Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KLIPING DAN ULASAN ARTIKEL TENAGA PENDIDIK Sertifikasi Guru dan Peningkatan

Kualitas Pendidikan

OLEH:

SEBTI ATUL AWALIYAH 098 554 127 TN O9 A (PAGI)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI - TATA NIAGA 2012

BAB I PENDAHULUAN

Pada saat ini di dunia pendidikan kita masih kekurangan guru, kalau tenaga pengajar banyak, tetapi tenaga guru masih langka. ukuran kualitas perguruan tinggi bukan hanya dilihat dari berapa yang bergelar doktor, tetapi berapa banyak guru didalamnya. Secara eksplisit kalimat tersebut mengindikasikan rendahnya mutu dan kualitas tenaga pendidik di Indonesia. Dengan hal tersebut, bagaimanapun berimplikasi secara signifikan terhadap rendahnya kualitas lulusan (output) sekolah. Tidak salah kalau kemudian keterpurukan dunia pendidikan di negara ini dialamatkan kepada guru sebagai garda terdepan pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Apabila dicermati kondisi objektif kualitas guru saat ini, maka setidak-tidaknya bisa dilihat dari sisi kelayakan mengajar dan ijazah yang dimiliki. Dari sekitar 2,6 juta guru di Indonesia ternyata masih cukup banyak guru yang termasuk kategori tidak layak mengajar karena kualifikasi dan kompetensinya tidak sesuai. Upaya Pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan sangat luar biasa. Di satu sisi membuat masyarakat tercengang dan terkaget-kaget, terutama di kalangan guru karena mereka akan memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok. Namun, di sisi lain juga membuat tergopoh-gopoh para praktisi pendidikan tersebut karena mereka harus mempersiapkan banyak hal untuk bisa memperoleh tunjangan profesi tersebut. Langkah konkrit dari upaya peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari peningkatan mutu tenaga pendidik. Hal itu dilakukan karena ada asumsi bahwa rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia bukan diakibatkan oleh rendahnya input pendidikan, akan tetapi diakibatkan oleh rendahnya kualitas guru, di samping karena proses pendidikan yang tidak maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya peserta didik yang tidak lulus Ujian Akhir Nasional dengan standar nilai 4,26, di mana akar permasalahannya adalah minimnya proses yang dilakukan oleh sekolah (Martinis Yamin, 2006: 1). Proses yang tidak sempurna mengakibatkan kualitas produk yang tidak baik, sementara proses pendidikan di sekolah terletak di tangan guru. Yaitu mulai dari bagaimana melaksanakan

pembelajaran, penguasaan materi, komunikasi yang dilakukan terhadap peserta didik, member motivasi belajar, menciptakan pembelajaran yang kondusif, sampai pada mengelola pembelajaran. Dengan demikian, pangkal permasalahan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas guru. Oleh karena itulah, Pemerintah menggelindingkan kebijakan peningkatan kualitas guru melalui sertifikasi guru sebagaimana tertulis dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 42 yang berbunyi Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 8 yang berbunyi Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jamani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sertifikat pendidik menjadi tuntutan bagi setiap guru, karena sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2005 bahwa (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perudang-undangan; dan (2) Pengakuan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Sertifikasi Guru 1. Definisi Sertifikasi Guru Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004). Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004). Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah. Pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam jabatan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidkan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk portofolio (Samani, 2007). Sertifikasi guru merupakan kebijakan yang sangat strategis, karena langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru untuk meningkat kualitas guru, memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan wibawa guru sehingga guru lebih dihargai dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia (Sanaky, 2004). Menurut Mulyasa (2007), Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan

dalam sertifikasi guru adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dengan kata lain sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. National Commision on Education Services (NCES) memberikan pengertian sertifikasi guru secara lebih umum. Sertifikasi guru merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar. Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik di kalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta (NCES dalam Mulyasa, 2007). Maka, dapat disimpulkan bahwa program sertifikasi guru adalah suatu program yang dilakukan oleh pemerintah dibawah kuasa Dinas Pendidikan Indonesia dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, yang dilaksanakan melalui LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah dengan pemberian sertifikat kepada guru yang telah berhasil mengikuti program tersebut. 2. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai upaya meningkatkanprofesionalisme guru dan meningkatkan mutu layanan dan hasil pendidikan di Indonesia, diselenggarakan berdasarkan landasan hukum sebagai berikut : a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik. e. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor I.UM.01.02253. f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.

3. Tujuan Sertifikasi Guru Sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan c. Meningkatkan martabat guru d. Meningkatkan profesionalitas guru

4. Manfaat Sertifikasi Guru Manfaat uji sertifikasi guru adalah sebagai berikut: a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri. b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini. c. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan. d. Menjaga lembaga penyelenggaran pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku. e. Memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan guru.

BAB III PEMBAHASAN

Artikel 1 : Sertifikasi Guru dan Peningkatan Kualitas Pendidikan (http://blog.alfisatria.com/sertifikasiguru-dan-peningkatan-kualitas-pendidikan.html) Artikel 2 : Sertifikasi Belum Pengaruhi Kualitas Guru (http://www.republika.co.id/berita/pendidikan /berita-pendidikan/11/07/18/loiftw-sertifikasi-belum-pengaruhi-kualitas-guru) Artikel 3 : Tunjangan Non Sertifikasi Guru di Tangsel tak Juga Cair (http://www.republika.co.id/berita /pendidikan/berita-pendidikan/11/12/29/lwy6wi-tunjangan-non-sertifikasi-guru-di-tangsel-takjuga-cair)

Ketiga artikel tersebut saling berhubungan dengan permasalahan sertifikasi guru dan pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Dewasa ini Sertifikat pendidik menjadi tuntutan bagi setiap guru, karena sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2005 bahwa (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perudang-undangan; dan (2) Pengakuan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Namun, apabila dicermati kondisi objektif kualitas guru saat ini, maka setidak-tidaknya bisa dilihat dari sisi kelayakan mengajar dan ijazah yang dimiliki. Dari sekitar 2,6 juta guru di Indonesia ternyata masih cukup banyak guru yang termasuk kategori tidak layak mengajar karena kualifikasi dan kompetensinya tidak sesuai (Kompas, 9/12/2005). Jumlah guru yang tidak layak mengajar tercatat 916.505 orang, terdiri dari 609.217 guru SD/MI, 167.643 guru

SMP/MTs, dan 75.684 guru SMA/MA, serta 63.961 guru SMK. Bahkan persentase guru yang mengajar tidak sesuai dengan keahliannya mencapai 15 %, padahal mutu guru yang mengajar sesuai dengan kompetensinya saja, ketika diberi tes kompetensi, hasilnya masih amat sangat memprihatinkan. Sedangkan dari sisi ijazah yang dimiliki; dari 1.234.927 guru SD hanya sekitar 8,30 % yang berkualifikasi S1 dan 0,05 % berkualifikasi S2. Untuk tingkat SMP; dari 466.748 guru, hanya 42,03 % yang berkualifikasi S1 dan 0,31 % berkualifikasi S2. Sedangkan untuk SMA, dari 230.114 orang guru, 72,75 % berkualifikasi S1 dan 0,33 % S2. Untuk SMK, dari 147.559 guru, 64,16 % S1 dan 0,33 % S2. Kondisi guru yang seperti ini tentu masih jauh dari tuntutan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 9 bahwa kualifikasi akademik yang harus dipenuhi guru minimal berpendidikan D4/S1. Selain kualifikasi akademik, seorang guru juga dituntut memiliki kompetensi (pasal 10), serta memiliki sertifikat pendidik (Pasal 8). Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Sertifikasi bagi guru prajabatan dilakukan melalui pendidikan profesi di LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah diakhiri dengan uji kompetensi. Sedangkan sertifikasi guru dalam jabatan dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk portofolio. Portofolio adalah kumpulan dokumen yang menggambarkan prestasi seseorang. Portofolio guru adalah kumpulan dokumen pengalaman berkarya atau prestasi dalam menjalankan tugas sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Sertifikasi pendidik dilakukan dengan berpegang pada beberapa prinsip, yaitu: 1) Dilaksanakan secara a) objektif, yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan nasional. b) transparan, yaitu mengacu kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk memperoleh akses informasi tentang pengelolaan pendidikan, yang sebagai suatu sistem meliputi masukan, proses, dan hasil sertifikasi.

c) akuntabel, yaitu proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik.

2) Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan mutu guru dan kesejahteraan guru, seperti : a) Sertifikasi guru merupakan upaya Pemerintah dalam meningkatkan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru. b) Guru yang telah lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru. c) Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus non-pegawai negeri sipil (non PNS/swasta), d) Peningkatan mutu dan kesejahteraan guru diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.

3) Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundangundangan, antara lain: a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. c) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

4) Dilaksanakan secara terencana dan sistematis, meliputi : a) Sertifikasi mengacu pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru (kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional). Standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang kemudian dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran. b) Untuk memberikan sertifikat pendidik kepada guru, perlu dilakukan penilaian terhadap unjuk kerjanya sebagai bukti penguasaan seperangkat kompetensi yang dipersyaratkan. c) Instrumen penilaian kompetensi tersebut dapat berupa tes dan non tes. Pengembangan instrumen penilaian kompetensi guru dilakukan oleh LPTK tertentu yang ditunjuk oleh Pemerintah dengan standar yang sama untuk seluruh Indonesia.

5) Menghargai pengalaman kerja guru, seperti: a) Pengalaman kerja guru di samping lamanya guru mengajar juga termasuk pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti, karya yang pernah dihasilkan baik dalam bentuk tulisan maupun media pembelajaran, serta aktivitas lain yang menunjang profesionalitas guru. b) Pengalaman kerja guru perlu mendapat penghargaan sebagai salah satu komponen yang diperhitungkan dalam sertifikasi guru.

6) Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah, antara lain: a) Untuk alasan efekti-vitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan profesi dan uji kompetensi setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah. b) Berdasarkan jumlah yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka disusunlah kuota guru peserta sertifikasi untuk masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota. c) Penyusunan dan penetapan kuota tersebut didasarkan atas jumlah data individu guru per Kabupaten/Kota yang masuk di pusat data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (http://sertifikasiguru.org).

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Dari ketiga artikel tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya program sertifikasi yang telah diadakan oleh pemerintah, diharapkan sertifikasi guru akan dapat melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru, melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak professional serta agar mampu meningkatkan kesejahteraan guru. Pelaksanaannya berupa peningkatan kesejahteraan guru berupa pemberian tunjangan profesi kepada guru yang sudah memenuhi persyaratan sebagai guru professional atau telah mendapatkan sertifikat. Program ini masih menyisakan permasalah, terutama berkaitan dengan pengaruhnya terhadap peningkatan pengetahuan, keterampilan, dedikasi guru berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa. Namun, tidak semua program sertifikasi yang telah diadakan pemerintah dapat berjalan sesuai dengan rencana awalnya. Dapat kita lihat pada artikel kedua yang berjudul Sertifikasi Belum Pengaruhi Kualitas Guru . Dalam artikel tersebut dijelaskan Sertifikasi belum banyak berpengaruh terhadap kualitas guru. Karena buktinya, hasil kajian Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menyatakan sekitar 40 persen guru yang lulus sertifikasi memiliki nilai di bawah lima. Meski demikian, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur mengatakan Kemendiknas akan membuat program diklat terakreditasi. Diklat tersebut bersifat wajib diikuti oleh seluruh guru yang telah lulus sertifkasi dan menerima TPP. Selain itu, juga dapat kita lihat pada artikel ketiga yang berjudul Tunjangan Non Sertifikasi Guru di Tangsel tak Juga Cair bahwa, pemerintah perlu memperhatikan kembali pelaksanaan program-program sertifikasi terkait. Seperti halnya masalah tunjangan yang telah sehingga

seharusnya diterima oleh guru-guru tersebut haruslah benar-benar sampai atau diterima oleh para guru tersebut.

B. Saran Saran dan perbaikan untuk kesempurnaan sistem sertifikasi guru sangat diperlukan. Berikut ini adalah saran yang diberikan untuk perbaikan selanjutnya, antara lain sebagai berikut: 1. Melakukan analisis lebih mendalam mengenai desain sertifikasi guru, disesuaikan dengan kebutuhan saat ini. 2. Melakukan klarifikasi dan evaluasi lebih lanjut terkait adanya perubahan struktur organisasi Kemdiknas yang baru, sehingga proses sistem sertifikasi lebih relevan terhadap struktur organisasi Kemdiknas yang baru. 3. Memperpendek aliran proses sertifikasi guru. 4. Memberikan sosialisasi sejelas-jelasnya kepada para guru untuk pemahaman sertifikasi guru. 5. Bekerja sama dengan semua pihak terkait untuk secara bersama-sama berkomitmen dalam melaksanakan sistem sertifikasi guru.

DAFTAR PUSTAKA

http://blog.alfisatria.com/sertifikasi- guru-dan-peningkatan-kualitas-pendidikan.html http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/07/18/loiftwsertifikasi-belum-pengaruhi-kualitas-guru http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/12/29/lwy6witunjangan-non-sertifikasi-guru-di-tangsel-tak-juga-cair


http://sertifikasiguru.org. http://weblog-pendidikan.blogspot.com/2009/08/peningkatan-mutu-pendidikan-melalui.html http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2190980-pengertian-sertifikasi-guru/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23335/4/Chapter%20II.pdf http://www.google.com http://www.wikipedia.com http://scholar.google.com

LAMPIRAN ARTIKEL Sertifikasi Guru dan Peningkatan Kualitas Pendidikan June 22nd, 2011 at 6:56pm Bagi guru di banyak daerah, pekan-pekan ini merupakan pekan mengumpulkan berkasberkas untuk kelengkapan syarat pencairan tunjangan sertifikasi guru. Sebagian menunggu pencairan triwulan kedua (April-Juni) 2011, ada juga yang menunggu pencairan tahun 2011 karena sejak Januari 2011 tunjangan ini belum diturunkan juga, baik untuk guru-guru di bawah koordinasi Kementrian Pendidikan Nasional maupun Kementrian Agama. Memang sampai tahun 2011 ini, pencairan dana tunjangan sertifikasi merupakan berkat kejutan bagi para guru yang sudah mendapat sertifikat pendidik karena tidak lancarnya proses ini. Menurut program idealnya, tunjangan ini diturunkan setiap bulan bersamaan dengan gaji guru, tapi kenyataannya sampai tahun 2011 ini yang berarti sudah hampir 5 tahun program ini berjalan, kejadian ideal ini masih jauh dari harapan. Seringnya, dana tunjangan diturunkan setiap tiga bulan, ini yang paling beruntung, tapi sebagian lagi ada yang enam bulanan, sembilan bulanan, bahkan tahunan. Walaupun diterima lebih besar daripada diterima bulanan secara jumlah, tapi secara kebutuhan guru dan tujuan diadakannya tunjangan ini, tersendatnya program ini menurut saya malah menyusahkan. Tidak jarang, guru-guru sudah menggadaikan dana tunjangan ini jauh-jauh hari sebelumnya, sehingga ketika turun tetap saja langsung habis terdistribusi membayar hutang :).Setahu saya program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan juga untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional Indonesia. Dari sisi kesejahteraan guru memang terlihat ada peningkatan kesejahteraan, walaupun turunnya tidak jelas waktunya, paling tidak menambah income daripada biasanya. Nah, yang jadi pertanyaan berikutnya yang sering dilontarkan terutama oleh orang-orang yang tidak berprofesi sebagai guru, atau yang tidak kecipratan adalah apakah tujuan yang kedua, yaitu meingkatkan kualitas pendidikan nasional, juga tercapai dengan pemberian tunjangan ini? Sebagai guru tentu saja saya setuju dengan kedua tujuan di atas dan yakin bahwa keduanya akan tercapai dengan pemberian tunjangan sertifikasi ini. Namun, perlu disadari perubahan seperti itu tidak mungkin terjadi sekejap mata, tidak mungkin terjadi hanya dengan

pemberian tunjangan setahun dua tahun yang itupun tersendat-sendat turunnya. Guru-guru yang selama ini hanya menjadi pahlawan tanpa tanda jasa alias gajinya kecil-kecil saja, ketika diberikan tunjangan yang tidak seberapa itu, baru menjadi pelepas dahaga tanda jasa saja. Jadi, kalau selama ini guru selalu dalam kondisi minus dalam hal keuangan, tunjangan sertifikasi ini baru menjadi penutup lubang hingga mencapai kondisi nol. Saya rasa wajar kalau ada sedikit euforia di sini. Tentang hubungan peningkatan kualitas pendidikan dengan tunjangan sertifikasi ini, saya kira kita tidak bisa serta merta mengharapkan guru-guru yang sudah mendapat sertifikasi ini tibatiba menjadi guru yang profesional, guru yang berdedikasi, guru yang mampu mendidik dengan baik dalam waktu satu atau dua tahun hanya karena diberikan tunjangan. Kita harus menyadari bahwa sebagian besar guru-guru ini masih banyak yang menjadi guru karena terpaksa. Karena tidak bisa masuk perguruan tinggi lain akhirnya masuk IKIP agar tetap bisa kuliah. Atau karena tidak mendapat pekerjaan di bidang lain, lebih baik menjadi guru. Dan masih banyak sebab lainnya yang intinya, baik dari segi sumber daya maupun motivasi, guru-guru kita ini sebagian besar masih rendah kualitasnya. Lihat saja hasil tes kompetensi mata pelajaran yang diberikan kepada guru-guru, berapa persen yang mampu melampaui nilai terendah? Kalau mau jujur masih banyak sekali yang tidak kompeten. Bagaimana bisa menciptakan generasi unggul kalau pendidiknya saja tidak kompeten? Dan sekali lagi ini tidak bisa diubah hanya dalam waktu setahun dua tahun pemberian tunjangan. Jadi, bagaimana tunjangan sertifikasi dapat meningkatkan kualitas pendidikan nasional? Menurut saya,roadmap-nya seperti ini. Saat ini profesi guru menjadi profesi yang mulai dilirik karena berbagai tunjangan yang diberikan sehingga akan banyak menarik kaum muda untuk menjadi guru. Semakin banyak yang berminat menjadi guru maka persaingan akan semakin ketat, akibatnya yang bisa lulus sebagai guru adalah mereka-mereka yang berkemampuan dan berkompeten. Beberapa tahun lagi, guru-guru kita adalah mereka yang telah mampu melewati berbagai kompetisi antarcalon guru, mereka yang berkompeten sebagai. Nah, pada saat itulah, baru kita harapkan kualitas pendidikan kita meningkat secara drastis. Maka, tetaplah memberikan tunjangan kepada guru-guru kita, pasti kualitas pendidikan kita meningkat. http://blog.alfisatria.com/sertifikasi-guru-dan-peningkatan-kualitas-pendidikan.html

Sertifikasi Belum Pengaruhi Kualitas Guru Senin, 18 Juli 2011 10:46 WIB REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Sertifikasi belum banyak berpengaruh terhadap kualitas guru. Buktinya, hasil kajian Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menyatakan sekitar 40 persen guru yang lulus sertifikasi memiliki nilai di bawah lima. "Dengan hasil itu, masih banyak guru yang kualitasnya belum meningkat walaupun telah menerima tunjangan profesi pendidik (TPP)," ujar Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur, Salamun, Senin (18/7). Diungkapkannya, kajian tersebut dilakukan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendiknas terhadap sejumlah guru yang bersertifikasi dan menerima TPP. Dari kajian itu disimpulkan, hanya 29,6 persen kompetensi guru yang naik setelah sertifikasi. "Pemberian tunjangan setelah sertifikasi hanya berdampak kecil bagi kualifikasi guru," ungkapnya. Meski demikian, Salamun mengatakan Kemendiknas akan membuat program diklat terakreditasi. Diklat tersebut bersifat wajib diikuti oleh seluruh guru yang telah lulus sertifkasi dan menerima TPP. "Jika tidak ada program pendidikan dan latihan, proses sertifikasi semakin tidak berdampak pada kualifikasi guru," katanya menegaskan. Sementara itu, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jatim, Ikhwan Sumadi membantah sertifikasi belum meningkatkan kualifikasi guru. Menurutnya, kinerja guru sudah mulai meningkat. "Guru-guru sekarang sudah mulai berlatih membuat penelitian hasil pembelajaran di kelas sehingga sertifikasi itu jelas berdampak. Kami harap tidak mudah menuding kinerja guru penerima sertifikasi tetap tidak meningkat," ungkapnya. Lebih lanjut, Ikhwan mengungkapkan lebih dari 50 persen guru yang bersertifikasi telah meningkat kinerjanya. Dia menilai guru sudah lebih bersemangat ketika mengajar. "Mereka sudah mampu meningkatkan kualitas dalam proses pembelajaran," tuturnya. Selama ini, dia mengaku PGRI telah mendorong guru penerima sertifikasi untuk terus meningkatkan kualifikasinya. Sertifikasi bukan hanya untuk mendapatkan tunjangan. "Kami mendorong para guru untuk meningkatkan kualitas, tidak hanya meminta haknya dapat tunjangan," ujarnya.

Di sisi lain, Ikhwan menuding proses sertifikasi guru justru belum adil lantaran kuota lebih banyak diberikan kepada pengajar sekolah menengah. Kuota sertifikasi tersebut belum sesuai rasio jumlah guru yang mengajar di tiap jenjang pendidikan. "Sekarang, guru SMA yang mengajar enam tahun sudah bisa ikut sertifikasi, tetapi justru ada guru SD yang mengajar lebih dari sepuluh tahun belum bisa ikut," ungkapnya. Dia menilai kuota sertifikasi seharusnya diatur berdasarkan rasio jumlah guru yang mengajar di masing-masing jenjang pendidikan. Hal ini lantaran, jumlah guru yang mengajar di SD lebih banyak dibandingkan yang mengajar di sekolah lanjutan. "Jika tidak ada rasio yang seimbang, jumlah guru SD yang lulus sertifikasi tentu akan lebih sedikit," ungkapnya. Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Harun menekankan guru yang telah lulus sertifikasi harus meningkatkan profesionalitasnya. Khusu di Surabaya, hampir 90 persen guru telah lulus sertifikasi dan mendapatkan TPP. "Sudah ada sekitar 9.600 dari 11.800 guru di Surabaya ikut sertifikasi dan mendapat tunjangan. Kita usahakan tahun ini guru yang belum bersertifikasi diselesaikan," ujarnya. Redaktur: Djibril Muhammad Reporter: C01 STMIK AMIKOM http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/07/18/loiftw-sertifikasibelum-pengaruhi-kualitas-guru

Tunjangan Non Sertifikasi Guru di Tangsel tak Juga Cair Kamis, 29 Desember 2011 11:24 WIB REPUBLIKA.CO.ID, PAMULANG Tunjangan non sertifikasi guru di Tangerang Selatan (Tangsel) belum juga dicairkan sejak bulan Januari hingga Desember 2011. Padahal, dana tersebut seharusnya sudah dibayarkan setiap bulan. Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangsel, Mathoda, menampik bahwa pihaknya menundanunda pembayaran. Tunjangan sertifikasi merupakan anggaran Kementerian Pendidikan, saya tidak tahu menahu mengapa tunjangan tersebut bisa molor hingga satu tahun, katanya pada wartawan, Rabu (28/12). Menurutnya, Dindik Tangsel hanya menunggu kebijakan dari pusat dan tidak berwenang untuk mencairkan dana tersebut. Namun begitu, Mathoda memastikan tunjangan non sertifikasi akan segera cair dalam waktu dekat ini. Sekarang kemungkinan masih dalam proses, tunggu saja kalau tidak hari ini, ya besok, ujarnya. Pencairan dana non sertifikasi, kata dia, akan dibayarkan secara penuh dan tidak hanya enam bulan seperti isu yang menyebar di antara para guru. Akan kita berikan penuh. Tunggu saja! tegasnya. Di lain pihak, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tangsel, Uus Kusnadi, mengatakan pencairan tunjangan non sertifikasi saat ini sudah siap dicairkan. Jumlahnya mencapai Rp 18,9 miliar rupiah untuk seluruh guru di Tangsel. Uus meminta para guru bersabar atas belum cairnya dana non sertifikasi tersebut. Sebelumnya, para guru di Tangerang Selatan (Tangsel) mengeluhkan belum turunnya tunjangan non sertifikasi guru sejak Januari. Salah seorang guru PNS di salah satu SMP Negeri di kawasan Pondok Aren, Agus, mengeluhkan molornya tunjangan non sertifikasi yang dijanjikan pemerintah ini. Seharusnya, setiap bulan dibayarkan sebesar Rp 250 ribu untuk setiap orang guru, ujarnya. Pria yang mengaku telah 20 tahun menjadi PNS ini mengaku hanya mendapatkan janjijanji semata. Termasuk adanya kabar yang menyebutkan dalam bulan ini rencana pencairan tunjangan sertifikasi akan dilakukan Pemkot setempat. Katanya dalam bulan ini akan dibayarkan. Tapi dana yang keluar hanya enam bulan saja, bukan satu tahun, kata Agus. Redaktur: Chairul Akhmad Reporter: Lingga Permesti

STMIK AMIKOM http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/12/29/lwy6wi-tunjangan-nonsertifikasi-guru-di-tangsel-tak-juga-cair

Anda mungkin juga menyukai