari pendekatan teroritis ditemukan adanya politisasi dan praktik pembunuhan karakter terhadap Syaukani yang memang dipersiapkan menjadi gubernur Kalimantan Timur, atas keberhasilannya melaksanakan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam banyak hal semasa menjabat Ketua asosiasi kepala daerah tingakt dua se-Indonesia. Diantara instruksi Kepala Negara kepada para kepala daerah yang sudah dilaksanakan Syaukani adalah dalam hal pertemuan para investor dunia di Indonesia . Syaukani merupakan Bupati pertama yang melakukan hal itu dan berhasil, kata Shahab. Dia juga sangat menyesalkan KPK sama sekali tidak menjadikan buku Dokumen Klarifikasi Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara 2007 setebal 3.000 halaman itu yang menyatakan bahwa Syaukani tidak bersalah dalam rencana pembangunan bandara tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam membidik Syaukani.

KPK bekerja atas konspirasi politik yang menghancurkan karier dan HAM Syaukani. Ini tidak baik dan berbahaya bagi penegakan hukum di tanah air, katanya.

Pada waktu ini, di Indonesia yang banyak mendapat perhatian adalah berbagai macam bentuk rencana yang dibuat oleh pemerintah maupun Administrasi Negara. Pelaksanaan daripada rencana pemerintah secara otomatis dilakukan oleh Administrasi Negara. Rencana pada waktu ini merupakan keputusan pemerintah/Administrasi Negara yang mempunyai status hukum dan kekuatan hukum, dan oleh karena itu, maka semua macam dan bentuk perencanaan oleh pemerintah/Administrasi Negara yang mempunyai efek atau dampak terhadap kehidupan masyarakat umum wajib memenuhi syarat-syarat hukum, artinya tidak boleh melanggar hukum Tata Negara, hukum Administrasi Negara, hukum pidana, dan hukum perdata (dagang, adat, agama). Rencana yang sering menimbulkan persoalan, bahkan sengketa adalah Rencana Kota (City Plan), Rencana Pelebaran Jalan, Rencana Tata Guna Tanah dan sebagainya. Kasus diatas merupakan salah satu kasus yang tidak sesuai dengan aturan Administrasi Negara Republik Indonesia. Dikarenakan dua alasan, yang pertama adalah penyalahgunaan wewenang jabatan sebagai seorang bupati dan yang kedua adalah masalah perencanaan pembangunan bandara yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Pada awalnya, perencanaan pembangunan bandara tersebut akan digunakan sebagai bandara pribadi bupati dan dana yang digunakan merupakan dana korupsi dari kas daerah. Selain itu, yang membuat masalah menjadi semakin rumit adalah ketidak tegasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak proporsional dalam menjalankan tugasnya. Karena, KPK hanya menerapkan hukum pidana saja, tetapi tidak memasukkan hukum Administrasi Negara dalam penyelesaian kasus tersebut. Kasus-kasus diatas merupakan sebagian kecil dari banyak kasus lainnya yang serupa yang belum terselesaikan hingga kini. Hal itu disebabkan karena masyarakat Indonesia, khususnya orang-orang yang berkutik dibidang hukum peradilan Indonesia yang belum memahami tentang makna, fungsi dan

penggunaan hukum Administrasi Negara. Setiap kasus yang muncul dipermukaan hanyalah ditangani dengan menerapkan hukum pidana saja. Tindakan aparat hukum tersebut kurang sesuai karena penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia ini tidak lepas dari peran Administrasi Negara. Dari penjelasan singkat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia, baik secara umum maupun secara khusus (aparat-aparat pemerintah) belum memahami tentang makna dan peran administrasi Negara dalam lingkungan pemerintahan di Indonesia. Khususnya dalam pelaksanaan hukum Administrasi Negara. Dilihat dari beberapa kasus diatas, aparat hukum belum bahkan sama sekali tidak menerapkan hukum Administrasi Negara dalam menangani kasus-kasus tersebut, dan hanya menerapkan hukum pidana saja. Selain itu, yang lebih sulit dikarenakan adanya masalah kepemimpinan yang kurang tegas dan bertanggung jawab. Untuk lebih mamahami makna dan peran Administrasi Negara, pemerintah seharusnya dapat mensosialisasikan kepada masyarakat, khususnya aparat-aparat hukum tentang pentingnya peran Administrasi Negara, khususnya hukum Administrasi Negara dalam penanganan kasus-kasus di Indonesia yang semakin kompleks. Karena Administrasi Negara mengandung berbagai segi, yaitu hukum, politik, ekonomi, social, kultural, dan teknologi. Dan Administrasi Negara yang baik harus memenuhi syarat-syarat legitimitas, legalitas, yuridikitas, efektivitas, efisiensi, dan moralitas. Namun tujuannya satu, untuk menangani kepentingan umum. Bagaimanapun kedudukan dan sifat-sifat Administrasi Negara akan sangat tergantung dari berbagai faktor, baik territorial, fungsional, maupun teknis. Faktor ekologi daripada Administrasi Negara merupakan salah satu objek studi yang sangat penting.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Terjadinya penyelewengan kasus-kasus Administrasi Negara di Indonesia disebabkan karena ketidakpahaman masyarakat Indonesia, khususnya aparat pemerintah terhadap makna dan peran Administrasi Negara di lingkungan pemerintahan. Selain itu juga aparat penegak hukum juga kurang memahami tentang Hukum Administrasi Negara.

Daftar Pustaka

1. Atmosudirdjo, Prajudi. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2. Moekijat. 1984. Administrasi Negara Modern. Bandung: PT. Sumur Bandung. 3. Dimock. 1986. Administrasi Negara. Jakarta: Erlangga. 4. http://google.co.id

Masalah-Masalah Administrasi Negara di Indonesia

Disusun Oleh :

Iche Chyntya Navy A. (104674020)

PRODI S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA JURUSAN PMPKN

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2010

Anda mungkin juga menyukai

  • Revisi Tgs Han
    Revisi Tgs Han
    Dokumen37 halaman
    Revisi Tgs Han
    GitaTya B'black GGsone
    Belum ada peringkat
  • Cover Han
    Cover Han
    Dokumen1 halaman
    Cover Han
    GitaTya B'black GGsone
    Belum ada peringkat
  • Cover Han
    Cover Han
    Dokumen1 halaman
    Cover Han
    GitaTya B'black GGsone
    Belum ada peringkat
  • Yogurt
    Yogurt
    Dokumen4 halaman
    Yogurt
    GitaTya B'black GGsone
    Belum ada peringkat