Anda di halaman 1dari 13

A.

ETIOLOGI Penyakit Lyme dinamai setelah di kota Lyme, Connecticut, terjadi

beberapa kasus yang diidentifikasi secara awal. Penyakit ini disebabkan oleh Borrelia burgdorferi dan ditularkan ke manusia melalui kutu kecil (Brooks, et.al, 1995). Borrelia burgdorferi adalah spesies dari gram negatif bakteri dari spirochete kelas dari genus Borrelia burgdorferi sangat dominan di Amerika Utara, tetapi juga ada di Eropa, dan merupakan agen dari penyakit Lyme (Anonim, 2010) . Borrelia burgdorferi adalah organisme spiral dengan panjang 11-39 m dan lebar 0,2 m. Jarak antara belokan bervariasi dari 2-4 m. Organisme memiliki berbagai nomor (7-11) endoflagela yang merupakan organel seperti flagel dalam ruang periplasma yang ditutupi oleh selaput luar. Endoflagel dimulai pada setiap ujung organisme dan berputar mengelilinginya, meluas dan bertumpang tindih sampai pada titik tengah. Bagian dalam endoflagel adalah selaput dalam (selaput sitoplasma) yang menimbulkan menimbulkan stabilitas osmotik, menutupi silinder plasma dan membuat sangat mudah untuk bergerak. Borrelia burgdorferi mudah diwarnai dengan pewarnaan asam dan anilin dan melalui teknik impregnasi perak (Brooks, et.al, 1995).

Borrelia burgdorferi memiliki struktur yang mirip dengan spiroketa. Bakteri ini memperlihatkan heterogenitas dalam morfologi, protein, plasmid dan homologi DNA dari satu strain ke strain lainnya, tetapi tidak ada sistem klasifikasi pada ciri khas yang telah dikembangkan (Brooks, et.al, 1995). Spirocheta penyebab penyakit Lyme Amerika Utara, Borrelia burgdorferi ditemukan pada tahun 1982. Tiga kelompok genom Borrelia burgdorferi sensu lato baru-baru ini ditemukan di Eropa. Mereka dinamakan Borrelia burgdorferi sensu stricto, Borrelia garinii dan Borrelia afzelii (Chin, J, 2006).

B.

EPIDEMIOLOGI Penyakit Lyme merupakan penyakit multisistem yang kompleks yang

disebabkan oleh sejenis spirokaeta yaitu borellia burgdorferi. Kuman ini merupakan tick-borne spirochaeta, microaerophilic bacterium yang tumbuh baik pada suhu 33C pada medium barbour-stoenner-kelly. Selain dari lesi di kulit yang berupa eritema migrans, kultur spirokaeta sangat sulit diperoleh dari spesimen lain (Setyohadi & Sanusi dalam Sudoyo, et.al, 2009). Di Amerika Serikat, fokus-fokus endemis terdapat di sepanjang laut Atlantik dan kebanyakan di Massachussets dan Maryland; disebelah atas bagian barat, beberapa daerah di California dan Oregon. Saat ini, dengan meningkatnya pengetahuan tentang penyakit Lymekasus dilaporkan dari 47 negara bagian dan dari Ontario dan British Columbia, Canada. Di tempai lain penyakit Lyme ditemukan di Eropa, Uni Soviet, Cina, dan Jepang. Infeksi awal biasanya terjadi selama musim panen, dengan puncaknya pada bulan Juni dan Juli, tetapi terjadi sepanjang tahun, tergantung pada musim banyaknya kutu yang berbeda menurut wilayah geografis. Ledakan populasi rusa berekor putih di AS bagian timur telah dikaitkan dengan penyebaran Lyme di daerah tersebut. (Chin, J, 2006). Borrelia burgdorferi ditularkan melalui sengkenit kecil dari genus Ixodes. Ixodes dammini merupakan vektor di timur laut dan Barat tengah, sedangkan Ixodes pasificus di Pantai Barat AS. Di Eropa, vektornya adalah Ixodes Rinicus (Brooks, et.al, 1995).

I.scapularis

Rusa merupakan mamalia yang berperan penting sebagai hospes dari vektor jenis kutu. Larva kutu dan nimfe hidup pada mamalia kecil, sedangkan kutu dewasa terutama hidup pada rusa (Chin, J, 2006).

Pemaparan paling sering terjadi pada bulan Mei sampai Juli, ketika stadium nimfe sengkenit paling aktif; namun, stadium larva (Agustus dan September)dan stadium dewasa (musim semi dan musim panas) juga menggigit manusia dan dapat menularkan Borrelia burgdorferi (Brooks, et.al, 1995). C. PATOGENESIS Penularan Borellia burgdorferi ke manusia melalui tusukan organisme dalam liur sengkenit atau melalui pemuntahan isi usus tengah sengkenit. Pelekatan sengkenitmemerlukan waktu selama 24 jam atau lebih sebelum terjadi pemindahan Borrelia burgdorferi. Organisme melekat pada proteoglikan sel inang, yang diperantarai oleh reseptor glikosaminoglikan borelia (Brooks, et.al, 1995). Setelah tusukan oleh sengkenit, organisme berpindah ke luar dari tempatnya, menimbulkan lesi kulit yang khas. Penyebaran terjadi melalui aliran limfatik atau darah ke tempat lain di kulit atau muskuloskeletal dan ke banyak organ lain (Brooks, et.al, 1995). Setelah masuk ke dalam kulit, B.burgdorferi akan menyebar membentuk eritema migrans dan menyebar secara hematogen ke organ-organ lainnya. Pada awalnya respon imun akan ditekan. Dalam beberapa minggu tampak hipereaktivitas sel B dengan peningkatan jumlah total dan kadar IgM serum, kreopresipitat, circulating immune complex dan kadang dapat ditemukan faktor reumatoid kadar rendah antibodi antinuklear (ANA) dan antibodi antikardiolipin. Beberapa bulan kemudian, respon imun dan humoral yang spesifik mulai berkembang untuk menghadapi antigen spirokaeta. Bersamaan dengan itu, beberapa sendi menjadi meradang dan sel mononuklear reaktif meningkat jumlahnya di dalam sendi (Setyohadi & Sanusi dalam Sudoyo, et.al, 2009). Artritis Lyme kronik, berhubungan dengan peningkatan frekuensi alel HLA-DR4 dan HLA-DR2. Pada sendi akan nampak gambaran hipertrofi vilous, hiperplasi sel sinovial, mikro vaskularisasi yang prominen, deposisi fibrin, infiltrasi limfo-plasmaselular. Dengan menggunakan teknik imunohistologik,

spirokaeta dapat terlihat disekitar pembuluh darah. Cairan sendi menunjukkan jumlah leukosit 500-110.000/ml, sebagian besar merupakan sel PMN (Setyohadi & Sanusi dalam Sudoyo, et.al, 2009). D. MEKANISME PERTAHANAN TUBUH Antibodi IgM reaktif memuncak pada titer 3-6 minggu setelah mulai timbul penyakit. IgM secara primer langsung melawan protein flagela Borrelia burgdorferi. Titer IgG reaktif meningkat secara perlahan selama beberapa bulan atau beberapa tahun dan tampak secara berurutan langsung melawan serangkaian protein Borrelian burgdorferi. Pengobatan antimikroba secara dini akan menurunkan atau menggagalkan respons antibodi, dan pasien semacam ini rentan terhadap infeksi ulangan (Brooks, et.al, 1995). E. MANIFESTASI KLINIS Infeksi Awal: Stadium 1 (Eritema migrans terlokalisasi), 3 hari- 4 minggu setelah gigitan sengkenit Setelah masa inkubasi selama 3-32 hari, timbul eritema migrans pada tempat gigitan caplak yang dimulai sebagi makula ataup papula merah, yang berkembang menjadi besar berupa lesi anuler (dapat mencapai diameter 15 cm), batas tepinya merah terang, bagian tengah besih dan berindurasi. Walaupun tidak diobati, lesi ini akan menghilang sendiri selama 3-4 minggu (Setyohadi& Sanusi dalam Sudoyo, et.al, 2009). Infeksi Awal: Stadium 2 (disseminated infection), berminggu-minggu sampai berbulan-bulan kemudian Dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu, spirokaeta menyebar akan ditandai oleh kelainan pada kulit, sistem saraf dan

muskuloskeletal. Lesi kuliat anular sekunder dapat muncul pada setengah pasien hampir sama dengan lesi awal tetapi lebih kecil dan tidak berpindah. Selain itu pasien akan merasakan nyeri kepala yang hebat dan kekakuan leher yang akan berakhir dalam waktu beberapa jam. Nyeri muskuloskeletal bersifat umum dan berpindah-pindah dari sendi, bursa, tendon, otot dan tulang yang akan berakhir pada beberapa jam atau beberapa hari . Pasien juga merasakan kelemahan umum.

Setelah beberapa minggu, sekitar 20% pasien mengalami kelainan neurologik. Walaupun kelainan neurologis dapat bervariasi, tetapi kelainan neurologis yang spesifik seperti triad meningitis, kelainan saraf kranial dan neuropati perifer. Kelumpuhan n.fasialis baik unilateral maupun bilateral merupakan neuropati kranial yang serng terjadi. Neuropati perifer, biasanya berupa radikuloneuropati sensorik, motorik atau campuran yang asimetri yang mengenai tubuh dan anggota tubuh. Kelainan neorologis ini berakhir dalam beberapa bulan tetapi dapat berulang dan berubah menjadi kronik. Dalam beberapa setelah mulai timbul, akan timbul kelainan kardiak yang biasanya berupa blok atrioventrikular,

mioperikarditis akut, disfngsi ventrikel kiri yang ringan dan kadang-kadang kardiomegali dan perikarditis yang fatal (Setyohadi & Sanusi dalam Sudoyo, et.al, 2009). Infeksi lanjut: Stadium 3 (infeksi persisten), berbulan-bulan sampai bertahun-tahun kemudian Rata-rata 6 bulan setelah mulai timbul, 60% pasien mengalami oligiartritis yang asimetrik, terutama pada sendi-sendi besar, misalnya sendo lutut. Pada 10% kasus, artritis menjadi kronik, yaitu serangan inflamasi yang terus menerus selama 1 tahun atau lebih. Artritis ini biasanya akan mengenai 1 atau kedua lutut dapat menimbulkan erosi pada rawan sendi dan tulang. Pembengkakan sendi juga terjadi namun jarang didapatkan dalam jangka waktu yang lama. Beberapa bulan atau tahun kemudian, timbul kelainan neurologis, yang lebih sering terjadi adalah ensefalopati yang terutama mengenai ingatan, mood dan gangguan tidur. Pada pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan peningkatan kadar protein dan antibodi terhadap spirokaeta. Leukoensefalitis, merupakan manifestasi neurologis yang berat dan jarang yang mengakibatkan paraparesis spastik, disfungsi kandung kemih tipe upper motor neuron. Manifestasi kulit yang lanjut berupa akrodermatitis kronik atrofikan biasanya timbul pada daerah akrsl berupa eritema, edema dan indurasi; secara bertahap eritema akanmenghilang dan digantikan kulit yang atrofik. Beberapa bulan atau tahun akan menghasilkan gambar akhir pada kulit berupa kerutan pada kulit yang menyerupai kertas rokok (Setyohadi & Sanusi dalam Sudoyo, et.al, 2009).

F.

DIAGNOSIS Pada pasien yang simptomatik, diagnosis pada penyakit Lyme dapat

ditetapkan secara klinik melalui observasi lesi eritema kronikum migran yang un ik pada kulit. Bila lesi ini sudah tidak ada dan sudah sampai pada stadium lanjut penyakit lainnya, dalam hal ini perlu diadakan tes diagnostik laboratorium. Walaupun begitu, tidak terdapat satupun tes yang sensitif sekaligus spesifik (Brooks, et.al, 1995). Diagnosis laboratorium tidak sepenuhnya akurat dalam mendiagnosis penyakit Lyme. B.burgdorferi tidak dapat langsung diisolasi dari darah atau biopsi kulit. Diagnosis dapatditegakkan melalui 2 uji serologik: assay imunofluoresensi indirek (IFA) atau assay imunosorben terkait enzim (ELISA). Kedua uji ini tidak distandarisasi dengan baik dan hasil positif palsu dan negatif palsu dapat terjadi. (Price dan Wilson, 2002) Tes Diagnostik Laboratorium Bahan : Darah diambil untuk tes serologik. Cairan serebrospinal atau cairan sendi juga dapat digunakan, tetapi biasanya biakan tidak dianjurkan untuk digunakan. Bahan tersebut akan digunakan untuk mendeteksi DNA Borrelia burgdorferi melalui reaksi rantai polimerase. Penanda Molekuler: Pemeriksaan reaksi rantai polimerase telah dipakai untuk mendeteksi DNA Borrelia burgdorferi pada banyak cairan tubuh. Hal ini berlangsung dengan cepat (2 hari), sangat sensitif, dan spesifik, tetapi hal ini tidak dapat membedakan antara DNA Borrelia burgdorferi dalam penyakit aktif dan DNA Borrelia burgdorferi mati dalam penyakit yang telah diobati atau yang tidak aktif. Serologi: Serologi telah menjadi cara utama untuk mendiagnosis penyakit Lyme, tetapi 3-5% orang normal dan orang-orang dengan penyakit lain (misalnya, reumatoid artritis dan banyak penyakit infeksi) mungkin seropositif pada beberapa pemeriksaan. Karena prevalensi penyakit Lyme rendah, terdapat kecendrungan yang besar bahwa tes positif adalah berasal dari seseorang dengan penyakit (nilai perkiraan positif kurang lebih 12%). Jadi, serologi untuk penyakit Lyme sebaiknya hanya dilakukan bila terdapat perkiraan kuat mengenai gambaran klinik. Tes yang paling luas

digunakan adalah antibodi fluoresensi tidak langsung (IFA) dan imunoasai enzim (EIA atai ELISA). Banyak variasi pemeriksaan ini menggunakan sediaan antigen, teknik, dan titik akhir berbeda yang telah dipasarkan. Pemeriksaan imunoblot (western blot) kadang-kadang dilakukan untuk memastikan hasil yang diperoleh melalui tes lainnya. Antigen Borrelia burgdorferi terpisah secara elektroforetik, dipindahkan ke selaput sitroselulosa, dan direaksikan dengan serum pasien. Intertpretasi imunoblot berdasarkan pada nomor dan ukuran molekul reaksi antibodi dengan protein Borrelia burgdorferi (Brooks, et.al, 1995).

G.

KOMPLIKASI Acrodermatitis Chronica atrophicans Ini adalah suatu kondisi yang sering berkembang pada wanita yang

lebih tua. Beberapa tahun bisa lulus dari gigitan kutu sampai perkembangan fenomena ini. Gejala biasanya melibatkan perubahan kulit di sekitar gigitan kutu, seperti:
y y

bengkak perubahan warna kebiruan atau kemerahan pada kulit. Neuro Borrelia Sekitar 15 persen orang dengan Borrelia mengembangkan disebut

neuro Borrelia-jadi, antara satu dan lima minggu setelah gigitan kutu. Sistem saraf pusat yang terkena dampak dan gejala-gejala yang dihasilkan sangat dicampur dan tidak spesifik.
y

Gejala sering mulai dengan nyeri punggung, biasanya antara bahu dan di leher seperti disk tergelincir. Nyeri memburuk pada malam hari.

Saraf menjadi kaku, terutama di wajah. Hal ini dapat terjadi pada setiap waktu hingga empat minggu setelah sakit dimulai.

Kadang-kadang Borrelia neuro mungkin muncul dengan sendirinya sebagai meningitis , demam, sakit kepala dan kekakuan di leher.

Pada kasus yang jarang, penyakit ini menjadi kronis, dengan perlahanlahan berkembang kehancuran sistem saraf, mati rasa, gangguan pendengaran parsial dan pengembangan demensia .

Neuro Borrelia tuntutan segera pengobatan, biasanya dengan masuk ke rumah sakit. (Klenerman, 2005) Radang sendi atau artritis Lyme Kondisi ini mungkin muncul dengan sendirinya dalam beberapa hari

atau, jarang, tahun setelah menggigit, tapi sangat jarang. Peradangan sendi menyebabkan nyeri dan pembengkakan. Seringkali, hanya satu bersama adalah meradang dan, jarang, lebih dari tiga. Yang paling sering terkena adalah sendi lutut diikuti oleh bahu, siku, kaki, dan pinggul. Hal ini memiliki gejala yang mirip dengan artritis . Ketika diobati, pembengkakan akan hilang dalam waktu sekitar satu sampai empat minggu tetapi dapat kembali dalam beberapa bulan kemudian atau bahkan bertahun-tahun (Klenerman, 2005). Efek pada jantung penyakit Lyme dapat menyebabkan:
y y

peradangan pada jaringan hati, bersama dengan aritmia gagal jantung dapat mengembangkan dalam kasus-kasus yang parah. (Klenerman, 2005).

H.

PENATALAKSANAAN Pada infeksi yang sangat dini, antibiotika (penisilin, tetrasiklin)

memunyai efek terapeutik tetapi tidak membasmi infeksi (Brooks, et.al, 1995). Doksisiklin atau amoksisilin digunakan untuk pengobatan pada penyakit Lyme yang masih dini, dan seftriakson untuk penyakit yang telah lanjut atau rekuren. Doksisiklin merupakan obat terpilih untuk mengobati demam relaps (Gillespie dan Bamford, 2007) Borrelia burgdorferi menunjukkan sensitivitas yang tinggi terhadap tetrasiklin, ampisilin dan sefalosporin generasi ketiga. Dibawah ini berbagai antibiotik yang dapat diberikan pada penyakit Lyme (Setyohadi & Sanusi dalam Sudoyo, et.al, 2009).

10

Regimen Pengobatan Penyakit Lyme Sistem Regimen Doksisiklin 2x100 mg/ hari, per oral, Infeksi Awal selama 10-30 hari (lokal atau diseminata) Tetrasiklin 4x250 mg/hari, per oral *Dewasa selama 10-30 hari Amoksisilin 4x500 mg/hari, per oral selama 10-30 hari Amoksisilin 20 mg/kg/hari dalam 3 dosis *Anak per oral, selama 10-30 hari (8 tahun atau kurang) Bila alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis per oral, selama 10-30 hari Doksisiklin 2x100 mg/hari selama Artritis 30 hari (Intermiten atau Kronik) Amoksisilin 4x500 mg/hari + probenesid 4x500 mg/hari, per oral selama 30 hari Seftriakson 2 gr I.V sekali sehari selama 14 hari penisilin 20 juta U/hari, dibagi dalam 6 dosis, selama 14 hari Seftriakson 2 gr I.V sekali sehari Kelainan Neurologis selama 14-30 hari (awal atau lanjut) Sefotaksim 3x2 gr/hari selama 14-30 hari Penisilin G 20 Juta U/hari, dibagi 6 dosis selama 14-30 hari Bila alergi penisilin *Awal Doksisiklin 2x200 mg/hari, per oral *Awal atau lanjut per oral, selama 30 hari Kelumpuhan Fasial Vankomisin 2x1 gr/hari selama 14-30 hari Regimen Oral Kelainan Jantung Regimen Oral seperti pada infeksi Regimen Oral IV seperti pada kelainan neurologik Akrodermtitis Regimen Oral selama 1 bulan

11

I.

PROGNOSIS Untuk kasus awal, pengobatan cepat biasanya pencegahan. Tetapi,

kepelikan dan pengobatan penyakiy Lyme dipersulit oleh diagnosis yang terlambat, kegagalan pengobatan dengan antibiotik, infeksi serempak dengan penyakit tick-borne lainnya (co-infeksi), termasuk: ehrlichiosis, babesiosis, bartonella,dan imunosupresi pada pasien (A, 2008). Meta analisis yang diterbitkan pada tahun2005 ditemukan bahwa beberapa pasien dengan penyakit Lyme memiliki kelelahan, nyeri otot dan gejala neurocognitive selama beberapa tahun meskipun pengobatan dengan antibiotik. Pasien dengan stadium akhir pada penyakit Lyme telah menunjukkan cacat fisik sama seperti pada congestive gagal jantung (A, 2008).

12

DAFTAR PUSTAKA y Price, Wilson, 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Pendit, et.al. 2006 (Alih Bahasa), EGC, Jakarta. y Gillespie, Bamford, 2007. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi. Tinia, S. 2009 (Alih Bahasa), Erlangga, Jakarta. y Chin, J, 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Infomedika, Jakarta. y Brooks, G, et.al, 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Nugroho, E, et.al. 1996 (Alih Bahasa), EGC, Jakarta. y Sudoyo, A, et.al, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Interna Publishing, Jakarta. y Klenerman, 2005. Penyakit Lyme. http://www.netdoctor.co.uk/diseases/facts/lymedisease.htm. April 2010. y A, 2008. Lyme Disease. http://encyclopedia.thefreedictionary.com/Lyme+disease. 11 April 2010. 11

13

Anda mungkin juga menyukai