Anda di halaman 1dari 84

ARI ZAYUSMAN 1006144

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................2

BAB I PENGERTIAN MEDIA...................5

PENDAHULUAN................................................5

A.

Pengertian Media..............................................7

B. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pendidikan.............................................................12

C.

Ciri-Ciri Media Pendidikan...............................19

a.

Ciri Fiksatif (Fixative Property)...................20

b.

Ciri Manipulatif (Manifulative Property).......21

c.

Ciri Distributif (Distrbutive Property)...........23

BAB II MEDIA PENDIDIKAN DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR...........................24

Proses Belajar Mengajar................................24

A.

Media Pendidikan............................................29

B.

Perkembangan Media Pendidikan...................30

C. Proses Belajar Mengajar sebagai Proses Komunikasi............................................................34

D. Kegunaan Media Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar....................................................37

BAB III KUALITAS, PERAN DAN LANGKAH-LANGKAH DASAR MENJADI GURU YANG MENGUASAI HYPNOTEACHING..............................39

A.

Kualitas Guru..........................................39

1.

Kemapuan propesional...................................40

2.

Upaya professional.........................................43

3. Waktu yang Tercurahkan untuk Kegiatan Profesional.............................................................44

4.

Akuntabilitas...................................................44

B. Peranan Guru dalam Proses Belajar Mengajar......................................................45

C. Langkah-langkah Dasar menjadi Guru yang Menguasai Hypnoteaching.............................47

D. Tips Memaksimalkan Pembelajaran Hypnoteaching..............................................48

E. Cara Pelaksanaan Metode pembelajaran Hypnoteaching..............................................49

F.

Latihan Hipnotis untuk Guru....................51

G. Prinsip dalam Pelaksanaan Hypnoteaching agar Tujuan Pembelajaran dapat Tercapai......53

H. Metode Pembelajaran Hypnoteaching.......55

METODE PEMBELAJARAN HYPNOTEACHING

BAB I PENGERTIAN MEDIA


PENDAHULUAN
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru di tuntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntunan zaman. Guru sekurang-

kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalm upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994:6): a. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengaja; b. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan; c. Seluk-beluk proses belajar; d. Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan; e. Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran; f. Pemilihan dan penggunaan media pendidikan; g. Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan;

h. Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran; i. Usaha inovasi dalam media pendidikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran disekolah pada khususnya.

A. Pengertian Media Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara (wasail) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat

grafis, photografis, atau elektronis untuk mengungka, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Batasan lain telah pula dikemukakan oleh para ahli yang sebagian di antaranya akan diberikan berikut ini. AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi. Disamping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator menurut Fleming (1987:234) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar-siswa dan isi pelajaran.disamping mencerminkan itu, mediator bahwa dapat setiap pula sistem pengertian

pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan paling canggih, dapat disebut media. Ringkasnya, media adalah alat yang

menyampaikan pembelajaran.

atau

mengantarkan

pesan-pesan

Heinich, dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, foto, radio, gambar yang diproyeksikan, bahanbahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksudmaksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Sejalan dengan batasan ini Hamidjojo dalam Latuheru (1993) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendaapat sehingga ide, gagasan, atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Acapkali kata media pendidikan digunakan secara bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (1986) dimana ia melihat bahwa hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila

menggunakan

alat

bantu

yang

disebut

media

komunikasi. Sementara itu, Gagne dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder , kaset, video kamera, video recorder, film slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang yang mengandung materi instruksional dilingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dilain pihak, Nasional Education Association memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya; dengan demikian, media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca. Istilah media bahkan sering dikaitkan atau dipergantikan dengan kata teknologi yang berasal dari kata latin (bahasa inggris art) dan logos (bahasa indonesia ilmu).

Menurut

Webster

(1983:

105)

art

adalah

keterampilan (skill) yang diperoleh lewat pengalaman, studi, dan observasi. Dengan demikian, teknologi tidak lebih dari suatu ilmu yang membahas tentang keterampilan yang diperoleh lewat pengalaman, studi, dan observasi. Erat hubungannya dengan istilahteknologikita juga mengenal kata teknik. Teknik dalam bidang pembelajaran bersifat apa yang sesungguhnya terjadi antara guru dan murid. Ia merupakan suatu strategi khusus (Anthoni, 1963: 96). Bahkan Richards dan Rodgers (1982: 154) menjelaskan pula bahwa teknik adalah prosedur dan praktek yang sesungguhnya dalam kelas. Dari sini, tampak jelas bahwa teknologi bukanlah hanya pembuatan kapal terbangmodel mutakhir dan semisalnya saja, tetapi melipat-lipat kertas jadi kapal.terbang mainan itu juga hasil teknologi; karena itu juga merupakan suatu keterampilan dan seni (skill). Barangkali inilah yang menyebebkan beberapa kalangan lantas membagi pengertian teknologi menjadi dua macam; ada yang disebut teknologi tinggi (canggih), ada pula yang disebut teknologi tradisional. Teknologi

pembelajaran agama sementara masih heavy ke wawasan pengertian teknologi tradisional. Dengan demikian, kalau ada teknologi pembelajaran agama misalnya, maka itu akan membahas masalah bagaimana kita memakai media dan alat bantu dalam proses mengajar agama, akan membahas masalah keterampilan, sikap, perbuatan, dan strategi mengajarkan agama. B. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pendidikan Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, baru dengan perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Bruner (1966: 10-11) ada tiga tingkatan utama modus belajar, abstrak yaitu pengalaman langsung (enactive), adalah pengalaman piktorial/gambar (iconic), dan pengalaman (symbolic). Pengalaman langsung mengerjakan, misalnya arti kata simpul dipahami dengan langsung membuat simpul. Pada tingkatan kedua yang diberi label iconic (artinya gambar atau

image), kata simpul dipelajari darigambar, lukisan, foto, atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk membuat simpul mereka dapat mempelajari dan memahaminya dari gambar, lukisan, foto atau film.selanjutnya, pada tingkatan simbol, siswa membaca (atau mendengar) kata simpul dan mencoba mencocokkan nya dengan simpul pada image mental atau mencocokkannya dengan pengalamannya membuat simpul,ketiga tingkat pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh pengalaman (pengetahuan, keteramoilan, atau sikap) yang baru. Tingkatan pengalaman pemerolehan hasil belajar seperti itu dagambarkan oleh Dale (1969) sebagai suatu proses komunikasi. Materi yang ingin disampaikan dan diinginkan siswa dapat menguasainya disebut sebaagai pesan. Guru sebagai sumber pesan menuangkan pesan ke dalam simbol-simbol tertentu (enconding) dan siswa sebagai penerima menafsirkab simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding). Cara pengolahan pesan oleh guru dan murid dapat di gambarkan pada Ganbar 1.1.

Pesan diproduksi dengan: Berbicara, memainkan, menyanyi, alat music, dll. Mengvisualisasikan, melalui film. foto, lukisan, gambar, model, patung, grafik, kartun, gerakan, nonverbal. Menulis atau mengarang.

Pesan dicerna dan diinterprestasikan dengan: Mendengarkan

Mengamati

Membaca

Gambar 1.1 pesan dalam komunikasi Uraian di diatas memberikan petunjuk bahwa agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik, siswa sebaiknya diajak untuk memanfaatkan semua alat inderanya. Guru berupaya untuk menampilkan rangsangan (stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin Dengan besar kemungkinan siswa informasi akan tersebut dapat dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan. demikian, diharapkan

menerima dan menyerapdengan mudah dan baik pesanpesan dalam materi yang disajikan. Levie & Levie (1975) yang membaca kembali hasilhasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata atau visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugastugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Di lain pihak, stimulus verbal memberi hasil belajar yang lebih apabila pembelajaran itu melibatkan ingatan yang berturut-urutan (sekuensial). Hal ini merupakan salah satu bukti dukungan atas konsep dual coding hypothesis (hipotesis koding ganda) dari Paivio (1971). Konsep itu mengatakan bahwa ada dua sistem ingatan manusia, satu untuk lainnya mengolah untuk simbol-simbol mengolah image verbal kemudian yang menyimpannya dalam bentuk proposisi image, dan yang nonverbal kemudian disimpan dalam bentuk proposisi verbal Belajar dengan menggunakan indera ganda pandang dan dengar berdasarkan konsep di atas akan memberikan keuntungan bagi siswa. Siswa akan belajar

lebih banyak daripada jika materi pelajaran disajikan hanya dengan stimulus pandang atau hanya dengan stimulus dengar.para ahli memiliki pandangan yang searah mengenai hal itu. Perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera dengar sangat menonjol perbedaannya. Kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang, dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera dengar dan hanya 5% persen lagi dengan indera lainnya (Baugh dalam Achsin,1986). Sementara itu, Dale (1969) memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar 13%, dan melalui indera lainnya sekitar 12%. Salah satu gambar yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dales Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale) (Dale, 1969). Kerucut ini (Gambar 1.2) merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalam langsung (kongkret), kenyataan yang ada dilingkungan

kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampaian pesan itu. Perlu dicatat bahwa urut-urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi mengajar, belajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajarnya. Dasar pengembangan kerucut di bawah bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakkan jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan membarikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena itu ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba.ini dikenal dengan learning by doing misalnya keikutsertaan dalam

Gambar 1.2 kerucut pengalaman Edgar Dale Menyiapkan makanan, membuat perabot rumah tangga, mengumpulkan perangko, melakukan percobaan di laboratorium, dan lain-lain.yang kesemuanya itu memberi dampak langsung terhadap pemerolehan dan pertumbuhan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Tingkat keabstrakkan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti itu, indera yang dilibatkan untuk menafsirkan akan semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera pendengaran. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang, keterlibatan imajinatif semakin bertambah dan berkembang. Sesungguhnya, pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti; hasil belajar dari pengalaman jangkauan kemampuan langsung abstraksi interpretasi mengubah seseorang, lambang dan dan kata memperluas sebaliknya, membantu

seseorang untuk memahami pengalaman yang di daalamnya ia terlibat langsung.

C. Ciri-Ciri Media Pendidikan Gerlach & Ely (1971) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya. a. Ciri Fiksatif (Fixative Property) Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disususun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film. Suatu objek yang telah diambil gambarnya (direkam) dengan kamera atau video kamera dengan mudah dapat direproduksi dengan mudah kapan saja diperlukan. Dengan ciri fiksatif ini, media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu. Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadiankejadian atau objek yang telah direkam atau disimpan

dengan format media yang ada dapt digunakan setiap saat. Peristiwa yang kejadiannya hanya sekali (dalam satu dekade atau satu abad) dapat diabadikan dan disusun kembali untuk keprluan pembelajaran. Prosedur laboratorium yang rumit dapat direkam dan diatur untuk kemudian direproduksi berapa kali pun pada saat diperlukan. Demikian pula kegiatan siswa dapat direkam untuk kemudian dianalisis dan dikritik oleh siswa sejawat baik secara perorangan maupun secara kelompok.

b. Ciri Manipulatif (Manifulative Property)


Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan menjadi gambar time-lapse dapat recording. Misalnya, bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian kupu-kupu dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tersebut. Di samping dapat dipercepat, suatu kejadian dapat pula diperlambat pada saat menayangkan kembali hasil suatu

rekaman video. Misalnya, proses loncat galah atau reaksi kimia dapat diamati melalui bantuan kemempuan manifulatif dari media. Demikian pula, suatu aksi gerakan dapat direkam dengan foto kamera untuk foto. Pada rekaman gambar hidup (video, motion film) kejadian dapat diputar mundur. Media (rekaman video atau audio) dapat diedit sehingga guru hanya menampilkan bagian-bagian yang tidak diperlukan. Kemampuan media dari ciri manipulatif memerlukan perhatian sungguh-sungguh karena apabila terjadi kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau pemotongbagian-bagian yang salah, maka akan terjadi pula kesalahan penafsiran yang tentu saja akan membingungkan dan bahkan menyesatkan sehingga dapat mengubah sikap mereka ke arah yang tidak diinginkan. Manipulasi kejadian ataunobjek dengan jalan

mengedit hasil rekaman dapat menghemat waktu. Proses penanaman dan panen gandum, pengolahan gandum menjadi tepung, dan penggunaan tepung untuk membuat roti dapat dipersingkat waktunya dalam suatu urutan rekaman video atau film yang mampu menyajikan

informasi yang cukup bagi siswa untuk mengetahui asalusul dan proses dari penanaman bahan baku tepung hingga menjadi roti.

c. Ciri Distributif (Distrbutive Property)


Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Dewasa ini, distribusi media tidak hanya terbatas pada satu kelas atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah di dalam suatu wilayah tertentu, tetapi juga media itu misalnya rekaman video, audio, disket komputer dapat disebar ke seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja. Sekali informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat direproduksiseberapa kali pun dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya.

BAB II Media Pendidikan dan Proses Belajar Mengajar


Proses Belajar Mengajar
Jika Anda bergerak dalam bidang pendidikan dan latihan, baik sebagai guru, dosen, instruktur, pengelola arau bahkan sebagai siswa, mahasiswa dan pihak yang dilatih, barang kali istilah Proses Belajar Mengajar tidak asing lagi. Istilah lain yang dering dipakai adalah Kegiatan Belajar Mengajar. Dalam kedua istilah tersebut kita melihat adanya dua proses atau kegiatan, yaitu: proses/kegiatan belajar dan proses/kegiatan mengajar. Kedua proses tersebut seolah-olah tak terpisahkan satu sama lain. Orang menganggap bahwa ada proses belajar tentu ada proses mengajar. Seseorang belajar karena ada yang mengajar.Tapi benarkah itu? Kalau mengajar kita pandang sebagai kegiatan atau proses yang terarah dan terencana yang mengusahakan agar terjadi proses belajar pada diri seseorang, pendapat tersebut tidaklah benar. Proses belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja terlepas

dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga keliang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan ( kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Jika sebelumnya si pandu kecil tidak tahu nama dan letak ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat dan sekarang sebagai siswa SD dia dapat menyebutkan nama dan menunjukan letak ibu kota provinsi tersebut, kita katakana siswa SD itu telah belajar. Begitu pula halnya kalau dia sebelumnya tidak dapat menulis angka 1 s.d 10 dan sekarang dapat menulisnya dengan lancar, baik dan benar. Begitu pula Mirna, sebelum kursus mengetik dia tak dapat mengetik dengan 10 jari, sekarang dengan lancar dia mahir memainkan ke 10 jarinya, artinya Mirna

telah belajar mengetik. Dulu koko tak tahu siapa Kartini dan kurang dapat menghargai perjuangan perjuangan serta jasa-jasanya.Sekarang dia tahu dan sangat kagum serta menghargai setinggi-tingginya pahlawan perjuangan emansipasi wanita itu. Koko telah belajar karena ada perubahan baik dalam pengetahuan maupun sikapnya. Tidak semua perubahan tingkah laku dapat kita sebut belajar. Iwan si pendiam, sejam yang lalu diajak kawankawannya masuk kesebuah rumah makan.Sekarang dia keluar dengan banyak bicara, tertawa-tawa bercelotehtak karuan dan gontai jalannya. Perubahan tingkah laku siswa kelas III SMA ini bukan karena proses belajar, tetapi akibat minuman keras yang mengganggu saraf pengontrol kesadarannya. Atau sebaliknya, si Tati yang cerita tiba-tiba menjadi pendiam dan pemurung karena penyakit yang diderintanya. Perubahan tingkah laku ini bukan pula karena proses belajar. Begitu juga dengan si Achmad yang menginjak remaja.Anak yang ceking dan kerempeng itu tiba-tiba suaranya menjadi tambah berat. Perubahan ini bukan pula kerena proses belajar tetapi karena proses pertumbuhan fisik.

Demikianlah kalau kita simpulkan, seseorang telah belajar kalau terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut hendaknya terjadi sebagai akibat interaksinya dengan lingkungannya, karena proses pertumbuhan fisik atau kedewasaan ; tidak kerena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Perubahan tersebut harus bersifat relative permanen, tahan lama dan menetap, tidak berlangsung sesaat saja. Siswa atau peserta latihan itu sendiri, petugas perpustakaan, masyarakat juga kepala atau sekolah, tutor, yang tokoh-tokoh mempunyai dapat orang-orang sumber

keterampilan dan kemampuan tertentu di masyarakat merupakan belajar.Mereka digolongkan sebagai sumber belajar jenis orang (people). Jenis sumber belajar yang lain adalah pesan (message) yaitu ajaran atau informasi yang akan dipelajari atau diteriman oleh siswa/peserta latihan. Bidang studi atau materi-materi latihan jenis ini adalah sebagai berikut; Bahan (materials)

Didalamnya terkandung pesan-pesan yang perlu disajikan baik dengan bantuan alat penyaji maupun tanpa alat penyaji. Contoh : buku, modul, film bingkai, audio. Alat (device) Digunakan untuk menyajikan pesan. Contoh : proyektor overhead, video tape, pesawat radio dan TV. Teknik Prosedur acuan yang disiapkan untuk menggunakan alat, bahan, orang dan lingkungan untuk menyajikan pesan. Contoh : kuliah, ceramah, Tanya jawab dan belajar sendiri. Lingkungan atau setting Memungkinkan siswa belajar Contoh : gedung sekolah, perpustakaan, museum, taman. Kita dapat melihat banyak sekali sumber belajar. Selain dari guru atau instruktur, pandu, mirna dan koko telah belajar dari bahan atau materials seperti misalnya buku, radio, majalah, film bingkai, video, dengan atau tanpa

bantuan

alat-alat

seperti

proyektor

dan

pesawat

radio/video. Bahan dan alat yang kita kenal dengan istilah software dan hardware tak lain dan tak bukan adalah media pendidikan. A. Media Pendidikan Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medoe adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Banyak batasan yang diberikan orang terhadap media.Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan di amerikan, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi.Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.Sementara itu Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala akat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.Contohnya adalah buku, film, kaset. Asosiasi Pendidikan Nasional memiliki

pengertian yang berbeda.Media adalah bentuk-bentuk

komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya.Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca.Apa pun batasan yang diberikan, ada persamaan antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. B. Perkembangan Media Pendidikan Kalau kita lihat perkembangannya, pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru. Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. namun saying, karena terlalu memusatkan perhatian pada alat bantu visual yang dipakainya orang kurang memperhatikan pembelajaran oertengahan aspek produksi abad disain, dan pengembangan Dengan untuk evaluasinya. alat visual

masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar ke-20,

mengkongkretkanajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal adanya alat audio visual atau audio visual aids (AVA). Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mungkin terjadi kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu ini Edgar Dale mengadakan klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama kerucut pengalaman (cone of experience) dari Edgar Dale dan pada saat itu dianut secara luas dalam menentukan alat bantu apa yang paling sesuai untuk pengalaman belajar tertentu. Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio visual, sehingga selain sebagai alat bantu media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Baru pada abad tahun 1960-1965 orang mulai memperhatikan siswa

sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah laku (behaviorism theory) ajaran B.F. Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Pada tahun 1965-1970, pendekatan system (system approach) mulai menampakan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan ini belajar mengajar. Pendekatan system mendorong

digunakannya media sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik aiawa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara menggunakannya telah dipertimbangkan dan ditentukan dengan seksama. Pada dasarnya guru dan ahli audio visual menyambut baik perubahan ini.Guru-guru mulai merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku siswa.untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mulai dipakai berbagai format media.

Kita dapat melihat dari uraian di atas bahwa sudah selayaknya kalau media tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai alat penyalur pesan dari pemberi pesan (guru, penulis buku, produser dan sebagainya) ke penerima pesan (siswa/pengajar). Sebagai pembawa pesan media tidak hanya digunakan oleh guru tetapi yang lebih penting lagi dapat digunakan oleh siswa. Guru dan media pendidikan hendaknya bahu membahu dalam memberi kemudahan belajar bagi siswa. perhatian dan bimbingan secara individual dapat dilaksanakan oleh guru dengan baik sementara informasi dapat pula disajikan secara jelas, menarik dan teliti oleh media pendidikan. C. Proses Belajar Mengajar sebagai Proses Komunikasi Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, media dan penerima pesan adalah

komponen-komponen proses komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran yang ada dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan produser media. Salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa atau guru juga. Pesan berupa isi ajaran dan didikan yang ada di kurikulum dituangkan oleh guru atau sumber lain ke dalam symbol-simbol komunikasi baik secara verbal maupun disebut symbol non-verbal atau visual. Proses penuangan pesan ke dalam symbol-simbol komunikasi encoding.proses penafsiran symbol-simbol komunikasi yang mengandung pesan-pesan disebut decoding. Adakalanya penafsiran tersebut berhasil, adakalanya tidak.Penafsiran yang gagal atau kurang berhasil berarti kegagalan dalam memahami apa-apa yang dibaca, didengar dan diamatinya. Terlepas dari siapa yang bodoh dan siapa yang pintar, keadaan seperti inilah yang terjadi pada kasus Guru A. siswa-siswanya tidak atau kurang berhasil mengencode pesan-pesan yang disampaikan olehnya.

Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat proses komunikasi. Penghambat tersebut dikenal dengan istilah barriers atau noises. Kita kenal adanya hambatan psikologis, seperti minat, sikap, pendapat, kepercayaan, inteligensi, pengetahuan dan hambatan fisik seperti kelelaha, sakit dan keterbatasan daya indera, siswa yang senang terhadap mata pelajaran, topic serta gurunya tentu lain hasil belajarnya dibandingkan dengan yang benci semua itu. Anda jangan terlalu banyak berharap dari siswa yang lagi sakit karena pesan-pesan yang anda sampaikan padanya akan terhambat. Anda juga jangan berharap pada siswa yang sehat sekalipun untuk mengamati kehidupan binatang satu sel dengan mata telanjang. Dua jenis hambatan lain adalah hambatan kultural seperti perbedaan adat-istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai panutan; dan hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan situasi dan kondisi keadaan sekitar. Proses belajar mengajar ditempat tenang, sejuk dan nyaman tentu akan berbeda

dengan proses yang dilakukan di kelas yang bising, panas dan berjubel. Perbedaan adat-istiadat, norma sosial dan kepercayaan kadang-kadang bisa menjadi sumber salah paham. Karena adanya berbagai jenis hambatan tersebut baik dalam diri guru maupun siswa, baik sewaktu mengencode pesan maupun mendecodenya, proses komunikasi belajr mengajar sering kali berlangsung secara efektif dan efisien. Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan sehingga membantu mengatasi hal-hal tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat, inteligensi, keterbatasan daya indera, atau hambatan jarak geografis, jarak waktu dan lain-lain dapat dibatu diatasi dengan pemanfaatan media pendidikan. Mungkin saja guru tak banyak berperan karena proses belajar mengajar terjadi dalam jarak jauh. Pada situasi ini penulisbuku, modul atau produser program-program audio, video maupun film merupakan sumber pesan.Siswa berinteraksi dengannya secara tak langsung lewat media-media yang mereka buat.

D. Kegunaan Media Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar Secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut : 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya: a. objek yang terlalu besar b. objek yang kecil c. gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat d. kejadian yang terjadi di masa lalu e. objek yang terlalu kompleks f. konsep yang terlalu luas 3) Penggunaan media pendidikan secar tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: a. menimbulkan kegairahan belajar b. memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan

c. memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya 1) Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dam pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam: a. memberikan perangsang yang sama b. mempersamakan pengalaman
c. menimbulkan persepsi yang sama.

BAB III Kualitas, Peran dan Langkah-langkah Dasar Menjadi Guru yang Menguasai Hypnoteaching
A. Kualitas Guru Guru berada pada posisi terdepan dalam usaha membangun manusia seutuhnya. Ia adalah pihak yang mencetak manusia masa depan dan generasi baru yang genius dan berkualitas tinggi. Ia adalah pahlawan tanpa tanda jasa, karena dengan suka rela bersedia melakukan penggemblengan dalam upaya mencetak generasi yang berkualitas dan maju. Tugas tersebut memang seharusnya diposisikan sebagai tugas yang propesional, karena mengajar berarti turut menyiapkan subjek didik kea rah berbagai jenis profesi. Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah, sebagaimana yang dibayangkan oleh seseorang.Sebab, pada dasarnya, menjadi seornag guru professional tidak hanya bermodal penguasaan materi dan mampu

menyampaikannya kepada siswa.akan tetapi, menjadi seorang guru yang professional juga harus memuliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai profesinya, serta mampu menjaga kode etik guru dan lain sebagainya. 1. Kemapuan propesional Piet A. Sahartian dan Ida Aleida mengemukakan bahwa kompetensi professional guru adalah kemampuan penguasaan akademik yang sesuai dengan kemampuan mengajarnya.Dalam konteks ini, ada beberapa pendapat yang mengungkapkan tentang ciri-ciri seorang guru yang professional. a. Menurut Moh.Uzer Usman dalam bukunya menjadi Guru professional, menjelaskan bahwa kemampuan professional guru dapat dirumuskan dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. 2) Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya.

3) Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. 4) Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. 5) Memungkinkan perkembangan yang sejalan dengan sinamika kehidupan. 6) Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. 7) Memiliki klien/objek layanan yang tetap. 8) Diakui masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat. a. Menurut PPIKIP Bandung Sementara itu, Pusat Pengkajian Institut Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (PPIKIP) Bandung, Nana Syaodih Sukmadinata, merumuskan ciri suatu profesi keguruan sebagai berikut: 1) Memiliki fungsi dan signifikansi sosial. 2) Memiliki keahlian tertentu. 3) Keahlian yang dimaksud akan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.

4) Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas. 5) Disiplin ilmu pendidikan diperoleh dalam waktu yang cukup lama. 6) Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional. 7) Memiliki kode etik
8) Kebebasan memiliki judgment untuk memecahkan

masalah dalam lingkup kerjanya. 9) Memiliki tanggung jawab professional. a. Menurut Depdikbud atau Depdiknas Telah mengelompokan dalam sua dimensi umum kemampuan: 1) Kemampuan professional yang mencangkup hal, yaitu: a) Penguasaan materi pelajaran. b) Penggunaan landasan dan wawasan kependidikan maupun keguruan c) Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa. 1) Kemampuan personal yang meliputi:

a) Penampilan dan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru terhadap keseluruhan situasi pendidikan b) Pemahaman dan pernyataan. c) Penampilan diri sebagai panutan da teladan bagi para siswa. 1) Kompetensi Pendukung a) Bakat, minat, panggilan jiwa dan idealism. b) Kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya. c) Kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. 2. Upaya professional Upaya professional adalah upaya seorang guru untuk mentransformasikan kemampuan profesionalnya ke dalam tindakan mendidik dan mengajar supaya mencapai hasil yang memuaskan. Upaya profesiaonal ini antara lain diwujudkan dengan penguasaan keahlian dalam menyusun program siswa, pengajaran menyiapkan sesuai tahap perkembangan pengajaran,

menggunakan bahan-bahan ajar, mengelola kegiatan belajar dan mendiagnonis keberhasilan.

3. Waktu

yang

Tercurahkan

untuk

Kegiatan

Profesional Waktu yang tercurahkan untuk kegiatan professional adalah intensitas waktu dari seorang guru yang dikonsentrasikan untuk tugas mengajar.Konsep waktu belajar (time on task) diukur dari intensitas balajar siswa secara perorangan.Berdasarkan hasil studi di berbagai Negara, termasuk Indonesia, telah ditemukan bahwa guru merupakan salah satu predictor terbaik dari hasil belajar siswa. 4. Akuntabilitas Guru bisa dikatakan professional jika pekerjaannya dapat menjamin kehidupannya. Pendapatan seseorang professional ditentukan oleh kemampuan dan prestasi kerjanya.Ia terikat oleh klien, yaitu siswanya sebagai pembayar pendidikan. Oleh karena itu , guru seyogianya bukan kepanjangan tangan dari birokrasi, melainkan harus bersikap otonom dalam menentukan pendekatan teknis apapun sebagai upaya untuk mencapai keberhasilan mengajar.

Dari berbagai teori yang dipaparkan, maka yang dimaksud dengan kualitas guru adalah kemampuankemampuan yang bersifat professional dengan berbagai macam kapasitas sebagai seorang pendidik. Kualtitas guru dapat diukur melalui proses belajar-mengajar, pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar dan pelaksanaan bimbingan, penyuluhan, serta kompetensi kepribadian. A. Peranan Guru dalam Proses Belajar Mengajar Seorang guru dalam proses belajar mengajar memiliki berbagai macam peranan. Antara lain: 1. Guru sebagai Demonstrator Melalui peranannya sebagai administrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senatiasa menguasai bahan atau materi pembelajaran yang akan diajarkan 2. Guru sebagai Pengelola Kelas Dalam menjalankan peranannya, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar dan merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasikan. 3. Guru sebagai Manajer

Sebagai manajer, self directed behavior. 4. Guru sebagai Mediator

guru wajib membimbing

pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari kea rah

Dalam peranannya guru sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan. 5. Guru sebagai Fasilitator Sebagai fasilitator, guru harus mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna dan dapat mengusahakan sumber belajar yang berguna dan dapat menunjang pencapaian tujuan dalam proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar. 6. Guru sebagai Evaluator Sebagaimana kita ketahui bahwa selama satu periode pendidikan akan diadakan evaluasi, yaitu penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh siswa, maupun guru.

A. Langkah-langkah Dasar menjadi Guru yang Menguasai Hypnoteaching Dalam melakukan Hypnoteaching, hanya diperlukan langkah-langkah sederhana. Berikut ini adalah langkahlangkah dasar yang wajib dilakukan agar dapat menguasai jurus menjadi guru yang menguasai Hypnoteaching: 1. Niat dan Motivasi dalam diri sendiri Kesuksesan seseorang tergantung pada niat dalam dirinya untuk mencapai kesuksesan tersebut. 2. Pacing Berarti menyamakan posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak dengan orang lain atau siswa. 3. Leading Memiliki pengertian memimpin atau mengarahkan sesuatu. 4. Gunakan Kata Positif Penggunaan kata positif ini sesuai dengan cara kerja ikiran bawah sadar yang tidak mau menerima kata negative. 5. Berikan Pujian

Pujian merupakan reward atas peningkatan harga diri seseorang. Pujian merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep diri seseorang. 6. Modeling Adalah proses memberi teladan melalui ucapan dan perilaku yang konsisten dan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam Hypnoteaching.

A. Tips Memaksimalkan Pembelajaran


Hypnoteaching Adapun beberapa tips dalam memaksimalkan pembelajaran Hypnoteaching adalah sebagai berikut: 1. Menguasai Materi secara Komprehensif 2. Libatkan Siswa secara Aktif 3. Upayakan untuk Melakukan Interaksi Informal dengan Siswa 4. Berikan Siswa Kewenangan dan Tanggung Jawab atas Belajarnya 5. Yakinkan bahwa Setiap Siswa Memiliki Cara Belajar yang Berbeda-Beda 6. Yakinkan siswa bahwa meraka mampu berhasil dalam pelajaran

7. Beri kesempatan kepada siswa untuk melakukan sesuatu secara kolaboratif atau kooperatif 8. Upayakan materi yang disampaikan kontekstual 9. Berikan umpan balik dengan cepat dan bersifat deskriptif 10. Tingkatkan jam terbang 11.

A. Cara

Pelaksanaan
adalah

Metode
suatu hal

pembelajaran
yang memiliki untuk

Hypnoteaching
Hipnotis hipnotis dapat kekuatan tersendiri.Dan, tidak bisa dipungkiri bahwa digunakan sebagai sarana mempengaruhi orang lain, baik dalam hal positif maupun negative.Adapun segi positifnya adalah hipnotis sangat ampuh untuk mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar, yang kemudian berujung pada keuntungan, karena dalam menumbuhkan siswa-siswa yang pintar. Dalam konteks ini, seorang guru tentu saja perlu belajar untuk menggunakan hipnotis dalam pengajarannya. Hipnotis dapat diaplikasikan untuk meningkatkan daya ingat, kreatifitas, focus, menembus

batasan mental (self limiting mental block), dan lain sebagainya dalam diri siswa. Mengajar dengan metode hipnotis

(Hypnoteaching) adalah sebuah metode mutakhir yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik secara formal maupun nonformal.Akan tetapi, metode ini masih dalam eksperimen dan banyak kemungkinan untuk dikembangkan sesuai dengan situasi, kondisi dan karakteristik material di dunia keguruan. Adapun cara hipnoteaching ini, yaitu gelombang otak siswa harus diturunkan dari kondisi beta menjadi alpha, bahkan theta. Hal ini bertujuan agar ia lebih mudah menerima informasi secara efektif dalam pikiran bawah sadarnya. Agar kondisi tersebut bisa tercapai, seorang guru harus bisa menghipnotis siswa kedalam kondisi rileks atau masuk ke alam bawah sadar, dengan menggunakan bahasa-bahasa yang dapat membuatnya rileks dan nyaman. Selain itu, dalam proses hipnoteaching, juga diperlukan teknik imprivisasi yang bagus, intonasi suara diatur, bersifat persuasive penuh bujukan, kualitas, vocal

dan

pemilihan

kata.

Ketika

siswa

berada

pada

gelombang otak alpha, saat itu guru memasukan afirmasi positif atau sugesti positif kedalam pikiran bawah sadarnya.Afirmasi ini merupakan ucapan-ucapan positif untuk menggantikan nilai-nilai negative dalam pikiran bawah sadarnya. Kekuatan kata yang berasal dari guru harus benar-benar memberikan pengaruh kuat kepada siswa.ini biasanya dilakukan dengan memberikan dorongan kuat yang positif dan meniadakan kata-kata yang memiliki konotasi negasi. Untuk mendukung hal tersebut, dibutuhkan keterampilan dalam memilih kata-kata yang pas bagi usia siswa itu sendiri. B. Latihan Hipnotis untuk Guru Setiap guru memiliki potensi yang dapat melakukan Hypnoteaching, keterampilan karena yang metode ini merupakan dapat dapat dipelajari.Untuk

menumbuhkan kemampuan Hypnoteaching terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan olehnya. 1. Biasakan mengucapkan lafal-lafal dengan fasih Fasih berarti mengucapkan kata-kata dengan jelas.

2. Belajar menggunaka intonasi yang bervariasi Anggap kelas adalah tempat kita memerankan suatu tokoh dalam sebuah drama 3. Hilangkan penggunaan kata jeda Seorang ahli hipnotis mampu menguraikan kata secara spontanitas, tanpa ada jeda kata yang terlalu lama, apalagi mengeluarkan kata-kata jeda dan sejenisnya. 4. Biasakan mengatakan ide yang terlintas dalam pikiran kita, meskipun tidak nyambung Kebiasaan ini akan membantu kita untuk membantu mengucapkan ide yang datang secara tiba-tiba. 5. Biasakan menatap tajam objek yang diajak biacara Tatapan mata adalah tanda bahwa seseorang ingin menyampaikan sesuatu kepada orang yang ditujunya. 6. Gerakan anggota badan kita secara dinamis Gerakan dahsyat. 7. Gunakan media yang efektif badan badan dalam sebuah dialog menunjukan bahwa sesuatu itu sangat penting dan

Memanfaatkan media sangat membantu agar orang yang diajak bicara mampu menangkap pesan secara lebih lengkap ketimbang pembicaraan saja. 8. Biasakan menggunakan kata-kata yang memotivasi Kata-kata yang bisa memotivasi sangat membantu seseorang untuk mengikuti apa yang kita inginkan. Dengan demikian pemilihan kata yang tepat pun sangat diperlukan. 9. Biasakan menyampaikan pesan dengan sepenuh hati Membiasakan diri untuk menyampaikan pesan dengan sepenuh hati adalah kunci yang menentukan keberhasilan ketika kita hendak mengajak orang lain mengikuti keinginan kita. A. Prinsip dalam Pelaksanaan Hypnoteaching agar Tujuan Pembelajaran dapat Tercapai Pembelajaran dengan menggunakan hipnotis tentu saja berbeda dengan model pembelajaran lainnya, sehingga terdapat beberapa hal yang harus dibedakan dalam pelaksanaannya. Hal ini dilakukan supaya pelaksanaan pembelajaran dengan model Hypnoteaching bisa berjalan secara efektif dan mendapatkan hasil yang maksimal. Adapun beberapa langkah yang perlu

dilakukan oleh guru agar bisa mencapai tujuan pembelajaran dengan baik adalah sebagai berikut: 1. Mengudentifikasi terlebih dahulu kebutuhan siswa. 2. Merencanakan pembelajaran dengan mengaitkan media hipnotis, seperti suara, gambar, tulisan, gerak dan simbol-simbol. 3. Memulai mengajar sesuai dengan rencana yang telah dibuat, seperti melakukan induksi (cara untuk masuk ke dalam keadaan fokus. 4. Melakukan afirmasi (menyatakan sesuatu yang positif tentang diri sendiri) sebagai bahan untuk memunculkan gagasan dari siswa. 5. Melakukan visualisasi sebagai sarana agar siswa dapat memproduksi gagasan sebanyak-banyaknya berkaitan dengan topik pembelajaran hari itu. 6. Melakukan evaluasi. 7. Sebelum pembelajaran berakhir, dilakukan refleksi tentang sesuatu yang dialami oleh siswa. A. Metode Pembelajaran Hypnoteaching Salah satu unsur hipnotis dalam proses pembelajaran adalah menggunakan alat peraga atau mengeluarkan

ekspresi diri, jika perlu seluruh anggota badan dapat digerakan. Adapun salah satu keberhasilan metode Hypnoteaching adalah menggunakan teknik cerita dan kisah tentang orang-orang sukses sebagai upaya untuk memotivasi siswa.adapun beberapa metode dalam pembelajaran Hypnoteaching tersebut adalah: 1. Semua siswa dipersilahkan duduk dengan rilex. 2. Kosongkan fikiran untuk sesaat. 3. Tarik nafas panjang melalui hidung, lalu hembuskan lewat mulut. 4. Lakukan terus secara berulang dengan pernafasan yang teratur. 5. Berikan sugesti pada setiap tarikan nafas supaya badan terasa rilex. 6. Lakukan terus-menerus dan berulang, kata-kata sugesti yang akan membuat suyet nyenyak dan tertidur. 7. Perhatikan posisi kepala dari semua suyet. Bagi yang sudah tidur, akan tampak tertunduk atau leher tidak mampu menahan beratnya kepala.

8. Berikan sugesti positif, seperti fokus pada pikiran, peka terhadap pendengan, fresh otak dan pikiran, serta kenyamanan pada seluruh badan. 9. Jika dirasa sudah cukup, bangunkan suyet secara bertahap dengan melakukan hitungan 1-10 maka, pada hitungan ke 10 akan tersadar dalam kondisi segar bugar.hanyalah salah satu dari beberapa metode yang dapat dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang efektivitas dan efisiensinya sangat tergantung kepada pelaku, objek, situasi dan kondisi pembelajaran. Oleh karena itu sebelum seorang guru memutuskan untuk menggunakan metode Hypnoteaching, dibutuhkan analisis karena semua daya dukung yang mampu membantu terlaksananya metode ini.

Anda mungkin juga menyukai