Anda di halaman 1dari 29

MODUL PELATIHAN

SESI MOTIVASI

Choirul 2009

Menetapkan Sasaran Pribadi Sebagai Motivasi Diri


- Tindakan tanpa sasaran bagaikan layang-layang yang putus dan tidak terkendalikan kemana akan jatuh - Tindakan dengan sasaran yang jelas, bagaikan seorang pendaki yang tahu arah kemana ia akan menapakkan kakinya menuju puncak gunung - Orang bijaksana bijaksana berpikir dulu sebelum bertindak, orang bodoh mengobralkan kebodohannya ( Amsal, S.) - Yang tidak mau mempergunakan akal sehat adalah orang mabuk ( Byron Lord)

Sasaran Pribadi adalah Nyata


Ketika saya melakukan interview untuk merekrut calon karyawan baru, pertanyaan yang selalu saya tanyakan kepada mereka adalah: Sasaran pribadi anda bekerja di perusahaan ini apa?

Tidak banyak calon peserta yang dapat mendeskripsikan sasaran pribadinya. Jawaban-jawaban yang diberikan adalah masih berkisar pada sesuatu yang umum dan belum mengarah kepada sasaran pribadi. Sehingga kesannya tidak membumi dan baru berbicara pada tataran yang idealis. Misalnya, sasaran pribadi saya adalah menjadi pekerja yang baik, dapat bekerja dengan maksimal. Apa jawaban tersebut salah?! Tidak sama sekali. Hanya saja belum mewakili esensi dari pertanyaan tersebut. Jarang yang dengan tegas menjawab, sasaran pribadi saya bekerja di sini adalah menjadi manager marketing dalam waktu 3 tahun. Jawaban ini tampak sekali lugas bahkan terkesan sombong dan arogan. Jawaban seperti inilah yang menjadikan kita mempunyai kekuatan untuk mewujudkannya. Semakin jelas sasaran yang kita buat, maka kita akan lebih mudah untuk memikirkan strategi apa saja yang dapat kita lakukan supaya sasaran tersebut dapat tercapai dalam kurun waktu tertentu

Choirul 2009

dan ada ukuran-ukuran yang telah kita tetapkan untuk menyatakan bahwa sasaran kita itu tercapai atau tidak.. Sebaliknya, semakin abstrak sasaran yang kita tetapkan maka kita juga akan semakin sulit untuk secara kongkret memikirkan bagaimana kita akan mencapai sasaran tersebut. Justru yang terjadi adalah kebingungan karena kita tidak mempunyai ukuran-ukuran yang jelas terhadap sasaran yang ditetapkan. Tercapai atau tidak tercapai sasaran tersebut, kita tidak mempunyai batas-batas dabn indikator yang pasti. Inilah yang akan menyebabkan diri kita kehilangan motivasi untuk bertindak mewujudkan sasaran tersebut. Memang tidak dapat dipungkiri, seringkali sasaran yang kita tetapkan adalah sesuatu yang ideal. Paling tidak dengan adanya hal-hal yang ideal akan membuat kita mempunyai mimpi untuk mewujudkannya. Tetapi apalah artinya ideal apabila hal itu tidak dapat atau sulit untuk dijangkau. Mengapa? Pada dasarnya sasaran yang kita tetapkan harus mengacu kepada tujuan yang jelas, fokus, dan kongkret. Coba kita bandingkan antara jawaban menjadi manager marketing dalam waktu 3 tahun dibandingkan dengan menjadi pekerja yang baik? Lebih membumi yang mana? Sasaran pribadi akan lebih bermakna bagi yang membuatnya apabila sasaran tersebut dicanangkan dengan mengandung suatu tujuan yang jelas. Banyak orang yang membuat sasaran pribadi terlalu abstrak, jauh di awang-awang. Sehingga bagi yang membuatnya mempunyai kesulitan tersendiri untuk melakukan pengukuran bagaimana sasaran tersebut memang efektif. Dalam membuat sasaran pribadi ada beberapa hal yang perlu kita buat, di antaranya ialah: * Sasaran tersebut bermakna bagi kehidupan pribadi kita. Semakin bermakna maka semakin memotivasi kita untuk mewujudkannya. Terkadang sasaran pribadi dimiliki hanya sekedar sebagai asesoris kehidupan ini dan justru membingungkan bagi diri kita karena tidak mengerti strategi bagaimana sasaran itu akan kita capai. Apabila sasaran pribadi bukanlah sesuatu yang bermakna dalam diri kita, maka kita tidak mempunyai suatu kegairahan untuk mewujudkannya. Jangankan mewujudkan, memikirkannyapun mungkin tidak pernah kita lakukan. * Sasaran pribadi harus mengandung value pribadi (personal value). Artinya, apabila sasaran pribadi muncul karena kita ingin mewujudkan nilai-nilai pribadi yang diyakini sebagai prinsip

Choirul 2009

hidupnya, maka sasaran pribadi tersebut akan merangsang kita untuk mewujudkannya tanpa harus bertentangan dengan suara hati kita.

Memang, tidak semua orang mampu mengatakan sasaran pribadinya secara nyata dan kongkret. Penyebabnya tentu saja sangat banyak, tergantung dari kondisi masing-masing orang. Kita seringkali lupa bahwa sebenarnya setiap orang sudah diberikan suatu kemampuan untuk menentukan sasaran pribadinya sejak kecil.

Catatan Pribadi Saya masih ingat, ketika kecil ditanya oleh orang tua saya atau ditanya oleh kakak-kakak saya, kalau besar nanti ingin jadi apa? Saya selalu menjawab ingin menjadi dokter. Dan apa yang saya katakan tersebut saya wujudkan juga dengan tindakan-tindakan saya, meskipun tindakan tersebut hanyalah impian seorang anak kecil yang tidak pernah mengerti mengapa melakukannya. Permainan-permainan yang saya pilihpun adalah yang sesuai dengan cita-cita saya tersebut. Saya selalu mengajak teman-teman sebaya saya main dokter-dokteran, dimana saya menjadi dokter dan teman yang lain menjadi pasiennya. Pokoknya setiap aktivitas yang saya lakukan selalu mengarah kepada cita-cita saya, sampai ke pakaian yang saya kenakanpun melambangkan profesi dokter. Kadang-kadang saya dengan sembunyi-sembunyi memakai baju bapak yang berwarna putih. Kebetulan bapak saya berprofesi sebagai mantri kesehatan. Meskipun pada akhirnya cita-cita tersebut tidak menjadi kenyataan, dan saya akhirnya tidak menjadi seorang dokter tetapi menjadi seorang psikolog, hal itu bukan masalah bagi saya. Karena saya sadar bahwa cita-cita yang saya miliki sejak kecil tidak dapat saya raih, karena saya memang tidak mempunyai kemampuan dan potensi untuk menjadi seorang dokter.

Yang ingin saya tegaskan adalah ketika kita mampu menetapkan sasaran maka sasaran itu akan memberikan kekuatan kepada kita untuk bertindak karena dalam diri kita ada semangat dan tantangan untuk melakukan sesuatu supaya sasaran tersebut terwujud. Meskipun pada kenyataannya bukan jaminan bahwa sasaran tersebut pasti dapat terwujud.

Konsep TARGET

dalam Menentukan Sasaran

Choirul 2009

Pada dasarnya sasaran pribadi merupakan suatu target yang harus kita jadikan agenda untuk kita raih. Adanya suatu target tentu saja memicu kita untuk termotivasi dalam melakukan tindakan-tindakan tertentu. Namun demikian, pada kenyataannya banyak di antara kita yang tidak mampu memformulasikan tindakan-tindakan kita tersebut dalam suatu kemasan yang sistematis, terstruktur, dan terukur. Di sinilah seringkali tindakan-tindakan yang kita lakukan dalam mewujudkan sasaran pribadi menjadi tidak terarah, bahkan tidak dapat dikendalikan oleh orang yang bersangkutan. Sangatlah perlu sebelum kita melakukan langkah-langkah kongkret dalam menentukan sasaran pribadi, kita harus membuat TARGET terlebih dahulu dan hal itu akan mendasari diri kita untuk bertindak secara kongkret.

Tetapkan sasaran pribadi secara jelas, kongkret. Kejelasan dan kekongkretan sasaran pribadi
dapat dilihat dari tujuan akhir dari sasaran pribadi tersebut. Sehingga kita dituntut mempunyai keterampilan untuk menformulasikan sasaran akhir dari sasaran pribadi kita itu apa. Sedapat mungkin sasaran tersebut dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Contoh: Saya akan menjadi seorang manager marketing yang handal paling lambat pada bulan Januari tahun 2007.

Arahkan

sasaran pribadi menjadi sesuatu yang lebih terperinci. Semakin terperinci sasaran

pribadi yang kita buat, maka kita akan menjadi lebih mudah untuk menyusun strategi bagaimana mewujudkan sasaran pribadi tersebut. Contoh: Untuk menjadi seorang manager marketing yang handal di bulan Januari tahun 2007, maka yang akan saya lakukan mulai bulan Mei 2006 adalah mengikuti pelatihan mengenai customer service, teknik negosiasi, kursus bahasa inggris.

Rencanakan tindakan kongkret yang akan kita lakukan. Tindakan ini merupakan langkah awal
yang harus kita lakukan supaya sasaran pribadi kita tidak berhenti pada catatan di lembaran kertas rencana kita. Perencanaan yang kita lakukan ini sebenarnya sama saja kita membuat lembar kerja yang berisi langkah-langkah kongkret apa yang akan kita lakukan. Biasanya lebih bersifat sangat detail yang merupakan aktivitas kita yang mengarah kepada pencapaian sasaran pribadi kita.

Gunakan seluruh potensi yang kita miliki. Jangan sampai sasaran pribadi yang kita lakukan tidak
didukung oleh potensi-potensi riil yang kita miliki. Kalau kita memang saat ini belum sepenuhnya mempunyai potensi itu, maka kita harus mau belajar untuk melengkapi kekurangan potensi tersebut.

Choirul 2009

Dalam hal ini kita perlu membuat daftar inventaris mengenai kompetensi diri kita sendiri yang merupakan syarat bagi tercapainya sasaran pribadi kita. Yang perlu kita inventarisasi adalah kompetensi-kompetensi yang bersifat keterampilan - pengetahuan teknis dan kompetensi yang bersifat karakter atau kualitas pribadi kita. Contoh: Seorang manager marketing, keterampilan-pengetahuan teknis yang dibutuhkan antara lain: keterampilan melakukan negosiasi, keterampilan melakukan promosi, mempunyai wawasan luas, cerdas, dll. Sementara kompetensi yang bersifat karakter, di antaranya ialah: jujur, mempunyai daya juang, tidak mudah menyerah, loyal, dll. Buatlah daftar mengenai potensi kita, apakah sudah cukup memenuhi persyaratan yang dibutuhkan atau masih sangat jauh untuk kita miliki. Kalau ternayata masih jauh dari persyaratan yang ada, maka mau tidak mau kita harus belajar minimal untuk menjembatani agar jurang yang ada tidak terlampau dalam.

Evaluasilah apakah semua yang sudah kita lakukan benar-benar sesuai dengan rencana yang
telah kita tetapkan. Apabila ternyata belum sesuai, maka yang harus kita lakukan adalah mengevaluasi mengapa hal itu terjadi. Melakukan evaluasi berarti kita harus siap dengan berbagai data yang kongkret mengenai langkah-langkah apa yang telah kita lakukan dan bagaimana hasil dari langkah yang sudah kita jalankan. Mungkin hasil dari evaluasi kita menunjukkan bahwa kita berhasil mewujudkan sasaran kita. Atau juga sebaliknya berdasarkan hasil evaluasi ternyata kita belum berhasil. Gagal atau berhasil, evaluasi tetap perlu dilakukan, karena kita akan dapat menggunakan kembali apabila kita melakukan suatu tindakan yang sama atau berbeda dari sebelumnya.

Tentukan rencana baru berdasarkan pada apa yang telah kita evaluasi. Membuat rencana baru
bukan berarti kita harus memulai lagi dari awal. Bisa saja kita tinggal memperbaiki hal-hal mana saja yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Menentukan rencana baru dapat kita lakukan ketika kita sudah mengetahui hasil dari evaluasi yang kita lakukan. Karena rencana yang baru tersebut merupakan dasar untuk menentukan kembali fokus dari sasaran yang akan kita tetapkan. Konsep

TARGET

sebenarnya merupakan alat bantu bagi kita supaya sasaran-sasaran yang

kita buat benar-benar dapat terukur. Persoalan yang mendasar ketika kita membuat sasaran pribadi adalah kesulitan di dalam menentukan indikator-indikator keberhasilan dari sasaran tersebut. Bisa kita bayangkan ketika yang kita lakukan tidak mempunyai sasaran yang jelas dan hasilnya juga tidak jelas bagaimana kita akan merasakan bahwa apa yang kita lakukan mendapatkan penghargaan?

Choirul 2009

Banyak di antara kita yang merasa hampa ketika hasil dari tindakannya tidak mengandung konsekuensi apa-apa. Ketika mendapatkan keberhasilan, maka tidak ada reward dan ketika mendapatkan kegagalan tidak mendapatkan punishment apa-apa. Baik gagal maupun berhasil konsekuensinya sama, yatitu tidak mendapatkan perlakukan apaapa. Inilah yang menyebabkan kita kadangkala merasa tidak ada artinya berbuat sesuatu. Lalu, apabila sasaran tersebut merupakan hal yang kita lakukan untuk diri kita, apakah masih perlu sistem reward dan punishment? Justru karena sasaran tersebut bersifat pribadi, seringkali kita menganggap bahwa hadirnya reward dan punishment tidak diperlukan lagi. Mengapa? Karena hal itu hanya berkaitan dengan kehidupan pribadi kita. Di sinilah sebenarnya awal muasal kita tidak dapat secara konsisten dalam berjuang mewujudkan sasaran pribadinya. Mengapa? Karena seringkali kita menganggap bahwa kegagalan dan keberhasilan dalam mewujudkan sasaran pribadi tidak akan berpengaruh terhadap apa-apa, kecuali diri kita sendiri. Pola pikir seperti inilah yang menjadikan kita lebih mudah untuk tidak setia dengan sasaran pribadinya dan terlampau mudah untuk memaafkan apabila kita tidak mampu untuk mewujudkannya. Untuk membuat sasaran pribadi supaya lebih bermakna, maka kita juga harus dapat membuat sistem reward dan punishment untuk diri kita sendiri. Kita harus dapat menentukan penghargaan apa yang akan diberikan kepada diri kita kalau kita berhasil mengatasi kesulitankesulitan ketika mewujudkan sasaran pribadinya. Dan sebaliknya, hukuman-hukuman apa yang seharusnya akan kita terima kalau kita gagal mewujudkan sasaran pribadi kita. Ini yang harus ditentukan sejak awal saat kita mulai menentukan sasaran pribadi. Jangan sampai sebuah sasaran pribadi yang kita tetapkan tidak memuat hal-hal apa saja yang menjadi tanggung jawab kita ketika berhasil atau gagal. Hal itu perlu dilakukan supaya dalam diri kita ada kemampuan untuk memberikan motivasi bagi diri kita sendiri. Hal itu sangat penting, karena kunci sukses kita ketika menjalankan sasaran pribadi adalah kemampuan di dalam menumbuhkan semangat untuk memotivasi diri kita sendiri. Bukan orang lain yang akan memotivasi diri kita, tetapi benar-benar berasal dari dalam diri kita sendiri.

Mentalitas Keberuntungan

Choirul 2009

Ada ungkapan yang beberapa tahun silam menjadi idiom di tengah-tengah masyarakat. Ungkapan itu berbunyi, Untung ada saya. Dipopulerkan oleh almarhum pelawak Gepeng dari kelompok Srimulat. Di setiap penampilannya, ungkapan itu pasti dilontarkan oleh almarhum Gepeng. Masyarakatpun menyambut dengan antusias sekali, terbukti dengan cepat populernya ungkapan itu. Bahkan anak-anakpun dengan mudah mengikutinya. Tampaknya ungkapan itu sederhana saja. Ingin menggambarkan keberuntungan telah membuat kita menjadi berharga. Dalam ungkapan tersebut tersirat bahwa almarhum Gepeng ingin menempatkan dirinya sebagai pihak yang dapat memberikan keberuntungan bagi orang lain. Sehingga orang lainpun akan dengan mudah menggantungkan dirinya kepada keberuntungan yang dibawa oleh kita, situasi, ataupun hal-hal yang terjadi. Memang, mengharapkan keberuntungan merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi siapapun. Kuncinya hanya satu, dibutuhkan kesabaran yang amat sangat. Bahkan karena terlalu sabarnya, maka dalam diri kita tidak ada keinginan atau kemauan untuk bertindak. Karena cukup kalau hanya mengharapkan keberuntungan, toh nanti pada akhirnya akan datang juga. Mengapa hal itu dapat terjadi pada diri kita? Jawabnya jelas, karena kita tidak mengerti apa yang menjadi sasaran hidup kita. Kita tidak mengerti apa yang menjadi tujuan hidupnya. Bahkan, kadang-kadang kita menganggap bahwa hidup ini bagi kita tak ubahnya sebagai keberuntungan saja. Untung kita dilahirkan, untung kita diberi kehidupan. Pemaknaan dari mentalitas keberuntungan ini akan membawa kepada perilaku-perilaku yang tidak produktif karena semuanya disandarkan pada ada dan tidaknya keberuntungan yang kita alami. Dalam diri kita tertanam suatu pemahaman, bahwa bertindak bukanlah jalan yang harus kita lalui. Lebih baik mengharapkan daripada melakukan. Inilah sisi gelap dari kita yang menggantungkan diri kita pada keberuntungan. Memang pada kenyataannya, tidak banyak orang yang mampu menetapkan sasaran pribadinya secara nyata dan jelas. Mengapa demikian? Banyak perilaku yang dilakukan manusia bukan berdasarkan pada sasaran yang ditetapkan, tetapi lebih banyak didasarkan pada spontanitas yang berasal dari reaksi-reaksi yang mendesak. Hal itu mungkin saja terjadi karena manusia tidak terbiasa untuk menetapkan sasarannya atau juga karena manusia malas untuk membuat sasaran bagi dirinya sendiri. Dua hal tersebut yang akan membentuk manusia menjadi pribadi-pribadi yang tidak mau berlatih untuk menetapkan target-target pribadinya dalam menjalani kehidupan ini. Lalu, apakah reaksi yang spontan selalu menghasilkan hasil yang tidak benar. Jawabannya adalah: bisa ya tetapi bisa juga tidak. Apabila reaksi spontan menghasilkan sesuatu yang benar,

Choirul 2009

tampaknya itu bukan karena adanya perhitungan atau karena adanya sasaran yang akan dicapai tetapi lebih banyak karena faktor keberuntungan. Kalau diperpanjang lagi, apakah faktor keberuntungan tidak diperlukan dalam kehidupan ini? Bukankah ada sementara orang berhasil dalam hidupnya karena keburuntungannya? Bahkan ada semacam pameo yang mengatakan, orang yang paling berbahagia adalah orang yang mendapatkan keberuntungan. Memang, apabila kehidupan kita hanya didasarkan pada keberuntungan belaka, maka sama saja kita bagaikan seorang pengemis yang berdiri di depan pintu gerbang pertokoan, mengharapkan keberuntungan dari para pelanggan yang mungkin akan memberikan sekeping uang logam bagi dirinya. Segalanya serba keberuntungan bukan karena adanya kontribusi nyata dari diri kita sendiri. Keburuntungan dalam kadar-kadar tertentu memang kadang-kadang diperlukan. Tetapi apabila seluruh kehidupan kita hanya didasarkan pada keberuntungan saja, maka jadilah kita sebagai pribadi yang pasif hanya mengharapkan belas kasih dari orang lain. Kita tidak mau melakukan apapun karena kita merasa bahwa yang terjadi pada diri kita juga karena keberuntungan belaka. Kita yang hidup dalam mentalitas keberuntungan sama saja seperti pelari yang mempunyai kemampuan untuk berlari tetapi kita hanya berdiri saja di garis start. Sementara pelari yang lain sudah melangkah jauh sampai di finish, kita hanya puas memandangi dari jauh saja. Kita mengharapkan keberuntungan siapa tahu pelari yang lebih dulu meninggalkan kita akan jatuh tersungkur barulah kita memulai melakukan tindakan. Mentalitas keberuntungan telah membuat jiwa kita menjadi kerdil. Mengapa? Karena kita akan menempatkan diri kita sebagai pribadi yang statis, hanya dapat menunggu orang lain. Kita tidak berani memulai sesuatu bahkan selamanya kita tidak akan pernah mulai melangkahkan kaki karena kita merasa bahwa diri kita cukup hidup dengan keberuntungan yang mungkin akan kita dapat. Inilah yang akan menghambat perkembangan kita dalam menjalani kehidupan. Perkembangan kita akan menjadi optimal kalau kita berani mengubah mentalitas keberuntungan menjadi mentalitas resiko. Artinya, dalam menjalani kehidupan ini tentu saja ada resiko-resiko yang harus kita hadapi. Justru kualitas pribadi kita akan ditentukan sejauhmana kita berani untuk masuk dalam kehidupan yang penuh resiko itu. Dengan keMAUan yang kita miliki, kita berani untuk mengatasi bahkan menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. . Kemampuan kita dalam menggunakan pola pikir, tentu saja merupakan dasar yang kuat bagi kita untuk mengelola resiko yang akan kita hadapi sehingga dapat kita ubah menjadi peluang. Tetapi apabila sikap mental kita masih dipenuhi dengan keinginan untuk mendapatkan keberuntungan sama saja hal itu mematikan potensi terdalam dari diri kita yaitu: sebagai makhluk pejuang.

Choirul 2009

Mengelola Sasaran Pribadi


Kita akan merasa mempunyai semangat hidup apabila kita mempunyai sasaran yang ingin dicapai. Dalam menentukan sasaran kita seringkali tergantung dari seberapa jauh kita mempunyai kemampuan. Sehingga dapat dikatakan, penetapan sasaran yang kita lakukan seringkali tergantung dari selera kita dan kadang-kadang itu belum mencakup semua potensi yang kita miliki. Artinya, ada potensi yang sebenarnya belum termanfaatkan karena kita tidak mampu menggalinya sehingga yang terjadi adalah penetapan sasaran yang minimalis. Yang menjadi kendala dan bahkan bisa menimbulkan suatu konflik adalah: ketika penetapan sasaran secara kita ternyata bertentangan dengan penetapan sasaran orang lain, kelompok, atau organisasi. Sikap dan perilaku yang sering kita munculkan adalah mencoba menyalahkan penetapan sasaran kelompok tersebut. Ungkapan yang seringkali muncul adalah penetapan sasaran pihak lain terlampau tinggi, sehingga tidak mungkin tercapai. Tetapi di satu pihak, seringkali kita merasa bahwa penetapan sasaran yang diberikan oleh kelompok atau organisasi terlalu rendah. Penetapan sasaran yang tidak mampu memberikan kesempatan kepada kita untuk mengaktualisasikan potensi-potensi yang kita miliki akan menimbulkan keputusasaan, frustasi, bahkan stress bagi yang diri kita. Karena sasaran tersebut tidak memberikan peluang untuk kita lakukan. Dengan kata lain, penetapan sasaran yang tidak mampu mengungkap dan melibatkan potensipotensi individu secara maksimal akan membuat orang yang menjalaninya tidak bergairah. Sehingga dalam menetapkan sasaran sedapat mungkin membuat orang merasa tertantang untuk menjalaninya atau melakukannya. Penetapan sasaran yang terlampau mudah, sehingga kita sudah dapat meramalkan mampu mencapainya akan membuat kita patah semangat, bahkan mengecilkan arti penetapan sasaran tersebut. Sebaliknya penetapan sasaran yang terlampau tinggi, sehingga kita memprediksikan sulit bahkan tidak mampu mencapainya, akan membuat diri kita mengalami keputusasaan yang luar biasa bahkan mungkin akan mengambil langkah mundur sebelum melakukannya. Coba kita pikirkan sejenak, apa yang akan terjadi apabila tindakan yang kita lakukan tidak mempunyai sasaran yang jelas? Ada beberapa akibat yang mungkin dapat ditimbulkan dari kondisi tersebut.

Choirul 2009

10

Pertama, tindakan kita hanya berdasarkan pada kepentingan sesaat, tanpa pernah memikirkan akibatnya untuk jangka panjang. Kedua, tindakan yang kita lakukan tidak akan pernah bermakna bagi kehidupan pribadi kita, karena kita melakukannya tanpa ada tujuan yang jelas. Ketiga, tindakan yang kita lakukan mungkin dasarnya bukan karena kita merasa perlu dan penting untuk bertindak, tetapi lebih banyak didasari oleh desakan-desakan emosional semata. Keempat, tindakan yang kita lakukan sulit untuk kita jadikan sebagai bahan pelajaran untuk tindakan selanjutnya karena dasarnya bukan sesuatu yang kita perhitungkan. Maka, supaya tindakan kita mempunyai nilai bagi diri kita sendiri, tidak ada jalan lain kecuali kita belajar untuk menetapkan tujuan dengan jelas hasil dari tindakan kita. Semakin jelas kita menetapkan tujuan dari tindakan kita, maka kita akan mempunyai energi untuk menggerakkan diri kita menuju tujuan tersebut. Yang menjadi persoalan adalah, seringkali kita melakukan tindakan secara reaktif. Artinya, kita bertindak dulu baru kemudian menetapkan tujuan. Dengan menetapkan tujuan berarti dalam diri kita mempunyai suatu dorongan yang berasal dari dalam, bukan dari luar. Mengapa? Karena yang tahu dan paham dengan tujuan kita adalah kita sendiri bukan orang lain. Tujuan yang kita tetapkan merupakan suatu pondasi atau dasar bagaimana kita akan melangkah untuk mewujudkan tujuan tersebut. Namun ketika dalam diri kita tidak mempunyai tujuan yang jelas, maka yang terjadi adalah rasa pesimis. Karena yang kita lakukan adalah sesuatu yang sifatnya reaktif. Artinya, kita cenderung menanggapi sesuatu yang telah terjadi dan mungkin sebenarnya tidak perlu kita lakukan. Hal inilah yang seringkali membuat kita seolah-olah kehilangan arah. Kita merasa berjalan tanpa pemandu atau kompas yang jelas. Maka tidak menutup kemungkinan ketika kita mengalami rintangan, langkah yang kita ambil adalah mundur dan menyerah kalah. Lain halnya ketika kita sudah menetapkan tujuan yang jelas sebelum bertindak. Kita akan mempunyai titik pusat yang hendak dituju. Dalam diri kita sudah mempunyai bayangan, bahwa tindakan kita akan mencapai finish atau garis akhir yang jelas. Meskipun kita tahu banyak rintangan yang akan kita hadapi. Tetapi karena kita sudah menetapkan tujuan, maka kitapun tahu bagaimana harus mengatasi rintangan tersebut. Di sinilah sebenarnya tujuan yang kita tetapkan akan berfungsi sebagai pembimbing, penunjuk arah, dan penuntun ketika kita akan melakukan suatu tindakan.

Choirul 2009

11

Dengan menetapkan tujuan yang jelas, seakan-akan kita siap menembakkan busur panah menuju lingkaran yang telah kita ketahui sebelum nya. Hal inilah yang akan membuat kita mempunyai motivasi yang tinggi. Sebelum bertindak kita sudah yakin bahwa tindakan kita akan menghasilkan sesuatu yang tidak sia-sia. Inilah yang sebenarnya pangkal dan dasar dalam diri kita untuk menumbuhkan motivasi. Tidak hanya dalam satu hal, tetapi dalam segala hal, akan membuat kita menjadi bergairah apabila kita mempunyai tujuan yang jelas! Munculnya suatu sasaran pribadi akan membuat kita merasa dikejar waktu untuk mewujudkannya. Karena dalam diri kita akan muncul suatu dorongan yang hebat bahwa sasaran tersebut harus tercapai. Dengan membuat sasaran pribadi berarti kita akan dituntun untuk berperilaku, bersikap yang kita arahkan kepada pencapaian sasaran tersebut. Artinya, dalam diri kita ada suatu planning yang jelas, kongkret, bahwa tindakan kita akan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan kita. Banyak orang yang melupakan sasaran pribadinya ini. Seringkali mereka lebih suka apa yang dilakukannya biarkan mengalir tanpa tahu kemana alirannya akan berakhir. Di satu sisi, tampaknya pola seperti ini akan membuat orang lebih bebas menentukan pilihannya. Tetapi kalau tidak ditanggapi secara bijaksana, maka pola seperti ini cenderung akan membuat orang menjadi apatis, bahkan cenderung mudah untuk menerima keadaan. Lain halnya dengan orang yang mempunyai sasaran pribadi. Ia akan berjuang untuk meraihnya. Meskipun belum tentu berhasil, tetapi ia tahu bahwa tindakannya tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan akan mendatangkan hasil. Ia mempunyai dorongan semangat, bahwa target tersebut akan membuat dirinya tercambuk untuk meraihnya.

Choirul 2009

12

LEMBAR PPD (Perencanaan Pengembangan Diri)

SASARAN

AKTIVITAS

HASIL

WAKTU

Keterangan: Pada kolom SASARAN Tuliskan sasaran pribadi yang akan anda raih dalam beberapa tahun ke depan ( 1 - 3 tahun, 3 - 5 tahun, 5 - 10 tahun) Pada kolom AKTIVITAS Tuliskan aktivitas-aktivitas apa saja yang akan lakukan supaya sasaran pribadi anda dapat tercapai ( ingat konsep TARGET --) Pada kolom INDIKATOR Tuliskan apa yang menjadi ukuran riil sehingga anda merasa bahwa sasaran tersebut sudah anda anggap berhasil. Pada kolom WAKTU Tuliskan kapan sasaran tersebut akan anda mulai lakukan dan kapan sasaran tersebut siap untuk anda lakukan evaluasi terutama untuk menilai tingkat keberhasilannya.

Choirul 2009

13

MEMBANGUN MOTIVASI BERPRESTASI


I. PENDAHULUAN

Sebagai seorang pimpinan ataupun atasan, apapun jabatannya, dan mempunyai bawahan yang dipimpin, maka tugas seorang atasan adalah bagaimana ia mampu berperan sebagai MOTIVATOR bagi bawahannya. Artinya, memberikan motivasi menjadi tugas penting bagi atasan. Mengapa motivasi perlu diberikan kepada bawahan? Jawabannya JELAS PERLU, karena bawahan bukanlah robot atau mesin yang tidak mempunyai perasaan, emosi, sifat, karakter, semangat, rasa putus asa. Bawahan adalah pribadi yang dinamis dalam segala hal, tidak hanya fisiknya tetapi juga mentalnya. Hal inilah yang seringkali akan menjadikan manusia akan mengalami pasang-surut dalam mengelola motivasinya. Oleh sebab itu, adalah hal yang sangat mendasar ketika seorang atasan harus mempunyai kepedulian terhadap penumbuhkembangan motivasi bawahannya. Dengan demikian, motivasi ini akan dipakai oleh bawahan untuk lebih menghasilkan hasil yang produktif ketika ia melakukan suatu pekerjaan.

II.

PENGERTIAN MOTIVASI

Berbicara mengenai MOTIVASI, maka akan muncul suatu pemahaman bahwa makna itu akan mengarah kepada suatu kebutuhan yang harus dipenuhi sehingga akan mendapatkan kepuasaan. Karena adanya kebutuhan itu, maka menimbulkan suatu dorongan atau usaha, yang terwujud dalam suatu perilaku tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diberikan beberapa batasan mengenai arti dari MOTIVASI. 1. 2. 3. 4. 5. Motivasi adalah dorongan pada diri seseorang untuk melakukan suatu tingkah laku tertentu karena dikehendaki. Motivasi adalah dorongan yang meliputi jiwa dan jasmani, untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Motivasi merupakan sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Motivasi adalah sesuatu yang melatarbelakangi individu untuk berbuat supaya tercapai tujuan yang dikehendakinya. Motivasi adalah suatu proses yang mempunyai tenaga dan tujuan tertentu.

III.
1.

CIRI-CIRI MOTIVASI
Majemuk

Motivasi individu untuk melakukan tindakan,pada dasarnya tidak hanya mengandung satu tujuan saja, melainkan lebih dari satu tujuan. Oleh sebab itu, ada banyak tujuan yang ingin dicapai oleh individu karena adanya motivasi ini. Contoh: seorang bawahan yang bekerja rajin, motivasinya bisa bermacam-macam. Misalnya, supaya dipuji, dinaikkan gajinya, mencari perhatian, dll.

Choirul 2009

14

2.

Dapat berubah-ubah

Karena adanya keinginan yang bermacam-macam, maka hal inipun akan berpengaruh terhadap motivasi yang dimiliki oleh individu. Bisa saja suatu ketika ia menginginkan kenaikan gaji, tetapi di lain kesempatan ia ingin karirnya naik. 3. Berbeda untuk setiap individu

Pada dasarnya tidak ada persamaan motivasi antara individu yang satu dengan yang lain. Dua individu yang samasama melakukan suatu tindakan tertentu, bisa saja yang memotivasi tindakan itu tidak sama. 4. Beberapa tidak disadari

Ada sementara individu yang tidak memahami mengapa ia melakukan suatu tindakan. Biasanya karena adanya peristiwa yang menekan keinginan masuk ke alam bawah sadar, sehingga ketika muncul suatu tindakan, individu tersebut tidak mampu untuk mengenali motivasinya apa.

IV.
1.

TEORI-TEORI MOTIVASI
Teori Maslow (Need Hierarchy Theory)

Pada dasarnya, setiap orang mempunyai keinginan untuk terpenuhi kebutuhannya. Maka, hal inilah yang memotivasi seseorang untuk bertindak supaya kebutuhannya terpenuhi dan terpuaskan. Menurut Maslow, ada 5 (lima) kebutuhan yang harus terpenuhi dalam diri seseorang. a. Kebutuhan Biologis

Individu melakukan suatu tindakan karena termotivasi oleh keinginannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya atau kebutuhan biologisnya. Misalnya, sandang, pangan, tempat berlindung, seksual, kesejahteraan. Kebutuhan ini merupakan hal yang PRIMER bagi individu. b. Kebutuhan Rasa Aman Individu melakukan suatu tindakan atau usaha karena termotivasi oleh keinginannya untuk mendapatkan pemenuhan rasa amannya. Misalnya, rasa aman dalam menjalankan pekerjaannya, rasa aman dalam menghadapi masa depan. c. Kebutuhan-kebutuhan Sosial

Individu melakukan suatu tindakan karena adanya motivasi supaya kebutuhan-kebutuhan sosialnya terpenuhi. Hal ini relevan dengan hakekat manusia sebagai makhluk sosial. Kebutuhan-kebutuhan sosial ini meliputi: Kebutuhan untuk diterima oleh orang lain, baik itu di lingkungan masyarakat atau tempat bekerja. Kebutuhan untuk dihormati, karena setiap individu ingin diperlakukan dengan hormat. Kebutuhan untuk mampu menghasilkan suatu prestasi tertentu. Kebutuhan untuk dapat melibatkan dirinya dalam lingkungan kehidupan (sosial maupun pekerjaan).

Choirul 2009

15

d.

Kebutuhan akan Harga Diri

Individu melakukan suatu tindakan karena termotivasi keinginannya untuk memenuhi kebutuhan harga dirinya. Seringkali hal ini dikaitkan dengan label-label yang disandang oleh individu tersebut. Misalnya, seseorang merasa harga dirinya tinggi karena jabatan, status sosial, pendidikan, ekonominya lebih tinggi dibandingkan yang lain. e. Kebutuhan untuk Berbuat Lebih Baik

Individu melakukan suatu tindakan karena termotivasi oleh keinginannya untuk bekerja-berbuat lebih baik. Hal ini dilakukan oleh individu dengan mengembangkan kapasitas mentalnya ataupun kapasitas kerjanya sehingga terjadilah pengembangan pribadi yang bersangkutan. 2. Teori Mc. Gregor (Teori X Teori Y)

Menurut Mc. Gregor, dalam melakukan tingkah laku, ada 2 (dua) faktor yang mendorong seorang individu: a. Teori X

Teori ini menyimpulkan bahwa pada dasarnya individu itu merupakan makhluk yang MALAS, negatif. Sehingga ia harus selalu mendapatkan pengawasan, pengontrolan ketika ia melakukan suatu tindakan. Jadi, dalam hal ini individu melakukan suatu tindakan (misal: KERJA) karena adanya ketakutan terhadap pengawasan yang dilakukan oleh orang lain (misal: atasan).

b.

Teori Y

Berdasarkan pada teori ini, maka disimpulkan bahwa pada dasarnya individu itu BAIK. Sehingga dalam melakukan suatu tindakan (misal: KERJA), individu ini tidak perlu diawasi, karena ia sudah mempunyai kesadaran sendiri dalam melakukan tindakan. 3. Teori Mc. Cleland

Mc. Cleland, adalah tokoh yang diyakini berhasil dalam mengembangkan metode pelatihan Achievement Motivation (peningkatan motivasi berprestasi). Menurut Mc. Cleland, pada diri individu, pada dasarnya ada 3 (tiga) motif dasar yang akan menggerakkan individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu. a. Need of Achievement (Keinginan untuk Berprestasi)

Individu melakukan suatu tindakan karena didorong oelh keinginannya untuk meraih suatu prestasi yang gemilang. Oleh sebab itu, need of achievement ini seringkali disebut dengan motif berprestasi. Karena segala daya upaya, usaha, perbuatan, tindakan, tingkah laku, bahkan sikap, nilai-nilai hidup, yang dimiliki oleh individu selalu diarahkan dalam rangka pencapaian suatu prestasi tertentu.

Choirul 2009

16

Bagi individu yang memiliki motif ini, maka segalanya akan didasarkan pada pemahaman bahwa prestasi merupakan pokok dari segala tindakan. Artinya, ketika prestasi ini bisa diraih seorang individu, maka motif-motif yang lain akan datang dengan sendirinya. Individu akan merasa terpuaskan ketika ia berhasil mencapai prestasi yang mempunyai nilai lebih. Ia tidak akan menjadi orang yang minimalis, tetapi ia akan berusaha dan mewujudkan menjadi manusia yang maksimal dalam bertindak. Individu ini selalu mengarahkan tindakannya, perilakunya untuk menmcapai hasil yang maksimal. b. Need of Affiliation (Keinginan untuk Bersosialisasi)

Individu melakukan suatu tindakan karena adanya dorongan untuk terpenuhinya keinginan untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Artinya, setiap tindakan, perilaku, atau sikap, nilai-nilai hidupnya berorientasi kepada hubungan sosial ini. Maka tidaklah mengherankan apabila individu senang untuk melakukan tindakan-tindakan yang bernilai sosial atau relasi sosial. Di satu sisi, individu yang termotivasi karena keinginan untuk bersosialisasi, akan mempunyai dasar yang kuat untuk membentuk suatu tim kerja yang tangguh. Mengapa demikian? Karena terbentuknya suatu tim dapat terwujud ketika masing-masing individu mempunyai kepedulian untuk menjalin relasi sosial. Meskipun perlu digarisbawahi, bahwa tidak dapat dipastikan, kalau relasi sosial pasti menghasilkan suatu tim kerja yang tangguh. Tetapi dalam suatu tim kerja pasti terkandung suatu keterlibatan individu dalam mengembangkan hubungan sosial. Bentuk-bentuk relasi sosial yang menghasilkan tim kerja inilah yang sebenarnya merupakan relasi sosial yang produktif. Tetapi relasi sosial yang tidak mendorong terbentuknya tim kerja, maka inilah yang akan menimbulkan persoalan. Karena perilaku individu hanya berorientasi ke hal-hal yang tidak produktif. c. Need of Power (Keinginan untuk Berkuasa)

Tindakan individu dapat juga didasari oleh dorongan-dorongan untuk menanamkan pengaruhnya, yang bertujuan untuk menguasai orang lain. Di satu sisi, hal ini sangat diperlukan oleh seorang pemimpin. Karena salah satu tugas pemimpin adalah mempengaruhi orang lain. Namun demikian, keinginan untuk berkuasa ini akan menjadi persoalan tersendiri, ketika individu menggunakan label-label tertentu (jabatan, uang, sosial, ekonomi, pendidikan) untuk menanamkan pengaruhnya. Artinya, individu lebih senang menggunakan atribut-atribut yang menempel pada dirinya untuk berpengaruh, dibandingkan menggunakan prestasi yang dimilikinya. Yang ideal adalah ketika seseorang dengan prestasinya mampu mempengaruhi orang lain. Sehingga orang lain mengikuti dirinya bukan karena silau oleh label-label tersebut, tetapi karena ada suatu prestasi yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan.Hal ini akan dapat bertahan lama, dibandingkan mengandalkan sesuatu yang sifatnya pemberian dari pihak luar, yang sewaktu-waktu dapat DICABUT.

V.

FAKTOR-FAKTOR yang MENYEBABKAN INDIVIDU tidak TERMOTIVASI

Motivasi yang dimiliki oleh individu, seringkali akan mengalami pasang-surut. Pada suatu saat, motivasi seseorang bisa tinggi, tetapi di lain waktu bisa menjadi rendah. Persoalan akan muncul dalam dunia pekerjaan, ketika motivasi seseorang secara perlahan tapi pasti mengalami penurunan.

Choirul 2009

17

Oleh sebab itu, sebagai seorang atasan, perlu tahu mengenali faktor-faktor yang dapat menyebabkan bawahan TIDAK TERMOTIVASI. Ada beberapa faktor yang bisa menurunkan motivasi individu, bahkan menghilangkan motivasi tersebut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Lingkungan pekerjaan yang tidak kondusif, sehingga membuat perasaan tidak nyaman. Merasa berada dalam situasi yang serba menakutkan, karena banyaknya ancaman yang diterima. Mempunyai beban pekerjaan yang melebihi kapasitas atau potensi yang dimilikinya. Mengerjakan pekerjaan yang rutin, biasa, mudah, tidak ada peningkatan dalam tingkat kesulitan atau tantangan. Kurang mengerti terhadap prosedur-prosedur kerja, sehingga mengalami kebingungan dalam melakukan pekerjaan. Tidak ada ukuran yang jelas mengenai standard keberhasilan dari apa yang telah dikerjakannya. Tidak adanya keseimbangan antara punishment (hukuman) yang diterima dibandingkan dengan reward (penghargaan). Tidak ada kesempatan untuk mengembangkan skill (ketrampilan) kerjanya sehingga merasa tidak mampu mengerjakan pekerjaan yang baru. Berada dalam suatu lingkungan kerja yang baru, sehingga ia belum mengerti apa yang akan dilakukannya. Mempunyai penilaian bahwa dirinya tidak mempunyai arti atau peranan dalam kelompok kerjanya atau lingkungan pekerjaan. Tidak memperoleh umpan balik yang membangun, tetapi cenderung selalu berada pada pihak yang salah. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh pengarahan atau bimbingan dari atasan. Merasa diasingkan oleh rekan-rekan yang ada di lingkungan pekerjaan.

Dengan mengerti faktor-faktor tersebut di atas, maka sebagai seorang atasan mempunyai TUGAS untuk meminimalkan atau kalau mampu menghilangkan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan motivasi.

VI. MENGEMBANGKAN MOTIVASI


Pengembangan motivasi yang dilakukan oleh atasan kepada bawahannya sangatlah penting. Karena dari motivasi inilah sebenarnya akan menjadi dasar kemana perilaku bawahan tersebut diarahkan. Bawahan yang mempunyai motivasi kerja rendah tentu saja akan mengarahkan perilakunya JAUH dari tujuan organisasi atau tujuan tim kerjanya. Sebaliknya, karyawan dengan motivasi kerja tinggi, cenderung akan mengarahkan tindakannya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh atasan, tim kerja, ataupun organisasinya. Karena begitu pentingnya MOTIVASI ini, maka sebagai seorang atasan salah satu tanggung jawabnya adalah: mengembangkan MOTIVASI bawahannya. Untuk itu, supaya pengembangan motivasi bawahan ini dapat berjalan dengan efektif, maka perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu: 1. 2. Menumbuhkan minat, keinginan untuk semakin mengenal dan menjalin hubungan dengan bawahan. Mempunyai pemahaman yang mendalam terhadap sifat, karakter, kebiasaan, gaya, kepribadian yang dimiliki oleh bawahan.

Choirul 2009

18

3.

Mencoba untuk melakukan kiat-kiat/strategi/tip yang dapat digunakan dalam melakukan hubungan/pendekatan dengan bawahan serta ketrampilan dalam menerapkannya.

VII.

MEMOTIVASI BAWAHAN

Seringkali terjadi, adanya batasan struktural antara atasan dengan bawahan, menyebabkan munculnya pandanganpandangan yang keliru ketika atasan memotivasi bawahan. Kekeliruan pandangan ini meliputi: 1. Atasan Penuh Ancaman

Atasan seperti ini mempunyai pandangan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi di tim kerjanya, merupakan tanggung jawabnya. Sehingga ia tidak mau disalahkan.Sebagai akibatnya, ia akan melakukan pengawasan yang SUPER KETAT kepada bawahan, dengan tujuan supaya bawahannya tidak melakukan kesalahan sekecil apapun.Maka, ia akan mengembangkan pola hubungan yang penuh dengan ancaman. Karena ia beranggapan, dengan ancaman itulah ia dapat memotivasi bawahannya supaya tidak berbuat salah. 2. Atasan yang Tahu Segalanya

Atasan seperti ini mempunyai pandangan bahwa atasan adalah orang yang paling tahu, serba tahu dibandingkan bawahannya. Sebagai konsekuensinya, atasan seperti ini akan meotivasi bawahannya dengan jalan banyak melakukan kritik, menyalahkan, banyak memberitahukan kelemahannya. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan Superioritasnya. 3. Atasan yang Super Power

Atasan seperti ini akan berorientasi kepada kekuasaan, power, dalam memotivasi bawahannya. Karena ia merasa mempunyai kekuasaan maka bentuk motivasi yang diberikan kepada bawahan berwujud aktivitas banyak mengatur, menyalahkan, banyak memberi nasehat, menguasai. 4. Atasan yang Serba Sempurna

Atasan seperti ini mempunyai pandangan bahwa prestasi bawahan bukanlah merupakan sesuatu yang istimewa, karena itu sudah merupakan kewajibannya. Maka, atasan ini tidak perlu memberikan pujian, penghargaan, atas prestasi kerja yang dicapai oleh bawahannya. Apalagi kalau atasan ini beranggapan bahwa bawahannya sudah diberikan upah yang memadai. Sehingga tidaklah perlu untuk memberikan motivasi lagi.

VIII. MOTIVASI BERPRESTASI


Setiap manusia dalam kehidupan sehari-harinya pasti melakukan suatu aktivitas. Salah satu di antara aktivitas itu adalah: KERJA. Dan yang mendorong manusia untuk melakukan aktivitas kerja tersebut adalah karena di dalam dirinya terdapat MOTIVASI, yang akan mengarahkan perilaku manusia.

Choirul 2009

19

Pada dasarnya, setiap orang pasti menginginkan pekerjaannya dapat bernilai. Artinya, ia ingin meraih suatu prestasi tertentu. Karena salah satu ukuran pekerjaan itu bernilai, kalau di dalamnya mengandung unsur prestasi. Oleh sebab itu, yang pertama kali seharusnya ditanamkan dalam diri manusia adalah: motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi(nach) adalah: motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang untuk mencapai suatu prestasi tertentu. Jadi, motivasi berprestasi ini akan membawa seseorang kepada pencapaian hasil yang maksimal. Dalam dirinya sudah tertanam tekad bagaimana caranya dirinya bisa mencapai prestasi itu. Ia selalu mengusahakan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan hasil yang telah dicapai. Ia tidak cepat merasa puas, tetapi selalu mencari tantangan yang baru.Ia tidak akan merasa puas sebelum prestasinya itu diraih. Keinginan untuk berprestasi tinggi bagi orang yang di dalamnya sudah tertanam motivasi berprestasi, segala sesuatunya bukan didasari oleh hal-hal yang sifatnya berasal dari luar (uang, jabatan, karir). Tetapi lebih banyak didorong karena kesadaran bahwa dengan prestasi yang diraih, ia akan semakin menjadi manusia yang dapat berguna bagi dirinya dan orang lain.

IX.

LOCUS OF CONTROL

Setiap orang pasti mempunyai tujuan mengapa ia bertindak, bersikap, ataupun berperilaku. Dan tentu saja tujuan dari masing-masing orang berbeda. Namun, sebelum orang itu menetapkan tujuannya, seringkali ada suatu kekuatan, dorongan, atau energi yang menggerakkan seseorang untuk menetapkan tujuan. Masing-masing orang mempunyai tenaga penggerak yang berbeda. Bisa saja, dalam diri seseorang muncul tenaga penggerak yang berasal dari dalam sehingga ia mampu mengerti, mengendalikan, mengenali karakteristik dari tenaga penggerak. Atau juga, bisa jadi tenaga penggerak itu munculnya bukan dari dalam dirinya tetapi dari luar. Meskipun, factor dari luar inilah yang sulit untuk dikendalikan karena bersifat bebas nilai dan sangat kompleks. Baik itu tenaga penggerak dari dalam maupun dari luar, pada dasarnya tanggung jawab individu adalah bagaimana ia mampu melakukan pengendalian. Mengapa demikian? Karena tanpa adanya pengendalian, maka bisa jadi tenaga penggerak tidak akan menghasilkan hasil yang maksimal. Dalam diri manusia, pada dasarnya diyakini, bahwa ada suatu pusat yang berfungsi sebagai pengendali sikap, tindakan, ataupun perilaku. Pusat pengendalian diri inilah yang akan mengarahkan manusia untuk menentukan sikap, tindakan, ataupun perilakunya ketika ia mendapatkan suatu rangsangan. Oleh sebab itu dapat dikatakan, bahwa tugas dari pusat pengendalian diri ini akan menuntut manusia dalam menjawab tawaran-tawaran yang ada di sekelilingnya. Pusat pengendalian diri itu biasa disebut dengan LOCUS OF CONTROL.

Berdasarkan pada pengaruh dari locus of control tersebut, maka dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Locus of Control Internal

Pusat pengendalian individu yang berasal dari faktor internal. Artinya, individu bersikap, berperilaku, dan bertindak atas dasar pertimbangan dari dalam dirinya. Bukan semata-mata karena pengaruh pihak luar. Individu dalam merespon rangsang-rangsang yang ada berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang berasal dari dirinya.

Choirul 2009

20

Ia meyakini bahwa apa yang diputuskan bukan karena dorongan kekuatan dari luar. Ia menyadari mengapa ia melakukan atau bersikap terhadap sesuatu hal. Ciri-cirinya: a. Tahu apa yang harus dilakukan, dan mengerti mengapa ia melakukan hal itu berdasarkan pada pertimbanganpertimbangan tertentu. b. Adanya pertimbangan yang bersifat proaktif, berdasarkan pada: Kebebasan berpikir, tidak tergantung pada orang lain. Tetapi mempunyai otoritas atas dirinya sendiri/ Kebebasan membuat alternative, mampu melakukan berbagai macam pilihan sebelum ia memutuskan untuk bertindak. Kebebasan memilih tindakan, kemampuan untuk berani mengambil keputusan apapun resikonya dan sudah memperhitungkan untung ruginya. Kebebasan mengambil tindakan, berani secara riil melakukan tindakan nyata. Tidak hanya sebatas angan-angan atau bayangan. Bertanggung jawab atas pilihannya, mampu untuk menerima apapun yang terjadi sebagai akibat dari tindakannya tersebut. c. Tidak menyalahkan pihak lain, segala sesuatunya selalu berorientasi kepada tanggung jawab pribadi. Ia sanggup melakukan evaluasi diri atas berbagai macam akibat yang muncul dari tindakannya. d. Mempunyai orientasi yang jelas, tidak hanya sekedar bertindak. Ia sudah mampu membayangkan hasil akhir dari tindakannya (to begin with the end in mind). 2. Locus of Control External

Pusat pengendalian individu yang berasal dari luar diri individu yang bersangkutan. Artinya, sikap, tindakan, dan perilaku individu lebih banyak karena pengaruh dari faktor luar. Meskipun ia sadar, namun demikian seringkali karena kekuatan yang sifatnya dari luar lebih besar, kesadaran diri akan hilang. Sebagai akibatnya, ia nampak lebih banyak terintervensi dari eksternal. Maka, tidak mengherankan apabila locus of control external ini bekerja, maka individu yang bersangkutan cenderung akan melarutkan dirinya, meskipun sebenarnya ia tidak mempunyai tujuan yang jelas. Ciri-cirinya: a. Lebih percaya kepada sesuatu yang di luar dirinya, karena ia merasa bahwa pengaruh factor external lebih dominant. Sehingga ia cenderung untuk berorientasi kepada factor external tersebut. b. Mudah terpengaruh, karena ia tidak mempunyai orientasi yang jelas terhadap dirinya sendiri. Ia sulit untuk menetapkan tujuan secara jelas. Lebih senang menyerahkan pada factor external. c. Kompromi tinggi, mempunyai toleransi yang tinggi terhadap campur tangan dari luar. Tidak mempunyai keberanian untuk menolak. Sehingga ada kesan timbang rasanya tinggi. d. Mudah menyalahkan pihak luar, karena ia menganggap bahwa dirinya merupakan korban dari factor external. Lebih mudah melakukan cuci tangan, tetapi sekaligus mudah untuk terhanyut. e. Cenderung menggunakan topeng dalam bentuk mekanisme pertahanan diri. Sehingga kemampuan untuk melakukan evaluasi diri, instropeksi sangat lemah.

Choirul 2009

21

MEMOTIVASI DIRI, BAGAIMANA CARANYA?


Banyak orang mempunyai keinginan bagaimana memotivasi orang lain (rekan kerja ataupun bawahan). Tetapi banyak yang lupa, bahwa kunci sukses untuk memotivasi orang lain adalah terlebih dahulu memotivasi diri sendiri. Demikian juga dengan Anda. Hal yang mustahil, ketika anda mengatakan ingin memotivasi orang lain sementara anda sendiri ternyata tidak mempunyai semangat hidup! Tidak dapat dipungkiri, Anda pasti pernah mengalami penurunan semangat dalam melakukan tindakan. Atau dengan kata lain, Anda pernah mengalami penurunan motivasi. Hal itu juga dialami oleh orang di sekitar anda. Yang membedakan adalah faktor penyebabnya dan efeknya. Dengan adanya penurunan motivasi tersebut, tentu saja akan berpengaruh terhadap kinerja anda. Dengan kata lain, penurunan motivasi bisa saja menyebabkan produktivitas kerja anda mengalami penurunan juga. Oleh sebab itu, tidak ada jalan lain kecuali anda harus mampu menumbuhkembangkan kembali motivasi tersebut. Dengan kata lain, anda harus mampu memotivasi diri anda sendiri. Bagaimana caranya?

1.

TETAPKAN TUJUAN

Tetapkanlah tujuan dengan jelas hasil dari tindakan anda. Semakin jelas anda menetapkan tujuan dari tindakan anda, maka anda akan mempunyai energi untuk menggerakkan diri anda menuju tujuan tersebut. Yang menjadi persoalan adalah, seringkali anda melakukan tindakan secara reaktif. Artinya, anda bertindak dulu baru kemudian menetapkan tujuan. Hal inilah yang seringkali membuat anda seolah-olah kehilangan arah. Anda merasa berjalan tanpa pemandu atau kompas yang jelas. Maka tidak menutup kemungkinan ketika anda mengalami rintangan, langkah yang anda ambil adalah mundur dan menyerah kalah. Lain halnya ketika anda sudah menetapkan tujuan yang jelas sebelum bertindak. Anda akan mempunyai titik pusat yang hendak dituju. Dalam diri anda sudah mempunyai bayangan, bahwa tindakan anda akan mencapai finish atau garis akhir yang jelas. Meskipun anda tahu banyak rintangan yang akan anda hadapi. Dengan menetapkan tujuan yang jelas, seakan-akan anda siap menembakkan busur panah menuju lingkaran yang telah anda ketahui sebelumnya. Hal inilah yang akan membuat anda mempunyai motivasi yang tinggi. Karena sebelum bertindak anda sudah yakin bahwa tindakan anda akan menghasilkan sesuatu yang tidak sia-sia. Apa yang sebaiknya Anda lakukan?

Choirul 2009

22

Bayangkanlah hasil akhir dari tindakan anda Berpikirlah bahwa anda bisa! Analisa kekuatan dan kelemahan anda

2.

TENTUKAN INDIKATOR KEBERHASILAN

Menentukan indikator keberhasilan artinya, anda harus mampu membuat ukuran-ukuran mengenai keberhasilan tindakan anda. Anda harus mampu menentukan variabel-variabel apa saja yang akan anda masukkan ke dalam kriteria pengukuran. Sehingga andapun dengan mudah akan menentukan hal-hal yang bisa membuat anda berhasil. Dengan menentukan indikator keberhasilan, maka tindakan anda akan selalu termotivasi untuk mewujudkannya. Sehingga dalam diri anda yang tumbuh adalah rasa optimis. Dengan menentukan indikator keberhasilan maka pola pikir andapun akan anda arahkan kepada hal-hal yang positip. Dalam diri anda seolah-olah akan muncul suatu energi yang mendorong anda untuk berani bertindak tanpa ragu-ragu. Anda akan mempunyai keberanian untuk membuat langkah pertama. Keberanian untuk melangkah inilah yang akan memotivasi anda untuk membuat langkah-langkah selanjutnya. Apa yang sebaiknya anda lakukan? Tentukan tindakan anda secara spesifik (apa yang akan anda lakukan!) Tindakan anda harus dapat diukur (ukuran kualitas maupun kuantitas) Tindakan anda harus berorientasi kepada peningkatan hasil Tindakan anda harus realistis (bisa dicapai) Tindakan anda harus ada batas waktunya (kapan selesainya)

3.

MINTALAH UMPAN BALIK

Meminta umpan balik kepada pihak lain adalah salah satu cara untuk menumbuhkan motivasi dalam diri anda. Mengapa demikian? Karena dengan menerima umpan balik berarti anda mempunyai kesempatan untuk melakukan perbaikan-perbaikan atas tindakan yang anda lakukan. Yang penting adalah menerima umpan balik dengan pikiran yang positip. Supaya umpan balik yang diberikan oleh orang lain tersebut memotivasi anda maka anda harus berani membuka diri. Bahkan kalau perlu anda berinisiatif untuk meminta umpan balik tersebut. Jangan menganggap umpan balik sebagai ancaman atau musuh anda. Apabila dalam diri anda tertanam pikiran seperti itu, umpan balik akan membuat anda bagaikan tertusuk pisau tajam. Mintalah kepada si pemberi umpan balik untuk memberikan solusi atas umpan balik yang diberikan. Sehingga andapun tahu hal-hal mana yang harus anda perbaiki atau sudah anda

Choirul 2009

23

capai. Semakin anda berani menerima umpan balik sebanyak mungkin ,maka dalam diri anda bagaikan sebuah bangunan yang mempunyai pondasi yang kuat. Artinya, umpan balik akan membuat anda semakin kuat dan kokoh dalam berjuang mewujudkan keinginan-keinginan anda. Apa yang sebaiknya anda lakukan? Catatlah setiap umpan balik yang diberikan baik yang positip maupun negatip Cobalah melakukan apa yang dikatakan oleh si pemberi umpan balik Jangan membela diri dengan mengajukan berbagai alasan

4.

BUATLAH EVALUASI

Setiap orang pasti mengharapkan bahwa apa yang telah dikerjakan akan diberikan penilaian. Seperti seorang murid akan merasa puas ketika hasil belajarnya diberikan penilaian oleh gurunya lewat ujian yang diberikan. Demikian juga dengan anda! Anda akan merasa puas apabila apa yang telah anda kerjakan akan mendapatkan evaluasi. Dengan mendapatkan evaluasi berarti anda mempunyai parameter yang jelas terhadap tindakan anda. Evaluasi akan membuat anda dihargai sebagai seorang pribadi yang telah berjuang! Lalu siapa yang harus mengevaluasi hasil kerja anda? Mintalah orang yang berwenang (misal: atasan) untuk menilai apakah hasil kerja anda sudah memenuhi harapannya. Mintalah kepadanya untuk mengevaluasi secara jujur dan objektif. Semakin jujur dan objektif evaluasi yang diberikan, maka dalam diri anda akan muncul suatu keyakinan bahwa penilaian tersebut memang benar adanya. Kalau evaluasi tersebut membuat anda puas, janganlah berhenti untuk berbuat. Ciptakan tindakan yang lebih menantang lagi, mungkin yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Sebaliknya kalau evaluasi itu membuat anda tidak puas, terimalah sebagai realita. Mungkin anda harus mundur sejenak, siapa tahu kalau apa yang anda lakukan memang jauh dari kekuatan anda! Apa yang sebaiknya anda lakukan? Janganlah berhenti untuk menciptakan peluang atau tindakan yang baru Janganlah malu untuk mengakui bahwa masih banyak hal yang perlu anda kembangkan.

Choirul 2009

24

LEMBARAN KERJA MOTIVASI DIRI 1. Tuliskan sebanyak mungkin factor-faktor yang memotivasi anda untuk melakukan suatu tindakan! (paling sedikit 5 faktor)

2.

Di antara factor-faktor tersebut, mana yang anda anggap sebagai factor internal, yang munculnya dari dalam diri anda sendiri.

3.

Berilah rangking atau prioritas dari factor-faktor yang anda tulis tersebut! Rangking kecil, menunjukkan bahwa factor itu dominant, semakin besar rangkingnya berarti factor tersebut kurang begitu dominant. 1

Rangking Alasannya: .. Rangking . Alasannya: ..

Rangking 3 .. Alasannya: ..

Choirul 2009

25

Rangking 4 .. Alasannya: .. Rangking 5 ..

Choirul 2009

26

MENUMBUHKAN SEMANGAT BERPRESTASI


Prestasi seringkali dianggap sebagai sebuah istilah yang dengan mudah akan dicapai oleh seseorang. Padahal, pada dasarnya, prestasi merupakan suatu rangkaian usaha, baik itu yang bersifat internal maupun eksternal. Artinya, prestasi yang dicapai oleh seseorang merupakan hasil dari hubungan yang sinergis antara diri orang yang bersangkutan dengan factor-faktor di luar dirinya. Namun nampaknya, factor diri sendirilah yang akan banyak memegang peranan penting dalam mencapai prestasi tersebut, mengingat factor eksternal seringkali hanya sebagai pendukung saja. Artinya, bukan sesuatu yang mutlak bahwa factor luar akan menentukan prestasi seseorang. Salah satu factor internal, yaitu diri sendiri, yang perlu dikembangkan supaya mampu mencapai suatu prestasi adalah: bagaimana menumbuhkan semangat berprestasi dalam diri seseorang. Artinya, kobaran api semangat inilah yang akan membakar seseorang sehingga ia mau untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah ke prestasi. Bagaimanakah dengan diri anda? Sudahkah dalam diri anda tumbuh semangat berprestasi? Kalau belum, di bawah ini ada beberapa pedoman yang sedikit banyak dapat membantu anda untuk menumbuhkan semangat berprestasi tersebut.

1.

Membuat Cerita Prestatif

Membuat cerita prestatif pada dasarnya akan mendorong anda untuk memberikan tanggapan terhadap suatu peristiwa, apakah mengandung unsur prestasi atau tidak. Tanggapan yang anda berikan sebenarnya secara sepintas lalu dapat mencerminkan semangat apa yang menggerakkan anda ketika memberi tanggapan suatu situasi tertentu dalam bentuk cerita. Dengan kemampuan anda dalam membuat cerita yang mengarah kepada hal-hal yang prestatif berarti dalam diri anda sudah tertanam suatu pemahaman bahwa sesuatu yang anda tanggapi mengarah kepada pencapaian hasil. Coba anda ceritakan mengenai situasi di bawah ini Situasi Dua orang yang berlainan jenis kelamin duduk dalam satu kursi panjang dan sedang bercakapcakap dalam suatu ruangan yang luas, dimana di sekitarnya terdapat banyak alat kerja, misalnya: computer, papan tulis, penggaris,alat tulis, tumpukan berkas-berkas.

Choirul 2009

27

Kemungkinan-kemungkinan yang akan anda ceritakan adalah: a. Mungkin anda akan bercerita bahwa kedua orang tersebut sedang membicarakan tentang kehidupan pribadinya, yang sedang dilanda masalah. Mungkin anda akan bercerita bahwa kedua orang tersebut sedang berpacaran di ruang kerja. Mungkin anda akan bercerita bahwa kedua orang tersebut sedang mendiskusikan mengenai pekerjaan mereka, membicarakan faktor-faktor yang dapat mendukung keberhasilan.

b.

c.

Apabila anda cenderung membuat cerita seperti pada kemungkinan (a) dan (b), berarti paling tidak kecenderungan anda belum mampu untuk mengembangkan cerita-cerita yang prestatif. Anda masih cenderung lebih senang memberikan tanggapan yang mengarah kepada relasi social atau bentuk-bentuk hubungan sosial. Artinya, cerita-cerita yang anda munculkan cenderung diliputi oleh munculnya semangat yang berorientasi kepada hal-hal yang tidak mengarah kepada suatu pencapaian hasil kerja. Tetapi apabila anda cenderung membuat cerita seperti kemungkinan (c), berarti dalam diri anda sudah tertanam suatu kecenderungan bagaimana anda mengembangkan suatu cerita berorientasi kepada hal-hal yang sifatnya prestasi kerja. Hal ini bisa terjadi karena dorongan yang muncul dalam pikiran anda adalah semangat untuk berprestasi.

2.

Berpikir Prestatif

Berpikir prestatif mengandung makna, bahwa penggunaan daya pikir sebaiknya diarahkan untuk memikirkan sesuatu yang arahnya ke pencapaian prestasi. Berpikir prestatif tidak selalu harus memikirkan prestasi yang maha besar. Tetapi bisa dimulai dari hal-hal yang sangat sederhana. Pertanyaan yang membantu untuk memunculkan pikiran prestatif: Apa yang saya lakukan hari ini? Untuk apa saya melakukan itu Bagaimana saya melakukan itu?

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sangat sederhana, anda akan dilatih menggunakan daya pikir anda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada suatu tindakan kongkret. Meskipun tindakan itu belum tentu segera anda lakukan, paling tidak pola pikir anda sudah anda paksakan untuk memikirkan bahwa ada aktivitas yang akan anda lakukan.

Choirul 2009

28

3.

Membayangkan Hasil Akhir

Pernahkan anda membayangkan hasil akhir dari tindakan anda sebelum anda melakukannya? Kalau jawaban anda cenderung tidak atau kadang-kadang, artinya dalam diri anda belum tertanam suatu dorongan untuk berprestasi. Mengapa demikian? Karena anda lebih banyak didorong oleh hal-hal yang sifatnya spontan. Atau dengan kata lain, anda cenderung reaktif. Bertindak terlebih dahulu, baru kemudian memikirkan hasilnya. Lain halnya dengan pribadi-pribadi yang membayangkan hasil akhirnya sebelum bertindak. Ia mempunyai suatu harapan bahwa tindakannya akan menghasilkan sesuatu yang sudah dibayangkan. Hal inilah yang akan membangkitkan semangat seseorang untuk berprestasi. Mengapa demikian? Karena ia sudah mempunyai tujuan yang jelas bahwa apa yang dilakukan akan menghasilkan sesuatu yang sudah ada dalam benaknya. Sehingga dapat dikatakan, bahwa orang-orang yang berhasil membayangkan hasil akhir dari tindakannya adalah pribadi-pribadi yang senantiasa diliputi oleh rasa optimisme. Bukan optimisme semu, tetapi optimisme yang realistis karena ia sudah memperhitungkan segala sesuatunya sebelum bertindak.

4.

Belajar Membuat Target Pribadi

Munculnya suatu target pribadi akan membuat anda merasa dikejar waktu untuk mewujudkannya. Karena dalam diri anda akan muncul suatu dorongan yang hebat bahwa target tersebut harus tercapai. Dengan membuat target pribadi berarti anda akan dituntun untuk berperilaku, bersikap yang anda arahkan kepada pencapaian target tersebut. Artinya, dalam diri anda ada suatu planning yang jelas, kongkret, bahwa tindakan anda akan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan anda. Banyak orang yang senantiasa melupakan target pribadinya ini. Seringkali mereka lebih suka apa yang dilakukannya biarkan mengalir tanpa tahu kemana alirannya akan berakhir. Di satu sisi, nampaknya pola seperti ini akan membuat orang lebih bebas menentukan pilihannya. Tetapi kalau tidak ditanggapi secara bijaksana, maka pola seperti ini cenderung akan membuat orang menjadi apatis, bahkan cenderung mudah untuk menerima keadaan. Lain dengan orang yang mempunyai target pribadi. Ia akan berjuang untuk meraihnya. Meskipun ia belum tentu berhasil, tetapi ia tahu bahwa tindakannya tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan akan mendatangkan hasil. Ia mempunyai dorongan semangat, bahwa target tersebut akan membuat dirinya tercambuk untuk meraihnya. Pertanyaan-pertanyaan sebagai alat bantu: 3 tahun lagi apa yang akan anda raih dalam karir anda? Mengapa anda merasa bisa untuk meraih hal tersebut?

Choirul 2009

29

Anda mungkin juga menyukai