BIMBINGAN KONSELING
Komponen adalah bentuk atau bagian, jadi komponen dasar bimbingan dan konseling adalah apa saja yang menjadi dasar dari bimbingan dan bimbingan konseling itu sendiri, sehingga dalam prosesnya akan berjalan sebagaimana mestinya. Yang ternasuk komponen dasar konseling yaitu : 1. Konselor Konselor sebagai suatu propesi menolong memiliki peran-peran yang penting dalam kehidupan.propesi ini merupakan salah satu dari propesi-propesi lain yang tugasnya adalah memberikan bantuan kepada seseorang atau kelompok untuk memecahkan suatu masalah, baik masalah keluarga atau masalah dengan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, tantangan bagi konselor agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk membantu seseorang ataupun kelompok harus memiliki criteria-kriteria tertentu yaitu sebagai berikut : a. Syarat menjadi konselor 1. Memiliki latar belakang pendidikan yang berkaitan dengan konseling dan juga mengikuti program propesi yang di selenggarakan disalah satu unuversitas. 2. Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan ketakwaannya sesuai dengan agama yang di anutnya. 3. Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalah klien. b. Kompetensi konselor 1. Kompetensi pedagonis yang didalamnya terdapat beberapa hal di antaranya adalah sebagai berikut : a. Menguasai teori dan praktik pendidikan. b. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta prilaku konseling. c. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan. 2. Kompetensi kepribadian Kompetensi yang di miliki konselor adalah sebagai berikut : a. Beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa. b. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan memilih. c. Menunjukan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat d. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi.
3. Kompetensi social a. Mengimplementasikan kolaborasi internal di tempat kerja. b. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling. c. Mengimplementasikan kolaborasi antar propesi. 4. Kompetensi professional Konselor harus memiliki kompetensi professional seperti berikut : a. Menguasai konsep dan praktis asemen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseling. b. Menguasai kerangka teoritis dan praktis bimbingan dan konseling. c. Merancang program bimbingan dan konseling. d. Mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif. e. Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling f. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika propesional. g. Menguasai konsep dan praktis penelitian dalam bimbingan dan konseling. Dalam buku penataan pendidikan propesional konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal yang di terbitkan oleh depdiknas tahun 2008 disebutkan juga dua komponen sosok utuh kompetensi konselor. Yaitu kompetensi akademik konselor dan kompetensi professional konselor. 1. Kompetensi akademik konselor. a. Mengenal secara mendalam klien yang hendak dilayani. b. Menguasai khazanah teoritis dan procedural termasuk teknologi dalam bimbingan konseling. - Menguasai secara akademis, teori, prinsip, teknik dan prosedur, serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling. - Mengemas teori, prinsip, dan prosedur serta sarana bimbingan dan konseling sebagai pendekatan,prinsip teknik, dan prosedur dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan. c. Menyelengarakan layanan ahli bimbingan dan konseling yang memendirikan. - Merancang kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. - Mengimplementasikan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. - Menilai proses dan hasil kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling serta melakukan penyesuaian-penyesuaian (midcouese anjustment) berdasarkan keputusan transaksional selama rentang proses bimbingan dan konseling dalam rangka memandirikan konseling. d. Mengembangkan profsionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan.
2. Kompetensi peofesional konselor Penguasaan kompetensi propesional konselor di peroleh melalui penerapan kompetensi akademik dalam bimbingan dan
page 1 / 19
C .profil konselor konselor adalah seorang terapis sehingga dia menjadi model terhadap kepedulian dan membantu pertumbuhan klien-kliennya. Adapun hal-hal yang perlu di miliki seorang konselor adalah sebagai berikut : 1. Identitas dari seorang konselor. Artinya bahwa seorang konselor harus memahami siapa dirinya, apa kemampuan yang dimiliki, apa yang diinginkan dalam hidup, dan apa yang dianggap penting. Konselor harus memiliki penguasaan dan kemampuan dalam berbagai teori mengenai konseling. Ini bertujuan agar dapat memberikan bantuan kepada seseorang ataupun kelompok. 2. Respek dan menghargai dirinya sendiri. Artinya konselor dapat memberikan bantuan, cinta, harga diri, dan kekuatan untuk diri sendiri. 3. Konselor mampu mengakui dan menerima kekuatan yang ada pada dirinya. Artinya konselor merasa mampu bahwa orang lain dapat merasakan kekuatannya, dan menggunakan kekuatannya untuk membantu klien. 4. Konselor mampu untuk bertoleransi terhadap perbedaan. Artinya konselor menyadari bahwa setiap individu berbeda dan dapat dipercaya. 5. Konselor mampu mengembangkan gaya dan cara dalam memberikan konseling. Artinya setiap konselor memiliki kekhasan dalam mengekpresikan serta dapat mengembangkan ide dan teknik-teknik yang ada. 6. Semangat hidup. Artinya konselor memiliki keaktifan dan memandang positif kehidupan, dan energy. 7. Asli, tulus, dan jujur. Artinya konselor tidak bersembunyi dibalik topeng, membela diri, peran yang kaku, dan menutupi kelemahan. 8. Konselor memiliki sence of humor. Artinya konselor mampu menempatkan kehidupannya dan menyadari bahwa mereka perlu tetap ceria. 9. Konselor mengakui bila berbuat salah. Artinya sebagai manusia, konselorpun tidak luput dari berbuat salah. 10. Konselor menghargai perbedaan budaya. Artinya menghargai beragamnya budaya dan nilai-nilai yang diyakini oleh orang yang berbeda budaya. D . peran seoranng konselor 1. Sebagai mediator Sebagai mediator, konselor akan menghadapi beragam klien yang memiliki perbedaan, budaya, nilai-nilai, agama serta keyakinan. 2. Sebagai penasehat dan pembimbinng. Peran konselor sebagai pembimbing dan penasehat adalah sebagai berikut : a. Konselor memberikan bimbingan atau tuntunan kepada klien sesuai dengan masalah yang dihadapi keluarga tersebut. Oleh karena itu seorang konselor harus memilki kematangan dalam kepribadian agar konselor dapat memandang suatu masalah yang sedang di tanganinya dengan dewasa dan bijaksana. b. Konselor memberikan nasehat dengan cara membantu klien agar dapat melakukan Sesuatu yang baik untuk keluarganya atau dirinya dan menghindari hal-hal yang tidak sepantasnya di lakukan, baik oleh dirinya ataupun keluarganya. Serta dapat menyelesaikan masalahnya.
2 . klien Klien yaitu orang yang membutuhkan bantuan atau pelayanan dari seseorang ahli guna mendapat jawaban atau solusi. sehingga ia tidak lagi bermasalah. a. Tujuan klien Tujuan klien yang datang menemui konselor bersumber dari ekpektasiklien mengenai masalah mendesak yang sedang dirisaukan oleh klien. Dengan demikian, yang dirisaukan oleh klien pada saat itu adalah bagaimana mengatasi gangguan ini atau bahkan klien tidak mengerti perasaannya dan apa yang dikehendakinya menemui konselor. Dengan kata lain, klien sering kali tidak memiliki tujuan-tujuan masa datang yang terumuskan secara jelas. Perlu ditegaskan lagi bahwa para klien menghadiri konseling dengan ekpektasi-ekpektasi dan tujuan-tujuan khas dan beragam dari klien ke klien. Seperangkat ekpektasi dan tujuan itu mempengaruhi arah dan hasil konseling, dan menentukan apakah konseling berlanjut, atau perlu direfer, ataukah konseling diakhirisetelah konseling sesi pertama.
3. Teknik-teknik konseling Yang di maksud dengan teknik konseling disini adalah cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang konselor dalam proses konseling untuk membantu klien agar berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi lingkungannya yakni nilai-nilai social, budaya dan agama.dalam proses konseling, penguasaan terhadap teknik konseling akan merupakan kunci keberhasilanuntuk mencapai tujuan konseling. Seorang konselor yang efektif harus harus mampu merespon klien secara baik dan benar sesuai dengan klien pada saat itu. Respon-respon yang baik berupa pertanyaan-pertanyaan verbal dan nonverbal yang dapat menyentuh, merangsang, dan mendorong sehingga klien terbuka untuk menyatakan secara bebas perasaan, pikiran, dan pengalamannya. Sebagai suatu proses, implementasi teknik-teknik konseling akan melalui beberapa tahap kegiatan. Tahap-tahap tersebut adalah :
page 2 / 19
b. Riwayat kasus. Riwayat kasus adalah suatu kumpulan harta yang sistematis tentang kehidupan klien skarang dan masa yang lalu. menurut surya riwayat kasus dapat dibuat dalam berbagai bentuk: 1. Riwayat koneling psikoterapeutik,yang lebih memusatkan pada masalah-masalah psikoterapeutik dan diproleh melalui wawancara konseling. 2. Catatan komulatif ( commulative record), yaitu suatu catatan tentang berbagai aspek yang menggambarkan perkembangan seseorang. 3. Biografi dan autobiografi. 4. Tulisan-tulisan yang dibuat sendiri oleh klien yang berkasus, sebagai dokumen pribadi 5. Grafik waktu tentang kehidupan klien yang berkasus.
c. Evaluasi psikodiagnostik Secara umum diagnosis dalam bidang psikologi berarti pernyataan tentang masalah klien, perkiraan sebab-sebab kesulitan, kemungkinan teknik-teknik konseling untuk memecahkan masalah, dan memperkirakan hasil konseling dalam bentuk tingkah laku klien dimasa yang akan datang.
Surya menyarankan dalam proses konseling hendaknya berhati-hati menggunakan diagnosis denganpengertian diatas: sebab dapat menimbulkan bahaya sebagai berikut: 1. Data yang terbatas atau kurang memadai, padahal kehidupan klien sangat kompleks. 2. Konselor kurang memperhatikan keadaan tingkah laku klien sekarang. 3. Terlalu cepat menggunakan test 4. Hilangnya pemahaman terhadap individualitas atau keunikan system diri klien 5. Pengaruh sikap menilai dari konselor.
Proses konseling memerlukan teknik-teknik tertentu sehinggga konseling bisa berjalan secara efektif dan efisien atau berdaya guna dan berhasil guna.berikut ini diuraikan beberapa teknik dalam konseling. a. Teknik rapport Teknik rapport dalam konseling merupakan suatu kondisi saling memahami dan mengenal tujuan bersama .tujuan utama teknik ini adalah untuk menjembatani hubungan antara konselor dengan klien, sikap penerimaan dan minat yang mendalam terhadap klien dan masalahnya.melalui teknik ini akan tercipta hubungan yang akrab antara konselor dan kliennya yang ditandai dengan saling memperdayai.implementasi teknik rapport dalam konseling adalah: 1. Pemberian salam yang menyenangkan, 2. Menetapkan topic pembicaraan yang sesuai. 3. Susunan ruang konseling yang menyenangkan 4. Sikap yang ditandai dengan:
page 3 / 19
c. Teknik structuring Structuring adalah proses penetapan batasan konselor tentang hakikat, batas-batas dan tujuan proses konseling pada umumnya dan hubungan tertentu pada khususnya. Ada lima macam structuring dalam konseling yaitu: 1. Batas-batas waktu baik dalam satu individu maupun seluruh proses konseling. 2. Batas-batas tindakan baik konselor maupun klien 3. Batas-batas peranan konselor 4. Batas-batas proses atau prosedur, misalnya menyangkut waktu atau jadwal, berapa lama konseling akan dilakukan dan lain sebagainya 5. Structuring dalam nilai proses, misalnya menyangkut tahapan-tahapan yang harus ditempuh (dilalui), apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses konseling berlangsung.
d. Empati Empati merupakan kemampuan konselor untuk mersakan apa yang dirasakan oleh klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan bersamaan dengan attending, karena tanpa attending tidak akan ada empati. Empati ada dua macam: 1. Empati primer (primary empathy), yaitu apabila konselor hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien dengan tujuan agar klien terlibat pembicaraan dan terbuka 2. Empati tingkat tinggi ( advanced accurate empathy),yaitu apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut.
e. Refleksi perasaan Refleksi perasaan merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang diperlukan terhadap klien. Refleksi perasaan juga merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan (tahap awal konseling) dilakukan dan sebelum pemberian informasi serta tahap interprepasi dimulai. Refleksi perasaan bias berwujud positif, negative, dan anbivalen.
Refleksi perasaan akan mengalami kesulitan apabila: 1. Streotipe dari konselor. 2. Konselor tidak dapat mengatur waktu sesi konseling. 3. Konselor tidak dapat memilih perasaan mana untuk direfleksikan. 4. Konselor tidak dapat mengetahui isi perasaan yang direfleksikan. 5. Konselor tidak dapat menemukan didalam perasaan. 6. Konselor menambah arti perasaan dan, 7. Konselor menggunakan bahasa kurang tepat. Selanjutnya, menurut surya, manfaat refleksi perasaan dalam proses konseling adalah: 1. Membantu klien untuk merasa dipahami secara mendalam, 2. Klien merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku 3. Memuasatkan evaluasi pada klien 4. Member kekuatan untuk memilih 5. Memperjelas cara berpikir klien dan, 6. Menguji kedalaman motive-motive klien
f. Teknik eksplorasi Eksplorasi merupakan ketrampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Teknik ini dalam konseling sangat penting karena umumnya klien tidak ma uterus terang(tertutup, menyimpan rahasia bathin, menutup diri atau tidak mampu mengemukakannya secara terus terang. Eksplorasi memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam. Eksplorasi ada tiga macam:
page 4 / 19
g. Teknik paraphrasing ( menangkap pesan utama ) Untuk dapat melakukan paraphrasing yang baik, konselor harus: 1. Menggunakan kata-kata yang mudah dan sederhana 2. Dengan teliti mendengarkan pesan utama pembicaraan klien. 3. Menyatakan kembali dengan ringkas 4. Amati respon klien terhadap konselor. Dalam proses konseling paraphrasing misalnya ketika klien (ki) mengatakan: biasanya si A selalu senang dengan saya, tetapi entah kenapa dia memusuhi saya. Mendengar perkataan tersebut konselor atau ko mengatakan: apakah yang anda maksudkan adalah si A tidak konsisten.
h. Teknik bertanya Teknik bertanya ada dua macam, yaitu bertanya terbuka (open question) dan bertanya tertutup (closed question). Pada pertanyaan terbuka, klien bebas memberikan jawabannya, sedangkan pada pertanyaan tertutup telah menggambarkan alternative jawabannya misalnya jawaban ya atau tidak, setuju atau tidak dan lain sebagainya.
i. Dorongan minimal (minimal encouragement) Dalam proses konseling, konselor harus mengupayakan agar klien selalu terlibat dalam pembicaraan. Untuk itu konselor harus mampu memberikan dorongan minimal kepada klien, yaitu suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikatakan klien. Teknik ini memungkinkan klien untuk terusberbicara dan dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan.
j. Interpretasi Interpretasi merupakan usaha konselor mengulas pikiran, perasaan dn prilaku atau pengalaman klien berdasarkan teori-teori tertentu. Tujuan utama teknik ini adalah untuk memberikan rujukan, pandangan atau tingkah laku klien, agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru.
k. Teknik mengarahkan (directing) Upaya konselor mengarahkan klien dapat dilakukan dengan menyuruh klien memerankan Sesuatu (bermain peran) atau menghayalkan sesuatu.
l. Teknik menyimpulkan sementara (summarizing) Membuat kesimpulan bersama perlu dilakukan agar klien memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa keputusan tentang dirinya menjadi tanggung jawab klien, sedangkan konselor hanya membantu. Kapan suatu pembicaraan akan disimpulkan bias ditetapkan sendiri oleh konselor atau bias tergantung kepada felling konselor. Tujuan utama menyimpulkan sementara ( summarizing ) adalah: 1. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik ( feedback ) dari hal-hal yang telah dibicarakan bersama konselor. 2. Untuk menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap. 3. Untuk meningkatkan kualitas kemampuan diri 4. Mempertajam atau memperjelas focus atau arah wawancara konseling.
m. Teknik-teknik memimpin Agar wawancara konseling tidak menyimpang ( pembicaraan terfokus pada masalah yang dibicarakan ) konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan sehingga tujuan konseling bisa tercapai secara efektif dan efisien.
n. Teknik focus Konselor yang efektif harus mampu membuat focus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan dengan klien ( wawancara konseling ).
page 5 / 19
p. Menjernihkan ( clarifying ) Dalam konseling, teknik dilakukan oleh konselor dengan mengklarifikasi ucapan-ucapan klien yang tidak jelas, salah samar, atau agak meragukan. Tujuan teknik ini adalah : 1. Mengundang klien untuk menyatakan pesannya secara jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dengan alasan-alasan yang logis 2. Agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya. Dalam konseling, misalnya klien mengatakan: konflik yang terjadi dirumah membuat saya bingung dan stres . Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin dirumah itu. Selanjutnya konselor mengatakan biasakah anda menjelaskan persoalan pokoknya ? misalnya peran ayah, peran ibu, atau saudara-saudara anda.
q. Memudahkan ( facilitating ). Facilitating adalah suatu teknik membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas.
r. Diam sebagai suatu teknik Diam dalam konseling bisa dijadikan suatu teknik. Dalam konseling, diam bukan berarti tidak ada komunikasi. Komunikasi tetap ada, yaitu melalui prilaku nonverbal. Diam amat penting pada saat attending. Saat diam yang ideal dalam proses konseling adalah antara 5-10 detik.
s. Mengambil inisiatif Penagmbilan inisiatif perlu dilakukan oleh konselor ketika klien kurang bersemangat untuk berbicara, lebih sering diam, dan kurang partisipatif. Konselor mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi.
t. Memberi nasihat Dalam konseling, pemberian nasihat sebaiknya dilakukan apabila klien memintanya. Meskipun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkanya, apakah pantas atau tidak memberikan nasihat.
u. Pemberian informasi Apabila konselor tidak mengetahui suatu informasi, sedangkan klien memintanya, maka konselor harus secara jujur mengatakan tidak mengetahuinya. Sebaliknya apabila konselor mengetahui, sebaiknya diupayakan agar klien tetap mengusahakannya sendiri.
v. Merencanakan Menjelang akhir sesi konseling, konselor harus membantu klien untuk dapat membuat rencana suatu program untuk action (melakukan tindakan sesuatu) guna memecahkan masalah yang dihadapinya.
w. Menyimpulkan Pada akhir sesi konseling, bersama klien konselor membuet suatu kesimpulkan. Atau konselor membantu klien membuat suatu kesimpulan yang menyangkut hal: 1. Bagaimana keadaan perasaan klien saat ini terutama menyangkut kecemasannya akibat masalah yang dihadapinya. 2. Memantapkan rencana klien. 3. Pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikut. Misalnya, menjelang waktu akan berakhir, konselor mengatakan: apakah sudah dapat kita buat kesimpulan akhir pembicaraan kita ?
page 6 / 19
DAFTAR PUSTAKA Drs. Tohirin, Mpd, bimbingan konseling di sekolah dan di madrasah, PT grafindo persada, Jakarta, 2002 Fatchiah E. kertamuda, konseling pernikahan untuk keluarga, salemba humanika, 2009 Dr. fenti hikmawati, M.si, bimbingan konseling, PT raja grafindo persada. Jakarta 2010 Andi mappiare AT, pengantar konseling dan psikoterapi, PT raja grafindo persada, Jakarta 2008
Jurusan bimbingan penyuluhan islam Fakultas dakwah dan ilmu komunikasi Uin suska riau 2010 Dicatat oleh Abdul Hadi Bin Basri di 5:50 AM 0 ulasan E-melkan Ini BlogThis! Kongsi ke Twitter Kongsi ke Facebook Kongsi ke Google Buzz Penambahan:Isu Bimbingan Konseling ISU BIMBINGAN KONSELING Dari : Ummu Hani dan Yasmiati BPI Karakteristik Klien A.Memahami Klien Seseorang konselor memahami setiap klien yang datang kepadanya. Karena ada klien yang datang dengan kemauan sendiri dan ada juga yang datang karena dikirim oleh orang tua atau gurunya. Harapan, kebutuhan, latar belakang klien akan menentukan terhadap keberhasilan proses konseling. Keberhasilan dan kegagalan proses konseling ditentukan oleh tiga hal yaitu: 1) Kepribadian klien 2) Harapan klien 3) Pengalaman/pendidikan 1) Kepribadian Klien Aspek-aspek kepribadian klien adalah sikap, emosi, intelektual, motivasi dan sebagainya. Seseorang konselor yang efektif akan mengungkapkan perasaan-perasaan cemas klien semaksimal mungkin dengan cara menggali atau eksplorasi sehingga keluar leluasa. Jika perasaan perasaan klien sudah dikeluarkan dengan leluasa baik secara verbal maupun perilaku non verbal dengan jujur maka kecemasan klien akan menurun. Maka apabila pikirannya menjadi jernih baru konselor dapat menemukan intelektual klien karena ketika dalam keadaan sedih atau emosional yang negatif, sudah tentu klien akan gelap pikirannya. Sebagai konselor, klien juga dilatarbelakangi oleh sikap, nilai-nilai, pengalaman, perasaan, budaya, sosial, ekonomi dan sebagainya. Semua itu membentuk pribadinya. Ketika proses konseling latar belakang itu akan muncul. Contohnya sikap, ada klien yang tidak terbuka, ada yang terlalu emosional, ada yang acuh tak acuh, terlalu bergnatung pada klien dan sebagainya. Ragam keadaan klien bukan berarti konselor bertputus asa, akan tetapi seharusnya belajar lebih banyak bagaimana cara mengantisipasinya. 2) Harapan Klien Pada umumnya harapan klien terhadap proses konseling adalah untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban atau jalan keluar dari persoalan yang dialami, dan mencari upaya bagaimana dirinya supaya lebih baik, lebih berkembang. Sering terjadi bahwa klien menaruh harapan terlalu tinggi terhadap proses konseling. Bisa juga seseorang klien akan merasa kecewa dan berputus asa untuk mengikuti proses konseling karena terlalu memberi harapan yang tinggi. Seseorang konselor perlu mengkaji latar belakang harapan klien,adakah harapan tersebut muncul dalam diri klien atau dari faktor luaran (harapan luar). Tanpa keterbukaan dan keterlibatan klien, proses konseling tidak mungkin terjadi diskusi yang mendalam mengenai harapan-harapan dan cita-cita klien.
Pengalaman dan pendidikan klien akan mudah untuk dirinya menggali dirinya sehingga persoalannya semakin jelas dan upaya pemecahannya makin terarah. Pengalaman yang dimaksudkan adalah pengalaman konseling, wawancara,
page 7 / 19
Pengalaman dan pendidikan yang baik pada umumnya memudahkan proses konseling. Makin rendah taraf pendidikan dan kurangnya pengalaman berkomunikasi, makin sulit proses konseling dilakukan. Faktor keluarga dan sekolah yang baik akan membina anak yang begitu kondusif untuk kebebasan berpendapat dan berpikir kreatif.
B. Aneka Ragam Klien Berbagai jenis atau ragam klien yang akan dihadapi konselor: i) Klien Sukarela Klien sukarela artinya klien yang hadir di ruang konseling atas kesadaran sendiri, berhubung ada maksud dan tujuannya. Mungkin ia ingin memperoleh informasi, menginginkan penjelasan tentang persoalan yang dihadapinya, tentang karir dan lanjutan studi, dan sebagainya.
ii) Klien terpaksa adalah klien yang kehadirannya di ruang konseling bukan atas kehendaknya sendiri. Dia datang atas dorongan orang tua, wali kelas, teman, dan sebagainya. Karakteristik klien terpaksa adalah bersifat tertutup, enggan berbicara, curiga terhadap konselor, kurang bersahabat dan menolak secara halus bantuan konselor.
Salah satu bentuk klien enggan adalah yang banyak berbicara. Pada prinsipnya klien seperti ini enggan dibantu. Dia hanya senang untuk berbincang-bincang dengan konselor, tanpa ingin menyelesaikan masalahnya. Upaya yang bisa dilakukan adalah menyadarkan kekeliruannya, memberi kesempatan adar dia dibimbing oleh orang lain.
iv) Klien Bermusuhan / Menentang Klien terpaksa yang bermasalah cukup serius, bisa menjelma menjadi klien bermusuhan. Sifat-sifatnya adalah: tertutup, menentang, bermusuhan dan menolak secara terbuka.
Cara-cara efektif menghadapi klien seperti ini adalah 1. Ramah, bersahabat, dan empati 2. Toleransi terhadap perilaku klien yang nampak 3. Tingkatkan kesabaran 4. Memahami keinginan klien yaitu tidak sudi dibimbing. 5. Mengajak atau negosiasi
v) Klien Krisis Yang dimaksudkan klien krisis adalah jika seseorang menghadapi musibah, seperti kematian, kebakaran rumah, diperkosa dan sebagainya yang dihadapkan kepada konselor untuk member bantuan agar si dia menjadi stabil dan mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang baru. Tujuan untuk membantu yang mengalami kesedihan mendalam adalah: - Agar klien dapat menerima kesedihannya secara wajar - Agar klien dapat mengekspresikan segala kesedihannya - Membentuk lagi lingkungan yang baru
Untuk menghadapi klien terpaksa, dan enggan perlu diadakan negosiasi sebelum konseling. Syarat-syarat untuk dapat melaksanakan negosiasi dengan baik adalah: 1) Kecerdasan dan wawasan yang luas
page 8 / 19
Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk menghadapi permasalahan sehari-hari, sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya. Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari gejala penyakit jiwa dan memanfatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya. Golongan yang kurang sehat mentalnya Golongan yang kurang sehat adalah orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini biasanya disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menghadapi kenyataan hidup, sehingga muncul konflik mental pada dirinya . Gejala-gejala umum yang kurang sehat mentalnya, yakni dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain: Perasaan Orang yang kurang sehat mentalnya akan selalu merasa gelisah karena kurang mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
Pikiran Orang yang kurang sehat mentalnya akan mempengaruhi pikirannya, sehingga ia merasa kurang mampu melanjutkan sesutu yang telah direncanakan sebelumnya, seperti tidak dapat berkonsentrasi dalam melakukan sesuatu pekerjan, pemalas, pelupa, apatis dan sebgainya. Kelakuan Pada umumnya orang yang kurang sehat mentalnya akan tampak pada kelakuan-kelakuannya yang tidak baik, seperti keras kepala, suka berdusta, mencuri, menyeleweng, menyiksa orang lain, dan segala yang bersifat negatif. Dari penjelasan tersebut di atas, maka dalam hal ini tentunya pembinaan yang dimaksud adalah pembinaan kepribadian secara keseluruhan. Pembinaan mental secara efektif dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Pembinaan yang dilakukan meliputi pembinaan moral, pembentukan sikap dan mental yang pada umumnya dilakukan sejak anak masih kecil. Pembinaan mental merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila, sehingga seseorang dapat terhindar dari sifat tercela sebagai langkah penanggulangan terhadap timbulnya kenakalan remaja. Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Agar anak mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji, semuanya dapat diusahakan melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya dan akan ikut menentukan pembinaan pribadinya. Pembinaan mental/jiwa merupakan tumpuan perhatian pertama dalam misi Islam. Untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia, Islam telah mengajarkan bahwa pembinaan jiwa harus lebih diutamakan daripada pembinaan fisik atau pembinaan pada aspek-aspek lain, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada gilirannya akan menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia lahir dan batin . Istilah "KESEHATAN MENTAL" di ambil dari konsep mental hygiene. Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo & Latipun,2001:21). Zakiah Daradjat(1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian : 1. Terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala - gejala penyakit jiwa(psychose). 2. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup. 3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagian diri dan orang lain; serta terhindar dari
page 9 / 19
4. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh - sungguh antara fungsi - fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem - problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya.
Zakiah Daradjat 1. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini banyak dianut di kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang manusia dari sudut sehat atau sakitnya. 2. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum daripada definisi yang pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan menimbulkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup. 3. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguhsungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat raguragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
4. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa. 5. Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguhsungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Dalam buku lainnya yang berjudul Islam dan Kesehatan Mental,
Zakiah Daradjat mengemukakan, kesehatan mental adalah terhindar seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna dan bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada padanya seoptimal mungkin.
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda .
Pada abad 17 kondisi suatu pasien yang sakit hanya diidentifikasi dengan medis, namun pada perkembangannya pada abad 19 para ahli kedokteran menyadari bahwa adanya hubungan antara penyakit dengan kondisi dan psikis manusia. Hubungan timbal balik ini menyebabkan manusia menderita gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan mental dan sebaliknya gangguan mental dapat pesatnya namun apabila ditinjau lebih mendalam teori-teori yang berkembang tentang kesehatan mental masih bersifat sekuler, pusat perhatian dan kajian dari kesehatan mental tersebut adalah kehidupan di dunia, pribadi yang sehat dalam menghadapi masalah dan menjalani kehidupan hanya berorientasi pada konsep sekarang ini dan disini, tanpa memikirkan adanya hubungan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
page 10 / 19
C.Gangguan Mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong sebagai gangguan mental karena adanya penyimpangan, hal ini dapat disimpulkan bahwa gangguan mental memiliki titik kunci yaitu menurunnya fungsi mental dan berpengaruhnya pada ketidak wajaran Adapun gangguan mental yang dijelaskan.
Konsep Sehat
Sehat dan sakit adalah keadaan biopsikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia. Pengenalan manusia terhadap kedua konsep ini kemungkinan bersamaan dengan pengenalannya terhadap kondisi dirinya. Keadaan sehat dan sakit tersebut terus terjadi, dan manusia akan memerankan sebagai orang yang sehat atau sakit. Konsep sehat dan sakit merupakan bahasa kita sehari-hari, terjadi sepanjang sejarah manusia, dan dikenal di semua kebudayaan. Meskipun demikian untuk menentukan batasan-batasan secara eksak tidaklah mudah. Kesamaan atau kesepakatan pemahaman tentang sehat dan sakit secara universal adalah sangat sulit dicapai. Pengertian Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang tidak memiliki keluhankeluahan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa orang yang gemuk adalah otrang yang sehat, dan sebagainya. Jadi faktor subyektifitas dan kultural juga mempengaruhi pemahaman dan pengertian orang terhadap konsep sehat. Sebagai satu acuan untuk memahami konsep sehat, World Health Organization (WHO) merumuskan dalam cakupan yang sangat luas, yaitu keadaan yang sempurnan baik fisik[2], mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.
Pengertian sehat yang dikemukan oleh WHO ini merupakan suatau keadaan ideal, dari sisi biologis, psiologis, dan sosial. Kalau demikian adanya, apakah ada seseorang yang berada dalam kondisi sempurna secara biopsikososial? Untuk mendpat orang yang berada dalam kondisi kesehatan yang sempurna itu sulit sekali, namun yang mendekati pada kondisi ideal tersebut ada.[3] Dalam kaitan dengan konsepsi WHO tersebut, maka dalam perkembangan kepribadian seseorang itu mempunyai 4 dimensi holistik, yaitu agama, organobiologik, psiko-edukatif dan sosial budaya.Keempat dimensi holistik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.Agama/spiritual, yang merupakan fitrah manusia. Ini merupakan fitrah manusia yang menjadi kebutuhan dasar manusia (basic spiritual needs), mengandung nilai-nilai moral, etika dan hukum. Atau dengan kata lain seseorang yang taat pada hukum, berarti ia bermoral dan beretika, seseorang yang bermoral dan beretika berarti ia beragama (no religion without moral, no moral without law). b.Organo-biologik, mengandung arti fisik (tubuh/jasmani) termasuk susunan syaraf pusat (otak), yang perkembangannya memerlukan makanan yang bergizi, bebas dari penyakit, yang kejadiannya sejak dari pembuahan, bayi dalam kandungan, kemudian lahir sebagai bayi, dan setrusnya melalui tahapan anak (balita), remaja, dewasa dan usia lanjut . c.Psiko-edukatif, adalah pendidikan yang diberikan oleh orang tua (ayah dan ibu) termasuk pendidikan agama. Orang tua merupakan tokoh imitasi dan identifikasi anak terhadap orang tuanya. Perkembangan kepribadian anak melalui dimensi psiko-edukatif ini berhenti hingga usia 18 tahun.
page 11 / 19
Daftar pustaka Hygien mental,kartini kartono,mandar maju Kesehatan mental, yustinus semiun, kanisius Bimbingan konseling islam , drs samsol munir amin , anzah Jakarta Kesehatan mental, dr, zakiah darajat,pt gunung agung Jakarta Ilmu jiwa,dr,jalaluddin dan dr ramayulis ,kalam mulia jakarta disediakan oleh: hadi dan irjas Dicatat oleh Abdul Hadi Bin Basri di 3:10 AM 0 ulasan E-melkan Ini BlogThis! Kongsi ke Twitter Kongsi ke Facebook Kongsi ke Google Buzz Khamis, 30 Disember 2010 tugas ujian kesmen PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL A. Pendekatan Berdasarkan Penyusunan Program. Dalam penyusunan program kesehatan mental terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan risiko, multisektoral, dan system. a. Pendekatan risiko Program kesehatan mental dapat berupa suatu strategi yang disebut pendekatan risiko. Strategi ini fleksibel dengan menggunakan sarana-sarana yang tersedia untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat risiko serta prioritas dalam masyarakat. Pendekatan ini merupakan strategi intervensi aktif berdasarkan pada data yang sahih mengenai biaya, dan efektifitas dari tenaga yang ada di beraneka tempat. Pengukuran individu atau masyarakat dalam risiko diperlukan agar dapat digunakan dalam membuat formulasi objektif dan untuk alokasi dana dan penyebarannya. Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam penyusunan program, yaitu: 1. Menyeleksi indikator-indikator untuk mengidentifikasi individu dann masyarakat yang ada dalam risiko yang khusus antara lain usia lanjut, pengangguran, dan isolasi sosial. 2. Mengembangkan system pembuatan skor dengan pembobotan untuk indicator-indikator yang sangat penting. 3. Meneliti sumber-sumber yang dapat digunakan untuk usaha pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi. 4. Mengembangkan daya muat serta strategi pelayanan sesuai dengan tingkat risiko. Dalam hal ini, mengadakan tekanan khusus pada intervensi dini dan yang tepat bagi individu-individu yang ada dalam risiko tinggi dengan menggunakan sumber-sumber dengan sangat efektif. 5. Mengembangkan system pemantauan, dan system evaluasi. b. Pendekatan multisektoral Pendekatan multisektoral dilakukan dengan koordinasi padda semua tingkat pelayanan. Koordinasi ini merupakan keharusan yang sangat mendasar guna keberhasilan program kesehatan mental. Tujuan pendekatan ini untuk mencapai kerja sama dan koordinasi antara petugas kesehatann, guru, pemuka-pemuka agama, ,masyarakat, dan orang tua. Pemilihan cara-cara yang tepat, sederhana, efektif, dan tidak mahal dengan memberi tekanan pada pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi. c. Pendekatan sistem Pendekatan sistem dilakukan dengan cara mempelajari dan menkonseptualisasi masalah-masalah yang berkaitan satu sama lain maupun yang berdiri sendiri. Lima hal utama yang harus diperhatikan dalam pendekatan system ini, yaitu mempelajari: 1. Tujuan dari sistem dan ukuran (indikator) pencapaian system keseluruhan 2. Ruang lingkup system dan kendalanya. 3. Sumber penunjang system 4. Komponen-komponen system atau sub system 5. Manejemen system yang diperlukan. Sebuah rumah sakit mental miisalnya, mepunyai banyak tujuan dan ini dapat dirancangkan dalam tujuan system keseluhan sebagai berikut : - Membebaskan penderita dari gejala-gejala mental dan mengembalikan penderita kemasyarakat - Merehabilitasi penderita dengan meningkatkan kemampuan, penyesuian penderita dalam masyarakat dan produktif - Menyelenggarakan suatu fasilitas yang menyediakan pekerjaan bagi individu, - Melaksanakan pendidikan dan latihan yang propesional untuk kesehatam mental. - Menjalankan penelitian dan evaluasi pengobatan penderita mental serta penilaian keberhasilan petugas dan program latihan. Untuk mencapai tujuan system itu perlu dilakukan penelitian terhadap berbagai variable yang berhubungan, dalam hal ini perlu diteliti mengenai hubungan rumah sakit dengan keadaan system sosial ekonomi keseluruhannya, sikap masyarakat terhadap sakit mental serta kesedihannya menerima penderita yang dipulangkan kembali kemasyarakat, tersedianya pekerjaan bagi penderita atau mantan penderita, serta ekonomi yang dapat menunjang kehidupan mereka. Sumber-sumber penunjang yang perlu dipelajari antara lain keuangan, ketenagaan, dan program yang berkaitan dengan input, pengobatan, dan output. Selain itu yang masih perludiperhatikan yaitu macam-macam komponen system yang perlu dipilih untuk diteliti. Komponen tersebut antara lain evaluasi pemasukan penderita, skrining, proses penegakan diagnostic; atau cirri-ciri demografis populasi yang masuk rumah sakit, jenis penyakit yang diderita, dan tingkat sangatnya penyakit.. Karena input dalam system bervariasi dan ini berpengaruh besar terhadap output, maka ada variasi pula pada proses pengobatan, atau pada program rehabilitasi. Output dari system adalah kembalinya penderita kedalam masyarakat, petugas yang terlatih, profesi yang terdidik, dan lain sebagainya. Yang terpenting dari ini adalah bahwa semua adalah bahwa semua
page 12 / 19
page 13 / 19
page 14 / 19
REFERENSI Moeljono Notosoedirdjo dan Latipun, Kesehatan Mental konsep dan penerapan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 1999. Prof. Dr. Hasan Siswanto. S.Psi.,M.Si,Kesehatan Mental konsep, cakupan dan perkembangannya, Penerbit Andi, Yogyakarta,2007 Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, Pustaka Al Husna, Jakarta, 1992. Yustinus Semiunn, OFM, Kesehatan Mental 1, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2006.
Prof. Dr. Abdul Aziz el-Quussiy, Pokok-Pokok Kesehatan Mental, Bulan Bintang, Jakarta, 1986.
Prof. Dr. H. Mohammad Surya, Teori-Teori Konseling, C.V. Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2007.
Oleh : Juli Despriadi Ida Rusma Herawati Tugas : Ujian Akhir Semester Mata Kuliah : kesehatan Mental Dosen : M.Fahli Zatra Hadi., S.Sos.I Dicatat oleh Abdul Hadi Bin Basri di 8:16 PM 0 ulasan E-melkan Ini BlogThis! Kongsi ke Twitter Kongsi ke Facebook Kongsi ke Google Buzz Prinsip-prinsip BK PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING
Yang dimaksud dengan prisip-prinsip adalah hal-hal yang menjadi pegangan dalam proses bimbingan dan konseling. Bimbingan selalu merupakan bentuk pertolongan dari seseorang kepada oranglain, biasanya oleh seseorang yang dalam kondisi dapat menolong kepada seseorang yang memerlukan pertolongan, atau lebih tepat yang merasa memerlukan pertolongan dari pihak penolong, oleh karena itu maka situasi membimbing selalu merupakan situasi menolong dan hubungan antara pembimbing dengan yang dibimbing merupakan hubungan menolong. Pertolongan dalam bimbingan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu yaitu : 1. setiap manusia perlu ditolong untuk mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. 2. dalam memberikan pertolongan, si anak didik diusahakan agar makin dapat berdiri sendiri, dan makin mampu memecahkan masalah hidupnya. 3. dlam uasaha memecahkan masalah atau mengatasi kesukaran harus ada partisipasi (merumuskan masalah, mencari jalan keluar, tanggung jawab ) dari kedua pihak. 4. selain prinsip-prisip pada nomor 1 sampai nomor 3, hubungan membimbing juga ditandai oleh adanya: a. hubungan saling menghargai antara yang membimbing dengan yang dibimbing. b. hubungan percaya mempercayai antara kedua orang yang bersangkutan dalam hubungan menolong itu yaitu pembimbing dan yang dibimbing. c. hubungan menolong didasarkan atas pemahaman dan penerimaan antara dua pribadi itu. Prinsip merupakan paduan hasil teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan dalam pelayanan bimbingan dan konseling, prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis. Hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam
page 15 / 19
Semua butir yang dikemukakan oleh Van Hoose itu benar, tetapi butir-butir tersebut belum merupakan prisip-prisip yang jelas aplikasinya dalam praktek bimbingan dan konseling. Apabila butir-butir tersebut hendak dijadikan prisip-prinsip bimbingan dan konseling, maka aspek-aspek operasionalnya harus ditambahkan. Berkenaan dengan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, Arifin dan Eti Kartikawati (1994) menjabarkan prinsip-prisip bimbingan dan konseling kedalam empat bagian, yaitu : 1. prinsip-prisip umum 2. prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu 3. prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan pembimbing 4. prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan dan konseling. Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah kien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.
1. Prisip-Prisip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan. Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara perorangan maupun kelompok. Individu itu sangat bervariasi misalnya dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status social ekonomi keluarga kedudukan, pangkat dan jabatannya, ketertarikannya terhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainya. Berbagai variasi itu menyebabkan individu yang satu berbeda dengan yang lainnya. Masing-masing individu adalah unik. Secara lebih khusus lagi, yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya. Sebagaimana telah disinggung terdahulu, sikap dan tingkah laku dalam perkembangan dan kehidupan itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan kinselinng sebagai berikut : a. bimbingan dan konseling melayani setiap individu. Tanpa memandang umur, jenis kelamn, suku bangsa, agama, dan status sosial ekonomi. b. Bimbingan dan konseling berurusan denga sikap dan tingkah laku individu yang unik, oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan kekompleksan pribadi individu. c. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami, keunikan sertiap individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya. d. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada sikap dan dan pola-pola tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh karena itu pelayanan bimbingan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan individu. e. Meskipun individu yang stau dengan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal, perbedaan individu harus dipahami da dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan memberikan bantuan kepada individu-individu tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja, maupun remaja.
2. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu. Berbagai factor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang akhirnya menimbulka masalah tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang timbul seribu satu macam dan sangat bervariasi, baik dalam jenis dan intensitasnya. Secara ideal pelayanan bimbingan dan konselingingin membantu semua individu dengan berbagai masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah: a. meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan bidang dalam perkembangan dan kehidupan individu. Namun bidang bimbingan pada umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, di sekolah, serta dalam kaitannya denga kontak social dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu. b. Keadaan social, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan merupakan factor salah satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.
page 16 / 19
Untuk warga lembaga tempat konselor bertugas, yaitu warga yang pemberian pelayanan bimbingan dan konselingnya menjadi tanggung jawab konselor sepenuhnya, konselor dituntut untuk menyusun program pelayanan. Program ini berorientasi kepada seluruh warga lembaga itu (misalnya sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang mungkin timbil dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan, rentangan dan unit-unit waktu yang tersedia (misalnya caturwulan, atau semester, atau bulan), ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antar personal dan lembaga. Kemudahan-kemudan yang tersedia, dan faktor-faktor lainnya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dilembaga tersebut. Prinsip-prisip yang berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling itu adalah sebagai berikut: a. Bimbingan dan koseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pengembangan; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus disusun dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan secara menyeluruh. b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga(misalnya sekolah), kebutuhan individu dan masyarakat. c. Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan secara berkesinambungan kepada anak-anak sampai orang dewasa, disekolah misalnya dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
d. Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penilaian yang teraturuntuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh, serta mengetahui kesesuaian antara program yang direncanakan dari pelaksanaannya.
4. Prinsip-Prisip Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat incidental maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu konselor propesional. Konselor yang bekerja disuatu lembaga yang cukup besar (misalnya sebuah sekolah) sangat berkepentingan dengan penyelenggara program-program bimbingan dan konseling secara teratur dari waktu kewaktu. Kerjasama dengan berbagai pihak, baik didalam maupun diluar tempat ia bekerja perlu dikembangkan secara optimal. Prinsip-prinsip berkenaan dengan hal-hal tersebut adalah: a. Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu; oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien agar mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan atau permasalahan yang dihadapainya. b. Dengan proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien hendaknya atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari konselor. c. Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh konselor (dan kalau perlu dialih tangankan kepada ) tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan tersebut. d. BK adalah pekerjaan propesional; oleh Karena itu dilaksanakan oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling. e. Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan dan konseling, oleh Karen aitu bekerja sama antara konselor dan guru dan orang tua amat diperlukan. f. Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan, oleh karena itu keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk mengurangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan individu atau siswa. g. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian tehadap individu hendaknya dilakukan. Dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik. Dengan pengadministrasian instrumen yang benar-benar dipilih dengan baik, data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar, bakat dan minat, dan berbagai cirri kepribadian hendaknya dikumpulkan dan disimpan, dan digunakan sesuai dengan keperluan. h. Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan induvidu dengan lingkungannya. i. Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dengan konseling hendaknya diletakkan dipundak seseorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik secara khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling, bekerja sama denga staf dan personal, lembaga ditempat ia bertugas dan lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang program bimbingan dan konseling j. Penilaian terdidik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan. Kesuksesan pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap mereka yang berkepentingan dengan program yang disediakan (baik pihak-pihak yang melayani maupun yang dilayani) dan perubahan tingkah laku mereka yang pernah dilayani.
page 17 / 19
page 18 / 19
REFERENSI Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya, CV. Rajawali, Jakarta, 1985 Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc. Ed dan Drs. Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004
Drs. Tohirin, M.Pd, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, PT. Grapindo Persada, Jakarta, 2007
Ketut Sukardi, MBA, MM. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2008
page 19 / 19