Anda di halaman 1dari 36

KARYA TULIS EKONOMI REGIONAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

KOTA SAMARINDA SEBAGAI KUTUB PERTUMBUHAN KALTIM

Oleh : SOFYAN AGUS NIM : 1101046009

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN DAN PERENCANAAN PROGRAM PASCASARJANA ILMU EKONOMI UNIVERSITAS MULAWARMAN 2011

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya tulis dengan judul Kota Samarinda sebagai Pusat Pertumbuhan Kaltim dapat diselesaikan. Kota Samarinda sebagai ibukota Kaltim, menyimpan beraneka macam sumber daya alam, salah satunya batubara yang menjadi salah satu penyokong pertumbuhan ekonomi Samarinda secara khusus, dan Kaltim secara umum. Sampai tahun 2010, perekonomian Kota Samarinda tumbuh positif dengan kontribusi sector pertambangan mencapai tujuh persen. Dengan berbagai potensinya dan pertumbuhan ekonomi positif terlihat bahwa Kota Samarinda memiliki suatu keunggulan untuk menjadi kutub pertumbuhan Kalimantan Timur. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan, untuk kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Samarinda,

November 2011 Penulis

Sofyan Agus

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Permasalahan ................................................................................ 4 1.3. Tujuan dan Kegunaan ................................................................... 4 BAB II DASAR TEORITIS ........................................................................... 5 2.1. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah ............................... 5 2.2. Pengertian Kota ............................................................................ 9 2.3. Peran dan Fungsi Kota ................................................................ 10 2.3.1. Kota Sebagai Kutub Pertumbuhan ................................... 10 2.3.2. Fungsi Kota ..................................................................... 13 2.4. Industri Sebagai Komponen Utama Teori Growth Pole ............... 17 2.5. Hambatan Penerapan Teori Growth Pole..................................... 18 BAB III HIPOTESIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN............................. 19 3.1. Hipotesis ..................................................................................... 19 3.2. Kerangka Pemikiran .................................................................... 19 BAB IV KOTA SAMARINDA SEBAGAI KUTUB PERTUMBUHAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ............................................. 21 4.1. Gambaran Umum ..................................................................... 21 4.1.1. Kependudukan .............................................................. 22 4.1.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto............................ 23 4.2. IKM Sebagai Leading Industries ............................................... 26 4.3. Polarisasi di Kota Samarinda .................................................... 29 4.3.1. Sector Jasa .................................................................... 30 4.3.2. Sektor Industri ............................................................... 30 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 32 5.1. Kesimpulan .............................................................................. 32 5.2. Saran ........................................................................................ 33

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan, hakikat dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non ekonomi. Pembangunan ekonomi yang diterapkan di Indonesia berorientasi pada pertumbuhan (growth), sehingga mengakibatkan ketimpangan dalam suatu wilayah/daerah. Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas (Mercado, 2002). Pengembangan wilayah merupakan langkah dasar dalam pembangunan suatu daerah dalam melaksanakan perannya sesuai dengan karakteristik daerah tersebut. Ekonomi Pengembangan wilayah menjadi alat dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah terutama dalam hal pemerataan pembangunan. Pemerataan pembangunan yang dilakukan kemudian mengarah pada satu tujuan yaitu pertumbuhan ekonomi daerah.

Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah. Salah satu upaya untuk menjabarkan kebijaksanaan pembangunan ekonomi di tingkat daerah, maka diperlukan suatu kawasan yang berorientasi untuk mengembangkan potensi daerah. Menurut Royat (1996) dalam Mudrajad Kuncoro (2002:28) kawasan tersebut merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak perekonomian wilayah, yang memiliki kriteria sebagai kawasan yang cepat tumbuh dibandingkan lokasi lainnya dalam suatu provinsi atau kabupaten, memiliki sektor basis dan memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah sekitar. Untuk selanjutnya daerah tersebut dijadikan sebagai kutub pertumbuhan. Pertumbuhan kawasan kutub pertumbuhan diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah sekitar atau daerah dibelakangnya (hinterland), melalui pembudayaan sektor atau subsektor basis sebagai penggerak perekonomian daerah dan keterkaitan ekonomi antar daerah. Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, misalnya pertanian, kehutanan, pertambangan, industry, perdagangan, dan jasa yang tersebar di 14

kabupaten/kota. Dengan kekayaan yang dimiliki, tidak mengherankan bila pertumbuhan ekonomi Kaltim menjadi sangat pesat. Perekonomian Kaltim pada triwulan II tahun 2010 tumbuh positif 0,88 %. Ditinjau menurut sector ekonomi, hampir semua sector mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan ekonomi positif dan sebagian besar masih didukung oleh sector pertambangan, menjadikan Kaltim sebagai Koridor 3 dalam Master Plan

Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) bersama Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Adapun komoditas yang menjadi focus pengembangan Kaltim dalam MP3EI ini adalah Migas, Batubara, Kelapa Sawit, Bauksit dan Perkayuan. Sementara komoditas tersebut tidak berada dalam satu wilayah kabupaten/kota di Kaltim, melainkan tersebar ke dalam 14 kabupaten/kota. Sehingga, pembangunan tersebut tidak akan tercapai bila tidak didukung oleh program kabupaten/kota dalam wilayah Kaltim. Kota Samarinda sebagai ibukota Kaltim dengan luas wilayah 718 ha, menyimpan beraneka macam sumber daya alam, salah satunya batubara yang menjadi salah satu penyokong pertumbuhan ekonomi Samarinda secara khusus, dan Kaltim secara umum. Sampai tahun 2010, perekonomian Kota Samarinda tumbuh positif sebesar 6,01 % dengan kontribusi sector pertambangan sebesar 7,07 %. Perlu diketahui, nilai ini merupakan urutan ke-6 dalam kontribusinya terhadap perekonomian Samarinda. Pada kenyataannya, Perdagangan, restoran dan hotel menjadi sector utama dalam perekonomian Samarinda. Letak Kota Samarinda sebagai jalur transportasi regional Kaltim diiringi dengan pertumbuhan penduduk sebesar 3 % per tahun memungkinkan Kota Samarinda memperoleh keuntungan sebagai berikut :

1. Tingginya pertumbuhan penduduk mayoritas disebabkan oleh migrasi dari daerah luar Kaltim, hal ini memungkinkan penduduk migran untuk membuka lapangan pekerjaan yang sebagian besar bergerak dalam sektor perdagangan. Secara tidak langsung, kondisi ini menyebabkan pertumbuhan sektor perdagangan. 2. Kota Samarinda menjadi pintu gerbang bagi beberapa kabupaten/kota di Kaltim, diantaranya Kutai Kartanegara, Bontang, Kutai Timur, dan Kutai Barat. Kondisi ini memungkinan Samarinda menjadi tempat transit, sehingga sektor restauran dan hotel akan tumbuh pesat. Selain itu, kondisi ini juga memungkinkan Samarinda menjadi pusat perdagangan hasil pertanian dan industri kabupaten/kota di Kaltim.

3. Pembangunan infrastruktur di Kota Samarinda sebagai ibukota Kaltim mendorong investasi swasta meningkat. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pusat perbelanjaan di Kota Samarinda yang pada akhir pekan menjadi tujuan masyarakat kabupaten/kota disekitar Samarinda. 4. Adanya indikasi perkembangan sector IKM yang kedepannya dapat dieksplorasi untuk mengarah kepada Leading Industry

Berdasarkan latar belakang di atas, terlihat bahwa Kota Samarinda memiliki suatu keunggulan untuk menjadi kutub pertumbuhan Kalimantan Timur.

1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, menunjukkan bahwa wilayah Kota Samarinda mengalami perkembangan pesat dan memiliki banyak potensi untuk menjadikan Kota Samarinda sebagai kutub pertumbuhan. Adapun permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan jumlah penduduk di Kota Samarinda ? 2. Bagaimana Leading Industry di Kota Samarinda ?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran industry khususnya Industri Kecil Menengah (IKM) dalam menjalankan perannya sebagai Leading Industry guna mendukung polarisasi di Kota Samarinda. Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Dapat mengetahui penyebab terjadinya perpindahan penduduk yang mencapai 3 % per tahun. 2. Dapat mengetahui sejauh mana IKM berperan dalam menjalankan posisinya sebagai Leading Industry.

BAB II DASAR TEORITIS

2.1. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah Proses pengembangan wilayah merupakan sasaran akhir dari penerapan ilmu ekonomi kewilayahan atau regional. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu di mana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumber daya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumber daya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi: a. fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan

keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. b. Fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam

wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. c. Fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Menurut Saeful hakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah mengandung arti dasar saling tolong menolong, saling berdekatan baik secara geometris maupun similarity. Contohnya: antara supply dan demand, huluhilir. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan

/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach),

pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development). Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional,

meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas (Mercado, 2002). Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah : a. Sebagai growth center Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spread effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional. b. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah. c. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan. d. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan. Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya (Direktorat Pengembangan Wilayah dan

Transmigrasi, 2003).

Studi pengembangan wilayah melalui tiga indikator, yakni: penghasilan resipien (recipienta income), pengembangan daerah (regional development) dan pertumbuhan kelembagaan (institusional growth). Keberhasilan program

pengembangan wilayah diukur dari ada tidaknya perubahan (dan atau peningkatan) dalam ketiga indikator tersebut. Suatu program dinilai berhasil apabila program ini berhasil membawakan kenaikan dalam penghasilan resipien (keluarga), membantu mengembangkan daerah, dan mendorong pertumbuhan kelembagaan. Pembangunan regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan. Salah satu model pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan aspek tata ruang adalah konsep pusat-pusat pertumbuhan. Konsep pusat-pusat pertumbuhan ini menekankan pada fakta bahwa pembangunan tidak terjadi dimana-mana secara serentak, tetapi di tempat-tempat tertentu yang disebut sebagai pusat pertumbuhan dan pada akhirnya akan menyebar melalui berbagai saluran dan mempunyai akibat akhir yang berlainan pada perekonomian secara keseluruhan. Pengembangan wilayah merupakan bagian penting dari pembangunan suatu daerah terutama di pedesaan yang sangat rentan dan berat menghadapi perubahan yang berskala global. Perubahan ini, jika tidak didukung suatu perencanaan wilayah yang baik dengan mempertimbangkan aspek internal, sosial dan pertumbuhan ekonomi akan berakibat semakin bertambahnya tertinggal. Perubahan paradigma perlu dilakukan dalam menata kembali daerah-daerah yang dikategorikan miskin dan lemah agar mampu meningkatkan daya saing, manajemen produksi dan teknologi tepat guna berbasis lokal yang mampu mempengaruhi daerah lainnya secara timbal balik. Secara sederhana konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan pedesaan untuk desa-desa

mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan.

2.2. Pengertian Kota Kota adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, yang sebagian lahannya terbangun, dan perekonomiannya bersifat non pertanian. Dilihat dari aspek sosial ekonomi, kota mempunyai ciri-ciri: (a) jumlah penduduk yang relatif besar daripada wilayah sekitarnya, (b) mempunyai kepadatan penduduk yang relatif tinggi dibanding wilayah sekitarnya, (c) mempunyai proporsi jumlah penduduk yang bekerja di sektor non pertanian lebih tinggi daripada wilayah sekitarnya, (d) merupakan pusat kegiatan ekonomi yang menghubungkan kegiatan pertanian wilayah sekitarnya dan tempat pemrosesan serta pemasaran bahan baku bagi industri (Inmendagri No. 34 tahun 1986). Badan Pusat Statistik (2000) dalam pelaksanaan survei status

desa/kelurahan yang dilakukan tahun 2000, menggunakan beberapa kriteria untuk menetapkan apakah suatu desa/kelurahan dikategorikan sebagai desa atau kota. Kriteria yang digunakan adalah: (1) Kepadatan penduduk per kilometer persegi, (2) Persentase rumah tangga yang mata pencaharian utamanya adalah pertanian atau non pertanian, (3) Persentase rumah tangga yang memiliki telepon, (4) Persentase rumah tangga yang menjadi pelanggan listrik, (5) Fasilitas umum yang ada di desa/kelurahan. Berdasarkan jumlah penduduknya, kota dibedakan menjadi: (1) kota kecil, dengan jumlah penduduk 20.000-50.000 jiwa; (2) kota sedang, dengan jumlah penduduk 50.000-100.000 jiwa; (3) kota besar, dengan jumlah penduduk 100.0001.000.000 jiwa (Daljoeni, 1998). Pada penelitian ini sesuai dengan ciri-ciri tersebut di atas, Kota Samarinda termasuk ke dalam kota besar.

10

2.3. Peran dan Fungsi Kota 2.3.1. Kota Sebagai Kutub Pertumbuhan Menurut Rondinelli (1978), Peran kota adalah beban kegiatan perkotaan yang diberikan pada suatu kota yang dikaitkan dengan wilayah belakangnya. Peran suatu kota tidak dapat dilihat dari jumlah penduduk atau ukuran kota tersebut. Peran kota ditentukan oleh aksesibilitas kota terhadap wilayah belakangnya (hinterland), sebagai berikut: a. Merupakan penyedia lokasi bagi kepentingan desentralisasi fasilitas pelayanan publik skala lokal sehingga meningkatkan aksesibilitas antara kota dengan wilayah belakangnya. b. Menciptakan kondisi kondusif bagi perdagangan dari daerah belakangnya. c. Sebagai pusat transportasi dan telekomunikasi yang menghubungkannya dengan kota-kota di sekitarnya. d. Memberikan iklim kondusif bagi pertumbuhan industri, yang dapat berfungsi melayani pasar lokal, permintaan internal dan eksternal dengan baik. Peran suatu kota merupakan pengaruh yang disebarkan kota tersebut kepada kota lain atau ke wilayah belakangnya. Salah satu peran sebuah kota adalah sebagai pusat pertumbuhan. Kota yang berperan sebagai pusat pertumbuhan tersebut dapat merupakan kota dengan tipologi sebagai ibu kota kecamatan yang merupakan lokasi kantor-kantor pemerintahan kecamatan. Biasanya juga merupakan kawasan penting bagi pengembangan suatu kecamatan. Pusat pertumbuhan (growth pole) secara geografis, merupakan suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan (berdasarkan lingkup pengaruh ekonomi) sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang masingmasing memiliki daerah belakangnya, yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di tempat tersebut dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di wilayah tersebut. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya).

11

Menurut Tarigan (2004), Pusat pertumbuhan memiliki empat ciri yaitu: a. Adanya Hubungan Internal dari Berbagai Macam Kegiatan Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya. b. Ada Efek Pengganda (Multiplier Effect) Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Unsur efek pengganda sangat berperan dalam membuat kota itu mampu memacu pertumbuhan daerah belakangnya. Karena kegiatan berbagai sektor di kota meningkat kebutuhan kota akan bahan baku/tenaga kerja yang dipasok dari daerah belakangnya akan meningkat juga c. Adanya Konsentrasi Geografis Konsentrasi berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi diantara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Sehingga dapat

meningkatkan economic of scale. d. Bersifat Mendorong Daerah Belakangnya Hal ini berarti kota dan daerah belakangnya terdapat hubungan yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari daerah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan daerah belakangya untuk dapat mengembangkan diri. Pusat pertumbuhan merupakan pusat inovasi yang sifatnya propulsive, yang terdiri atas titik-titik pertumbuhan yang terdapat dalam daerah pusat pertumbuhan (Kuklinski ed., 1972). Pusat pertumbuhan harus merupakan (Rondinelli dan Ruddle 1976): a. Pusat dari aktivitas sosial dan ekonomi yang bermanfaat menyebarkan keuntungan untuk meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat di wilayah sekitarnya. b. Pusat pengorganisasian ekonomi yang menyediakan, menjual, dan melayani bagi wilayah belakangnya, serta memberikan peluang keanekaragaman tenaga kerja.

12

c. Pusat yang menciptakan suatu inovasi, kreativitas, dan entrepreneurs yang bersikap baik dan menjadi teladan bagi lingkungan. d. Penyedia modal dari pengembalian investasi sebelumnya, untuk menciptakan keuntungan komparatif dan berpeluang untuk pertumbuhan di masa depan. e. Investasi pada fasilitas umum dan infrastruktur akan menarik kegiatan ekonomi baru yang nantinya akan memperluas fasilitas jasa sosial dan ekonomi yang akan menciptakan siklus pertumbuhan. f. Konsentrasi pelayanan sosial dan ekonomi di pusat pertumbuhan akan meningkatkan akses jalan yang menuju ke pusat pertumbuhan, dan akhirnya akan menarik aktivitas jasa dan ekonomi baru. g. Menempatkan kegiatan ekonomi, jasa, fasilitas umum dan infrastruktur di tempat pusat pertumbuhan akan terjadi interaksi dan efek saling melengkapi guna menciptakan pasar baru bagi bahan baku, barang setengah jadi, dan bagi produsen. Menurut Friedmann (1979), dengan ditetapkannya peran suatu kota menjadi pusat pertumbuhan, diharapkan kota dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan di wilayah pengaruhnya. Pusat-pusat pertumbuhan harus dapat berperan dalam kegiatan: a. Mengkoordinasi kemajuan daerah dalam suatu sistem dengan memperhatikan daerah-daerah pendukung prasarana dan pelayanan administratif. b. Untuk memudahkan koordinasi tersebut, ada jenjang pusat yang akan menentukan posisi pusat pertumbuhan. c. Pusat pertumbuhan harus membawa pengaruh pembaharuan kepada daerah pengaruhnya. Agar dapat menjalankan perannya, pusat pertumbuhan harus mempunyai pelengkapan serta nilai lokasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan daerah pengaruhnya. Menurut Kuklinski ed. (1972), pusat pertumbuhan berperan sebagai pendorong perkembangan ekonomi wilayah pinggiran kota. Pada keadaan lain, pusat pertumbuhan menyebabkan perpindahan sebagian penduduk dari luar wilayah pusat pertumbuhan karena daya tarik dari pusat pertumbuhan dan daya

13

tolak wilayah sekitar pusat pertumbuhan. Sedangkan menurut Friedmann (1972), Pembangunan menyebar dari pusat pertumbuhan yang berinteraksi paling tinggi dan terdapat ketergantungan pusat pertumbuhan dengan wilayah belakangnya. Peran kota merupakan hasil hubungan saling ketergantungan antara desa dan kota, seperti pada tabel berikut ini (Douglass, 1996).

KOTA y Pusat transportasi/perdagangan y Pelayanan pendukung pertanian - Input produksi - Pelayanan privat - Informasi terhadap metode produksi - Budaya modern - Gaya hidup konsumtif y Pasar perbelanjaan non pertanian

DESA y Produksi pertanian y Intensifikasi pertanian - Infrastruktur pedesaan - insentif produksi - Pendidikan dan kapasitas menyerap inovasi y Pendapatan & permintaan pedesaan untuk barang & jasa non pertanian

Peranan pusat pertumbuhan yang lain adalah (Kuklinski ed., 1972) : a. Sebagai pusat industri dari daerah yang dilayani, sehingga harus memiliki fasilitas untuk kegiatan industri, pengolahan hasil pertanian (agroindustri) dan fasilitas umum. b. Sebagai alat penahan goncangan dalam proses migrasi, yaitu menampung penduduk dari luar pusat pertumbuhan tersebut dan menyediakan lapangan pekerjaan. c. Sebagai penarik tandingan terhadap pusat perkotaan yang lebih besar. d. Membantu distribusi barang (barang jadi dan setengah jadi) dan hasil pertanian dari pusat pelayanan yang lebih kecil.

2.3.2. Fungsi Kota Fungsi kota adalah penentuan kegiatan kota yang ditetapkan berdasarkan hirarki perkotaan dengan indikator berupa kelengkapan fasilitas pelayanan kota (Dirjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003). Menurut Bratakusumah (2003), fungsi kota adalah berupa pelayanan yang dapat diberikan oleh fasilitas-fasilitas umum, baik milik pemerintah maupun swasta

14

kepada masyarakat luas selaku pelanggan (customer). Fungsi kota adalah sebagai pusat koleksi dan distribusi pelayanan barang dan jasa dalam bentuk sarana dan prasarana serta pergantian moda transportasi. Dalam pengembangan wilayah, fungsi kota terbagi menjadi: 1. Kota sebagai bagian dari sistem perwilayahan y Kota membentuk sistem perkotaan di dalam wilayah, dengan menempatkan fungsi kota sesuai dengan potensi/kapasitas pengembangannya, misalnya dengan membentuk hirarki kota. y Kota membentuk jaringan pelayanan sosial ekonomi di dalam wilayah, dengan menempatkan fungsi kota sebagai pusat pengembangan dan pelayanan penduduk. 2. Kota berdasarkan fungsinya dalam pengembangan wilayah y Pusat Kegiatan Nasional (PKN), karena memiliki ruang lingkup pelayanan dan pengembangan nasional. Contoh: Jakarta, Surabaya, Manado, Medan, Jayapura. y Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), karena memiliki ruang lingkup pelayanan dan pengembangan skala wilayah propinsi dan atau kabupaten. Contoh: Ibukota Propinsi, Ibukota Kabupaten, dll. y Pusat Kegiatan Lokal (PKL), karena memiliki ruang lingkup pelayanan dan pengembangan skala lokal. Contoh: Ibukota Kecamatan, dll. 3. Jenis fungsi pelayanan kota y Pelayanan Pengumpul Hasil Pertanian: Sebagai pengumpul hasil produk pertanian dari wilayah pengembangannya. y Kawasan Konsumen: Sebagai lokasi konsumen bagi hasil produk pertanian dan industri. y Pelayanan Sosial: Sebagai penyedia pelayanan sosial, seperti pemerintahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dll. y Pelayanan Ekonomi: Sebagai penyedia pelayanan ekonomi, seperti pertokoan, penyedia konsumen, dll. y Penyedia Lapangan Pekerjaan: Sebagai penyedia berbagai lapangan pekerjaan yang heterogen.

15

Hirarki suatu kota menurut Rondinelli (1983) akan mempengaruhi fungsi suatu kota. Kota-kota menengah dan kecil mempunyai fungsi yang dapat digolongkan menjadi 8 bagian, yaitu: (1) Pusat pelayanan umum dan sosial, (2) Pusat komersial dan pelayanan jasa, (3) Pusat pemasaran dan perdagangan regional, (4) Pusat penyediaan dan pemrosesan produk pertanian, (5) Pusat industri kecil, (6) Pusat transportasi dan komunikasi regional, (7) Pusat penarik migrasi dari pedesaan dan sumber pendapatan bagi daerah pedesaan, (8) Pusat transformasi sosial. Menurut Tarigan (2005), hirarki perkotaan menggambarkan jenjang fungsi perkotaan sebagai akibat perbedaan jumlah, jenis, dan kualitas dari fasilitas yang tersedia di kota tersebut. Perbedaan fungsi ini umumnya terkait langsung dengan perbedaan besarnya kota (jumlah penduduk), sekaligus menggambarkan perbedaan luas pengaruh. Menurut Friedmann (1966), kegiatan akan disebar ke beberapa pusat pertumbuhan sesuai dengan hirarki dan fungsinya. Hirarki dan fungsi itu adalah: 1. Fungsi primer Merupakan pusat utama dari wilayah yang dapat merangsang pertumbuhan pusat-pusat yang lebih rendah tingkatannya. Biasanya pusat primer ini dihubungkan dengan tempat pemusatan penduduk terbesar yang mempunyai daerah belakang yang paling kuat dan lebih multifungsi dibandingkan dengan pusat-pusat lainnya. Pusat ini juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan dalam wilayah secara keseluruhan. 2. Fungsi sekunder Merupakan pusat dari sub-wilayah. Pusat sekunder diciptakan untuk mengembangkan sub-sub wilayah yang jauh dari pusat pertumbuhan primer, sehingga wilayah yang tidak terjangkau oleh pelayanan pusat pertumbuhan primer dapat dilakukan oleh pusat pertumbuhan sekunder. Perkembangan pusat pertumbuhan sekunder juga merupakan suatu cara mempercepat relokasi tenaga kerja dari pusat pertumbuhan primer dan sektor ekonomi berlebihan.

16

3. Fungsi tersier Merupakan pusat orde ke-3 dalam suatu wilayah dan merupakan titik pertumbuhan terhadap daerah belakangnya. Perkembangan pusat tersier lebih banyak dipengaruhi pusat yang lebih tinggi tingkatannya, terutama pusat sekunder. Namun, pusat tersier dapat pula berkembang karena pengaruh langsung dari pusat pertumbuhan primer, misalnya keuntungan lokasinya yang dekat dengan pusat primer. Hirarki perkotaan sangat diperlukan dalam perencanaan wilayah karena menyangkut fungsi yang ingin diarahkan untuk masing-masing kota.

Terlaksananya fungsi itu berkaitan dengan fasilitas kepentingan umum yang akan dibangun di masing-masing kota. Banyaknya fasilitas yang harus tersedia di masing-masing kota harus sejalan dengan wilayah pengaruh kota tersebut, atau jumlah penduduk yang diperkirakan memanfaatkan fasilitas tersebut. Fungsi utama kota dapat pula digunakan untuk membuat klasifikasi suatu kota, yaitu sebagai (Bintarto, 1989): a. Kota pusat produksi, biasanya terletak dikelilingi oleh daerah penghasil bumi atau hasil tambang, sehingga dapat terjadi dua macam kota yaitu kota sebagai penghasil bahan mentah dan kota yang mengubah bahan mentah tersebut menjadi barang jadi. Di daerah ini dapat timbul daerah dengan kota-kota industri, dimana pusat kota tersebut dihubungkan dengan jalur transportasi antara kota dengan kota dan kota dengan daerah belakangnya. b. Kota pusat perdagangan, merupakan sifat umum kota tapi tidak semua kota didominasi oleh kegiatan perdagangan. Ada yang hanya merupakan penyalur kebutuhan sehari-hari warga, adapula yang merupakan perantara bagi perdagangan nasional maupun internasional. c. Kota pusat pemerintahan, banyak ditemukan sebelum revolusi industri. d. Kota pusat budaya, selain dikenal sebagai kota yang memiliki seni dan budaya, beberapa kota di indonesia menjadi tempat rekreasi dan pusat pariwisata, seperti Yogyakarta. Seperti yang terjadi pada kebanyakan kota-kota di Indonesia, perkembangan sebagian besar terjadinya kota adalah berawal dari desa yang mengalami

17

perkembangan yang pesat. Faktor yang mendorong perkembangan desa menjadi kota adalah karena desa berhasil menjadi pusat-pusat kegiatan tertentu, misalnya menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pertambangan, pusat pergantian transportasi, dan lain-lain.

2.4. Industri Sebagai Komponen Utama Teori Growth Pole Di dalam Teori Growth Pole disebutkan adanya Industri Unggulan(Utama) yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Tingkat kosentrasi tinggi 2. Pengaruh multiplier (percepatan) dan pengaruh polarisasi lokal sangat besar 3. Tingkat tekhnologi tinggi 4. Keahlian manajerial modern 5. Prasarana sudah sangat berkembang Growth Pole pula menyebutkan tentang konsep Industri Utama dan Industri Pendorong, yang secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut 1. Konsep polarisasi, pertumbuhan dari pada industri utama dan industri pendorong akan menimbulkan polarisasi unit-unit ekonomi lain ke kutub pertumbuhan. 2. Terjadinya aglomerasi yang ditandai : a. Scale economies Keuntungan yang dapat timbul karena pusat pengembangan memungkinkan perusahaan industri bergabung dalam operasi skala besar, karena ada jaminan sumber bahan baku dan pasar. b. Localization Economies Timbul akibat adanya saling keterkaitan antar industri sehingga kebutuhan bahan baku dan pasar dapat dipenuhi dengan mengeluarkan ongkos angkut yang minimum c. Urbanization Economies Timbul karena fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi yang dapat digunakan secara bersamaan sehingga pembebanan ongkos untuk masing-masing perusahaan dapat dilakukan serendah mungkin.

18

Sebagai sebuah kutub, tentu tidak semua industri dapat dikembangkan di dalam pusat wilayah pertumbuhan, industri yang diprioritaskan pada pusat pertumbuhan dapat diidentifikasi melalui cara sebagai berikut 1. Melakukan inventarisasi tentang potensi pengembangan yang ada pada wilayah setudi. Baik yang sudah dimanfaatkan maupun yang belum. Informasi tentang potensi melalui data produksi (kontribusi dan LQ masing-masing sektor terhadap PDRB). 2. Melihat keterkaitan dari setiap kegiatan produksi tersebut dengan kegiatan lainnya. Dengan menggunakan tabel input output, melalui informasi ini diketahui keterkaitan industri hulu dan hilir. 3. Meneliti orientasi lokasi dari masing-masing industri tersebut dengan menggunakan peralatan analisa Weber (teori lokasi). 4. Menentukan pembangunan fasilitas ekonomi yang dibutuhkan setiap pusat pengembangan. Sehingga dapat tumbuh dan berfungsi sebagai motor penggerak pembangunan untuk masing-masing wilayah.

2.5. Hambatan Penerapan Teori Growth Pole Urbanisasi besar-besaran. Berkembangnya penduduk menimbulkan

permasalahan lingkungan di daerah perkotaan itu sendiri. Leading industri itu sendiri dapat merosot. Memang pada tahap tertentu dengan berkembangnya penduduk dapat menurunkan biaya rata-rata perusahaan, namun setelah itu kerugian-kerugian skala mulai melebihi manfaat-manfaat aglomerasi. Beberapa kerugian tersebut ditimbulkan dengan makin naiknya biaya pelayanan umum, makin naiknya harga-harga faktor produksi seperti upah dan sewa tempat/bangunan. Biaya sosial (external costs) juga makin meningkat, seperti konversi lahan pertanian ke nonpertanian, kebisingan, polusi udara, menurunnya debit dan kualitas air, kemacetan lalu lintas, dan semakin jauhnya jarak perjalanan yang harus ditempuh. Lebih jauh lagi berakibat pada terjadinya pengangguran dan kemiskinan di daerah perkotaan. Hal ini telah menjadi masalah besar yang dapat mendorong terjadinya kerusuhan/konflik sosial.

BAB III HIPOTESIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Hipotesis Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk menganalisis hal-hal berikut : 1. Pertumbuhan penduduk Kota Samarinda yang mencapai 3 % per tahun didukung dengan kontribusi ekonomi yang didominasi oleh perdagangan dan jasa mengindikasikan bahwa Kota Samarinda merupakan kutub pertumbuhan Provinsi Kaltim. 2. Adanya leading industries, polarisasi, dan spread effect di Kota Samarinda sehingga menjadikan Samarinda sebagai kutub pertumbuhan Provinsi Kaltim.

3.2. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasarkan pada penetapan Kota Samarinda sebagai kota besar dan sekaligus sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi Kaltim yang kemudian berpengaruh terhadap perkembangan

kabupaten/kota lainnya. Hal ini dapat dilihat pada penduduk Kota Samarinda yang makin meningkat dari tahun ke tahun. Struktur perekonomian Kota Samarinda juga mengalami pergeseran dari pertanian menjadi jasa dan perdagangan. Selain itu, indikator lain adalah terjadinya perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi non pertanian, dan perubahan tersebut merupakan salah satu ciri dari kota sebagai pusat pertumbuhan.

20

BAB IV KOTA SAMARINDA SEBAGAI KUTUB PERTUMBUHAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

4.1. Gambaran Umum Kota Samarinda merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda secara astronomis terletak pada posisi antara 117o0300 117o1814 Bujur Timur dan 00o1902 00o4234 Lintang Selatan dengan luas wilayah adalah 718 km2 berdasarkan PP. No. 21 tahun 1987. Suhu minimum berkisar antara 22,2oC dan suhu maksimum berkisar 34,8oC. Kelembaban udara terendah rata-rata 75 % dan kelembaban udara tertinggi sekitar 94 %. Kota Samarinda yang beriklim tropis, hujan sepanjang tahun dengan rata-rata curah hujan 1.649 mm/th. Kecepatan angin terendah sekitar 21 knot dan tertinggi sekitar 87 knot. Sungaisungai yang melintas di Kota Samarinda memiliki pengaruh yang cukup besar pada perkembangan kota. Sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di Kalimantan Timur, Kota Samarinda memiliki posisi dan kedudukan strategis bagi berbagai kegiatan industry, perdagangan barang dan jasa serta pemukiman yang berwawasan lingkungan. Kota Samarinda yang berkedudukan sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara, dengan batas sebagai berikut : - Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara. - Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Muara Badak, Kecamatan Anggana dan Kecamatan Sanga-sanga Kabupaten Kutai Kartanegara. - Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Loa Janan Kabupaten Kutai Kartanegara. - Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Muara Badak, dan Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara.

22

Adanya Sungai Mahakam yang membelah di tengah kota menjadikan kota ini bagai gerbang menuju pedalaman Kalimantan Timur, Luas Wilayah Kota Samarinda adalah 718 Km2 yang terbagi secara administratif semula 6 kecamatan kini menjadi 10 kecamatan berdasarkan Perda No. 02 tahun 2010 Tentang Pembentukan Kecamatan, yakni Kecamatan Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda Seberang, Sungai Kunjang, Samarinda Ulu, pemekaran Kecamatan Sambutan, Samarinda Utara, dan hasil

Samarinda Kota, Sungai Pinang dan

Kecamatan Loa Janan Ilir, terdiri atas 53 kelurahan.

4.1.1. Kependudukan Berdasarkan data BPS Penduduk Kota Samarinda dari tahun ke tahun terus mengalami pertumbuhan. Tahun 2010 berjumlah 727.500 jiwa atau naik 19,38% di banding jumlah penduduk tahun 2009 (609.380 jiwa). Persebaran penduduk sebanyak 27,84% menempati Kecamatan Samarinda Utara yang memiliki wilayah paling luas yaitu sebesar 277,80 Km2. Sedangkan Kecamatan Palaran yang memiliki luas wilayah sebesar 182,53 km2 atau terluas kedua setelah Samarinda Utara, hanya ditempati 49.079 jiwa atau 6,75 % dari jumlah penduduk Kota Samarinda. Angka tersebut merupakan angka terendah dalam distribusi penduduk per kecamatan di Kota Samarinda. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran penduduk Kota Samarinda mayoritas mengarah ke bagian Utara, terbukti dengan pertumbuhan tertinggi mencapai 33,11% dibanding penduduk tahun 2009, sedangkan ke arah Selatan seperti Palaran dan Samarinda Seberang pertumbuhan penduduk masing- masing 11,57% dan 19,40%, pertumbuhan terendah di kecamatan Samarinda Ilir sebesar 10,41 %. Data jumlah penduduk Kota Samarinda dapat dilihat pada table berikut :
TAHUN JUMLAH PENDUDUK KEPADATAN PENDUDUK PERTUMBUHAN PENDUDUK

2006 2007 2008 2009 2010

588.135 593.827 602.117 607.675 727.500

819,12 827,05 838,60 846,34 1013,23

0,005 0,008 0,008 0,043

23

4.1.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto Salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan di daerah dalam lingkup Kabupaten/Kota adalah jumlah nilai tambah (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah dalam satu tahun, atau disebut Produk Domestik regional Bruto (PDRB). Kenaikan jumlah produksi dan harga barang/jasa merupakan faktor utama pendorong kenaikkan nilai PDRB Kota Samarinda, terlebih berjalannya otonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi dalam periode 2000-2010 telah mencapai rata-rata diatas 6 persen per tahun. Suatu kondisi ekonomi Daerah yang sangat bagus bahkan optimis akan lebih baik lagi pada tahun-tahun mendatang.

Tabel Perkembangan dan Laju Pertumbuhan PDRB Kota Samarinda Tahun 2000-2009 (Juta Rupiah)
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 PDRB ADHB 6.077.497 6.993.663 8.414.777 9.852.073 11.588.177 13.125.820 14.500.247 15.930.651 18.616.882 20.923.493 23.593.276 PDRB ADHK 2000 6.077.497 6.530.617 7.204.787 7.890.753 8.601.033 9.293.066 9.803.725 10.108.378 10.595.535 11.073.649 11.704.162 Laju Pertumbuhan PDRB (%) 7,46 10,32 9,52 9,00 8,05 5,50 3,11 4,82 4,51 5,69

Pertumbuhan di atas 6 persen, tidak terlepas dari kontribusi beberapa sub sektor yang mencatat angka pertumbuhan rata-rata dua digit antara lain : Bangunan dan sector Pertambangan dan Penggalian. Sektor yang memiliki kontribusi diatas rata-rata pertumbuhan umum adalah sector Perdagangan Besar dan Angkutan dan Komunikasi. Struktur ekonomi yang dinyatakan dalam persentase menunjukkan besarnya peranan masing-masing sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah. Hal ini menggambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuan produksi masing-masing sektor ekonomi. Struktur ekonomi yang disajikan dari waktu ke waktu memperlihatkan perubahan dan pergeseran

24

sebagai indikator adanya proses pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tercipta merupakan salah satu dampak positif pembangunan daerah, melalui peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam pembangunan. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi ini juga tidak terlepas dari peran swasta dalam melakukan aktivitas ekonominya di Kota Samarinda. Sinergi serta kerjasama dari kedua pihak dalam menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi di Kota Samarinda masih diperlukan untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta kesejahteraan masyarakat. Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku di Kota Samarinda selalu menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Hal ini sebagai indikasi bahwa ekonomi regional Kota Samarinda telah mencapai kondisi pemulihan ekonomi sejak tahun 1999. Pembentukan nilai tambah bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tanpa migas pada tahun 2000 baru mencapai 6,07 trilyun rupiah, selama enam tahun meningkat menjadi 23,6 trilyun rupiah (tahun 2010). Dari pembentukan PDRB atas dasar harga berlaku ini masih mengandung inflasi atau menurunnya nilai tukar uang terhadap barang dan jasa diwilayah Kota Samarinda. Sedangkan pembentukan PDRB riil atau PDRB atas dasar harga konstan tanpa migas setelah enam tahun dibanding tahun 2000 meningkat menjadi 11,7 trilyun rupiah. Secara umum, pembentukan perekonomian Kota samarinda (angka PDRB) secara perlahan dan pasti menuju Kota Pelayanan (Service) meliputi sektor perdagangan, hotel & restoran, Angkutan & Komunikasi, Keuangan, persewaan & jasa perusahaan dan Jasa-jasa mencatat kontribusi (peranan) sebesar 54,62 persen (2001) meningkat menjadi 64,13 persen (2010). Perubahan perekonomian Kota Samarinda tersebut sangat dipengaruhi olah naik turunnya sektor-sektor tersebut. Terlihat dengan adanya pergeseran kontribusi ekonomi Kota Samarinda dari tahun ketahun, tampak seperti peranan sektor Pembuatan (Manufacture) dan Pertanian (Agriculture) terus mengalami penurunan. Dilihat dari tiga sektor besar, maka tampak adanya pergeseran yang signifikan antara Pertanian (agriculture), Pembuatan (manufacture) dan Pelayanan (Service).

25

Tabel Perkembangan Struktur Ekonomi Kota Samarinda Tahun 2000-2010 (Persentase) Jenis Sektor Pertanian/Agriculture Pembuatan/Manufacture Pelayanan/Service 2000 2,38 43,00 54,62 2007 2,26 33,76 63,97 2008 2,19 33,76 63,97 2009 2,15 33,50 64,35 2010 2,17 33,70 64,13

Selanjutnya PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah bruto yang bisa dihasilkan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas komersiil ekonomi. Nilainya bisa diperoleh dari PDRB dibagi dengan jumlah penduduk tengah tahun. Sedang pendapatan per kapita merupakan gambaran ratarata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk mempunyai andil dalam proses produksi, angka ini diperoleh dengan cara membagi pendapatan regional setelah dikurangi dengan penyusutan dan pajak tak langsung. Kedua indikator ini digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah dalam periode tahun tertentu. Nilai PDRB per kapita Kota Samarinda selama tahun 2006-2010 mengalami peningkatan secara nominal rupiah. Pada tahun 2006, PDRB per kapita atas`dasar harga konstan menunjukkan nilai 16,67 juta rupiah per orang dan meningkat menjadi 18,22 juta rupiah per orang (tahun 2009). Namun diduga akan merosot menjadi 16,09 juta rupiah per orang pada tahun 2010. Secara nominal PDRB per kapita atas dasar harga berlaku terus meningkat dari 24,65 juta rupiah per orang hingga diperkirakan mencapai 32,43 juta rupiah per orang pada tahun 2010.

Tabel PDRB Per Kapita ADHB dan ADHK 2000 Tahun 2004 2009
Rincian PDRB Per Kapita ADHK PDRB Per Kapita ADHB Pertumbuhan (%) 2006 16.669.174 24.654.623 3,33 2007 16.998.714 26.803.429 1,93 2008 17.597.137 30.919.043 3,52 2009 18.222.979 34.432.045 3,56 2010 16.088.196 32.430.620 -11,71

26

4.2. IKM Sebagai Leading Industries Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil manufaktur di dalam negeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk luar, dunia usaha pun harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi telah mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya masa edar produk, serta semakin rendahnya margin keuntungan. Dalam melaksanakan proses pembangunan industri, keadaan tersebut merupakan kenyataan yang harus dihadapi serta harus menjadi pertimbangan yang menentukan dalam setiap kebijakan yang akan dikeluarkan, sekaligus merupakan paradigma baru yang harus dihadapi oleh negara manapun dalam melaksanakan proses industrialisasi negaranya. Atas dasar pemikiran tersebut kebijakan dalam pembangunan industri Indonesia harus dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia dan mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus strategi pembangunan industri pada masa depan adalah membangun daya saing sektor industri yang berkelanjutan di pasar domestik. Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai peran yang strategis dalam perekonomian nasional, terutama dalam penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat serta menumbuhkan aktivitas perekonomian di daerah. Di samping itu, pengembangan IKM merupakan bagian integral dari upaya pengembangan ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan. Sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan IKM 2005-2009 adalah: 1. Meningkatnya unit usaha mencapai 3,95 juta pada akhir tahun 2009, atau dengan laju pertumbuhan 4,04 %. 2. Penyerapan tenaga kerja mencapai 10,3 juta orang pada akhir tahun 2009, atau dengan laju pertumbuhan sebesar 4,94 %. 3. Nilai ekspor yang disumbangkan oleh produk IKM mampu mencapai US$ 8,9 milyar, atau dengan pertumbuhan sebesar 2,47 %.

27

Dengan demikian, hasil pengembangan IKM ini diharapkan antara lain meningkatnya produktivitas dan daya saing sehingga peranan IKM di pasar dalam negeri dan ekspor semakin besar. Kota Samarinda menuju kota metropolis, dan sebagai kota industri, perdagangan dan Jasa yang berwawasan lingkungan, peningkatan sektor industri termasuk dalam kategori yang pesat pertumbuhannya, terutama kelompok

Industri Kecil Menengah (IKM). Kebijakan pembangunan secara sektoral yang strategis adalah pembangunan sektor industri. Sektor industri dipandang sebagai sektor yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, sehingga dengan

keunggulan sektor industri akan didapat nilai tambah yang tinggi, yang pada akhirnya tujuan menciptakan kesejahteraan masyarakat bisa terwujud. Sampai dengan tahun 2010, jumlah IKM di Kota Samarinda adalah 1.086 unit berarti tumbuh 53 unit usaha atau 5,13 % di banding tahun 2009( 1.033 unit). Pertumbuhan IKM berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan nilai investasi di Kota Samarinda. Serapan tenaga kerja berjumlah 9.145 Orang naik 3,03 %. Investasi yang diperoleh dari IKM mencapai 188,8 milyar rupiah pada tahun 2010, meningkat 13 milyar rupiah lebih dari tahun 2009 atau naik 7,48 %. Secara lengkap perhatikan table berikut :

TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

JUMLAH TENAGA KERJA (JIWA) 4.622 4.873 5.230 5.819 6.695 7.299 7.946 8.267 8.876 9.145

INVESTASI (MILYAR RUPIAH) 30,4 31,8 37,5 75,5 103,7 126,4 135,4 149,7 175,7 188,8

IKM (UNIT) 624 656 689 741 804 867 926 967 1.033 1.086

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Samarinda

28

Selain berdampak positif pada investasi, IKM juga memberikan dampak yang sama pada penyerapan jumlah tenaga kerja. Hingga tahun 2009, jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 8.876 jiwa dengan rata-rata 1 IKM menyerap kurang lebih 8 orang tenaga kerja. Bila mengacu pada sasaran nasional yang dicapai oleh sector IKM 20052009, pertumbuhan IKM di Kota Samarinda berada di atas rata-rata, terhitung dari tahun 2005 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik unit usaha, penerapan tenaga kerja maupun investasi. Dari target sasaran pertumbuhan unit usaha rata-rata sebesar 4,04 % per tahun, realisasi pertumbuhan mencapai 6,88 % per tahun, target penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 4,94 % per tahun tercapai sebesar 8,87 % per tahun, target pertambahan rata-rata investasi 2,47 % per tahun tercapai sebesar 18,86 % per tahun. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel.1. Pertumbuhan IKM di Kota Samarinda Tahun 2005-2009
Tahun No 1. 2. 3. Uraian Unit Usaha (buah) Tenaga Kerja (orang) Investasi (Milyar Rupiah) 2005 804 6.695 103,7 2009 1.033 8.874 175,7 Target Pertumbuhan (% per tahun) 4,04 4,94 2,47 Realisasi Pertumbuhan (% per tahun) 6,88 8,87 18,86

Keadaan di atas merupakan suatu pertimbangan kuat untuk menjadikan IKM sebagai Leading Industries di Kota Samarinda. Selain daripada itu, Pemkot Samarinda masih memiliki banyak tugas untuk dapat mempertahankan pertumbuhan IKM pada tahun berikutnya. Namun dalam perjalanannya, Pemkot Samarinda menghadapi berbagai permasalahan yang antara lain : 1. Daya saing produk masih relatif rendah. 2. Pasar yang masih relatif terbatas. 3. Teknologi dan peralatan masih konvensional. 4. Kurangnya penganekaragaman produk.

29

5. Keterbatasan permodalan. Adapun langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi permasalahan di atas adalah : 1. Pembinaan langsung ke lapangan. 2. Mengadakan diklat yang meliputi : a. Pengembangan usaha. b. Peningkatan kualitas. c. Penganekaragaman produk. 3. Konsultasi bantuan permodalan dengan pihak ketiga. 4. Mengikut sertakan para pelaku industri pada kegiatan-kegiatan pameran.

4.3. Polarisasi di Kota Samarinda Pada dasarnya polarisasi yang terjadi di Kota Samarinda tidak sepenuhnya dikarenakan oleh adanya leading industries, namun lebih disebabkan oleh kelengkapan infrastruktur di sector pendidikan maupun kesehatan. Pertumbuhan penduduk di Kota Samarinda berdasarkan data Dinas Pencatatan Sipil dan Kependudukan Kota Samarinda setiap bulan rata-rata mencapai 3.000 jiwa. Secara lengkap perhatikan table berikut : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kecamatan Palaran Samarinda Seberang Samarinda Ulu Samarinda Ilir Samarinda Utara Sungai Kunjang Sambutan Sungai Pinang Samarinda Kota Loa Janan Ilir TOTAL April 55.769 67.779 142.022 80.113 94.009 132.085 45.249 111.455 40.462 62.486 831.429 Tahun 2011 Mei 55.688 68.095 143.502 80.417 94.834 132.907 45.582 112.261 40.568 63.303 837.157 Juni 55.919 68.552 144.114 80.461 95.158 133.447 45.703 112.603 40.600 63.626 840.183

Pertumbuhan jumlah penduduk seperti yang diketahui disebabkan oleh 2 faktor, yaitu kelahiran dan migrasi. Bila melihat pertumbuhan penduduk per

30

bulan, pertumbuhan di Kota Samarinda lebih disebabkan oleh migrasi. Migrasi yang terjadi adalah sebagai akibat perkembangan sector jasa dan sector industry.

4.3.1. Sector Jasa Sektor jasa termasuk ke dalam sector yang sangat mudah dalam mempengaruhi arus migrasi. Sector-sektor yang dimaksud adalah pendidikan dan perdagangan. Infrastruktur pendidikan di Kota Samarinda sebagai ibukota provinsi Kaltim termasuk dalam kategori lengkap dan memadai, salah satunya adalah Universitas Mulawarman (Unmul). Sebagai satu-satunya universitas negeri di Kaltim, Unmul memiliki daya tarik tersendiri khususnya untuk calon mahasiswa di kabupaten/kota yang ada di Kaltim. Berdasarkan data BPS Kota Samarinda, jumlah mahasiswa Unmul tahun 2010 sebesar 30.542 orang yang terdiri atas mahasiswa Diploma, S1, dan S2 dengan pertumbuhan sebesar 15 % dari tahun 2009 (26.382 orang). Bila dilihat perkembangan sector perdagangan, migrasi penduduk lebih disebabkan oleh peran Kota Samarinda yang lebih sebagai kota pusat perdagangan daripada pusat produksi. Perdagangan yang terjadi di Kota Samarinda mayoritas merupakan sarana pemasaran hasil-hasil SDA kabupaten/kota disekelilingnya. Sebagai contoh, Kabupaten Kutai Barat (Kubar) memiliki hasil perkebunan durian, namun pemasarannya di daerah Kota Samarinda. Letak Kota Samarinda pada jalur regional provinsi Kaltim semakin meningkatkan perkembangan sector perdagangan. Selain daripada itu, Sektor perdagangan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk menanamkan modalnya di Kota Samarinda. Keadaan-keadaan tersebut merupakan suatu alasan untuk menyatakan bahwa sector perdagangan Kota Samarinda sangat mempengaruhi migrasi penduduk, baik antar kabupaten di dalam maupun di luar wilayah Kaltim.

4.3.2. Sektor Industri Sektor industry di Kota Samarinda masih didominasi oleh sector Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor IKM yang bergerak di Kota Samarinda masih

31

berpegang pada sumber daya alam di kabupaten/kota di luar Kota Samarinda. Keadaan ini justru dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota tersebut. Kota Samarinda dengan peningkatan perdagangannya secara tidak langsung meningkatkan secara perlahan sector IKM. Selain berpegangan pada sumber daya alam di kabupaten/kota lainnya, sector IKM juga berpegang pada iklim perdagangan di Kota Samarinda. Dapat dikatakan bahwa Kota Samarinda melaksanakan peran sebagai kota pusat produksi dalam pengembangan IKM. Artinya, IKM di Kota Samarinda bergerak untuk memproduksi barang mentah menjadi barang jadi. Sampai tahun 2010, IKM di Kota Samarinda bergerak pada industri logam mesin dan perekayasaan, industry hasil hutan, kimia, pulp dan kertas, serta industry agro industry dan aneka. Semenjak tahun 2008, industry percetakan dan fotocopy serta industry reparasi selalu mengalami pertumbuhan yang positif dan menjadikan sector IKM yang paling digemari. Mengingat teknologi yang digunakan, ketahanan IKM dalam fluktuatifnya pertumbuhan ekonomi, serta penyerapan tenaga kerja lokal, diduga tahun-tahun mendatang industry tersebut akan semakin besar dan dapat mempengaruhi migrasi penduduk. Perhatikan data berikut : Polarisasi lebih besar yang terjadi cenderung berasal dari industry reparasi. Teknologi sederhana namun selalu berkembang dalam kurun waktu singkat merupakan alasan utama penyebab terjadinya polarisasi. Pengetahuan dan pemanfaatan teknologi memaksa IKM untuk mendatangkan tenaga ahli atau tenaga teknis dari daerah lain dalam rangka kelancaran produksi. Dalam industry reparasi yang lebih sederhana yaitu reparasi kendaraan bermotor, tenaga ahli yang dibutuhkan sudah cukup melimpah melalui kerja sama dengan sector pendidikan diantaranya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Lembaga Latihan, Pendidikan dan Keterampilan (LPK). Namun keberadaan SMK tersebut di

wilayah Kaltim mayoritas di jumpai di Kota Samarinda, sehingga hal inilah yang mendorong polarisasi lainnya, yaitu adanya migrasi ke Kota Samarinda untuk memperoleh pendidikan demi peningkatan kesejahteraan hidup.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai Kota Samarinda sebagai kutub pertumbuhan provinsi Kaltim, maka dapat ditarik suatu kesimpulan berikut : 1. Pertumbuhan penduduk Kota Samarinda mencapai 3 % beserta dominasi sector perdagangan dan jasa dalam pertumbuhan ekonomi merupakan suatu pertanda awal untuk dapat menjadikan Kota Samarinda sebagai kutub pertumbuhan Provinsi Kaltim. Adapun peningkatan sector jasa dan perdagangan secara tidak langsung meningkatkan perindustrian di Kota Samarinda khususnya Industri Kecil Menengah (IKM). 2. IKM merupakan perindustrian yang memiliki ketahanan terhadap fluktuasi pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan positif pada jumlah IKM yang memberikan manfaat dalam penyerapan tenaga kerja serta investasi merupakan tolok ukur keberhasilan IKM di Kota Samarinda. Bila mengacu pada target nasional, diketahui bahwa IKM di Kota Samarinda berhasil memperoleh pertumbuhan unit usaha sebesar 6,88 % (target 4,04 %), tenaga kerja sebesar 8,87 % (target 4,94 %), dan pertumbuhan investasi sebesar 18,86 % (target 2,47 %). 3. Polarisasi yang terjadi di Kota Samarinda dapat dikelompokkan ke dalam 2 faktor, yaitu sector jasa dan sector industry. Polarisasi dari sector jasa dipandang dari pendidikan dan perdagangan. Pertumbuhan jumlah mahasiswa Unmul yang mencapai 15 % dari tahun 2009, merupakan kondisi nyata bahwa pendidikan di Kota Samarinda memiliki daya tarik bagi calon mahasiswa. Kota Samarinda sebagai kota pusat perdagangan menandakan bahwa daerah ini menjadi tempat pemasaran bagi produk/hasil SDA kabupaten/kota di sekelilingnya. Sedangkan polarisasi dari sector industry dapat dipandang dari penerapan Kota Samarinda sebagai kota pusat industry, yang menjalankan produksinya untuk bahan mentah menjadi barang jadi. Dalam hal ini industry

33

reparasi memiliki peran yang cukup kuat dalam mendukung polarisasi di Kota Samarinda, terutama dalam kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM).

5.2. Saran Kebijaksanaan Pemkot Samarinda dalam memenuhi criteria-kriteria kutub pertumbuhan provinsi Kaltim perlu di tingkatkan lagi. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kondisi IKM saat ini. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain : 1. Pembangunan penunjang pendidikan di Kota Samarinda sangat perlu dilakukan, misalnya peningkatan perpustakaan Kota Samarinda. Kegiatan ini dapat menimbulkan manfaat dalam proses polarisasi dari sector pendidikan. 2. Rehabilitasi pasar akan lebih bermanfaat dalam proses peningkatan pemasaran hasil SDA kabupaten/kota lain maupun produk local. Peningkatan infrastruktur perlu diiringi dengan regulasi yang tegas serta tidak memberatkan bagi pelaku pasar. Hal ini akan mendorong kepercayaan masyarakat yang tentunya memberikan manfaat dalam peningkatan sector perdagangan. 3. Pengendalian bagi kegiatan IKM merupakan suatu langkah awal dalam mempertahankan pertumbuhan positif investasi dan tenaga kerja dari sector IKM. Bila iklim investasi IKM di Kota Samarinda meningkat, tentunya dapat meningkatkan kepercayaan bagi investor dalam maupun luar Kota Samarinda untuk melakukan investasi di daerah ini.

Anda mungkin juga menyukai